Anda di halaman 1dari 19

Konflik Rusia vs Amerika di Negara Suriah

Nama Kelompok:

Aviesni Sabrina 1502140067

Metta Resty Utami 1502140047

Sita Saomi 1502144084

FAKULTAS KOMUNIKASI DAN BISNIS

TEKOM UNIVERSITY
Rusia dan Amerika Serikat di konflik Suriah

Konflik yang menyeret dua kekuatan militer terbesar yaitu Rusia dan Amerika. Rusia dan
Amerika mempunyai kepentingan yan berbeda dalam konflik ini.
Amerika tidak berdiri sendiri, Amerika bersama sekutunya bermain dalam konflik Suriah.
Amerika dan pada pihak yang menginginkan rezim Assad tumbang. Sedangkan Rusia dan
sekutunya menginginkan Rezim Assad tetap ada. Sekali pun ada pemerintahan transisi Assad
harus dilibatkan.

Situasi di lapangan semakin rumit karena kemunculan ekstremis ISIS di Suriah. ISIS
menjadi kekuatan menakutkan di Suriah. Mereka berhasil menguasai wilayah yang luas di
Suriah, bahkan mereka juga menguasai sebagian wilayah Irak. ISIS menjadi teroris terkaya
karena berhasil menguasai ladang minyak di wilayah Suriah dan Iraq.

Kemunculan ISIS membuat waswas Amerika dan sekutunya. Sejak pertengahan tahun
2014 Amerika dan sekutunya melancarkan serangan udara untuk melumpuhkan ISIS di Suriah
dan Iraq. Namun keefektivan serangan Amerika selama setahun terakhir dipertanyakan. Serangan
udara yang digadang-gadang bakal mudah menghancurkan ISIS ternyata tidak sesuai dengan
realitanya. Secara Mengejutkan pada akhir september Rusia melancarkan serangan udara juga di
Suriah.Serangan ini ditunjukan untuk ISIS dan ekstremis lainnya di Suriah.

Serangan ini membuat terkejut Amerika dan sekutunya karena mereka tidak menduga
bahwasanya Rusia berani melakukan intervensi militer. Inilah pertemuan langsung di medan
perang antar negara besar yaitu Amerika dan Rusia. Sayangnya kehadiran Rusia mempunyai
tujuan berbeda dari Amerika dan sekutunya. Ini mengingatkan memori orang-orang akan perang
dingin yang berlangsung pada pada abad 20 silam, antara Amerika versus Russia yang dulu
dikenal sebagai Uni Soviet.

Kedua negara tersebut jelas memiliki kepentingan berbeda dalam keterlibatannya dalam
konflik di Suriah. Rusia akan sangat dirugikan jika Rezim Assad jatuh. Kepentingan utama Rusia
adalah berusaha mempertahankan pangkalan angkatan laut di Tartus. Tartus adalah satu-satunya
pelabuhan air hangat yang dimiliki Rusia di Laut Tengah. Dengan hadir di Tartus, menandakan
Rusia hadir di Timur Tengah.

Ada kekhawatiran Rusia jika rezim Assad tumbang berakhirlah aliansi lama yang
dibangun sejak perang dingin akan berakhir begitu saja, dan berakhir pula posisi strategis Rusia
di Timur Tengah. Rusia juga begitu gencarnya menyerang ISIS dan kelompok ektrimis lainnya
karena Rusia khawatir paham radikalisme akan menjalar ke wilayah federasinya seperti
Chechnya dan Dagestan. Rusia mempunyai pengalaman menumpas gerakan ekstremisme di
wilayah tersebut.

Russia tidak ingin ISIS dan ekstremis lainnya menanamkan pahamnya di wilayahnya.
Amerika dengan sekutunya mempunyai kepentingan berbeda dari Rusia dan sekutunya. Amerika
tidak ingin Iran yang sebagai sekutunya Rusia, mempunyai pengaruh di Timur Tengah, karena
dapat mengancam sekutu terdekat mereka yaitu Israel dan Arab Saudi. Pengaruh Iran cukup
besar di Suriah karena mereka menyokong agar rezim Assad tetap berdiri.

Iran melakukan berbagai macam cara untuk mempertahankan rezim Assad seperti
mendukung mereka secara militer dengan mengirimkan senjata dan mengirimkan pasukannya ke
dalam konflik. Kalau sampai rezim Assad jatuh ketangan Amerika dan sekutunya maka Iran akan
terkepung posisinya di Timur Tengah. Oleh karena itu konflik Suriah bukan sekedar konflik
yang melibatkan pihak dalam saja, konflik ini juga melibatkan negara-negara lainnya untuk
bertarung disana. Negara-negara tersebut berusaha mempertahankan kepentingannya di Suriah.

Sejak kapan peristiwa tersebut terjadi


Ada dua skenario utama yang dilansir media Barat, misalnya the Guardian dan Vox.
Pertama Rusia memang hanya fokus memerangi ISIS. Kemungkinan lain adalah membantu
Assad menyerang pasukan pemberontak yang mayoritas Sunni. Benar saja, mulai awal Oktober
2015, serangan gencar dimulai. Atas perintah langsung Presiden Vladimir Putin, Rusia
menggelar operasi militer besar-besaran melindungi Presiden Suriah Basyar al-Assad dari
pelbagai ancaman, khususnya pergerakan militan Negara Islam Irak dan Syam (ISIS).

