Anda di halaman 1dari 63

a. Pengertian hubungan internasional Pengertian hubungan internasional menurut para ahli adalah sebagai berikut. 1. Charles A.

McCellad menyatakan hubungan internasional adalah studi tentang keadaan-keadaan relevan yang mengelilingi interaksi. 2. Warsito Sunaryo menyatakan hubungan internasional merupakan studi tentang interaksi antara jenis kesatuan-kesatuan sosial tertentu, termasuk studi tentang keadaan relevan yang mengelilingi interaksi. 3. Tygve Nathiessen menyatakan hubungan internasional merupakan bagian dari ilmu politik dan karena itu komponen-komponen hubungan internasional meliputi politik internasional, organisasi, dan administrasi internasional dan hukum internasional. 4. Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar Negeri RI (Renstra); hubungan internasional adalah hubungan antarbangsa dalam segala aspeknya yang dilakukan oleh suatu negara untuk mencapai kepentingan nasional negara tersebut. 5. Trygve Mathisen dan Greyson Kirk menarik kesimpulan tentang hubungan internasional, sebagai berikut. - Hubungan internasional adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempunyai satu bidang spesialisasi yang meliputi aspek-aspek internasional dari beberapa cabang ilmu pengetahuan lainnya. - Hubungan internasional adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang baru serta mempelajari sejarah dari politik internasional. - Hubungan internasional adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari semua aspek internasional dari kehidupan sosial manusia.

b. Asas hubungan internasional Dalam hubungan internasional, dikenal beberapa asas yang didasarkan pada daerah dan ruang lingkup berlakunya ketentuan hukum bagi daerah dan warga negara masing-masing. Ada tiga asas dalam hubungan internasional yang saling mempengaruhi, yaitu: 1. Asas teritorial, yaitu asas ini didasarkan pada kekuasaan negara atas daerahnya. 2. Asas kebangsaan, yaitu asas ini didasarkan pada kekuasaan negara untuk warga negaranya. 3. Asas kepentingan umum, yaitu asas ini didasarkan pada wewenang negara untuk melindungi dan mengatur kepentingan dalam kehidupan bermasyarakat

Berdasarkan bentuknya, kerja sama ekonomi internasional terbagi dalam 4 (empat) macam, yaitu sebagai berikut :

Kerja Sama Ekonomi Bilateral o Kerja sama ekonomi bilateral adalah kerja sama ekonomi yang melibatkan dua negara dan bersifat membantu satu samalain. o Contoh : kerja sama ekonomi antara Indonesia dengan Malaysia, Indonesia dengan Cina, dan sebagainya. Kerja Sama Ekonomi Regional o Kerja sama ekonomi regional adalah kerja sama ekonomi di antara beberapa negara yang berada di kawasan tertentu. o Contoh: kerja sama ekonomi antara negara-negara di kawasan Asia Tenggara (ASEAN), antara negara-negara di kawasan Eropa (MEE), antara negara-negara di kawasan Asia Pasifik (APEC), dan lain sebagainya. Kerja Sama Ekonomi Multilateral/Internasional o Kerja sama ekonomi multilateral adalah kerja sama ekonomi yang melibatkan banyak negara dan tidak terikat oleh wilayah atau kawasan negara tertentu. Kerja sama ini bisa dalam satu kawasan

seperti ASEAN, MEE tetapi dapat pula kerja sama antarnegara yang berbeda kawasan seperti OPEC, WTO, dan IMF.

Kerja Sama Ekonomi Antarregional o Kerja sama ekonomi antarregional yaitu kerja sama ekonomi di antara dua kelompok kerja sama ekonomi regional. o Contoh: kerja sama antara MEE dengan ASEAN.

Penyebab Berakhirnya Perjanjian Internasional Ada beberapa sumber yang dapat kita jadikan acuan untuk mengenali hal-hal yang dapat menyebabkan berakhirnya perjanjian internasional. Beberapa sumber tersebut sebagai berikut. a. Mochtar Kusumaatmadja dalam bukunya Pengantar Hubungan Kerja Sama Internasional mengatakan bahwa suatu perjanjian berakhir karena hal-hal berikut. 1) Telah tercapai tujuan perjanjian internasional. 2) Masa berlaku perjanjian internasional sudah habis. 3) Salah satu pihak peserta perjanjian menghilang atau punahnya objek perjanjian. 4) Adanya persetujuan dari peserta untuk mengakhiri perjanjian. 5) Adanya perjanjian baru di antara para peserta yang kemudian meniadakan perjanjian yang terdahulu. 6) Syarat-syarat tentang pengakhiran perjanjian yang sesuai dengan ketentuan perjanjian sudah dipenuhi. 7) Perjanjian secara sepihak diakhiri oleh salah satu peserta dan pengakhiran itu diterima oleh pihak lain. b. Dalam Konvensi Wina tahun 1969, suatu perjanjian internasional dapat dinyatakan batal karena hal-hal berikut. 1) Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan hukum nasional oleh salah satu negara peserta. 2) Adanya unsur kesalahan pada saat perjanjian itu dibuat. 3) Adanya unsur penipuan dari negara peserta tertentu terhadap negara peserta yang lain pada waktu pembentukan perjanjian. 4) Terdapat penyalahgunaan atau kecurangan (corruption), baik melalui kelicikan atau penyuapan.

5) Adanya unsur paksaan terhadap wakil suatu negara peserta. Paksaan tersebut baik dengan kekuatan. 6) Bertentangan dengan kaidah dasar hukum internasional. Mengenai berakhirnya perjanjian internasional, dalam banyak hal biasanya diatur oleh para peserta perjanjian dalam perjanjian itu sendiri. Tentu saja dalam perjanjian yang telah disepakati kedua belah pihak dan mengikat mereka. Akan tetapi, perjanjian dapat berakhir apabila ada halhal atau kejadian khusus di luar mekanisme yang diatur dalam perjanjian. ancaman atau dengan penggunaan

fungsi perwakilan konsuler! - Melaksanakan usaha peningkatan hubungan dengan Negara penerima di bidang perekonomian, perdagangan, perhubungan, kebudayaan dan ilmu pengetahuan - Melindungi kepetningan nasional Negara dan warga Negara yang berada dalam wilayah kerjanya - Melaksanakan pengamatan, penilaian dan pelaporan - Menyelenggarakan bimbingan dan pengawasan terhadap warga Negara di wilayah kerjanya - Menyelenggarakan urusan pengamanan, penerangan, konsuler protocol dan komunikasi - Melaksanakan urusan tata usaha, kepegawaian, keuangan, perlengkapan dan urusan rumah tangga perwakilan konsuler

Contoh Sengketa Internasional 1.Konflik perebutan wilayah antara Filipina dengan Malaysia mengenai klaim Filipina atas wilayah Kesultanan Sabah Malaysia Timur. 2.Konflik antara Singapura dengan Malaysia tentang perebutan Pulau Batu Putih di Selat Johor; 3.Perbedaan pendapat antara Malaysia dan Brunei mengenai batas wilayah tak bertanda di daratan Sarawak Malaysia Timur serta batas wilayah perairan Zona Ekonomi Eksklusif; 4.Konflik berlarut antara Myanmar dan Bangladesh di wilayah perbatasan; 5.Sengketa antara Cina dan Vietnam tentang pemilikan wilayah perairan di sekitar Kepulauan Paracel; 6.Konflik laten antara Cina di satu pihak dengan Indonesia, Malaysia, Brunei, Filipina, Vietnam di lain pihak sehubungan klaim cina atas seluruh perairan Laut Cina Selatan; 7.Konflik intensitas rendah (Low intensity) antara Cina dengan Filipina, Vietnam dan Taiwan mengenai status pemilikan wilayah perairan Kepulauan Spratly; 8.Konflik antara Cina dengan Jepang mengenai pemilikan Kepulauan Senaku (Diaoyutai); 9.Sengketa antara Cina dengan Korea Selatan mengenai pemilikan Liancourt Rocks (Take-shima atau Tak do) dibagian selatan laut Jepang; 10.Sengketa berlarut antara Rusia dengan Jepang mengenai status pemilikan Kepulauan Kuril Selatan; 11.Sengketa India dan Pakistan mengenai status wilayah Kashmir

Sebab-sebab terjadinya Sengketa Internasional dan cara penyelesaiannya


Sengketa internasional (International despute), adalah perselisihan yang terjadi antara Negara dengan Negara, Negara dengan individu-individu, atau Negara dengan lembaga internasional yang menjadi subyek hukum internasional. Sebab-sebab sengketa internasional : 1. Salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya dalam mperjanjiann internasional. 2. Perbedaan penafsiran mengenai isi perjanjian internasional 3. Perebutan sumber-sumber ekonomi 4. Perebutan pengaruh ekonomi, politik, atau keamanan regional dan internasional. 5. Adanya intervensi terhadap kedayulatan Negara lain. 6. Penghinaan terhadap harga diri bangsa. Cara penyelesaian Sengketa internasional Ada dua cara penyelesaian segketa internasional, yaitu secara damai dan paksa, kekerasan atau perang. Penyelesaian secara damai, meliputi : Arbitrase, yaitu penyelesaian sengketa internasional dengan cara menyerahkannya kepada orang tertentu atau Arbitrator, yang dipilih secara bebas oleh mereka yang bersengketa, namun keputusannya harus sesuai dengan kepatutan dan keadilan ( ex aequo et bono). Prosedur penyelesaiannya, adalah : 1. Masing-masing Negara yang bersengketa menunjuk dua arbitrator, satu boleh berasal dari warga negaranya sendiri. 2. Para arbitrator tersebut memilih seorang wasit sebagai ketua dari pengadilan Arbitrase tersebut. 3. Putusan melalui suara terbanyak. Penyelesaian Yudisial, adalah penyelesaian sengketa internasional melalui suatu pengadilan internasional dengan memberlakukan kaidah-kaidah hukum. Negosiasi, tidak seformal arbitrase dan Yudisial. Terlebih dahulu dilakukan konsultasi dan komunikasi agar negosiasi dapat berjalan semestinya. Jasa-jasa baik atau mediasi, yaitu cara penyelesaian sengketa internasional dimana Negara mediator bersahabat dengan para pihak yang bersengketa, dan membantu penyelesaian sengketanya secara damai. Contoh Dewan Keamanan PBB dalam penyelesaian konplik Indonesia Belanda tahu 1947. Dalam penyelesaina dengan Jasa baik pihak ketiga menawarkan penyelesaian, tapi dalam Penyelesaian secara Mediasi, pihak mediator berperan lebih aktif dan mengarahkan pihak yang bersengketa agar penyelesaian dapat tercapai. Konsiliasi, dalam arti luas adalah penyelesaian sengketa denga bantuan Negara-negara lain atau badanbadan penyelidik dan komite-komite penasehat yang tidak berpihak. Konsiliasi dalam arti sempit, adalah suatu penyelesaian sengketa internasional melalui komisi atau komite dengan membuat laporan atau ussul penyelesaian kepada pihak sengketa dan tidak mengikat. Penyelidikan, adalah biasanya dipakai dalam perselisioshan batas wilayah suatu Negara dengan menggunakan fakta-fakta untuk memperlancar perundingan. Penyelesian PBB, Dididrikan pada tanggal 24 Oktober 1945 sebagai pengganti dari LBB (liga BangsaBangsa), tujuan PBB adalah menyelesaikan sengketa internasional secara damai dan menghindari ancaman perang. Penyelesaian secara pakasa, kekerasan atau perang : Perang dan tindakan bersenjata non perang, bertujuan untuk menaklukkan Negara lawan dan membebankan syarat penyelesaian kepada Negara lawan. Retorsi, adalah pembalasan dendam oleh suatu Negara terhadap tindakan tindakan tidak pantas yang dilakukan Negara lain. Contoh menurunkan status hubungan diplomatic, atau penarika diri dari kesepakatan-kresepakatan fiscal dan bea masuk. Tindakan-tindakan pembalasan, adalah cara penyelesaian sengketa internasional yang digunakan suatu Negara untuk mengupayakan memperoleh ganti rugi dari Negara lain. Adanya pemaksaan terhadap suatu Negara. Blokade secara damai. Adalah tindakan yang dilakukan pada waktu damai, tapi merupakan suartu pembalasan. Misalnya permintaan ganti rugi atas pelabuhan yang di blockade oleh Negara lain. Intervensi (campur tangan),adalah campur tanagn terhadap kemerdekaan politik tertentu secara sah dan

tidak melanggar hukum internasional. Contohnya : 1. Intervensi kolektif sesuai dengan piagam PBB. 2. Intervesi untuk melindungi hak-hak dan kepentingan warga negaranya. 3. Pertahanan diri. 4. Negara yang menjadi obyek intervensi dipersalahkan melakukan pelanggaran berat terhadap hukum internasional. Penyelesaian melalui Mahkamah internasional Ada dua mekanisme penyelesaian sengketa internasional melalui Mahkamah internasional, yaitu mekanisme normal dan khusus. Mekanisme Normal : 1. Penyerahan perjanjian khusus yng berisi tdentitas para pihak dan pokok persoalan sengketa. 2. Pembelaan tertulis, berisi fakta, hukum yang relevan, tambahan fakta baru, penilakan atas fakta yang disebutkan dan berisi dokumen pendukung. 3. Presentasi pembelaan bersifat terbuka dan umum atautertutup tergantung pihak sengketa. 4. Keputusan bersifat menyetujui dan penolakan. Kasus internasional dianggap selesai apa bila : Para pihak mencapai kesepakatan Para pihak menarik diri dari prose persidangan Mahkamah internasional. Mahkamah internasional telah memutus kasus tersebut berdasarkan pertimbangan dan telah dilakukan ssuai proses hukum internasional yang berlaku. Mekanisme Khusus : 1. Keberatan awal karena ada keberatan dari pihak sengketa Karen mahkamah intrnasional dianggap tidak memiliki yusidiksi atau kewenangan atas kasus tersebut. 2. Ketidak hadiran salah satu pihak yang bersengketa, biasanya dilakukan oleh Negara tergugat atau respondent karena menolak yuridiksi Mahkamah Internasional. 3. Keputusan sela, untuk memberikan perlindungan terhadap subyek persidangan, supaya pihak sengketa tidak melakukan hal-hal yang mengancah efektivitas persidangan Mahkamah internasional. 4. Beracara bersama, beberapa pihak disatukan untuk mengadakan sidang bersama karena materi sama terhadap lawan yang sama. 5. Intervensi, mahkamah internasional memberikan hak kepada Negara lain yang tidak terlibat dalam sengketa untuk me;lakkan intervensi atas sengketa yangsedang disidangkan bahwa dengan keputusan Mahkamah internasional ada kemungkinan Negara tersebut dirugikan.

