Maritime Domain Awareness (MDA) adalah upaya untuk
meningkatkan pemahaman terhadap kejadian-kejadian di laut dan kawasan pantai serta mencarikan solusi yang tepat dalam penyelesaiannya.
Substansi MDAadalah terbangunnya pertukaran informasi, jaringan dan
kegiatan analisis antara stakeholder maritim atas apa yang terjadi di laut dan sekitarnya sehingga setiap peristiwa yang mengancam keamanan maritim dapat segera direspon dengan cepat. MDAsebenarnya adalah bagian dari strategi maritim nasional.
Indonesia yang menduduki dua pertiga kawasan Asia Tenggara
merupakan kunci stabilisator kawasan. Untuk itu situasi keamanan maritim di perairan yurisdiksi Indonesia merupakan barometer bagi situasi keamanan maritim di Asia Tenggara. Selain berbatasan dengan Samudera Pasifik, Indonesia juga berbatasan dengan Samudera Hindia, sehingga bukan sesuatu yang berlebihan bila Indonesia juga menjadi bagian penting bagi kepentingan perekonomian dunia, karena wilayahnya menjadi mayoritas di kawasan ini. Untuk itu stabilitas keamanan maritim di perairan yurisdiksi Indonesia merupakan hal yang tidak bisa ditawartawar bagi Indonesia. Stabilitas tersebut bukan saja karena laut merupakan sebagai sumber nafkah, medium pemersatu dan medium pertahanan bagi Indonesia, tetapi juga karena tanggung jawab Indonesia untuk menjamin stabilitas kearnanan di kawasan. Oleh karena itu, setiap stakeholders maritim di Indonesia dilandasi kepentingan nasional di laut, baik aktor negara maupun nonnegara, dituntut untuk mengembangkan maritime domain awaraness (MDA) guna menjamin keamanan mantim nasional dalam kerangka hubungan internasional.
Perspektif Amerika Serikat
Pada abad 21 negara negara di dunia saling berlomba dalarn
meningkatkan kekuatan maritimnya dtandai dengan munculnya Ocean Policy di masing-masing negara. Amerika Serikat membangun kekuatan maritimnya dengan slogan kekuatan maritim melindungi cara hidup Amerika. Lahirlah A Cooperative Strategy for 21st Century Sea Power, yang dipublikasikan pada Oktober 2007 oleh United States Marine Corps, United States Coast Guard dan Department of Navy. Hal ini dilakukan Amerika setelah adanya beberapa kejadian sebelumnya yang telah dialami oleh Amerika, seperti kejadian pemboman bunuh diri terhadap USS Cole yang sedang bersandar dan melaksanakan bekal ulang di Pelabuhan Aden, Yaman pada tanggal 12 Oktober 2000. Kejadian lainnya adalah peristiwa serangan bunuh diri terhadap beberapa target di kota New York dan kota Washington D.C. yang telah meruntuhkan bangunan tertinggi di kota New York, yaitu Menara Kembar World Trade Center pada tanggal 11 September 2001. Hal-hal tersebut membangkitkan kesadaran Amerika untuk perlunya meningkatkan Kewaspadaan Masalah Kemaritiman. Aliansi dengan NATO pun dilakukan dengan membentuk Global Maritime Partnership Initiative yang bertujuan untuk menjaga ketertiban dan perdamain dunia tentunya di bawah pengaruhnya dan dorongan membentuk Proliferation Security Initiative (PSI). Sebagai imbangan negaranegara maritim seperti RRC yang membangun Ocean Policy dengan strateginya Chain of Pearl yang bertujuan untuk membangun dan menyelamatkan urat nadi perdagangannya lewat laut. India membangun Ocean Policynya dengan mengeluarkan Freedom to Use the Seas : Maritime Military Strategy yang bertujuan untuk meningkatkan pernbangunan kekuatan angkatan laut India. Inggris pun tidak kalah dengan mengeluarkan semboyan Britain Rules the Waves yang bertujuan untuk membangun kekuatan maritim Inggris dalam menghadapi era globalisasi.