Sejak akhir pekan lalu, jet tempur Rusia jenis Sukhoi Su-34, Su-24M, serta Su-25 telah
menyerang obyek vital dikuasai ISIS di Kota Hama, Homs, Idlib, serta Latakia. AS berusaha
keras menoleransi manuver militer Rusia yang tiba-tiba ingin terlibat konflik Suriah setelah
nyaris empat tahun 'anteng'.

"Kami tidak akan menjadikan konflik Suriah sebagai perang pengaruh antara AS dan
Rusia," kata Presiden AS Barack Hussein Obama akhir pekan lalu.

Tetap saja AS dan sekutunya di Barat mengecam langkah Rusia yang bisa menyebabkan
kondisi Suriah memburuk kalau tidak hati-hati. Apalagi jika benar

Hubungan Bilateral antara Rusia dan Amerika

Interaksi yang dijalin oleh Amerika Serikat (AS) dan Rusia pasca perang dingin
merupakan sebuah interaksi yang didasarkan kepada kerja sama, karena pasca kekalahnnya
dalam perang dingin, internal Rusia mengalami kondisi politik yang tidak stabil dan terdapat
ketidakpastian. Sedangkan AS sebagai pemenang perang perlu merumuskan kebijakan yang
mampu memberikan pengaruh kepada internal kepemimpinan politik di Rusia. Interaksi yang
terjalin menjadi sebuah kemampuan kedua belah pihak untuk mencegah krisis yang serius dalam
hubungan bilateral, meskipun selalu terdapat potensi bahaya dan risiko yang mengancam
hubungan kedua negara. Sehingga, hubungan AS Rusia dapat kita katakan dinamis, karena
masih terdapat konflik-konflik baru yang melibatkan intervensi dari kedua negara, konflik yang
ada menjadi instrumen bagi kedua negara ini untuk mempertahankan posisinya, namun dalam
beberapa aspek lainnya, AS Rusia juga menjalin kerja sama.

Dalam beberapa dekade tahun terakhir ini, hubungan AS-Rusia mereka disibukkan oleh
permasalahan internasional masing-masing. Rusia disibukkan oleh hubungannya dengan negara-
negara CIS dan AS fokus pada permasalahan yang berada di tempat-tempat seperti Bosnia,
Timur Tengah dan China, kedua negara memiliki agenda kebijakan luar negeri yang berbeda.
Dalam National Security Strategy (NSS) AS, dijelaskan juga mengenai kemajuan perdamaian,
keamanan, dan peluang AS untuk menjalin interkasi dengan negara-negara di Timur Tengah. AS
memiliki kepentingan di timur tengah dengan menjalin hubungan kerja sama dengan negara-
negara Israel, Arab Saudi yang menjadi mitra utamanya. Selain itu adanya invasi AS ke Iraq juga
menjadi fokus penting AS dalam menciptakan imagenya di dunia internasional. Bahkan adanya
revolusi di timur tengah saat ini menjadi salah satu fokus bagi AS untuk ikut intervensi dalam
penyelesaian permasalahan timur. Di dalam NSS juga terdapat aspek yang fokus dalam
permasalahan mengenai pembongkaran dan penentangan terhadap Al-Qaeda dan Afiliasi
Ekstrimis di Afghanistan, Pakistan, dan Dunia.

Namun, hubungan keduanya juga tidak bisa dikatakan vacum, karena mulai ada
kecenderungan bahwa kedua negara saat ini memulai sebuah fase yang kita namakan new cold
war. New Cold War termasuk cerminan dinamika hubungan AS dan Rusia saat ini. New Cold
War dapat kita temui dalam konflik yang terjadi di Ossetia Selatan dan Georgia.

Konflik di kawasan Kaukasus melibatkan dua negara pecahan Uni Soviet, Rusia dan
Georgia, menyusul invansi yang dilakukan Georgia atas kota-kota di wilayah konflik Ossetia
Selatan. Konflik yang terjadi di Ossetia selatan ini berawal dari adanya sebuah provinsi di
Georgia yang bernama Ossetia Selatan yang berusaha memisahkan diri dari Negara Georgia,
kemudian Ossetia Selatan mendapatkan kemerdekaan efektifnya yang diperoleh melalui perang
tahun 1991-1992. Ketegangan di Ossetia Selatan ternyata mendapatkan intervensi dari dua
negara superpower yaitu AS dan Rusia. Dua negara tersebut ingin memberikan pengaruhnya di
kawasan yang memiliki kekayaan sumber daya alam gas tersebut. Peran AS yang secara
sembunyi-sembunyi terbuka, mendukung kebijakan Georgia di bawah pemerintahan Presiden
Mikhail Saakashvili. Pada tanggal 7 Agustus tahun 2008 Pasukan Georgia menyerbu kota-kota
Ossetia Selatan seperti : Tsinagarsk, Zaursk, Dmenisi, Gromi, Hetaguruvo. Aksi ini kemudian
memprovokasi Moskow untuk mengirim kekuatan militernya guna membantu pasukan
perdamaian dan mencegah meluasnya konflik di wilayah Ossetia Selatan. Konflik-konflik yang
terjadi di kawasan bekas wilayah Uni Soviet ini disebabkan oleh melemahnya peran CIS dan
adanya perluasan NATO ke timur.