Berdasarkan pada pasal 3 Konvensi Wina 1961, tugas seorang perwakilan diplomatik meliputi : 1.Mewakili negara pengirim di negara penerima. (representasi) 2.Melindungi kepentingan negara pengirim dan kepentingan warga negaranya di negara penerima dalam batas-batas yang diperkenankan oleh hukum internasional. (proteksi) 3.Melakukan perundingan dengan pemerintah negara penerima. (Negosiasi) 4.Memperoleh kepastian dengan semua cara yang sah tentang keadaan dan perkembangan negara penerima dan melaporkannya kepada negara pengirim. 5.Meningkatkan hubungan persahabatan antara dua negara serta mengembangkan hubungan ekonomi, kebudayaan dan ilmu pengetahuan. REPRESENTASI Menurut Gerhard von Glahn, yang dimaksud dengan representasi adalah tidak terbatas pada tugas seremonial saja, akan tetapi juga meliputi hak untuk meminta kejelasan (baik protes, meminta penjelasan dan melakukan penyelidikan) pada pemerintah negara setempat sebab ia mewakili kebijakan politik dari negara yang mengirimnya. Sementara itu, bagi Indonesia, hubungan luar negeri yang dilakukan oleh perwakilannya sesuai dengan politik luar negerinya yang bebas aktif yang dilakukan demi kepentingan nasional melalui diplomasi yang :

-kreatif -aktif -antisipasif Dengan berpedoman pada hukum internasional yang berlaku. PROTEKSI Proteksi itu juga menyangkut negara ketiga saat perwakilan diplomatik yang bersangkutan itu sedang transit di negara yang bersangkutan. Dalam perkembangannya dalam pembicaraanpembicaraan di Sidang Umum PBB seiring dengan adanya peningkatan kegiatan terorisme, ada dua prinsip yang muncul dan sangat fundamental dalam hal itu, yaitu : Semua negara harus melaksanakan kewajiban-kewajiban internasional masingmasing dengan menaati ketentuan konvensi termasuk peningkatannya. Perlunya peningkatan tindakan-tindakan khusus guna melindungi individu-individu dan perwakilan karena ada kesenjangan-kesenjangan yang ada dalam aturan konvensi yang kini diserahkan kepada negara itu sendiri untuk menafsirkan dan melaksanakna tindakan khusus tentang proteksi melalui sistem perundangan nasional masing-masing negara. NEGOSIASI Yang dapat duduk dalam sebuah perundingan pada umumnya adalah negara-negara yang berdaulat dan berkepentingan. Akan tetapi dapat diberlakukan satu pengecualian dimana apabila diizinkan oleh negara peserta yang lain, negara-negara yang belum merdeka dan mendapatkan kedaulatan penuh untuk duduk di perundingan. Seringkali jika perundingan itu dilakuka oleh utusan khusus, terutama untuk masalah-masalah yang sifatnya teknis.

Hak-Hak Perwakilan Diplomatik Setiap perwakilan diplomatik diberi hak-hak istimewa, kekebalan, dan imunitas oleh negara penerima. Pemberian hak-hak istimewa tersebut bertujuan untuk kelancaran pelaksanaan fungsi perwakilan diplomatik. Sebaliknya, perwakilan asing harus menghormati hukum nasional negara penerima karena pada hakikatnya perwakilan diplomatik itu berkedudukan sebagai wakil dari pemerintah negara pengutusnya di negara penerima. Oleh karena itu, perwakilan diplomatik harus mendapat penghormatan yang istimewa dengan pemberian hak-hak istimewa terhadap ketentuanketentuan yang berlaku di negara penerima sehubungan dengan pelaksanaan tugasnya. Sesuai dengan asas extrateritorialitas, seorang diplomat atau duta harus dianggap berada di luar wilayah negara ia ditempatkan. Akibatnya, para diplomat beserta pegawai-pegawainya mempunyai kekebalan dan hak istimewa yang disebut hakeksteritorialitas, yaitu mereka tidak tunduk kepada kekuasaan negara di mana ia ditempatkan. Dalam buku pedoman tertib diplomatik dan protokoler terbitan Departemen Luar Negeri disebutkan yang

dimaksud dengan kekebalan dan keistimewaan diplomatik mencakup dua pengertian sebagai berikut. a. Inviolability (tidak dapat diganggu gugat) yaitu kekebalan terhadap alat-alat kekuasaan dari negara penerima dan kekebalan dari segala gangguan yang merugikan para pejabat diplomatik. Kekebalan ini mengandung makna bahwa pejabat diplomatik yang bersangkutan memiliki penerima. b. Immunity (kekebalan) yaitu kekebalan terhadap yurisdiksi dari hukum negara penerima baik hukum pidana, perdata, maupun administrasi. Selanjutnya, kekebalan diplomatik diperinci lagi dalam tiga bagian sebagai berikut. a. Kekebalan pribadi (imunitas perseorangan) meliputi hal-hal berikut. 1) Hak atas perlindungan istimewa atas pribadi dan atas harta benda. 2) Bebas dari alat paksaan, baik soal perdata maupun pidana. 3) Bebas dari kewajiban menjadi saksi. 4) Bebas dari semua pajak langsung kecuali pajak tanah retribusi dan bea meterai. b. Kantor perwakilan diplomatik dan rumah kediamannya tidak boleh dimasuki tanpa izin dari duta kecuali dalam keadaan darurat, seperti ada kebakaran dan terjadi banjir. Bendera asing bebas berkibar di atas gedung kedutaan dengan tidak perlu didampingi bendera negara penerima di sebelah kanannya. Kekebalan kantor perwakilan dan rumah kediamannya (imunitas tempat tinggal) menimbulkan hak asyd atau hak suaka politik, yaitu hak untuk mencari dan mendapat perlindungan dari suatu kedutaan oleh seseorang penjahat politik. Selain itu, perwakilan diplomatik juga mempunyai hak untuk menerima warga lain (asing) yang meminta perlindungan (suaka politik). Hak tersebut sering disebut hak asyilum. c. Kekebalan terhadap korespondensi perwakilan diplomatik (imunitas surat-menyurat). Surat-menyurat tidak boleh disensor. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa duta dan pengikutnya dapat bertindak sewenang-wenang. Mereka harus tetap menaati perundangundangan yang berlaku di negara penerima. Pelanggaran terhadap undang-undang yang berlaku dapat menyebabkan pemerintah mengajukan protes kepada kementerian luar negeri negara pengutus bahkan bisa juga meminta penarikan kembali atau dipersonanongratakan. hak untuk mendapatkan perlindungan dari alat-alat perlengkapan negara

Hugo de groot = bpk hkum intrnasional

Perbedaan Perwakilan Diplomatik dan Konsuler


No. 1. 2. Perwakilan Diplomatik Tugasnya dalam bidang politik Perwakilan Konsuler Tugasnya dalam bidang non politik 1 perwakilan, tergantung

Hanya 1 perwakilan dan ditempatkan di Ibu Lebih dari Kota Negara kebutuhan

3.

Surat tugas ditandatangani oleh Kepala Surat tugas ditandatangani oleh Menteri Negara Luar Negeri Dapat mempengaruhi perwakilan konsuler Memiliki daerah Ekstrateritorial Harus tunduk pada perwakilan diplomatik Tidak Memiliki daerah Ekstrateritorial

4. 5. 6.

Dapat berhubungan langsung dengan Hanya dapat berhubungan dengan pemerintah pusat Negara penerima pemerintah setempat (daerah), jika ingin berhubungan dengan pemarintah pusat maka melalui perwakilan diplomatik Hak immunitasnya penuh Hak imunitasnya sebagian

7.

Mulai Berlakunya 8. Saat menyerahkan surat kepercayaan Pemberitahuan yang layak kepada Negara (Konvensi Wina 1961) penerima (Konvensi Wina 1963) 9. Berakhirnya 10.1. Sudah habis masa jabatan 1.Fungsi seorang pejabat konsuler telah 2. Ditarik (recalled) oleh pemerintah berakhir negaranya. 2.Penarikan dari Negara pengirim 3. Tidak disenangi Negara penerima 3.Pemberitahuan bahwa ia bukan lagi sebagai (dipersona non Grata) anggota staf konsuler 4. Negara penerima dan pengirim perang (pasal 43 Konvensi Wina 1961) (pasal 23,24,25 konvernsi Wina 1963)

Keberadaan dan peran organisasi internasional telah berlangsung semenjak awal abad ke-19 dan terus berkembang menjadi salah satu subyek hukum internasional yang memiliki posisi strategis di dunia internasional. Organisasi

internasional yang memang beranggotakan berbagai negara-negara ini didirikan bertujua untuk menangani masalah internasional ataupun memfasilitasi kepentingan kerjasama di dunia internasional. Untuk menjamin kemandirian dalam pelaksanaan kegiatan dan fungsi organisasi internasional tersebut umumnya diperlukan pemberian kekebalan dan keistimewaan. Hal ini juga ditujukan agar kinerja organisasi internasional akan bebas dari intervensi negara manapun. Oleh karena itulah umumnya organisasi internasional didirikan dengan diberikan kekebalan dan keistimewaan. Namun, sampai saat ini pengaturan kekebalan dan keistimewaan dalam hukum internasional itu sendiri masih belum memiliki kepastian terutama karena ketiadaan instrumen internasional umum (general convention) yang memberikan kepastian hukum mengenai hal ini. Selain itu, masalah lain yang kerap kali timbul adalah ketidak jelasan prosedur pemberian kekebalan dan keistimewaan tersebut. Dari kedua masalah pokok ini, kerap kali timbul berbagai sengketa internasional. Sampai saat ini praktek berbagai organisasi internasional, diantaranya adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Uni Eropa, dan badan khusus PBB (UN Specialized Agencies) seperti International Labour Organization (ILO), World Health Organization (WHO) dan lain sebagainya, memiliki kekebalan dan keistimewaan yang terbatas sesuai dengan fungsinya berdasarkan suatu perjanjian internasional yang disusun tersendiri diantara para pihak yang berkepentingan.

Tujuan-tujuan dari dibentuknya perjanjian internasional antara lain yaitu Untuk mencukupi kebutuhan masyarakat masing-masing negara. Selain itu, perjanjian internasional juga dapat mencegah atau menghindari konflik yang mungkin terjadi. Disisi lain, perjanjian internasional dapat di gunakan sebagai alat untuk memperoleh pengakuan sebagai negara merdeka. Dan yang terpenting adalah Untuk mempererat hubungan antar negara di berbagai bidang

Data Pengunjung Kalender & Jam

Perencanaan Sumber Daya Manusia


Secara umum perencanaan pada dasarnya merupakan pengambilan keputusan seorang pemimpin untuk sekarang tentang hal-hal yang akan dikerjakan pada masa mendatang. Demikian pula perencanaan sumber daya manusia merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi permintaan-permintaan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja pada masa yang akan datang.

Sehubungan dengan hal di atas, terdapat kegiatan yang saling berhubungan, dan membentuk sistem perencanaan sumber daya manusia yang terpadu (integrated) yakni : - persediaan sumber daya manusia sekarang, - peramalan (forecasts) suplai dan permintaan sumber daya manusia, - rencana-rencana untuk memperbesar jumlah individu-individu yang qualified. - berbagai prosedur pengawasan dan evaluasi untuk memberikan umpan balik kepada sistem. Apabila fokus perhatian ditujukan pada perencanaan sumber daya manusia berarti ada langkah-langkah tertentu yang perlu diambil oleh pemimpin untuk menjamin bahwa bagi organisasi tersedia tenaga kerja yang tepat pada waktu yang tepat, kesemuanya dalam rangka pencapaian Visi, Misi, Program dan Kegiatan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah dan akan ditetapkan. Kata kunci dalam pengertian di atas adalah tepat. Dalam hubungan ini harus dikaitkan dengan hal, yakni: :a.penuaian kewajiban sosial organisasi. b. pencapaian tujuan organisasi, c.pencapaian tujuan-tujuan pribadi para anggota organisasi yang bersangkutan. Dengan adanya perencanaan sumber daya manusia baik jangka pendek maupun jangka panjang akan memungkinkan organisasi untuk :
1. 2. 3. 4.

.Memadukan kegiatan-kegiatan personalia dan tujuan-tujuan organisasi di waktu yang akan datang secara efisien. .Melakukan pengadaan karyawan-karyawan baru secara ekonomis. .Mengembangkan informasi dasar manajemen personalia untuk membantu kegiatankegiatan personalia dan unit-unit organisasi lainnya. Mengkoordinasikan dan memadukan sumber daya manusia dari berbagai macam ilmu pengetahuan yang berbeda-beda.