US Navy tetap berkomitmen untuk keamanan maritim AS
melalui eksplorasi teknologi baru dan inovatif, penghapusan hambatan kebijakan, dan kepemimpinan untuk mempromosikan budaya berbagi informasi. US Navy akan terus untuk bekerja sama dengan US Coast Guard, antar lembaga dan mitra internasional untuk meningkatkan keamanan maritim global secara bersama. US Navy mendukung upaya pemerintah AS untuk membangun National Maritime Common Operational Picture (NMCOP), digambarkan dalam Rencana Nasional untuk Mencapai MDA sebagai metode utama untuk berbagi informasi maritim lintas pemerintahan. MDA membutuhkan kemampuan dan proses untuk menemukan ancaman maritim yang akan terjadi ke depan. Sejumlah besar informasi terkait masalah kemaritiman dan kemampuan dedikasi intelijen yang dimiliki oleh Pemerintah AS akan memberikan pemahaman yang kuat terhadap para Komandan Angkatan Laut mengenai norma-norma dan budaya daerah setempat di wilayah operasi mereka dan memungkinkan mereka untuk membedakan perilaku yang tidak wajar atau mencurigakan. Membedakan ancaman maritim yang potensial melalui berbagai macam analisis, atau dikenal dengan istilah Deteksi Perubahan Maritim, mernbutuhkan peningkatan yang signifikan dalam teknologi manajemen data otomatis. Pernahaman yang dilakukan oleh Angkatan Laut Amerika Serikat dalam kerangka MDA adalah sebagai berikut. (a) Strategic Level, dimana MDA memberikan pemahaman bahwa usaha Amerika Serikat memberikan kontribusi pada untuk terlibat di dalam pengamanan lingkungan hidup secara global. Pada tingkat ini Angkatan Laut AS akan memberikan pertukaran data dan informasi intelijen pada seluruh tataran hanya kepada mitra-mitra yang utama. Membangun kerjasama adalah merupakan usaha yang utama di dalam meningkatkan kemampuan mengumpulkan data intelijen. Kerjasama intelijen baik bilateral maupun multilateral adalah merupakan faktor fundamental bagi kemampuan Angkatan Laut AS dalam mengumpulkan data, baik rahasia maupun tidak. (b) Operational Level, dimana MDA berada pada tingkatan Komandan- komandan Operasional, Panglima-panglima Armada Bernomor dan Markas Besar Angkatan Laut AS yang diberikan kewenangan untuk mendapat informasi dan koordinasi pada levelnya. Informasi yang dibutuhkan pada masingmasing tingkatan ini berbeda sebab sangat tergantung pada situasional di lapangan, dimana apabila ada pertikaian regional tentu berbeda bila dibandingkan untuk menanggulangi bencana alam atau bantuan kemanusiaan. (c) Tactic Level, dimana MDA menekankan pada keamanan maritim secara global yang diperankan oleh kapal perang AL untuk terus beroperasi secara rutin di kawasan litoral dan setiap kapal perang harus mampu mengorganisasikan kemampuan organik sensors dengan informasi maritim dari seluruh sumber daya yang terdapat di tingkat operasional maupun di tingkat strategis. Tidak kalah pentingnya adalah mereka juga harus mampu untuk mengirimkan data-data sesuai dengan tingkatan eselon yang membutuhkan.
Perspektif Indonesia
Posisi geografis Indonesia merupakan competitive advantage
dibandingkan dengan negaranegara lain, baik dalarn segi geoekonomis, geopolitis dan geostrategis. Meskipun Indonesia mendapatkan keuntungan yang sangat potensial dari letak geografisnya tersebut, namun Indonesia juga dalam posisi yang rentan terhadap ancaman keamanan maritim. Hal itu dikarenakan meningkatnya jumlah arus pelayaran yang melewati perairan Indonesia juga akan berdampak terhadap masalah lingkungan hidup, sumber daya alam dan ancaman keamanan maritim itu sendiri. Akhirnya akan terjadi dependensi negaranegara kawasan Asia Tenggara bahkan kawasan Asia Pasifik terhadap keamanan maritim di perairan yurisdiksi Indonesia. Dependensi keamanan maritim terhadap Indonesia mencakup aspekaspek antara lain:
Aspek Politik : Posisi geopolitik dan geostrategis Indonesia
sangat menentukan stabilitas keamanan kawasan, termasuk di dalamnya keamanan maritim. Hal ini tidak lepas dari posisi Indonesia yang merupakan negara terbesar di Asia Tenggara, mempunyai empat choke points dari sembilan choke points strategis dunia dan tiga ALKI yang menghubungkan kawasan Samudera India dengan Samudera Pasifik dan Asia Timur dengan Australia.