Dari adanya kegiatan-kegiatan AS dan NATO di kawasan Kaukasus tersebut, membuat


hubungan kedua negara kembali pada titik yang hampir sama dengan kondisi perang dingin.
Namun, AS melalui National Security Strategy-nya saat ini mencerminkan adanya fokus yang
berbeda, dimana Rusia kemudian tidak lagi menjadi fokus utama bagi AS, walaupun fakta di
lapangan menunjukkan bahwa AS dan Rusia sedang terlibat konflik secara tidak langsung di
kawasan Kaukasus. Sedangkan Rusia menandai aktivasi AS dan NATO terhadap negara-negara
di kawasan Kaukasus dengan pola-pola : menawarkan bantuan kemanusiaan/misi perdamaian,
tukar menukar informasi dalam bidang persenjataan konvensional, berusaha masuk ke dalam
sistem pertahanan udara nasional (PVO) dan pengendalian lalu lintas udara dengan standar
NATO. Kerjasama Amerika Serikat dan Uni Soviet melalui START (Strategic Arms Reduction
Treaty)

Masa Perang Dingin (1947-1991) telah menjadi arena kompetisi bagi Uni Soviet dan
Amerika Serikat untuk menjadi penguasa. Salah satu tindakan dalam pencapaian tujuan tersebut
dengan melakukan produksi senjata nuklir secara besar-besaran yang menuju perlombaan senjata
(Arm Race) antara kedua Negara. Perlombaan senjata pada saat itu memunculkan ketegangan
yang dapat mengancam kedamaian internasional. Melihat fenomena tersebut, maka dilakukan
perjanjian pengurangan persenjataan strategis (START) yang dilakukan kedua negara adidaya
saat itu yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet pada tahun 1982. Perjanjian tersebut menyetujui
bahwa kedua negara itu memusnahkan persenjataan nuklir yang dapat mencapai sasaran jarak
menengah.
Latar Belakang

Yang kita ketahui memang sudah sejak lama negara Rusia atau dulu disebut Uni Soviet selalu
memiliki konflik dengan negara Amerika yang tak kunjung usai. Keinginan untuk Berkuasa. AS
dan US mempunyai keinginan untuk menjadi penguasa di dunia dengan cara-cara yang baru.
Dimana setelah usainya perang dunia ke II muncul adanya perang dingin antara dua negara
tersebut dengan adanya kepentingan dan perebutan supremasi serta perbedaan ideologi antara
blok barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin oleh Uni Soviet.
Sehingga Perang Dingin merupakan pertikaian antara kedua blok tersebut. Latar Belakang
terjadinya perang dingin adalah sebagai berikut.

1. Munculnya Amerika Serikat sebagai negara pemenang perang di pihak Sekutu (Inggris,
Perancis, dan AS). AS berperan besar dalam membantu negara-negara Eropa Barat untuk
memperbaiki kehidupan perekonomiannya.
2. Munculnya Rusia (Uni Soviet) sebagai negara besar dan berperan membebaskan Eropa
bagian Timur dari tangan Jerman dan membangun perekonomian negara-negara di Eropa
Timur. Uni Soviet meluaskan pengaruhnya dengan mensponsori terjadinya perebutan
kekuasaan di berbagai negara Eropa Timur seperti Bulgaria, Albania, Hongaria, Rumania,
Polandia, dan Cekoslowakia sehingga negara-negara tersebut masuk dalam pemerintahan
komunis Uni Soviet.

3. Munculnya negara-negara yang baru merdeka setelah Perang Dunia II di luar wilayah
Eropa. Dampaknya muncul 2 kelompok negara di dunia yaitu negara-negara maju dengan
negara-negara berkembang, yang memberikan pengaruh bagi perkembangan politik dan
ekonomi dunia.

Selama Perang Dingin berlangsung kedua negara adikuasa tidak pernah terlibat secara
langsung dalam suatu konflik (peperangan) secara terbuka. Mereka selalu berada di belakang
negara-negara yang sedang bersengketa. Mereka memberikan bantuan persenjataan dan
memenuhi kebutuhan hidup masyarakat negara-negara yang sedang bersengketa. Perang dingin
antara dua negara ditandai oleh perimbangan persenjataan nuklir dan personil militer.
Perlombaan senjata nuklir ini dikhawatirkan akan menyebabkan meletusnya perang nuklir yang
dasyat yang dapat membahayakan kelangsungan hidup umat manusia dan makhluk hidup lainnya
di dunia sebab jangkauan senjata nuklir sangatlah luas bisa menjangkau antarnegara dan
antarbenua. Kedua blok membangun pusat-pusat tombol peluncuran senjata nuklir berbagai
negara yang berada di bawah pengaruhnya.