Perencanan Sumber Daya Manusia (Human Resources Planning)


Merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi permintaan bisnis dan lingkungan pada organisasi di waktu yang akan datang dan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang ditimbulkan oleh kondisi-kondisi tersebut. Dimana menurut Handoko bahwa perencanaan SDM meliputi penentuan jabatan yang harus diisi, kemampuan yang dibutuhkan karyawan untuk melaksanakan tugas tersebut, jumlah karyawan yang dibutuhkan, pemahaman pasar tenaga kerja, dan pertimbangan kondisi permintaan dan penawaran SDM (Handoko, Hani T., Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia, Penerbit BPFE, Yogyakarta 1993). Sedangkan Werther dan Davis

menyatakan perencanaan SDM adalah prakiraan yang sistematis dari organisasi untuk melihat masa depan tentang penawaran dan permintaan tenaga kerja dengan menentukan jumlah dan tipe tenaga kerja yang dibutuhkan, dimana bagian SDM dapat merencanakan langkah-langkah penarikan, seleksi, perencanaan kader dan aktivitas SDM lainnya (Wether Jr. William B. and Keith Davis Human Resources and Personnel Management, 4th Edition Mc. Graw Hill New York 1993). Lain lagi dengan Mondy dan Noe yang menyatakan bahwa perencanaan SDM merupakan suatu proses yang secara sistematis memeriksa kembali persyaratan-persyaratan SDM untuk memastikan bahwa jumlah pegawai yang dibutuhkan dengan skill yang disyaratkan, tersedia pada saat diperlukan. lni merupakan proses memadukan ketersediaan SDM di dalam dan diluar perusahaan dengan antisipasi lowongan kerja dari perusahaan dalam suatu waktu atau periode (Mondy R. Wayne and Robert M. Nue. Human Resources Management, 4th Edition, Allyn and Boaccom, Bostom 1990). Dari penjelasan diatas, pada dasarnya perencanaan SDM adalah menentukan tentang kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia yang dibutuhkan oleh organisasi atau dapat dikatakan perencanaan SDM merupakan suatu proses didalam mencari orang yang tepat yang disiapkan pada tempat yang tepat dan pada waktu yang tepat (The Right Man in The Right Place and The Right Time). Dalam melaksanakan kegiatan perencanaan SDM diperlukan sebuah proses perencanaan SDM yang merupakan suatu proses yang terus menerus berjalan selama organisasi itu ada dan bagi seorang tenaga kerja proses perencanaan SDM akan terasa sejak ia akan masuk ke dalam organisasi hingga ia keluar dari organisasi. Walaupun demikian proses perencanaan SDM tidak selalu dapat memberikan jawaban yang tepat terhadap kebutuhan organisasi, karena sering berubah lingkungan organisasi yang bersifat mikro maupun makro kadang berubah tanpa diduga. Ada 5 fase proses perencanaan SDM yang dapat di jelaskan sebagai berikut: - Fase 1. Mengidentifikasi isu bisnis utama yaitu mengumpulkan data untuk mempelajari dan memahami semua aspek lingkungan organisasi. Hal ini membantu organisasi merencanakan dan mengantisipasi isu yang muncul dari kondisi yang stabil maupun dinamis. - Fase 2. Menentukan implikasi sumber daya manusia, dengan sasaran yaitu (1) Mengembangkan pemahaman mengenai bagaimana informasi yang dihasilkan fase 1 mempengaruhi permintaan organisasi di masa akan datang dan (2) Mengembangkan gambaran yang akurat mengenai penawaran sekarang yang tersedia secara internal. - Fase 3. Mengembangkan tujuan dan sasaran sumber daya manusia. Melibatkan interpretasi informasi yang digunakan menetapkan prioritas, sasaran dan tujuan. Tujuannya adalah produtivitas, upah buruh serta menanggulangi masalah kekurangan/ kelebihan pegawai, dan kebijakan kepegawaian yang menyangkut persoalan eksternal, khususnya mengenai perubahan dalam hukum perburuhan, peraturan pemerintah atau perubahan sosial. - Fase 4. Merancang dan melaksanakan kebijakan, program dan praktek SDM yaitu merumuskan berbagai alternatif program yang dianggap dapat mencapai sasaran yang

ditetapkan fase 3, memilih suatu kegiatan yang paling baik diantara semua alternatif yang ada, dan mengintegrasikan seluruh kegiatan yang dipilih dalam suatu kerangka kerja utuh. - Fase 5. Mengevaluasi, merevisi dan memfokuskan kembali. Memantau fase-fase terdahulu dan memberikan umpan balik untuk hasil yang dicapai dengan melakukan evaluasi yang mencakup (1) Adanya seperangkat ukuran baku yang dapat dijadikan tolok ukur yang memadai dan (2) Adanya alat membandingkan beberapa kegiatan dan hasilnya, guna memperoleh data tentang penyimpangan yang mungkin terjadi. Sedangakan tujuan Perencanaan SDM itu sendiri adalah (a) Memperbaiki penggunaan sumber daya manusia, (b) Memadukan kegiatan-kegiatan personalia dengan tujuan-tujuan organisasi di masa mendatang dengan lebih efisien, (c) Melakukan pengadaan karyawan baru secara ekonomis, (d) Mengembangkan informasi dasar MSDM untuk membantu kegiatan-kegiatan personalia dan unit-unit organisasi lainnya, (e) Membantu program penarikan dari pasar tenaga kerja secara sukses dan (f) Mengkoordinasikan program MSDM yang berbeda, seperti rencana penarikan dan seleksi.

Kompetensi adalah syarat yang distandarisasi bagi seorang individu untuk melakukan pekerjaan spesifik. Meliputi kombinasi pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill) dan perilaku (behavior) untuk meraih keberhasilan. Lebih jauh lagi, Kompetensi adalah keadaan atau kualitas untuk menjadi tangguh dan berkualifikasi sangat bagus, mempunyai kemapuan (ability) untuk megerjakan tugas-peran (role) khusus. kompetensi sering dibedakan menjadi dua tipe, yakni: 1.Soft competency atau jenis kompetensi yang berkaitan erat dengan kemampuan untuk mengelola proses pekerjaan, hubungan antar manusia serta membangun interaksi dengan orang lain. Contoh soft competency adalah: leadership, communication, interpersonal relation, dll. 2. Hard competency atau jenis kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan fungsional atau teknis suatu pekerjaan. Dengan kata lain, kompetensi ini berkaitan dengan seluk beluk teknis yang berkaitan dengan pekerjaan yang ditekuni. Contoh hard competency adalah : electrical engineering, marketing research, financial analysis, manpower planning, dll. Desain Outbound yang baik haruslah mampu memadukan pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill) dan perilaku keberhasilan (behavior) dengan mengangkat soft competency sehingga semua unsur dalam hard competency seperti divisi electrical engineering, marketing research, financial analysis, manpower planning, IT dst menjadi satu roh dalam visi/misi yang pada gilirannya akan melesatkan pertumbuhan perusahaan

BAGAIMANA CARA MEMBUAT CBHRM


Membuat CBHRM tentu memakan waktu yang sangat panjang, khususnya sampai pada pemahaman karyawan mengenai konsep ini (tentu bukan pemahaman secara mendetil, setidaknya mereka mengenal dan memahami kompetensi yang dipersyaratkan kepada mereka). Banyak teori untuk membuat kompetensi, misalnya anda bisa baca dari buku R. Palan terbitan PPM dengan judul Competency Management. Atau anda dapat belajar dari buku Spencer & Spencer. Namun untuk ulasan kali ini, saya akan mengulas

bagaimana cara membuat kompetensi sesuai dengan buku atau artikel yang pernah saya baca dan sesuai dengan pengalaman saya. Kompetensi yang akan dibuat yaitu Soft Competency dan Hard Competency. 1. Soft Competency

Soft competency adalah Kompetensi yang dibutuhkan untuk mengelola diri sendiri dan orang lain untuk mencapai kinerja yang baik. Soft Competency sendiri terbagi atas 2 jenis kompetensi, yaitu Core Competency, Functional Competency dan Department Competency. 1. Core Competency (kompetensi inti) Kompetensi inti ini adalah kompetensi yang harus dimiliki oleh seluruh karyawan apapun levelnya, biasanya kompetensi ini diturunkan dari visi, misi, budaya perusahaan atau hal-hal lain yang dianggap penting untuk dimiliki oleh seluruh karyawan. Contoh visi perusahaan adalah : Menjadi perusahaan ritel nomer satu di Indonesia Contoh misi perusahaan adalah : Memberikan pelayanan terbaik kepada konsumen dan terus menerus melakukan inovasi disegala bidang serta focus pada pekerjaan. Contoh budaya perusahaan adalah : integrity, Innovation dan customer focus. Maka core competencynya adalah : customer service orientation, integrity, innovation dan result orientation. 2. Functional Competency (kompetensi fungsional) Kompetensi fungsional ini adalah kompetensi yang harus dimiliki oleh level jabatan tertentu di perusahaan. Misalnya level manager, apa kompetensi yang dibutuhkan agar karyawan tersebut dapat menjalankan fungsinya sebagai manager dengan baik, kemudian Staff, apa kompetensi yang dibutuhkan agar karyawan tersebut dapat menjalankan fungsinya sebagai staff dengan baik dan seterusnya. Contoh : Level manager mempunyai fungsi sebagai perencana, controlling dan mengembangkan bawahan dll. Sehingga fungtional competencynya adalah planning, controlling dan developing other. 3. Department Competency (kompetensi departemen) Kompetensi departemen ini adalah kompetensi yang harus dimiliki department tertentu agar peran department tersebut menjadi maksimal. Misalnya department marketing, kompetensi apa yang dibutuhkan department marketing agar karyawan yang ada di dalam department tersebut dapat berkinerja unggul. Contoh aktifitas utama departemen marketing adalah mengkomunikasikan kepentingan perusahaan kepada pihak tertentu. Maka kompetensi yang sangat dibutuhkan department marketing adalah komunikasi. Namun sebaliknya, kompetensi komunikasi ini tidak begitu penting untuk department finance. Setelah kompetensi ditentukan maka akan diperoleh list kompetensi. Untuk core competensi tidak perlu terlalu banyak, sebaiknya tidak lebih dari 4 dan tidak kurang dari 3. Untuk functional competency minimal 3 kompetensi dan maksimal 6 kompetensi. Sedangkan untuk Department competency minimal 1 kompetensi dan maksimal 3 kompetensi. Jadi jika di simpulkan secara keseluruhan jumlah minimal adalah 7 dan jumlah maksimal adalah 13. Jika ternyata hasil list kompetensi terlalu banyak, yang harus dilakukan adalah tentukan skala prioritas. Dalam pembuatan soft competency sebaiknya melibatkan posisi-posisi kunci di semua bagian dalam perusahaan, misalnya perwakilan level manager dari seluruh departement, sehingga kompetensi ini sungguh-sungguh dimiliki bersama dan dijalankan bersama. Setelah soft competency ditentukan, maka langkah selanjutnya adalah menentukan definisinya, anda dapat membuat definisi sendiri atau anda dapat adaptasi dari kamus kompetensi milik Spencer & Spencer atau dari Palan atau dari tokoh kompetensi lainnya. Setelah definisi diperoleh, langkah selanjutnya menentukan leveling dari soft competency yang sudah didapat, leveling kompetensi ini juga dapat anda adaptasi dari kamus kompetensi milik Spencer & Spencer atau dari Palan atau dari tokoh kompetensi lainnya dan bahkan andapun bisa membuat sendiri sesuai dengan kondisi di perusahaan anda, atau lagi anda mau pakai cara paling gampang, misalnya : Level I : Tidak tahu

Level II Level III Level IV Level V 2.

: Tahu secara konsep : Tahu secara praktek dan praktek : Mampu mengajarkan : Mampu mengembangkan

Hard Competency

Hard Kompetensi adalah kompetensi yang dibutuhkan untuk menjalankan aktifitas pekerjaan sesuai dengan jabatannya masingmasing. Hard competency di buat berdasarkan job des masing-masing jawabatan. Misalnya jabatan recruitment staff, Jobdes nya adalah memenuhi kebutuhan karyawan dst (sesuai isi jobdes) maka berdasarkan jobdes tersebut hard competencynya adalah wawancara, kondak test psikologi, interpretasi hasil test dst. Karena jumlah jabatan cukup banyak dan bervareasi, maka teknis pembuatan hard competency agar lebih cepat dalam mengerjakannya, sebaiknya diawal pembuatan dilakukan workshop kepada level managerial dan supervisornya, sehingga dari masing-masing department dapat membuat hard competency jabatan yang ada di departementnya masing-masing, kemudian tim hrd membantu memvalidasi kompetensi yang sudah dibuat tersebut. Setelah hard competency ditentukan, maka langkah selanjutnya adalah menentukan definisinya. Definisi ini dapat anda buat dari kamus bahasa Indonesia atau kamus bahasa inggris, atau dari sumber lainnya atau dari definisi anda sendiri. Langkah selanjutnya setelah dipeeroleh definisi, yaitu menentukan leveling dari hard competency yang sudah ditentukan. Cara menentukan perilaku dalam leveling dapat anda urai dari pekerjaan termudah sampai tersulit kemudian anda masukan kedalam leveling atau anda mau pakai cara generic, misalnya : Leveling kompetensi wawancara dari pekerjaan termudah sampai tersulit Definisi : kemampuan menggali informasi dari interviewee sesuai dengan kebutuhan

informasi yang sudah ditentukan. Level I Level II Level III Level IV : Tidak mampu melakukan interview : Mampu melakukan interview tradisional : Mampu melakukan interview sesuai kebutuhan informasi yang diharapkan : Mampu melakukan interview base competency

Atau untuk mempermudah leveling untuk semua competency di leveling secara generic, misalnya : Level I Level II Level III Level IV Level V : Tidak tahu : Tahu secara konsep : Tahu secara praktek dan praktek : Mampu mengajarkan : Mampu mengembangkan

Jumlah hard competency minimal 3 competency dan maksimal 10 competency, jika ternyata jumlah competency lebih dari 10, maka pilihlah competency yang paling memberikan kontribusi hasil terbesar pada pekerjaan. Setelah semua hard competency dan soft competency selesai di buat langkah selanjutnya adalah membuat profiling competency.