Aspek Ekonomi : Meskipun saat ini ekonomi kawasan Asia
Pasifik sedang dilanda resesi sebagai buntut dari resesi ekonomi dunia, akan tetapi ekonomi kawasan akan terus menjadi salah satu dari tiga kontributor penggerak ekonomi dunia. Di kawasan Asia Pasifik terdapat tiga negara Asia Timur yang menjadi roda penggerak utama ekonomi kawasan dan ketiga negara itu sangat tergantung pada pasokan minyak dari Timur Tengah. Pasokan minyak dari Timur Tengah menuju Asia Timur hampir 100 persen menggunakan wahana transportasi laut dan sudah pasti melalui perairan yurisdiksi Indonesia. Aspek Keamanan : Stabilitas keamanan kawasan Asia Pasifik yang didominasi oleh domain maritim tidak lepas pula dari kontribusi Indonesia menjamin keamanan maritim di perairan yurisdiksinya. Memang betul bahwa Amerika Serikat memberikan kontribusi terbesar bagi stabilitas keamanan kawasan melalui keberadaan U.S. Pacific Command, akan tetapi tidak berarti kontribusi negara-negara lainnya di kawasan itu dapat diabaikan. Begitu pula dengan Indonesia, yang dengan segala keterbatasannya, masih mampu menjamin keamanan maritim di wilayahnya.
Mengingat pentingnya domain maritim dari aspek politik,
ekonomi dan keamanan, interdependensi keamanan maritim antar negara di kawasan Asia Tenggara dan Asia Pasifik merupakan hal yang mutlak dan tak terhindarkan. Interdependensi tersebut secara otomatis menempatkan Indonesia sebagai salah satu aktor penting dalam keamanan maritim di kawasan. Terkait dengan hal tersebut, sudah sepantasnya bila Indonesia mengajak negaranegara lain yang berkepentingan untuk meningkatkan kerjasama di bidang keamanan maritim sebab kernampuan Indonesia untuk menjamin stabilitas keamanan maritim di wilayahnya akan memberikan kontribusi besar terhadap stabilitas keamanan kawasan Asia Tenggara dan Asia Pasifik sekaligus mendorong percepatan pemulihan ekonomi di kawasan.
Sebagai sebuah negara maritim merupakan suatu keharusan bagi
Indonesia untuk membangun MDA dimana salah satu prasyarat utamanya adalah adanya strategi maritim. Sampai saat ini Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia belum memiliki strategi maritim nasional yang terintegrasi sehingga Indonesia memang belum membangun keamanan maritim menjadi suatu sistem nasional dalam kerangka MDA. Karena MDA sebenarnya adalah bagian dari strategi maritim nasional. Hal itu belum dapat dilaksanakan antara lain disebabkan kepentingan nasionalnya belum berorientasi pada pada pendekatan maritim (maritime approach). Meskipun Indonesia sebenarnya telah memiliki infrastruktur awal MDA, namun tidak dimanfaatkan untuk membentuk suatu MDA nasional karena ego sektoral masing-masing stakeholders yang terkait dengan keamanan maritim masih sangat kuat. Setiap pihak merasa dirinya paling berwenang di laut, tanpa melihat fungsi asasi organisasinya masing-masing. Berbagai pihak tersebut dilindungi oleh berbagai undang-undang memberi kewenangan di laut bekerja demi ego sektoral, bukan bekerja demi kepentingan nasional, seperti yang diuraikan diatas.
Untuk itu dalam membangun kernampuan keamanan maritim
dalam kerangka MDA, sangatlah dibutuhkan dukungan politik dari pemerintah. Tanpa dukungan politik (political will), maritime domain awareness tidak akan terwujud sebab MDA merupakan sebuah sistem nasional yang melibatkan semua stakeholders maritim yang terkait, dibawah kendali organisatoris pemerintah. Kepedulian dan kesadaran adalah kunci utama terhadap pembentukan Maritim Domain Awareness. Tantangan lain dalarn implementasi MDA budaya birokrasi di negara kita yang masih jauh dari prinsip efektivitas dan efisien.
Dalam konteks, Indonesia untuk menerapkan MDA, dibutuhkan
banyak pembenahan pada stakeholder kemaritiman, disitulah perlunya dukungan politik pemerintah untuk memberikan ketegasan yang nyata akan perlunya satu badan yang terlegitimasi secara hukum nasional dan internasional yang bertanggungjawab akan keamanan maritim, sehingga tidak terkesan tumpang tindih kepentingan dalam penanganan setiap illegal activity yang mengganggu keamanan maritim secara global.