Namun kini konflik antara negara Rusia dan Amerika Serikat terjadi di tanah Suriah. Sebenarnya pada
konflik ini hanya terjadi kesalahpahaman dan perbedaan pandangan antara 3 Negara yang
bersangkutan. Kalau dilihat dari sisi Negara Suriah, masyarakat di Negara ini yaitu beraliran
islam Sunni, namun ternyata terdapat kelompok islam ISIS yang di anggapnya agama islam yang
melenceng. Dengan demikian Negara Rusia pun melakukan segala upaya untuk memberantas
kelompok ISIS di Negaranya dengan dipimpin oleh Bashar Al Assad, yang sangat ambisius dan
terlihat seperti seorang diktaktor. Disini kami tidak sepenuhnya menilai bahwa Bashar Al Assad
itu seorang diktaktor, namun dengan adanya berita-berita mengenai konflik suriah, seorang
Bashar Al Assad terlihat seakan-akan kejam pada masyarakatnya dengan cara membunuh
masyarakatnya sebelum memastikan masyarakat itu tergabung kelompok ISIS atau bukan.
Dengan aturan dan tindakan Bashar Al Assad yang seperti itu menimbulkan konflik antara Islam
Sunni dengan Bashar Al Assad. Banyak islam Sunni yang berunjuk rasa tentang tindakan dan
aturannya. Konflik antara Rusia dan Amerika Serikat berawal dari konflik ini. Sekarang dilihat
dari sisi Negara Rusia, Rusia ini ingin membantu Negara Suriah untuk membasmi kelompok
ISIS, seperti yang kita ketahui Negara Rusia pun memiliki dominan masyarakat beragama Islam
sunni sehingga Negara Rusia memiliki rasa simpati untuk membantu masyarakat Islam sunni di
Suriah. Namun selain alasan tersebut Rusia pun ingin mengembalikan kejayaan Negaranya
setelah perang dunia ke-2 di Uni Soviet. Dengan cara Rusia memasok amunisi militer berupa alat
perang tanpa mengetahui bahwa Suriah telah melakukan pembunuhan terhadap islam sunni
secara tidak sengaja. Pembunuhan tidak sengaja itu terjadi karena islam sunni dan ISIS sulit
dibedakan. Namun dalam hal ini apa yang dilakukan rusia dianggap salah oleh Amerika karena
telah membela suriah. Maka dengan munculnya perbedaan pandangan diantara rusia dan amerika
mengakibatkan semakin keruhnya konflik negara suriah. Latar belakang yang menjadikan faktor
terjadi konflik ini yaitu:

1. Ekonomi minyak & gas


Negara Suriah adalah salah satu tempat di dunia yg kaya akan sumber daya alam
minyak dan gas. Minyak digunakan untuk sumber energi dan listrik, sedangkan gas digunakan
untuk memasak dan juga untuk bahan baku pembuatan butiran-butiran pupuk anorganik bagi
kesuburan tanaman yg biasanya digunakan oleh pak petani. Gas adalah bahan baku utama yg
ngga bisa tergantikan untuk pembuatan pupuk anorganik, pupuk digunakan untuk tanaman
demi menghasilkan buah dan sayuran. Bill Gates mengatakan: tanpa pupuk anorganik manusia
bisa mati kelaparan.
Kabar buruknya di Suriah banyak sekali terdapat ladang minyak & gas. Hal ini lah yg jadi
perebutan bagi banyak pihak yg berperang disana.
2. Politik dan agama
Di Timur Tengah, politik dan agama tidak dapat terpisahkan dalam Kancah Politik. Ada
Banyak Negara yg menginginkan Minyak & Gas di Suriah termasuk 2 Negara Raksasa
Yaitu Amerika Serikat dan Rusia.

Sayangnya, kabar buruk bagi Amerika Serikat adalah di Negara Suriah AS tidak memiliki
Koneksi sama sekali. Suriah bukan Negara Sekutu bagi Amerika Serikat. Di Timur Tengah,
Amerika Serikat memiliki Sekutu dari Islam Sunni meliputi Arab Saudi, Qatar, Kuwait, Mesir,
Yordania, United Emirat Arab, Pakistan, Turki, Irak, Afghanistan, Bahrain, dll.

Tetapi Amerika Serikat kesulitan untuk bersekutu dengan Suriah. Karena yg menguasai
Suriah adalah Bashar Al Assad. Bashar Al Assad adalah Presiden Islam Syiah di Suriah selama
lebih dari bertahun-tahun. Ia juga adalah Pengganti dari ayahnya Hafez Al Assad yg juga telah
bertahun-tahun berkuasa. Bashar Al Assad telah membunuh 100.000 ribu rakyatnya sendiri yg
beragama Islam Sunni. Bashar juga telah memenjarakan lebih dari 200.000 Pejabat Partai Politik
dari Islam Sunni.
Tetapi Amerika Serikat kesulitan untuk bersekutu dengan Suriah. Karena yg menguasai
Suriah adalah Bashar Al Assad. Bashar Al Assad adalah Presiden Islam Syiah di Suriah selama
lebih dari bertahun-tahun. Ia juga adalah Pengganti dari ayahnya Hafez Al Assad yg juga telah
bertahun-tahun berkuasa. Bashar Al Assad telah membunuh 100.000 ribu rakyatnya sendiri yg
beragama Islam Sunni. Bashar juga telah memenjarakan lebih dari 200.000 Pejabat Partai Politik
dari Islam Sunni.

Hal ini lah yg akhirnya menimbulkan kebencian bagi Rakyat Islam Sunni disana.
Sehingga banyak orang di Suriah membentuk banyak sekali Kelompok Pemberontak untuk
melawan dan menjatuhkan Pemerintahan Bashar Al Assad. Kelompok Pemberontak dari Rakyat
Sunni sejalan dengan yg diinginkan oleh Amerika Serikat untuk menjatuhkan Presiden Bashar Al
Assad. Amerika Serikat memang menginginkan Bashar Al Assad jatuh dan lengser dari Kursi
Pemerintahannya tersebut agar kelak bisa digantikan oleh Rakyat Sunni dari Kaum Pemberontak
Suriah.