Kebutuhan Soft Skill Di Dunia Kerja


Di dalam persaingan seperti sekarang, kebutuhan akan tenaga kerja yang memiliki profesionalisme dan manajerial skill yang berbasis kemampuan sudah merupakan tuntutan. Terlebih di dunia kerja sekarang banyak dipengaruhi perubahan pasar, ekonomi dan teknologi. Tenaga kerja yang memiliki kecerdasan emosional (Emotional Quatient) sangat mendukung pemenuhan kebutuhan tersebut disamping kecerdasan intelektual. Berdasar hasil survey Nasional Assosiation of Colleges and Employers USA (2002) terhadap 457 pimpinan perusahaan menyatakan bahwa Indeks Kumulatif Prestasi (IPK) bukanlah hal yang dianggap penting dalam dunia kerja. Yang jauh lebih penting adalah sotfskill antara lain kemampuan komunikasi, kejujuran, kerjasama, motivasi, kemampuan beradaptasi dan kemampuan interpersonal dengan orientasi nilai pada kinerja yang efektif.

Kemampuan softskill diatas, sebetulnya masuk dalam kecerdasan emosional yang menurut definisi adalah Kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan orang lain, Kemampuan memotivasi diri, Kemampuan mengendalikan diri/ mengelola emosi pada diri sendiri dalam hubungan dengan orang lain (Daniel Goleman). Ada lima kecedasan emosial yang dibutuhkan didunia kerja sekarang ini, yaitu :
1. 2. 3. 4. 5.

Kesadaran Emosional , yang meliputi kedewasaan emosi dalam pengambilan keputusan yang win-win solution. Pengelolaan Emosional (pengedalian diri) yang meliputi kemampuan kepekaan, sabar dan tabah dalam menjalankan tugas. Motiovasi Diri, yang meliputi kemampuan berpikir positif, ulet dan pantang menyerah Empati pada Sesama ; yang meliputi kemampuan memahami, merasakan, peduli, hangat, akrab dan kekeluargaan Ketrampilan Sosial , yang meliputi kemampuan bermusyawarah, bekerjasama, kepentingan umum/tim)

Di sisi lain secara teori, di dalam dunia kerja, ada 3 (tiga) unsur utama yang harus dipenuhi agar seseorang dikatakan memiliki kompetensi yang meliputi kompetensi knowledge atau cognitive domain, skill atau psychomotor domain, serta attitude atau affective domain.(Jayagopan Ramasamy, Malaysia 2006). Dalam teori tersebut dikatakan bahwa kompetensi tersebut harus bisa diukur (measurable), dinilai, ditunjukkan (demonstrable) dan diamati (observable) melalui perilaku pada saat melaksanakan tugas. Sasaran akhir dari kompetensi adalah perilaku yang diharapkan (desired behaviour) dan perlu ditunjukkan dalam melaksanakan tugas. kompetensi yang berkaitan langsung dengan bidang kerja.

Selain itu menurut Spencer & specer ada 2 (dua) kompetensi yang berkaitan dengan bidang kerja, yakni Generic competencies, merujuk pada kompetensi yang perlu ada pada semua pegawai mengarah ke softskills, sikap mental dalam bekerja dan Functional competencies, merujuk pada kompetensi khusus yang diperlukan bagi suatu fungsi atau pekerjaan tertentu mengarah ke hardskills dan kemampuan teknis. Sedangkan di lapangan, kompetensi tersebut terbagi atas kebutuhan kemampuan Knowledge: diukur melalui ujian penilaian yang dilaksanakan oleh pihak berwenang, Skill : diukur dengan mengikutsertakan ke dalam pelatihan-pelatihan tertentu dan Attitude: diukur secara lebih subjektif melalui penilaian terhadap perilaku yang ditunjukkan dalam melaksanakan tugas. Knowledge (melalui pendidikan), Skill (melalui pelatihan) dan Attitude yg harus dimiliki oleh tenaga kerja disesuaikan dengan kebutuhan dunia usaha/dunia kerja dengan menggunakan konsep Link and Match.

Sedangkan ketrampilan softskill tenaga kerja, dalam perkembangannya banyak disumbang oleh karakter pribadi yang berasal dari didikan lingkungan keluarga (pola asuh), tradisi dan pengaruh lingkungan sekolah (sosial).

Di beberapa perusahaan, ketrampilan softskill yang dibutuhkan meliputi leadership, kreativitas, kominukasi, kejujuran dan fleksibel. Memang dalam prakteknya ketrampilan softskill dapat dilatih dan disiapkan, namun menurut pengalaman dari PT Charoen Pokphand Indonesia misalnya, perubahan-perubahan dalam organisasi termasuk budaya organisasi juga dapat menyumbang terhadap peningkatan softskill tenaga kerja. Pembinaan softskill yang baik, menurut pengalaman PT. Charoen dengan komunikasi asertif, yaitu komunikasi yang berdasar keterbukaan, jujur, tegas, langsung dan dengan cara yang sopan.
Sesungguhnya Allah suka kepada hamba yang berkarya dan terampil (professional atau ahli). Barangsiapa bersusah-payah mencari nafkah untuk keluarganya maka dia serupa dengan seorang mujahid di jalan Allah Azza wajalla. (HR. Ahmad)

Keterkaitan Antara Softskill dan Hardskill


Bukan hanya di lingkungan akademisi kita di tuntut untuk mengembangkan sofkill kita, sebelum nantinya kita siap untuk memasuki dunia nyata (real word) tapi pengasahahan sofkill juga di dalam agama kita di suruh untuk mengasahnya keterampilan menjadi seorang yang profesional dan ahli di bidang yang digeluti.

Hadis di atas menegaskan kita untuk membangun sebuah kemapuan baik itu Hardskill maupun Sofkill. Sukses meraih cita-cita dan karir di masa depan tidak hanya ditentukan oleh hardskill, seperti tingginya nilai indeks prestasi (IP), penguasaan teori serta terampil dalam mengoperasikan peralatan laboratorium dan perangkat berteknologi tinggi. Ada banyak cerita dari orang-orang yang tidak memiliki IP yang tinggi meraih sukses dalam kehidupannya, karena mereka mengandalkan pertumbuhan softskill. Istilah softskill memang tergolong baru terdengar, tetapi softskill merupakan

kemampuan-kemampuan dasar yang perlu ditumbuhkan dalam diri Anda, agar Anda dapat memotivasi diri dan orang lain, bertanggung jawab, membangun relasi, berkomunikasi, negosiasi, beradaptasi dengan lingkungan, berkreasi, berinovasi dan berwirausaha, memimpin, membangun kerjasama, mengelola sumber daya dan lain sebagainya.

Perbedaan antara Sofkill dan Hardskill ?


Wikipedia menuliskan pengertian Soft Skill dan Hard Skill sebagai berikut

Soft skills is a sociological term which refers to the cluster of personality traits, social graces, facility with language, personal habits, friendliness, and optimism that mark people to varying degrees. Soft skills complement hard skills, which are the technical requirements of a job.
sementara untuk pengertian hardskill atau sebagai orang menyebutnya Hard Competence sebagai berikut :

The hard competence referring to job-specific abilities, and relevance will be about specific knowledge relating to up to date systems.

Dari pengertian antara sofkill dan hardskill dapat kita menyimpulkan :


Setiap profesi profesi di tuntut untuk memiliki hardskill yang khusus, tetapi sofkill bisa merupakan kemampuan yang harus di miliki setiap profesi. Apa hubungan Softkill, Hardskill dengan sekolah atau kuliah ?
Bukan berarti bahwa sekolah atau kuliah menjadi tidak penting. Namun, keseimbangan dari pertumbuhan hardskill dan softskill akan membuat Anda mengalami sukses lebih cepat dan lebih jauh dari kesuksesan yang hanya ditunjang oleh salah satu faktor tersebut. Per

Kompetensi adalah syarat yang distandarisasi bagi seorang individu untuk melakukan pekerjaan spesifik. Meliputi kombinasi pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill) dan perilaku (behavior) untuk meraih keberhasilan. Lebih jauh lagi, Kompetensi adalah keadaan atau kualitas untuk menjadi tangguh dan berkualifikasi sangat bagus, mempunyai kemapuan (ability) untuk megerjakan tugas-peran (role) khusus. kompetensi sering dibedakan menjadi dua tipe, yakni: 1.Soft competency atau jenis kompetensi yang berkaitan erat dengan kemampuan untuk mengelola proses pekerjaan, hubungan antar manusia serta membangun interaksi dengan orang lain. Contoh soft competency adalah: leadership, communication, interpersonal relation, dll. 2. Hard competency atau jenis kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan fungsional atau teknis suatu pekerjaan. Dengan kata lain, kompetensi ini berkaitan dengan seluk beluk teknis yang berkaitan dengan pekerjaan yang ditekuni. Contoh hard competency adalah : electrical engineering, marketing research, financial analysis, manpower planning, dll. Desain Outbound yang baik haruslah mampu memadukan pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill) dan perilaku keberhasilan (behavior) dengan mengangkat soft competency sehingga semua unsur dalam hard competency seperti divisi electrical engineering, marketing research, financial analysis, manpower planning, IT dst menjadi satu roh dalam visi/misi yang pada gilirannya akan melesatkan pertumbuhan perusahaan.

BAGAIMANA CARA MEMBUAT CBHRM


Membuat CBHRM tentu memakan waktu yang sangat panjang, khususnya sampai pada pemahaman karyawan mengenai konsep ini (tentu bukan pemahaman secara mendetil, setidaknya mereka mengenal dan memahami kompetensi yang dipersyaratkan kepada mereka). Banyak teori untuk membuat kompetensi, misalnya anda bisa baca dari buku R. Palan terbitan PPM dengan judul Competency Management. Atau anda dapat belajar dari buku Spencer & Spencer. Namun untuk ulasan kali ini, saya akan mengulas bagaimana cara membuat kompetensi sesuai dengan buku atau artikel yang pernah saya baca dan sesuai dengan pengalaman saya. Kompetensi yang akan dibuat yaitu Soft Competency dan Hard Competency. 1. Soft Competency

Soft competency adalah Kompetensi yang dibutuhkan untuk mengelola diri sendiri dan orang lain untuk mencapai kinerja yang baik. Soft Competency sendiri terbagi atas 2 jenis kompetensi, yaitu Core Competency, Functional Competency dan Department Competency. 1. Core Competency (kompetensi inti) Kompetensi inti ini adalah kompetensi yang harus dimiliki oleh seluruh karyawan apapun levelnya, biasanya kompetensi ini diturunkan dari visi, misi, budaya perusahaan atau hal-hal lain yang dianggap penting untuk dimiliki oleh seluruh karyawan. Contoh visi perusahaan adalah : Menjadi perusahaan ritel nomer satu di Indonesia Contoh misi perusahaan adalah : Memberikan pelayanan terbaik kepada konsumen dan terus menerus melakukan inovasi disegala bidang serta focus pada pekerjaan. Contoh budaya perusahaan adalah : integrity, Innovation dan customer focus.

Maka core competencynya adalah : customer service orientation, integrity, innovation dan result orientation. 2. Functional Competency (kompetensi fungsional) Kompetensi fungsional ini adalah kompetensi yang harus dimiliki oleh level jabatan tertentu di perusahaan. Misalnya level manager, apa kompetensi yang dibutuhkan agar karyawan tersebut dapat menjalankan fungsinya sebagai manager dengan baik, kemudian Staff, apa kompetensi yang dibutuhkan agar karyawan tersebut dapat menjalankan fungsinya sebagai staff dengan baik dan seterusnya. Contoh : Level manager mempunyai fungsi sebagai perencana, controlling dan mengembangkan bawahan dll. Sehingga fungtional competencynya adalah planning, controlling dan developing other. 3. Department Competency (kompetensi departemen) Kompetensi departemen ini adalah kompetensi yang harus dimiliki department tertentu agar peran department tersebut menjadi maksimal. Misalnya department marketing, kompetensi apa yang dibutuhkan department marketing agar karyawan yang ada di dalam department tersebut dapat berkinerja unggul. Contoh aktifitas utama departemen marketing adalah mengkomunikasikan kepentingan perusahaan kepada pihak tertentu. Maka kompetensi yang sangat dibutuhkan department marketing adalah komunikasi. Namun sebaliknya, kompetensi komunikasi ini tidak begitu penting untuk department finance. Setelah kompetensi ditentukan maka akan diperoleh list kompetensi. Untuk core competensi tidak perlu terlalu banyak, sebaiknya tidak lebih dari 4 dan tidak kurang dari 3. Untuk functional competency minimal 3 kompetensi dan maksimal 6 kompetensi. Sedangkan untuk Department competency minimal 1 kompetensi dan maksimal 3 kompetensi. Jadi jika di simpulkan secara keseluruhan jumlah minimal adalah 7 dan jumlah maksimal adalah 13. Jika ternyata hasil list kompetensi terlalu banyak, yang harus dilakukan adalah tentukan skala prioritas. Dalam pembuatan soft competency sebaiknya melibatkan posisi-posisi kunci di semua bagian dalam perusahaan, misalnya perwakilan level manager dari seluruh departement, sehingga kompetensi ini sungguh-sungguh dimiliki bersama dan dijalankan bersama. Setelah soft competency ditentukan, maka langkah selanjutnya adalah menentukan definisinya, anda dapat membuat definisi sendiri atau anda dapat adaptasi dari kamus kompetensi milik Spencer & Spencer atau dari Palan atau dari tokoh kompetensi lainnya. Setelah definisi diperoleh, langkah selanjutnya menentukan leveling dari soft competency yang sudah didapat, leveling kompetensi ini juga dapat anda adaptasi dari kamus kompetensi milik Spencer & Spencer atau dari Palan atau dari tokoh kompetensi lainnya dan bahkan andapun bisa membuat sendiri sesuai dengan kondisi di perusahaan anda, atau lagi anda mau pakai cara paling gampang, misalnya : Level I : Tidak tahu

Level II Level III Level IV Level V 2.