MDA dalam Rangka Kerjasama Regional
Pemerintah RI dalam menentukan langkah kebijakan kerjasama
internasional bidang pertahanan mengarah pada suatu bentuk kerjasama dengan prinsip saling menghormati, mempercayai dan menguntungkan yang implementasinya dalarn hal keamanan maritim. Meskipun secara nyata dijelaskan di atas bahwa pembangunan keamanan maritim dalam kerangka MDA belum secara konkret dilaksanakan secara terintegrasi, namun secara terpisah tiap-tiap stakeholders telah berupaya membangun dan melaksanakan kerjasama ini dengan kernampuan dan kewenangan yang berada dalam leading sector nya masing- masing. Sebagai warga internasional yang bertanggungjawab, Indonesia tetap senantiasa berkomitmen untuk menjaga stabilitas keamanan maritim di wilayah yurisdiksinya.
Inisiatif regional untuk mengantisipasi permasalahan di atas
salah satunya adalah dengan meningkatkan kesadaran akan keamanan maritim bagi semua komponen bangsa dan meningkatkan kerjasama information sharing dengan semua negara yang memiliki kepentingan kuat di kawasan ini. Kekuatiran akan adanya gangguan yang selalu mengancam keamanan maritim ini, perlu diimbangi dengan peningkatan Maritime Domain Awareness (MDA) di semua kawasan dunia tidak terkecuali kawasan Asia Tenggara. Hal tersebut merupakan perimbangan situasi kondisi yang terjadi di setiap satu kawasan karena akan selalu berhubungan dengan kawasan lainnya. Utamanya sebagai respon terhadap meningkatnya aksi maritime domain terorisme. Menyusul terjadi serangkaian perompakan di Afrika dan Asia selatan (sekitar perairan Somalia) yang baru- baru ini juga telah menahan kapal niaga Indonesia MV Sinar Kudus. Benang merah dalam pemahaman ini bahwa maritime terrorism seperti di kawasan perairan Somalia itu bisa muncul dimana pun dan kapan pun apabila tidak dideteksi dan dicegah sedini mungkin dengan mempersiapkan infrastruktur dan suprastruktur terutama SDM Keamanan laut yang siap dan tanggap mengantisipasi masalah ini. Untuk meningkatkan keamanan maritim di kawasan tidak saja dibutuhkan oleh stakeholders maritim nasional saja tetapi juga dibutuhkan kerja sama antar negara khususnya di wilayah perbatasan. Namun prinsip dasar dari kerja sama ini adalah rasa saling percaya dan menguntungkan. Kerja sama keamanan harus senantiasa mengacu pada kepentingan nasional seluruh negara dan menerapkan secara seimbang dan sebanding (Counter Balancing Interest). Kerjasama dalam mengamankan perairan merupakan bentuk kerjasama yang pendekatannya lebih komprehensif yang mengedepankan konstruksivitas (Constructivism), sekuritisasi (Securitisation), dan keamanan manusia (Human Security). Indonesia sebaiknya terus berinisiatif untuk segera mengisi kerjasama keamanan maritim dalam wadah Asean Security Community yang dikembangkan dalam Asean Maritime Forum. Inisiatif itu diharapkan dapat mengurangi penetrasi berbagai inisiatif serupa yang sangat intensif seperti PSI, Five Power Defence Arrangement Extended Role on Maritime Security, WPNS, Asean Regional Forum dan APEC.
Interdependensi keamanan, stabilitas keamanan di wilayah
perairan yurisdiksi Indonesia akan mempengaruhi pula stabilitas keamanan kawasan. Tujuan akhir dari keamanan maritim bagi bangsa Indonesia, khususnya TNI AL adalah melaksanakan introspeksi dan evaluasi secara berkesinambungan sehingga TNI AL bersama-sama dengan stakeholders maritim lainnya terus menumbuhkan Maritime Domain Awareness, dan merumuskan kembali jawaban terhadap Who We Are, What We Do, dan How Do We Fight untuk menjamin stabilitas keamanan kawasan dan menjaga kepentingan nasional dan internasional dengan segala konsekuensi yang harus dilaksanakan dengan tetap berpedoman bagi tegaknya kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. * Tulisan ini disarikan dari makalah berjudul Kepentingan Nasional dalam Perspektif Maritime Domain Awareness (Kewaspadaan Lingkungan Maritim) dalam Focus Group Discussion tentang Maritime Domain Awareness di Wisma Elang Laut, Jakarta, Maret 2012