Dan akhirnya Amerika Serikat pun bisa bersekutu dengan Suriah, seperti Negara-Negara
Timur Tengah lainnya yg telah menjadikan Amerika Serikat sebagai Pemimpin. Ujung-ujungnya,
AS bisa dengan mudah bekerjasama untuk Urusan Minyak & Gas. Tak ayal, Amerika Serikat
pun secara rutin mengirimkan berbagai Senjata dan Peledak Anti-Tank kepada Kaum
Pemberontak melalui Udara untuk menjatuhkan Pemerintahan Islam Syiah : Bashar Al Assad.
Namun diluar kedua faktor tersebut, Amerika Serikat kaget setengah mati. Dari Beberapa
Kaum Pemberontak (Pasukan Demokratik Suriah) tersebut ada 1 Kaum Oposisi Pemberontak
dari Islam Sunni yg ngga dikenal oleh Amerika Serikat kala itu. Yang saat ini kita kenal dengan
sebutan ISIS. ISIS lain daripada yg lain. ISIS diketahui juga ingin Bashar Al Assad di Jatuhkan
Sejalan dengan yg diinginkan oleh Amerika Serikat. Tetapi ISIS juga membunuh kaum
Pemberontak Suriah dari Islam Sunni lainnya. Ini membuat Amerika Serikat Kebingungan
setengah mati. Mengapa dia membunuh Pemberontak dari Islam Sunni juga. Padahal waktu itu
Amerika Serikat juga mengirim senjata kepada kelompok ISIS ini.

Setelah diselidiki oleh Inteligen Amerika Serikat ternyata Kelompok ISIS ini memang
unik. ISIS Ingin Mendirikan Negaranya Sendiri yg disebut dengan Kekalifahan dengan Bendera
khas hitam dan menolak menjadikan Amerika Serikat sebagai Pemimpin. Termasuk juga
menolak dari Golongan Islam Syiah. Bahkan ISIS juga menargetkan bagi Siapa saja Rakyat dari
Islam Sunni yg memilih bekerjasama atau menjadikan Amerika Serikat sebagai Sekutu atau
Pemimpin Demokrasi, maka akan jadi musuh ISIS.

Maka dari itu dengan bahayanya kelompok ISIS bagi suriah, Presiden Syiah Al Assad
pun meminta Bantuan dari Sekutunya yaitu dari negara Syiah terbesar di dunia
yaitu Iran dan Hizzbullah Lebanon dan juga meminta bantuan Pertolongan Rusia untuk
membantu melindungi sang Presiden Al Assad yg hampir kehabisan Nafas. Disisi Lain,
Kelompok Pemberontak Sunni di Suriah Sekutu Amerika Serikat juga meminta bantuan
Serangan udara Amerika Serikat dan Koalisi untuk melindungi diri dari Serangan ISIS.
Latar belakang lainnya, Amerika Serikat selintas hanya main-main saja gempur ISIS,
bahkan Hillary Clinton menyatakan ISIS adalah negara hasil buah tangan agen intelijen Amerika
Serikat. Putin sendiri hanya butuh 2 minggu menghancurkan ISIS, sementara Obama sampai dua
tahun, itupun ogah-ogahan dan tanpa hasil kecuali hasil yang minim.

AS Giring Opini Masyarakat untuk Dukung Konflik Bersenjata dengan Rusia

Pasca Perang Dunia II berakhir, banyak lembaga Internasional seperti PBB yang berusaha sangat
keras menciptakan kedamaian-kedamaian antar Negara di dunia supaya tidak lagi terjadi
perpecahan atau perang antar Negara, perilaku AS belakangan ini terlihat seolah ingin
menggiring opini masyarakat untuk mendukung konflik bersenjata langsung dengan Negara
Rusia.

Suriah berpotensi menjadi lokasi pertempuran antara Amerika Serikat dengan Rusia alasannya
karena Rusia sepertinya tidak akan berjuang mati-matian di Negara Suriah, dan Amerika serikat
juga tidak mau berperang di Negara Rusia dan lebih memilih berperang di Negara orang lain
yaitu Negara Suriah. Maka Amerika Serikat harus mengalahkan Rusia segera
mungkin,setidaknya apabila tidak bias mengalahkan, mereka harus bisa mendesak Moskow
untuk menarik pasukan bersenjatanya tanpa syarat. Namun ternyata dari jauh-jauh hari, Rusia
telah mengetahui bahwa Suriah merupakan target besar dari Amerika Serikat.

Kenapa Rusia Berperang di Suriah?

Kampanye militer Rusia di Suriah telah berlangsung sejak 30 September 2015, terhitung telah
1,5 tahun lamanya. Banyak yang bertanya-tanya sebenarnya apasih maksud dari kemunculan
Negara Rusia di Suriah. Negara Amerika Serikat mengklaim bahwa tujuan dari Rusia ada di
Suriah adalah untuk melindungi Presiden Negara Suriah yaitu Bassar Al-Assad, Amerika Serikat
pun mengkalaim juga bahwa apa yang telah dilakukan oleh Negara Rusia itu telah banyak
memakan korban masyarakat sipil yang tidak berdosa di Negara Suriah.