: Tahu secara konsep : Tahu secara praktek dan praktek : Mampu mengajarkan : Mampu mengembangkan

Hard Competency

Hard Kompetensi adalah kompetensi yang dibutuhkan untuk menjalankan aktifitas pekerjaan sesuai dengan jabatannya masing-masing. Hard competency di buat berdasarkan job des masing-masing jawabatan. Misalnya jabatan recruitment staff, Jobdes nya adalah memenuhi kebutuhan karyawan dst (sesuai isi jobdes) maka berdasarkan jobdes tersebut hard competencynya adalah wawancara, kondak test psikologi, interpretasi hasil test dst. Karena jumlah jabatan cukup banyak dan bervareasi, maka teknis pembuatan hard competency agar lebih cepat dalam mengerjakannya, sebaiknya diawal pembuatan dilakukan workshop kepada level managerial dan supervisornya, sehingga dari masing-masing department dapat membuat hard competency jabatan yang ada di departementnya masing-masing, kemudian tim hrd membantu memvalidasi kompetensi yang sudah dibuat tersebut. Setelah hard competency ditentukan, maka langkah selanjutnya adalah menentukan definisinya. Definisi ini dapat anda buat dari kamus bahasa Indonesia atau kamus bahasa inggris, atau dari sumber lainnya atau dari definisi anda sendiri. Langkah selanjutnya setelah dipeeroleh definisi, yaitu menentukan leveling dari hard competency yang sudah ditentukan. Cara menentukan perilaku dalam leveling dapat anda urai dari pekerjaan termudah sampai tersulit kemudian anda masukan kedalam leveling atau anda mau pakai cara generic, misalnya : Leveling kompetensi wawancara dari pekerjaan termudah sampai tersulit Definisi : kemampuan menggali informasi dari interviewee sesuai dengan kebutuhan

informasi yang sudah ditentukan. Level I Level II Level III Level IV : Tidak mampu melakukan interview : Mampu melakukan interview tradisional : Mampu melakukan interview sesuai kebutuhan informasi yang diharapkan : Mampu melakukan interview base competency

Atau untuk mempermudah leveling untuk semua competency di leveling secara generic, misalnya : Level I : Tidak tahu

Level II Level III Level IV Level V

: Tahu secara konsep : Tahu secara praktek dan praktek : Mampu mengajarkan : Mampu mengembangkan

Jumlah hard competency minimal 3 competency dan maksimal 10 competency, jika ternyata jumlah competency lebih dari 10, maka pilihlah competency yang paling memberikan kontribusi hasil terbesar pada pekerjaan. Setelah semua hard competency dan soft competency selesai di buat langkah selanjutnya adalah membuat profiling competency. Share

Sistem Manajemen SDM Berbasiskan Kompetensi


Raymond, seorang Manajer Sumber Daya Manusia di sebuah perusahaan asing tampak serius mengamati laporan pemeriksaan psikologis dari staffnya, Susan. Laporan ini dia terima dari sebuah biro konsultasi psikologi terkenal, beberapa bulan yang lalu, sebagai bagian dari proses rekrutmen dan seleksi yang dilakukan terhadap Susan. Ia masih tidak percaya bahwa hasil pemeriksaan psikologis yang sangat baik dari Susan ternyata tidak membuatnya menghasilkan kinerja yang superior seperti yang diramalkan oleh hasil pengukuran psikologis tersebut. Raymond merasa bahwa selama ini ia telah memberikan cukup bimbingan, pelatihan dan fasilitas yang diperlukan oleh Susan agar berhasil dalam pekerjaannya. Namun kinerja yang diharapkannya tidak kunjung muncul dari Susan. Berdasarkan pengalaman tersebut, muncul pertanyaan dalam diri Raymond Seandainya hasil pemeriksaan psikologis yang memberikan rekomendasi sangat baik tidak mampu memprediksikan keberhasilan kinerja seseorang, lalu metode apakah yang secara efektif dapat meramalkannya ? Masalah yang dihadapi oleh Raymond di atas pada dasarnya mirip dengan masalah yang terus-menerus dihadapi oleh United States Information Agency (USIA), saat melakukan proses seleksi calon pegawainya, pada awal tahun 1970-an. Dari kajian yang dilakukan oleh badan tersebut ternyata ditemukan bahwa nilai tinggi yang diperoleh dari hasil pengukuran psikologis, ternyata tidak memprediksikan keberhasilan dalam pekerjaan. Hal ini yang mendorong David C McClelland, Psikolog, pakar motivasi dan achivement, untuk memperkenalkan sebuah pengukuran kepribadian yang dapat mengenali sikap-sikap dan tingkah laku-tingkah laku yang dimiliki oleh orang-orang yang prestasinya

sangat baik. (Lucia & Lepsinger, 1999). Pendekatan yang dipakai oleh David C McClelland di atas kelak akan menjadi cikal bakal pengembangan model-model kompetensi.

Pengalaman penulis dalam melakukan proses rekrutmen dan seleksi dengan menggunakan pendekatan konvensional, yaitu dengan menggunakan pengukuran psikologis yang

terstandardisasi, menunjukkan bahwa pendekatan ini tidaklah selalu berhasil dengan baik dalam meramalkan keberhasilan calon pekerja pada pekerjaannya kelak. Akibatnya bisa saja calon pekerja yang diramalkan akan berhasil dengan baik dalam pekerjaannya, ternyata belum tentu menampilkan kinerja yang diharapkan ketika sudah diterima menjadi pekerja, seperti kasus Susan di atas. Sedangkan di sisi lain, calon pekerja yang hasil pengukuran psikologisnya biasa-biasa saja, ternyata tidak selalu menjadi seorang mediocre alias orang yang prestasinya biasa-biasa saja. Masalah yang dihadapi Raymond, seperti halnya yang dialami penulis, juga dialami oleh banyak perusahaan. Mereka juga mengalami kesulitan dalam menentukan kapasitas yang dimiliki oleh calon pekerja atau pekerjanya yang sangat diperlukan untuk mencapai kesuksesan dalam pekerjaannya. Perilaku-perilaku yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang superior bervariasi dari satu bisnis ke bisnis lainnya, dari satu peran ke peran lainnya di dalam organisasi. Menghadap kesulitan tersebut, sudah banyak organisasi, khususnya perusahaan-perusahaan berskala besar yang telah mulai menggunakan model-model kompetensi (competency models) untuk membantu mereka mengenali ketrampilan-ketrampilan, pengetahuan dan karakteristik pribadi yang sangat penting, yang dibutuhkan untuk berhasil mencapai kinerja yang superior. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap mengenai model-model kompetensi, aplikasinya dan manfaatnya bagi sistem Manajemen Sumber Daya Manusia dan cara pengembangannya di dalam perusahaan, penulis mencoba memaparkannya dalam uraian berikut ini. Definisi Menurut Kamus Kompetensi LOMA (1998), kompetensi didefinisikan sebagai aspek-aspek pribadi dari seorang pekerja yang memungkinkan dia untuk mencapai kinerja yang superior. Aspek-aspek pribadi ini termasuk sifat, motif-motif, sistem nilai, sikap , pengetahuan, dan

ketrampilan. Kompetensi-kompetensi akan mengarahkan tingkah laku. Sedangkan tingkah laku akan menghasilkan kinerja. Berdasarkan definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa tidak semua aspek-aspek pribadi dari seseorang pekerja itu merupakan kompetensi. Hanya aspek-aspek pribadi yang mendorong dirinya untuk mencapai kinerja yang superiorlah yang merupakan kompetensi yang dimilikinya. Selain itu, juga dapat disimpulkan bahwa kompetensi akan selalu terkait dengan kinerja yang superior. Model kompetensi didefinisikan sebagai suatu rangkaian kompetensi yang penting bagi kinerja yang superior dari sebuah pekerjaan atau sekelompok pekerjaan. Model kompetensi ini memberikan sebuah peta yang membantu seseorang memahami cara terbaik mencapai keberhasilan dalam pekerjaan atau memahami cara mengatasi suatu situasi tertentu (LOMA,s Competency Dictionary, 1998). Aplikasi Menurut Kamus Kompetensi LOMA ( 1998) aplikasi dari model kompetensi pada sistem Manajemen Sumber Daya Manusia muncul pada area-area berikut :
a. Staffing

Strategi-strategi rekrutmen dan tes-tes yang digunakan untuk seleksi didasarkan atas kompetensi-kompetesi kritikal dari pekerjaan

a.

Evaluasi Kinerja
Penilaian kinerja dari pekerja didasarkan atas kompetensi-kompetensi yang dikaitkan dengan target target yang penting dari organisasi

b.

Pelatihan Program-program pelatihan dirancang untuk menjembatani kesenjangan antara kompetensi yang dimiliki pekerja dan kompetensi yang diharapkan dimiliki pekerja

c.

Pengembangan

Para pekerja pertama kali diukur untuk mengenali kesenjangan kompetensinya; kemudian mereka dibimbing untuk membuat rencana-rencana pengambangan untuk menutupi kesenjangan yang ada d. Reward & Recognition Para pekerja diberikan kompensasi untuk prestasi-prestasi dan tingkah laku-tingkah laku yang mencerminkan tingkat ketrampilan mereka pada kompetensi-kompetensi kunci. Hal tersebut di atas sejalan dengan pendapat dari Michael Amstrong dalam Handbook of Human Resources Management Practice (2001) yang mengemukakan bahwa penerapan kompetensi dalam Manajemen Sumber Daya Manusia dilakukan dalam proses rekrutmen dan seleksi, assessment centres, manajemen kinerja, pengembangan SDM, dan manajemen imbal jasa. Manfaat Aplikasi dari model-model kompetensi di perusahaan dapat memberikan manfaat dalam meningkatkan sistem Manajemen Sumber Daya Manusia yang ada di dalam perusahaan, seperti yang diungkapkan oleh Lucia dan Lepsinger ( 1999) berikut : Seleksi

Memberikan gambaran yang lebih lengkap mengenai persyaratan-persayaratan jabatan Meningkatkan kemungkinan untuk merekrut pekerja yang akan berhasil di dalam pekerjaannya. Meminimalkan investasi (baik waktu dan uang) pada pekerja yang mungkin tidak memenuhi harapan perusahaan. Memastikan proses wawancara yang lebih sistematis. Membantu membedakan kompetensi-kompetensi yang dapat dilatihkan dan kompetensi-kompetensi yang sulit untuk dikembangkan.

2. Pelatihan dan Pengembangan

Memungkinkan

pekerja

untuk

memusatkan

perhatian

pada

ketrampilan,

pengetahuan, dan karakteristik-karakteristik yang mempunyai dampak terbesar terhadap efektifitasnya Memastikan bahwa kesempatan-kesempatan untuk melakukan pelatihan dan

pengembangan berjalan selaras dengan sistem nilai dan strategi-strategi organisasi Memaksimalkan efektifitas dari waktu dan dana yang digunakan untuk melakukan pelatihan dan pengembangan Memberikan sebuah kerangka untuk melakukan proses bimbingan dan pemberian umpan balik yang berkelanjutan

3. Penilaian Kinerja

Memberikan pemahaman bersama tentang hal-hal yang akan dimonitor dan diukur Memusatkan perhatian dan mendorong proses diskusi tentang penilaian kinerja Memusatkan perhatian dalam mendapatkan informasi tentang tingkah laku pekerja dalam pekerjaan

4. Perencanaan Karir/suksesi

Menjelaskan tentang ketrampilan-ketrampilan, pengetahuan dan karakteristikkarakteristik yang diperlukan oleh suatu pekerjaan/peran Memberikan metode untuk mengukur kesiapan dari calon pemegang jabatan atas peran yang akan dipegangnya Memusatkan perhatian dari rencana pelatihan dan pengembangan pada kompetensi-kompetensi yang belum dimiliki oleh calon pemegang jabatan Memungkinkan organisasi untuk melakukan pembandingan (benchmark) diantara sejumlah karyawan potensial yang prestasinya sangat baik

5. Langkah-langkah Pengembangan Model Kompetensi


Dalam kamus Kompetensi dari LOMA (1998) dipaparkan langkah-langkah untuk

mengembangkan model-model kompetensi. Langkah-langkah tersebut adalah:

a. Kenali sasaran-sasaran organisasi pengembangan model kompetensi

yang akan menjadi dasar bagi

Untuk berhasil mencapai hasil yang baik dalam penerapan model kompetensi, maka perusahaan harus mempunyai alasan yang dari sisi bisnis memaksa perusahaan untuk menerapkan model ini. Alasan-alasan yang mengarahkan organisasi untuk menerapkan model ini perlu dikenali dengan baik. Dengan demikian ketika model ini diterapkan akan membantu perusahaan dalam mencapai sasaran-sasarannya. Ada beberapa langkah yang harus dilakukan dalam tahap ini, yaitu :

Definisikan strategi organisasi

Sebuah Model kompetensi akan efektif bila diselaraskan dengan strategi, sistem nilai, dan sasaran-sasaran dari organisasi. Untuk itulah, sebelum membuat keputusan yang berkaitan dengan pengembangan model

kompetensi, maka para perancang model kompetensi harus secara mendalam melakukan kajian terhadap strategi, sistem nilai, dan juga sasaran-sasaran dari perusahaan.

Kenali cara mengaplikasikan model kompetensi

Pada langkah ini, para perancang model kompetensi harus melakukan evaluasi terhadap segala kemungkinan penggunaan model kompetensi di dalam organisasi dan menetapkan aplikasi-aplikasi yang mempunyai potensi terbesar, misalnya untuk proses rekrutmen dan seleksi atau pelatihan dan pengembangan. Untuk aplikasi pertama, sebaiknya dipilih aplikasi model kompetensi yang akan memenuhi kebutuhan mendasar dari organisasi, mudah dilaksanakan, dan yang dapat menunjukkan hasil yang cepat.

Tetapkan scope dari model

Sebuah model kompetensi dapat dikembangkan untuk sebuah pekerjaan, sekelompok pekerjaan, sebuah unit bisnis atau untuk keseluruhan organisasi. Para perancang model kompetensi harus menetapkan cakupan dari pengembangan model kompetensi di dalam organisasi. Beberapa organisasi mengembangkan Core Competency Model berdasarkan sasaran-sasaran organisasi yang berlaku bagi semua jabatan atau sebagian besar porsi dari pekerjaan dan kemudian menambahkan Job Specific Competencies pada sekelompok kecil pekerjaan

b. Merancang Rencana Untuk Membuat Model

Pada tahap ini, para perancang model kompetensi akan mengambil langkahlangkah awal untuk mengembangkan kompetensi-kompetensi yang akan dimasukkan dalam model yang akan diaplikasikan di dalam organisasi. Langkah-langkah yang dimaksud adalah sebagai berikut:

Menentukan pihak-pihak yang harus dilibatkan dalam proses pengembangan model

Melibatkan orang-orang yang tepat dalam mengembangkan model merupakan sesuatu hal yang sangat penting. Pada umumnya orang-orang yang membantu pengembangan model adalah mereka-mereka yang pada akhirnya menggunakan model kompetensi dengan sukses. Pertimbangkanlah untuk melibatkan pihak-pihak berikut ini dalam proses pengembangan model kompetensi di perusahaan: pimpinan puncak perusahaan, para manajer yang terkait , para pemegang jabatan yang mempunyai prestasi yang sangat baik, staf Departemen SDM, dan ahli-ahli kompetensi.

Memilih pendekatan yang tepat untuk mengenali kompetensikompetensi kritikal

Ada beberapa pendekatan atau metode yang dapat dipakai untuk mengenali Core Competencies atau Job Specific Competencies. o Untuk mengenali core competencies, metode yang paling efektif adalah dengan melakukan pertemuan dengan para pimpinan puncak perusahaan. Dalam pertemuan ini terutama dibahas secara mendalam tantangan-tantangan yang dihadapi organisasi, misi, dan juga sasaran-sasaran organisasi dan kompetensi-kompetensi inti yang diperlukan untuk menghadapi tantangan-tantangan, untuk mencapai misi dan sasaran-sasaran tersebut. o Untuk mengenali job specific competencies, dapat digunakan beberapa metode seperti : Focus Group Discussion dan survey dengan para job expert atau Behavioral Event Interview dengan para

pemegang jababan , baik yang prestasinya sedang-sedang saja, maupun yang prestasinya superior. 6. Melakukan Pengumpulan Data

Setelah menetapkan pihak-pihak yang akan terlibat dalam pengembangan model kompetensi, sumber data atau informasi dan metode pengumpulan data, maka langkah selanjutnya yang harus dilakukan oleh para perancang model kompetensi adalah mengumpulkan semua data yang berkaitan dengan Core Competencies (kompetensi inti) dan Job Specific Competencies (kompetensi khusus untuk pekerjaan tertentu). Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam pengumpulan adalah sebagai berikut :

a) Mengidentifikasi Core Competencies perusahaan

bersama

para pimpinan puncak

Sebelum memulai pertemuan dengan para pimpinan puncak perusahaan (atau orangorang yang mereka nominasikan), sebaiknya para perancang model kompetensi memberikan informasi yang tepat mengenai tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dari pertemuan, dan pihak yang memfasilitasi pertemuan. Agenda yang dibicarakan dalam pertemuan sebaiknya mencakup hal-hal berikut ini: 1) Proses yang akan dilalui oleh para pimpinan puncak perusahaan dalam mengenali Core Competencies, cara pengenalan job specific competencies oleh job expert, dan kaitan penggunaan Job Specific Competencies dan Core Competencies. 2) Keputusan-keputusan tentang jenis-jenis jabatan yang harus memiliki core competencies (mis : semua pekerjaan di bawah level manajemen) dan cara aplikasi model kompetensi (mis : pengembangan karir, pelatihan, dsb-nya). 3) Kaitan antara Core Competencies dan tantangan-tantangan , misi, dan sasaran-sasaran organisasi

4) Konsensus tentang rangkaian Core Competencies yang akan diaplikasikan di perusahaan dan dukungan yang diperlukan untuk menerapkannya.

b) Kenali Job Specific Competencies melalui job expert

c) Focus Group Discussion (FGD). Dalam proses ini data atau informasi yang luas mengenai tantangan-tantangan dan persyaratan-persyaratan jabatan dikumpulkan melalui proses diskusi yang terstruktur dengan para job expert. Dari hasil FGD ini, maka kompetensi-kompetensi yang secara jelas tidak kritikal untuk pekerjaan dapat dihilangkan lebih awal sebelum diproses lebih lanjut. Alternatif yang lain, munculnya tambahan-tambahan kompetensi, khususnya kompetensi yang sifatnya teknis. d) Survey. Berdasarkan hasil Focus Group Discussion, sebuah survey dapat dirancang untuk disebarkan kepada sejumlah besar job expert. Isi dari survey adalah kompetensi-komptensi yang dipilih di dalam FGD. Hasil dari survey kemudian disimpulkan dan dianggap sebagai persepsi dari para pekerja tentang kompetensikompetensi yang dibutuhkan bagi pekerjaan yang sedang dinilai. e) Behavioral Event Interview (BEI). Proses pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara secara mendalam dengan sejumlah pemegang jabatan yang mempunyai prestasi kerja rata-rata dan superior. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk mendapatkan informasi yang lengkap mengenai cara mereka menangani situasi-situasi kritis di dalam pekerjaan mereka. Mengingat pendekatan ini memerlukan waktu yang cukup lama dan biaya yang cukup besar, maka sebaiknya digunakan hanya bila pekerjaan yang akan dibuat model kompetensinya relatif sedikit, dan organisasi dapat memperoleh interviewer yang terlatih.

f) Menganalisis Data dan Membuat Kesimpulan

Untuk melakukan analisis terhadap data-data yang diperoleh dari survey, maka para perancang model kompetensi perlu melakukan langkah-langkah berikut ini:
Hitunglah respon-respon yang masuk dari masing-masing kelompok pekerjaan yang model kompetensinya akan dibuat secara terpisah

Buatlah nilai rata-rata, nilai minimum, dan nilai maksimum dari tingkat kepentingan dan tingkat ketrampilan yang diperlukan dari masing-masing kompetensi Buatlah urutan tingkat kepentingan dan tingkat ketrampilan yang dibutuhkan dari masing-masing kompetensi dari yang paling tinggi hingga paling rendah

Buatlah kesimpulan dari hasil analisis tersebut di atas, dalam sebuah format yang dapat dipresentasikan kepada para job expert, sebagai bahan kajian dan diskusi. Pastikan bahwa dalam kesimpulan tercakup hal-hal berikut: Hitunglah respon-respon yang masuk dari masing-masing kelompok pekerjaan yang model kompetensinya akan dibuat secara terpisah Buatlah nilai rata-rata, nilai minimum, dan nilai maksimum dari tingkat kepentingan dan tingkat ketrampilan yang diperlukan dari masing-masing kompetensi Buatlah urutan tingkat kepentingan dan tingkat ketrampilan yang dibutuhkan dari masing-masing kompetensi mulai dari yang paling tinggi hingga paling rendah g) Mendiskusikan dan Memfinalisasikan Model Kompetensi Pada tahap ini langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:

Presentasi

Presentasikan hasil survey kepada para pengambil keputusan

penting di

dalam organisasi. Para pengambil keputusan penting ini adalah meliputi orangorang yang tersebut di bawah ini : o Para pimpinan puncak perusahaan o Manajer dan staf departemen SDM yang akan mengaplikasikan model kompetensi ini o Para manajer yang akan menjadi pengguna model kompetensi ini

Mencapai kesepakatan atas bentuk model

Sasaran dari proses ini adalah untuk mencapai konsensus mengenai sebuah model bersama yang aplikatif dan didukung oleh setiap orang. Semua perbedaan substansial yang muncul harus didiskusikan secara mendalam dan diselesaikan, bila semuanya memungkinkan.

Membatasi jumlah kompetensi bagi setiap model

Untuk setiap model jumlah kompetensi yang sebaiknya ada adalah antara 8-10 kompetensi. Besar-kecilnya jumlah akan tergantung juga pada kompleksitas pekerjaan. Semakin kompleks pekerjaan, umumnya memerlukan kompetensi yang lebih banyak.
2. ASSESSMENT INDIVIDU BERDASARKAN KOMPETENSITim Manajemen Desain Reformasi Birokrasi LAN 2 Mengingat begitu pentingnya SDM Aparatur, maka manajemen SDM diperlukan untuk mengelolanya secara sistematis, terencana dan terpola agar tujuan yang diinginkan organisasi pada masa sekarang maupun yang akan datang dapat tercapai secara optimal. 3 Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur merupakan elemen terpenting bagi instansi pemerintah

yang berperan sebagai penggerak utama dalam mewujudkan visi dan misi serta tujuan organisasi pemerintah.3. LATAR BELAKANG Salah satu kegiatan yang harus dilakukan adalah ASESMEN INDIVIDU berdasarkan kompetensi untuk semua pegawai /pejabat di lingkungan LAN. 4 Dalam rangka menata SDM Aparatur, LAN telah melakukan berbagai kegiatan untuk meningkatkan kualitas setiap pegawai sekaligus menjaganya agar terpelihara secara berkelanjutan. Sesuai dengan program reformasi birokrasi nasional salah satunya Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur K/L, maka LAN mengagendakan Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur4. LATAR BELAKANG Membantu Pemerintah/Pemerintah Daerah dalam pengembangan Assessment Center 5 Menyebarluaskan pentingnya assesmen kompetensi dalam manajemen PNS di pemerintahan Mewujudkan pembinaan Widyaiswara Berbasis Kompetensi; Mewujudkan Sistem Kediklatan Berbasis Kompetensi; Melakukan penilaian kompetensi kepemimpinan di lingkungan PNS; Membantu pimpinan dalam mengembangkan manajemen PNS Berbasis Kompetensi di LAN; 5. TUJUAN PENILAIAN KOMPETENSI MENGGUNAKAN METODE ASSESMENT CENTER Dilaksanakan secara bertahap. 6Peta Kompetensi SDM Aparatur di Lingkungan LAN. Profil Kompetensi Merupakan tindak lanjut dari penyusunan standar kompetensi jabatan di lingkungan LAN.6. RUANG LINGKUP Suatu proses untuk mengukur kompetensi pegawai yang ada di lingkungan LAN, dengan sasaran terukurnya kompetensi individu pada seluruh jabatan-jabatan yang ada di lingkungan LAN berdasarkan standar kompetensi jabatan . 77. DASAR PENGUKURAN 8. HASIL YANG DIHARAPKANa. Gambaran tentang profil kompetensi seluruh pejabat struktural ( Eselon I, II, III, IV) yang ada di lingkungan LAN;b. Gambaran tentang profil kompetensi seluruh pejabat fungsional

khusus yang ada di lingkungan LAN;c. Gambaran tentang profil kompetensi seluruh pejabat fungsional umum yang ada di lingkungan LAN 8 Hasil penilaian kompetensi yang menggambarkan potensi dan kompetensi yang dimikliki PNS dapat diketahui oleh PNS yang dinilai dan/atau pejabat yang berwenang 9 Hasil penilaian kompetensi menggambarkan potensi dan kompetensi sesungguhnya yang dimiliki PNS2. Transparan :9. MODEL KOMPETENSIMenggunakan model kompetensi yangtelah diadaptasi untuk kepentinganinternal LAN dengan pertimbangantingkat kesulitan dan kelayakan(feasibility) guna mempercepat prosesreformasi birokrasi di LAN dengan prinsip:1. Obyektif : Hasil penilaian kompetensi berlaku selama 2 ( dua) tahun dan dimanfaatkan untuk pengangkatan PNS dalam jabatan struktural. 10 5. Manfaat : Alat ukur yang digunakan harus mencerminkan konsistensi tingkat kompetensi yang dimiliki PNS dalam kurun waktu tertentru. Alat ukur yang digunakan harus menjamin keakuratan dan dapat mengungkap kompetensi yang akan dinilai. 4. Reliabel :10. MODEL KOMPETENSI3. Valid : 11. MEKANISME ASSESSMEN INDIVIDU 11 12. RENCANA ASSESSMEN INDIVIDU 12 13. APLIKASI ASSESSMEN INDIVIDU Penerapan assesmen individu berdasarkan kompetensi di LAN akan dilaksanakan bertahap dimulai dari pejabat struktural, pejabat fungsional tertentu dan fungsional umum. Assesmen individu berdasarkan kompetensi diaplikasikan dengan menyediakan perangkat kelembagaan, personil dan fasilitas. 13 14. TAHAPAN ASSESSMEN INDIVIDUa. Tahapan persiapan, meliputi penyiapan bahan, penataan instrumen, uji coba, pemeriksaan jadwal, pemeriksaan kesiapan fasilitas, penentuan tim dan pengarahan tim pelaksanaa. Pelaksanaan, meliputi pengarahan/penjelelasan teknis oleh

tim pelaksana, pengisian dokumen administrasi, tes/uji kompetensi, perekaman data, analisis data, penetapan hasil dan pembuatan laporan individual yang memuat profil kompetensi si assessee, penyusunan laporan pelaksanaan. 14 15. TAHAPAN ASSESSMEN INDIVIDUc. Pasca pelaksanaan, meliputi presentasi hasil asesmen individu, pemberian umpan balik kepada assessee dan evaluasi terhadap pelaksanaan assesmen. . 15 16. TINDAK LANJUT ASSESSMEN INDIVIDUSecara garis besar, terdapat 2 (dua) jalurdalam menindaklanjuti permasalahanyang terekam dalam peta kompetensi,yaitu :1. JALUR PENDIDIKAN DAN PELATIHAN ( Diklat)Jalur Diklat ditempuh bagi pemenuhankesenjangan kompetensi yang sifatnya luasdan memerlukan waktu khusus untukmemenuhinya.2. JALUR NON PENDIDIKAN DAN PELATIHANJalur Non Diklat ditempuh untuk menutupkesenjangan kompetensi yang sifatnya khasdan dapat diberikan seiring waktu dalambekerja di tempat kerja. Hal ini dapatdilakukan melalui bimbingan di tempat kerja,pengarahan insidentil, coaching dancounseling.