Dengan adanya tuduhan-tuduhan yang diluncurkan oleh Amerika Serikat kepada Rusia, Rusia
menentang mentah-mentah tuduhan tersebut, Rusia menyatakan bahwa kehadirannya di Suriah
adalah murni untuk membasmi teroris yang berada di Suriah.
Alasan lain yang tercetus adalah untuk mendapatkan kembali status kekuatan dunia yang
belakangan inisempat tenggelam pasca perang dunia ke-2.

Nyaris Bertabrakan, Pilot Rusia Dianggap Mengancam AS di Langit Suriah

Berbeda dengan pasukan Rusia, pasukan militer Amerika Serikat terbang di langit Suriah tanpa
izin yang sah dari Suriah. Amerika Serikat justru mengatakan bahwa Rusia menerbangkan
pesawatnya dekat dengan pesawatnya yaitu NATO. Mereka hampir terlibat dalam kecelakaan
pesawat, ajaibnya keduanya dapat menghindar dari kecelakaan pesawat tersebut, Rusia pun
bergegas menjauh dari pesawat Amerika Serikat.

Akhirnya mereka melakukan upaya menghindari kecelakaan dengan membuat kesepakatan


bahwa keduanya telah membagi zona tempur dan sepakan untuk saling bertukar informasi
mengenai lokasi penerbangan.

Kesepakatan tersebut akhirnya menetapkan 3 peraturan bagi Pilot Amerika, yaitu:

1. selalu menjaga jarak sejauh tiga mil laut (sekitar 5,5 kilometer) dari pesawat Rusia

2. berada pada posisi setidaknya satu kilometer di atas atau di bawah pesawat Rusia

3. jika jarak pesawat lebih dekat dari jarak yang ditentukan, mereka harus berinisiatif menjauh
dalam waktu tidak lebih dari tiga menit.

19 Januari 2017 OLEG EGOROV, RBTH

Rusia secara resmi menganggap Islam dan agama lainnya merupakan bagian yang tidak bias
dipisahkan dari kebudayaan mereka. Namun, pemerintah Rusia akan tetap mengawasi dan akan
menindak tegas dan melarang aktifitas apapun yang menentang kegiatan berupa penyerangan
langsung terhadap Negara. Islam tradisional merupakan bagian dari kehidupan spiritual dari
Negara Rusi. Islam telah berkembang di Negara Rusia selama berabad-abad lamanya, dan
pemerintah Rusia siap selalu untuk terus membantu pengembangan teologi Islam.

Dengan adanya pernyataan tersebut dari presiden Rusia, mencerminkan bahwa Islam merupakan
agama yang cinta damai dan tidak ada sangkut pautnya dengan kelompok-kelompok/aliran yang
melenceng,atau pun teroris.
Hizbullah: Perang Satu-satunya Cara Selesaikan Konflik Suriah

Menurut Hizbullah, cara satu-satunya untuk menyelesaikan konflik di Negara Suriah antara
Amerika Serikat dan Rusia adalah dengan cara berperang. Karena,perseturuan di Suriah sudah
terlalu rumit, ditambah lagi dengan adanya perseteruan Amerika Serikat dengan Rusia di Negara
Suriah tersebut. Namun, berbeda dengan tanggapan dari Hizbullah, Amerika Serikat dan Rusia,
berkata bahwa untuk menyelesaikan konflik ini tidak usah dengan cara berperang dengan militer,
mereka akan menyelesaikannya tetap dengan cara berpolitik.

Politikus Jerman: Kemenangan Trump Cegah Perang Dunia III

Menurut politisi Jerman, kemenangan Donald Trump sebagai presiden baru dari Amerika Serikat
merupakan sebuah sinyal positif bagi dunia. Bahwasanya kemenangan Trump akan menjauhkan
dunia dari Perang Dunia ke-3. Karena Trump diyakini akan bisa mengatasi masalah global dan
dapat melakukan kerjasama yang baik dengan Negara-negara di dunia.

Akankah Perang Bintang Antara Rusia-AS Terjadi dalam Waktu Dekat?

Saat ini Negara Rusia bersama Tiongkok sedang mengembangkan rudal dan system laser yang
dapat melumpuhkan sampai menghancurkan satelit Amerika di Orbit Bumi rendah dan
disebarkan di permukaan bumi. Maka dari itu dari pihak Amerika Serikat harus sesegera
mungkin mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman dari Rusia ini.

Pada pertengahan 1970-an, Uni Soviet pernah melakukan penelitian untuk mengembangkan
senjata laser. Namun program tersebut dihentikan karena telah dinyatakan gagal. Lalu pada tahun
2000, proyek tersebut dilanjutkan kembali, namun baik Rusia maupun Amerika belum memiliki
sumber daya energy yang memadai untuk menggerakkan system tersebut baik di Bumi maupun
di Luar Angkasa.