DEFINISI dan PENGERTIAN KOMPETENSI dan LEARNING OUTCOMES


DISARIKAN DARI BERBAGAI SUMBER
2
Pasal 35 (1) Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. (2) Standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum Penjelasan Pasal 35 Ayat (1) Standar isi mencakup ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan ke dalam persyaratan tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar

nasional yang telah disepakati.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEMPENDIDIKAN NASIONAL


Sertifikasi Pasal 61 (1) Sertifikat berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi. (2) Ijazah diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi. (3) Sertifikat kompetensi diberikan oleh penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi. Penjelasan Pasal 61 Cukup jelas

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEMPENDIDIKAN NASIONAL

3
KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 232/U/2000 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN KURIKULUM PENDIDIKAN TINGGI DAN PENILAIAN HASIL BELAJAR MAHASISWA
Pasal 9 MPK (pengembangan kepribadian) MKK (keilmuan dan ketrampilan) MKB (keahlian berkarya) MPB (perilaku berkarya) MBB (berkehidupan bermasyarakat) b. kelompok MKK yang terdiri atas matakuliah yang relevan untuk memperkuat penguasaan dan memperluas wawasan kompetensi keilmuan atas dasar keunggulan kompetitif serta komparatif penyelenggaraan program studi bersangkutan; c. kelompok MKB yang terdiri atas matakuliah yang relevan, bertujuan untuk memperkuat penguasaan dan memperluas wawasan kompetensi keahlian dalam berkarya di masyarakat sesuai dengan keunggulan kompetitif serta komparatif penyelenggaraan program studi bersangkutan;

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIANOMOR 045/U/2002 TENTANG KURIKULUM INTI PENDIDIKAN TINGGI
Pasal 1 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas- tugas di bidang pekerjaan tertentu.

Pasal 2 (1) Kompetensi hasil didik suatu program studi terdiri atas : a. kompetensi utama; b. kompetensi pendukung; c. kompetensi lain yang bersifat khusus dan gayut dengan kompetensi utama. (2) Elemen-elemen kompetensi terdiri atas : a. landasan kepribadian; b. penguasaan ilmu dan keterampilan; c. kemampuan berkarya; d. sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dikuasai; e. pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya.

PEMAHAMAN KOMPETENSI dan LEARNING OUTCOMES DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM


SLIDES NO 8-12 DIADOPSI DARI PRESENTASI TIM KBK DIKTI (ENDROTOMO dkk.) KURIKULUM NASIONAL 1994
( no. 056/ U/ 1994 ) KONTEKS ILMU/ IPTEKS

KURIKULUM INTI & INSTITUSIONAL


( no. 045/ U/ 2002) KONTEKS KEBUDAYAAN
endrop3ai@ its.ac.id endrop3ai@ its.ac.id

Implikasi kebijakan dalam penyusunan kurikulum penetapan sejumlah mata kuliah wajib di suatu program studi kesepakatan sejumlah kompetensi utama/ minimal di suatu program studi oleh KONSORSIUM
(MIPA/SENI/TEKNOLOGI)

oleh FORUM PROGRAM STUDI


SEJENIS & STAKEHOLDERS

yang menjadi fokus adalah materi keilmunya yang menjadi fokus adalah kemampuan orangnya

5
DI PERGURUAN TINGGI
endrop3ai@ its.ac.id

DIBUTUHKAN DI DUNIA KERJA


PENGUASAAN DAN KETRAMPILAN IPTEK

INTERPERSONAL SKILLS DAN INTRAPERSONAL SKILLS

80% 20% 20% 80%


KEMAMPUAN PSIKOMOTOR KEMAMPUAN KOGNITIF KEMAMPUAN AFEKTIF

(Learning outcomes)

EC 2000 General Criteria (ABET)


Criterion 3. Program Outcomes and Assessment (separoh berupa softskills )
a) an ability to apply knowledge of mathematics, science, and engineering b) an ability to design and conduct experiments, as well as to analyze and interpret data c) an ability to design a system, component, or process to meet desired needs d) an ability to function on multi-disciplinary teams e) an ability to identify, formulate, and solve engineering problems f) an understanding of professional and ethical responsibility g) an ability to communicate effectively h) the broad education necessary to understand the impact of engineering solutions in a global and societal context i) a recognition of the need for, and an ability to engage in life-long learning j) a knowledge of contemporary issues k) an ability to use the techniques, skills, and modern engineering tools necessary for engineering practice.

Iowas Targeting Life Skills Wheel


http://www.extension.ia state.edu/4H/lifeskills/ homepage.html

KOGNITIF (Pengetahuan) PSIKOMOTOR (Ketrampilan) AFEKTIF (Sikap,nilai,minat)

Taxonomi Bloom
PENGERTIAN KOMPETENSI

endrop3ai@ its.ac.id

7
[BUKU KBK DITJEN DIKTI] 2009 RAMBU-RAMBU PENGEMBANGAN KBK
Kurikulum Institusional dipilih komplementer dengan Kurikulum Inti disesuaikan dengan kompetensi utama, kompetensi pendukung, dan kompetensi lain dari luaran (hasil didik) yang diharapkan. Kurikulum Inti merupakan penciri dari kompetensi utama, ditetapkan oleh kalangan perguruan tinggi bersama masyarakat profesi dan pengguna lulusan. (SK Mendiknas No. 045/U/2002). Prosentase kurikulum inti yang dibangun atas kompetensi utama lulusan adalah sebesar 40% 80% dari keseluruhan kompetensi yang ada. Sementara itu kurikulum institusional terbangun atas kompetensi pendukung dan kompetensi lainnya. Kompetensi pendukung adalah kompetensi lulusan yang masih berhubungan dengan program studi yang bersangkutan namun tidak wajib diberikan pada lulusannya. Kompetensi pendukung ini dapat bergerak antara 20% -40% dari keseluruhan kompetensi yang ada. Sementara itu kompetensi lainnya adalah jenis kompetensi lulusan yang berasal dari program studi lain, namun diambil untuk memperkaya lulusannya. Kompetensi lainnya bergerak antara 0%-30% dari kompetensi secara keseluruhan. Baik kompetensi pendukung maupun kompetensi lainnya sebagai penyusun kurikulum institusional, ditetapkan sendiri oleh Perguruan Tinggi yang bersangkutan, melalui program studi masing-masing.

[BUKU KBK DITJEN DIKTI] 2009 RAMBU-RAMBU PENGEMBANGAN KBK

8
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO.13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN Kompetesi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan. Contoh:

Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia


1. Pengertian Kompetensi
Berdasar pada arti estimologi kompetensi diartikan sebagai kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan atau melaksanakan pekerjaan yang dilandasi oleh pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja. Sehingga dapatlah dirumuskan bahwa kompetensi diartikan sebagai kemampuan seseorang yang dapat terobservasi mencakup atas pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja

dalam menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas sesuai dengan standar performa yang ditetapkan. 2. Pengertian Standar Kompetensi
Berdasar pada arti bahasa, standar kompetensi terbentuk atas kata standar dan kompetensi. Standar diartikan sebagai "ukuran" yang disepakati, sedangkan kompetensi telah didefinisikan sebagai kemampuan seseorang yang dapat terobservasi mencakup atas pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas sesuai dengan standar performa yang ditetapkan. Dengan demikian dapatlah disepakati bahwa standar kompetensi merupakan kesepakatan-kesepakatan tentang kompetensi yang diperlukan pada suatu bidang pekerjaan oleh seluruh "stakeholder" di bidangnya. Dengan kata lain, yang dimaksud dengan Standar Kompetensi adalah perumusan tentang kemampuan yang harus dimiliki seseorang untuk melakukan suatu tugas atau pekerjaan yang didasari atas pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja sesuai dengan unjuk kerja yang dipersyaratkan.

Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia


10 3. Dengan dikuasainya standar kompetensi tersebut oleh seseorang, maka yang bersangkutan akan mampu:
a) bagaimana mengerjakan suatu tugas atau pekerjaan b) bagaimana mengorganisasikannya agar pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan c) apa yang harus dilakukan bilamana terjadi sesuatu yang berbeda dengan rencana semula d) bagaimana menggunakan kemampuan yang dimilikinya untuk memecahkan masalah atau melaksanakan tugas dengan kondisi yang berbeda. e) bagaimana menyesuaikan kemampuan yang dimiliki bila bekerja pada kondisi dan lingkungan yang berbeda.

Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia


4. Keterukuran
Meskipun bersifat generik standar kompetensi harus memiliki kemampuan ukur yang akurat, untuk itu standar harus : a) Terfokus pada apa yang diharapkan dapat dilakukan pekerja di tempat kerja b) Memberikan pengarahan yang cukup untuk pelatihan dan penilaian c) Diperlihatkan dalam bentuk hasil akhir yang diharapkan. d) Selaras dengan peraturan perundang-undangan terkait yang berlaku,standar produk dan jasa yang terkait serta kode etik profesi bila ada.

Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

11
STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG PEMBANGKITAN TENAGA LISTRIK SUB BIDANG INSPEKSI PLTA Kode Unit : KAA.IMT.301 (3) A Judul Unit : Menginspeksi Pusat Pembangkit Listrik Uraian Unit : Unit kompetensi ini berkaitan dengan analisa data inspeksi serta pengujian Pusat Pembangkit Listrik secara presisi dan menyeluruh, sesuai standar dan batasan inspeksi. SUB KOMPETENSI KRITERIA UNJUK KERJA 1. Menganalisa data inspeksi Pusat Pembangkit Listrik
1.1. Data hasil inspeksi dan pengujian Pusat Pembangkit Listrik diidentifikasi untuk menentukankelaikan operasinya sesuai standar unit pembangkit. 1.2. Penyebab kerusakan atau kelainan Peralatan diidentifikasi sesuai standar unit pembangkit.

2. Merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan inspeksi Pusat Pembangkit Listrik


2.1. Sumber daya yang diperlukan untuk pengujian diidentifikasi sesuai spesifikasi pekerjaan. 2.2. Perlengkapan kerja (gambar, instruksi kerja dll.) diinterpretasikan sesuai dengan rencana kerja.

http://www.djlpe.esdm.go.id/modules/_website/files/52/File/ Standar%20Kompetensi/SKP%20INSPEKSI%20PLTA.pdf

SUB KOMPETENSI KRITERIA UNJUK KERJA


1. Merencanakan dan menyiapkan inspeksi Turbin Air
1.1. Dipahaminya Surat perintah kerja/Instruksi kerja, izin kerja, gambar kerja, blanko berita acara, persyaratan lingkungan, blanko uji, dan dokumen yang terkait sudah disiapkan. 1.2. Dibuat Jadwal dan program kerja inspeksi PLTA . 1.3. Alat uji dan perlengkapan K3 diidentifikasi sesuai keperluan dalam kondisi dapat bekerja dengan baik dan aman.

2. Menyiapkan pelaksanaan Inspeksi Turbin Air


2.1. Sumber daya yang diperlukan untuk inspeksi diidentifikasi sesuai spesifikasi pekerjaan. Perlengkapan kerja (gambar, instruksi kerja dll.) diinterpretasikan sesuai dengan rencana kerja. 2.2. Peralatan Uji/Instrumen uji yang dipilih disesuaikan dengan spesifikasi pekerjaan
2.3. Lokasi kerja disiapkan sesuai dengan keperluan pekerjaan dan prosedur perusahaan.

3. Melaksanakan pengujian Turbin Air


3.1. Hasil pengujian Turbin Air dilakukan dan dicatat sesuai prosedur dan format pengujian Pusat Pembangkit Listrik 3.2. Hasil pengujian dibandingkan dengan Standar pengujian Pusat Pembangkit Listrik 3.3. Pengujian ulang dilakukan bila diperlukan

4. Membuat analisa hasil pengujian


4.1 .Hasil pengujian dianalisa sesuai dengan standar Pusat Pembangkit Listrik /manual book 4.2. Hasil analisa dijadikan sebagai tolok ukur hasil pengujian. 4.3. Dibuatnya rekomendasi hasil uji.

12

Apakah ini pernyataan Kompetensi? Jurusan Teknik Konversi Energi POLBAN Teknik Konversi Energi (D3) Menghasilkan lulusan ahli madya yang memiliki kemampuan di bidang pembangkit tenaga listrik dan kompetensi penunjang

sebagai ahli teknik di bidang energi atau audit energi.