Namun, diperkirakan perang Bintang yang melibatkan senjata laser itu tidak akan terjadi dalam
waktu yang dekat.
Trump: Jika Menyerang Assad, AS Harus Berhadapan dengan Rusia

Donald Trump yang merupakan presiden Amerika yang baru terpilih berkata bahwa ada hal yang
lebih penting daripada menjatuhkan Presiden Suriah Bashar Al-Assad, yaitu memberantas tuntas
kelompok ISIS yang semakin hari semakin mengganas. Presiden Donald Trump juga sudah
mengonfirmasi bahwa kemungkinan besar dia akan meninggalkan kebijakan dari pemerintahan
Barack Obama terkait Suriah dan akan melakukan pendekatan dengan Rusia untuk
mendiskusikan nasib dari presiden Suriah Bashar Al-Assad. Intinya Donald Trump dengan
Barack Obama memiliki pandangan dan kebijakan yang berbeda terkait Rusia Dan Suriah.
Trump juga mengatakan bahwa, jika Amerika Serikat menjatuhkan Bahar Al-Assad, maka
Amerika Serikat akan berhadapan dengan Negara Rusia dan akan memerangi negara Suriah.
Sedangkan Trump mempunyai misi untuk memerangi ISIS bersama-sama dengan negara Rusia.
Intinya Trump mengatakan bahwa seharusnya Amerika Serikat harusnya fokus untuk melawan
kelompok ISIS dibandingkan mengupayakan rezim di Suriah.

Sejak Awal 2017, Suriah dan Rusia Hancurkan Lebih dari 4.600 Target ISIS

Rusia telah melakukan kampanye militer dan antiteroris atas permintaan Presiden Suriah Bashar
Assad. yang berisikan bahwa tujuan mereka terlibat militer di Suriah yakni untuk memberantas
kelompok teroris ISIS di Suriah dan juga untuk menyeimbangkan situasi yang berpengaruh
terhadap keamanan nasional negara Rusia. Sehingga, dari kampanye tersebut secara tidak
langsung negara Rusia telah mendapatkan banyak dukungan dari masyarakat negara Suriah itu
sendiri karena masyarakat Suriah sedikit demi sedikit telah mulai merasakan manfaat dari
kehadiran negara Rusia di negaranya.

Dengan bantuan Rusia, sejak awal tahun 2017 negara Suriah kini telah berhasil menjalankan
operasi milier melawan kelompok teroris ISIS dan mampu memberantas lebih dari 4600 fasilitas
kelompok teroris ISIS. Serta Pasukan Kedirgantaraan Rusia telah menghancurkan 892 sasaran
teroris di dekat kota al-Bab, salah satu benteng pertahanan terakhir ISIS yang tersisa di dekat
perbatasan Turki-Suriah.

Sudut Pandang Rusia terhadap konflik


Sejak awal memang Negara Rusia mengerahkan pasukan udaranya untuk membantu
konflik yang terjadi di suriah untuk melawan kelompok-kelompok teroris atau yang biasa disebut
ISIS. Namun dengan ikut campurnya negara rusia di suriah berbagai isu negatif dan tuduhan
terhadap rusia menjadi salah satu topik yang selalu muncul di media, khususnya di media barat.
Padahal keikutsertaan Rusia di Suriah pun karena adanya permohonan bantuan dari
bashar al assad sendiri untuk memberantas ISIS, kemudian langkah rusia pun merupakan
langkah yang sah dimata hukum internasional. Namun media tak henti-hentinya menyerang dan
menuduh Rusia. Beberapa tuduhan yang paling populer yaitu operasi militer rusia di suriah
sebetulnya ditujukan untuk menghabisi kelompok oposisi yang menjadi lawan assad di suriah.
Dunia seakan lupa bahwa dimana konflik inipun ada campur tangan amerika serikat dan
sekutunya. Di tahun sebelumnya barat selalu menyerukan bahwa presiden assad harus
diturunkan. Namun di satu sisi rusia menilai bahwa yang diusulkan oleh amerika bukanlah solusi
ditengah kekacauan yang tengah terjadi di negara tersebut. Dilain hal rusia pun tidak
menganggap bahwa assad adalah figur pemimpin yang paling ideal di suriah. Rusia percaya
hanya rakyat negara suriah sendiri yang berhak menentukan masa depannya sendiri tanpa adanya
campur pihak asing. Hal ini yang menjadikan perbedaan pandangan antara rusia dan amerika.
Tapi rusia pun sadar bahwa kelompok ISIS harus cepat di lumpuhkan, karena pada dasarnya
masyarakat rusia pun beragama islam sunni. Putin menganggap bahwa agama islam merupakan
agama yang orang-orangnya mencitai kedamaian dan persahabatan, namun dilihatnya kelompok
ISIS bukanlah aliran agama islam yang seperti itu melainkan sebaliknya. Dengan tujuan ISIS
yang ingin menguasai dunia sepenuhnya.

Diluar permasalahan ISIS, rusia pun menyayangkan adanya berita-berita dari barat yang
selalu menyalahkan tindakan rusia. Sehingga dengan banyaknya berita-berita yang selalu
berpihak pada amerika serikat munculah konflik antara rusia dan amerika. Padahal rusia dan
amerika memiliki tujuan yang sama untuk memberantas ISIS di negara suriah. Kekuatan rusia
pun terdapat di alat-alat militer dan nuklir untuk menghancurkan ISIS, namun amerika selalu
menganggap adanya kepentingan lain yang dilakukan rusia. Di dalam konflik rusia bukan hanya
memberi dorongan moral yang dibutuhkan oleh tentara-tentara suriah yang sudah kelelahan
berperang, namun juga dukungan teknis intelegent dan ankatan udara yang tidak diberikan oleh
amerika serikat. Dalam hal ini rusia berhasil melakukan apa yang tidak bisa dilakukan oleh
amerika serikat yaitu menyiapkan kampanye militer serius bersama dengan angkatan-angkatan
yang memerangi ISIS. Buktinya hingga kini rusia berhasil memberantas kelompok ISIS
sebanyak 4.600. Dengan semua tindakan yang telah dilakukan rusia untuk suriah membuat
amerika semakin jengkel. Dan konflik antara amerika dan rusia semakin memanas dimana kedua
negara tersebut malah menjadikan suriah sebagai tempat konflik mereka, dengan saling
memamerkan bahkan mengadu kecanggihan alat militer yang dimiliki masing-masing negara.
Hal ini bisa memicu adanya perang dunia ke-3 yang sebelumnya mereka hanya melakukan
perang dingin. Sumber-sumber prancis pun menyatakan bahwa negara rusia sudah mengantongi
data-data yang sebelumnya selalu di tekankan oleh iran, termasuk suplai senjata AS kepada ISIS
melalui udara dan dukungan AS secara umum kepada ISIS di suriah dan irak. Data-data ini pun
yang menjadikan rusia untuk segera pasang badan di suriah dan menegaskan bahwa agenda AS
sejak membentuk kualisi anti ISIS sekarang sudah berakhir.

UPAYA

Dari negara rusia dan amerika belum menyatakan upaya yang efisien dan berhasil untuk
menyelesaikan konflik diantara mereka. Namun berita yang kami dapatkan adanya upaya dari
Hizbullah Lebanon dimana Hizbullah Lebanon merupakan kelompok kaum muslim yang paling
mengagumkan. Hizbullah mengatakan solusi politik tidak akan mampu menyelesaikan konflik di
suriah. Kelompok Hizbullah menyatakan kekuatan militer adalah satu-satunya cara
menyelesaikan konflik yang sudah berlangsung bertahun-tahun tersebut. Pemimpin kelompok
Hizbullah mengatakan situasi di suriah kini sudah semakin kompleks dengan ditambahnya
adanya konflik diantara rusia dan amerika. Sehingga perang yang dianggapnya bisa
menyelesaikan konflik. Namun berbeda dengan negara rusia dan amerika yang masih
menganggap bahwa konflik ini tidak perlu diselesaikan dengan adanya perang namun bisa
diselesaikan dengan politik.

Menlu AS, John Kerry, dan Menlu Rusia, Sergey Lavrov, gagal mengantisipasi perbedaan
pandangan kedua negara sehingga menghalangi tercapainya kesepakatan penyelesaian konflik di
Suriah, yang diinisiasi oleh Jerman dan Perancis sebagai mediator kedua pihak.

Pejabat di Kemlu AS menyatakan bahwa pertemuan antara Kerry dan Lavrov di sela-sela
pertemuan kepala negara G-20 di China pada Senin (5/9/2015) berlangsung tanpa menghasilkan
apa-apa, karena perbedaan pandangan kedua pihak.
Pihak Kemlu AS sebelumnya juga menyatakan kepada media, menuding Rusia telah telah
berubah pandangan dan sikap. pada beberapa persoalah yang sulit
Koresponden Aljazeera dalam pertemuan G-20 di China, Ezzat Shahrour, mengonfirmasi
kegagalan tersebut, dan menjelaskan bahwa AS telah berupaya memperoleh dukungan negara-
negara Barat untuk menekan Rusia agar menyetujui usulan penyelesaian konflik di Suriah.
Sebelum pertemuan kedua menlu, Presiden AS, Barack Obama, pada Minggu kemarin
mengumumkan bahwa AS dan Rusia sedang menjalin komunikasi dan perundingan terkait upaya
menghentikan kekerasan dan peperangan di Suriah.
Menurut Obama kemarin, kedua negara berupaya untuk mencapai kesepakatan beberapa jam ke
depan atas permasalahan yang rumit tersebut.

SUMBER

http://indonesia.rbth.com/politics/2015/09/10/mengapa-rusia-berpihak-
pada-
suriah_396043,http://indonesia.rbth.com/politics/2015/09/10/mengapa-
rusia-berpihak-pada-
suriah_396043,http://indonesia.rbth.com/politics/2016/03/18/melalui-
suriah-rusia-tunjukkan-makna-profesionalisme-pada-
dunia_576727,http://jakartagreater.com/mengapa-rusia-pasang-badan-
di-suriah/,http://www.ilmusocial.com/perang-dingin-dan-sejarahnya/

https://indonesia.rbth.com/politics/2016/03/18/melalui-suriah-rusia-tunjukkan-makna-profesionalisme-
pada-dunia_576727

https://indonesia.rbth.com/politics/2016/08/06/isis-kembali-ancam-rusia_618717

https://indonesia.rbth.com/politics/2016/09/02/mengapa-upaya-kudeta-1991-untuk-selamatkan-soviet-
gagal_626389

https://indonesia.rbth.com/politics/2016/09/30/sejak-awal-kesepakatan-suriah-ditakdirkan-
gagal_634715

https://indonesia.rbth.com/politics/2016/10/10/tiga-skenario-yang-bisa-terjadi-setelah-as-tangguhkan-
kontak-dengan-rusia_637531

Anda mungkin juga menyukai