Diadopsi dari situs Politeknik Negeri Bandung

KAMUS BAHASA INDONESIA kompetensi kom.pe.ten.si [n] (1) kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan sesuatu); (2) Ling kemampuan menguasai gramatika suatu bahasa secara abstrak atau batiniah
http://kamusbahasaindonesia.org/kompetensi#ixzz1dUnWNMG3.

KAMUS BAHASA ASING - Legal Dictionary


competency (Pronunciation: 'km-p&-t&n-sE)Function: noun 1 : the quality or state of being mentally competent 2 : the quality or state of being legally qualified or adequate competency, competency *kmptns]n pl -cies1. (Law) Law capacity to testify in a court of law; eligibility to be sworn 2. a less common word for competence [1] [2] Collins English Dictionary Complete and Unabridged HarperCollins Publishers 1991, 1994, 1998, 2000, 2003

13

KAMUS BAHASA ASING competency and competence


competency - the quality of being adequately or well qualified physically and intellectually competence competence - the quality of being adequately or well qualified physically and intellectually competency
fitness - the quality of being qualified linguistic competence - (linguistics) a speaker's implicit, internalized knowledge of the rules of their language (contrasted with linguistic performance) proficiency - the quality of having great facility and competence ability - the quality of being able to perform; a quality that permits or facilitates achievement or accomplishment
Based on WordNet 3.0, Farlex clipart collection. 2003-2008 Princeton University, Farlex Inc.

Competence (noun) 1. ability, skill, talent, capacity, expertise, proficiency, competency, capability: I regard him as a man of integrity and high professional competence. 2. fitness, suitability, adequacy, appropriateness They questioned her competence as a mother. "He has, indeed, done it very well; but it is a foolish thing well done" [Dr. Johnson]
Collins Thesaurus of the English Language Complete and Unabridged 2nd Edition. 2002 HarperCollins Publishers 1995, 2002

KAMUS BAHASA ASING

competency and competence


14

http://en.wikipedia.org/wiki/Competence_%28human _resources%29
Competence (or competency) is the ability of an individual to perform a job properly. A competency is a set of defined behaviors that provide a structured guide enabling the identification, evaluation and development of the behaviors in individual employees. As defined, the term "competence" first appeared in an article authored by Craig C. Lundberg in 1970 titled "Planning the Executive Development Program". The term gained traction when in 1973, David McClelland, Ph.D. wrote a seminar paper entitled, "Testing for Competence Rather Than for Intelligence". It has since been popularized by one-time fellow McBer & Company (Currently the "Hay Group") colleague Richard Boyatzis and many others. Its use varies widely, which leads to considerable misunderstanding.

Some scholars see "competence" as a combination of knowledge, skills and behavior used to improve performance; or as the state or quality of being adequately or well qualified, having the ability to perform a specific role. For instance, management competency might include systems thinking and emotional intelligence, and skills in influence and negotiation. Competency identification Competencies are identified through job analysis or task analysis, using techniques such as the critical incident technique, work diaries, and work sampling[4]. A future focus is recommended for strategic reasons[5]. 15 http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI_PEND_DAN_ BIMBINGAN/195808161985031AGUS_TAUFIQ/DEFINISI_KOMPETENSI.pdf Kompetensi merupakan suatu karakteristik yang mendasar dari seseorang individu, yaitu penyebab yang terkait dengan acuan kriteria tentang kinerja yang efektif A competency is an underlying characteristic of an individual that is causally related to criterion-referenced effective and/or superior performance in a job or situation (Spencer & Spencer, 1993:9).
6. Memahami barisan dan deret bilangan serta penggunaannya dalam pemecahan masalah.

a) Menentukan pola barisan bilangan sederhana b) Menentukan suku ke-n barisan aritmatika dan barisan geometri c) Menentukan jumlahn suku pertama deret aritmatika dan deret geometri d) Memecahkan masalah yang berkaitan dengan barisan dan deret

Arah Pengembangan Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.

Apakah ini pernyataan Kompetensi?


http://dahli-ahmad.blogspot.com/2009/01/standar-isi.html

Catatan pengunduh: Jenis pekerjaan apa yang akan dilakukan oleh seorang lulusan SD kelas VI?

16

LEARNING OUTCOMES
Relevant information regarding Learning outcomes. Cited from: The module & programme development handbook: a practical guide to linking levels, learning outcomes & assessment- by JA Moon 2002 Level descriptors are descriptions of what a learner is expected to achieve at the end of a level of a study. Levels are hierarchical stages that represent increasingly challenging learning to a learner. The term level is now used instead of years of study, since a student on a part -time program may study for six years to reach the same qualification as that achieved by another full-time student in three years (see chapters 3 and 4) Aims indicate the general direction or orientation of a module, in terms of its content and sometime its context within a progamme. An aim tends to be written in terms of the teaching intentions or the management of the learning

LEARNING OUTCOMES
Learning outcomes are the statements of what a learner is expected to know, understand or able to do at the end of a module and of how that learning will be demonstrated. Unlike aims, they are couched in terms of what the learner is expected to learn A set of level descriptors may act directly as a guide for the writing of learning outcomes, or the level descriptors may be translated into descriptors for the discipline or program. In either case, the level descriptors ensure that the outcome statement is clearly related to a particular level, and they provide an indication of agreed achievements. Learning outcomes are derived from consideration of level descriptors and aims. Learners must show that they can achieve the learning outcomes to gain credit for the module. Aims provide a rationale or a direction for the module

17

European Qualification Framework


In the EQF a learning outcome is defined as a statement of what a learner

knows, understands and is able to do on completion of a learning process. The EQF therefore emphasizes the results of learning rather than focusing on inputs such as length of study. Learning outcomes are specified in three categories as knowledge, skills and competence. This signals that qualifications in different combinations capture a broad scope of learning outcomes, including theoretical knowledge, practical and technical skills, and social competences where the ability to work with others will be crucial.

EQF ANNEX I: Definitions


(a)qualification means a formal outcome of an assessment and validation process which is obtained when a competent body determines that an individual has achieved learning outcomes to given standards; (b) national qualifications system means all aspects of a Member States activity related to the recognition of learning and other mechanisms that link education and training to the labour market and civil society. This includes the development and implementation of institutional arrangements and processes relating to quality assurance, assessment and the award of qualifications. A national qualifications system may be composed of several subsystems and may include a nationalqualifications framework;

(c) national qualifications framework


means an instrument for the classification of qualifications according to a set of criteria for specified levels of learning achieved, which aims to integrate and coordinate national qualifications subsystems and improve the transparency, access, progression and quality of qualifications in relation to the labour market and civil society; (d) sector means a grouping of professional activities on the basis of their main economic function, product, service or technology;

18
(f)learning outcomes means statements of what a learner knows, understands and is

able to do on completion of a learning process, which are defined in terms of knowledge, skills and competence;
(g) knowledge means the outcome of the assimilation of information through learning. Knowledge is the body of facts, principles, theories and practices that is related to a field of work or study. In the context of the European Qualifications Framework, knowledge is described as theoretical and/or factual;
(h) skills means the ability to apply knowledge and use know-how to complete tasks and solve problems. In the context of the European Qualifications Framework, skills are described as cognitive (involving the use of logical, intuitive and creative thinking) or practical (involving manual dexterity and the use of methods, materials, tools and instruments);

(i) competence means the proven ability to use knowledge, skills and personal, social and/ or methodological abilities, in work or study situations and in professional and personal development. In the context of the European Qualifications Framework, competence is described in terms of responsibility and autonomy.

South African Qualification Framework (adopted from presentation file of Joe samuel -South African Qualifications Authority (SAQA)
Early ambitious views of the NQF have been replaced by more modest views of NQFs as frameworks of communication that grow incremenentally A distinction between a framework that describes what exists (developed countries) and a framework that prescribes what ought to be (developing countries) A distinction between competency standards (linked to job descriptions) and academic standards (that relate to domains of knowledge)

Shift to a research-driven policy which informs the political and organisational shape of the NQF

19
The AQF provides the standards for Australian qualifications. It is an integrated policy that comprises: The learning outcomes for each AQF level and qualification type The specifications for the application of the AQF in the accreditation and development of qualifications The policy requirements for issuing AQF qualifications The policy requirements for qualification linkages and student pathways The policy requirements for the registers of: - organisations authorised to accredit AQF qualifications - organisations authorised to issue AQF qualifications - AQF qualifications and qualification pathways The policy requirements for the addition or removal of qualification types in the AQF, and The definitions of the terminology used in the policy. Generic learning outcomes refer to transferable, non-discipline specific skills a graduate may achieve through learning that have application in study, work and life contexts. The four broad categories in the AQF are: basic fundamental skills; people skills; thinking skills and personal skills Learning outcomes are the expression of the set of knowledge, skills and the application of the knowledge and skills a person has acquired and is able to demonstrate as a result of learning To be included in the AQF, a new qualifications type will: be able to be quality assured by government approved standards be able to be accredited by an authority authorized under legislation to accredit AQF qualifications be described according to the AQF taxonomy of learning outcomes (knowledge,skills, application of knowledge and skills and generic learning outcomes) be able to be located at an existing AQF level, and have clear pathways within the AQF.

20
Credit agreements negotiated between issuing organizations for credit for students towards AQF qualifications at any level, vertical or horizontal, will take into account the comparability and equivalence of the: Learning outcomes Volume of learning Program of study, including content, and Learning and assessment approaches. Credit is the value assigned for the recognition of equivalence in content and learning outcomes between different types of learning and/or qualifications which reduces the amount of learning required to achieve a qualification. Credit may be through credit transfer, articulation, recognition of prior learning or advanced standing Credit transfer is a process that provides students with agreed and consistent credit outcomes for components of a qualification based on

identified equivalence in content and learning outcomes between matched qualifications Credit outcomes are the results of a process of determining a students application for credit or credit transfer The volume of learning is a dimension of the complexity of a qualification. It is used with the level criteria and qualification type descriptor to determine the depth and breadth of the learning outcomes of a qualification. The volume of learning identifies the notional duration of all activities required for the achievement of the learning outcomes specified for a particular AQF qualification type. It is expressed in equivalent fulltime years

21

New Zealand Qualification Framework (NZQA)


Level descriptors table provides a detailed description of each level in terms of learning outcomes, using common domains and dimensions of progression. Knowledge, skills and application describe what a graduate at a particular level is expected to know, do and be. The term application encompasses responsibility, behaviors, attitudes, attributes and competence. Outcome statement All qualifications on the NZQF contain an outcome statement which describes the knowledge, skills and attributes of a graduate. Different learners will achieve the outcomes in different ways, so outcome statements are an indicator of the minimum achievement expected from a qualification.
Capaian Pembelajaran (learning outcomes): internasilisasi dan akumulasi ilmu pengetahuan, pengetahuan, pengetahuan praktis,ketrampilan, afeksi, dan kompetensi yang dicapai melalui proses pendidikan yang terstruktur dan mencakup suatu bidang ilmu/keahlian tertentu atau melalui pengalaman kerja. Deskripsi Kualifikasi pada KKNI merefleksikan capaian pembelajaran (learning outcomes) yang peroleh seseorang melalui jalur pendidikan pelatihan pengalaman kerja pembelajaran mandiri The share of Science, Knowledge, Knowhow and Skills in each IQF level may vary according to the national qualification assessment established by all concerned parties.

22
llmu pengetahuan (science): suatu sistem berbasis metodologi ilmiah untuk membangun pengetahuan (knowledge) melalui hasil-hasil penelitian di dalam suatu bidang pengetahuan (body of knowledge). Penelitian berkelanjutan yang digunakan untuk membangun suatu ilmu pengetahuan harus didukung oleh rekam data, observasi dan analisa yang

terukur dan bertujuan untuk meningkatkan pemahaman manusia terhadap gejala-gejala alam dan sosial. Pengetahuan (knowledge): penguasaan teori dan keterampilan oleh seseorang pada suatu bidang keahlian tertentu atau pemahaman tentang fakta dan informasi yang diperoleh seseorang melalui pengalaman atau pendidikan untuk keperluan tertentu. Pengetahuan praktis (know-how): penguasaan teori dan keterampilan oleh seseorang pada suatu bidang keahlian tertentu atau pemahaman tentang metodologi dan keterampilan teknis yang diperoleh seseorang melalui pengalaman atau pendidikan untuk keperluan tertentu. Keterampilan (skill): kemampuan psikomotorik (termasuk manual dexterity dan penggunaan metode, bahan, alat dan instrumen) yang dicapai melalui pelatihan yang terukur dilandasi oleh pengetahuan (knowledge) atau pemahaman (know-how) yang dimiliki seseorang mampu menghasilkan produk atau unjuk kerja yang dapat dinilai secara kualitatif maupun kuantitatif. Afeksi (affection): sikap (attitude) sensitif seseorang terhadap aspekaspek di sekitar kehidupannya baik ditumbuhkan oleh karena proses pembelajarannya maupun lingkungan kehidupan keluarga atau mayarakat secara luas. Kompetensi (competency): akumulasi kemampuan seseorang dalam melaksanakan suatu deskripsi kerja secara terukur melalui asesmen yang terstruktur, mencakup aspek kemandirian dan tanggung jawab individu pada bidang kerjanya.

23
Capaian Pembelajaran:

KOMPETENSI CAPAIAN PEMBELAJARAN KESIMPULAN (dari pengunduh)


Memahami informasi dari berbagai sumber di atas dapat ditarik kesimpulan sbb.: a. Definisi kompetensi di ranah pendidikan formal belum dimaknai dengan jelas. b. Asal-usul paradigma kompetensi bersumber pada dunia kerja sehingga kompetensi sangat dekat dengan ukuran kemampuan seseorang dalam mengemban pekerjaan tertentu. c. Karena berasal dari dunia kerja maka ukuran kompetensi ditentukan secara rinci oleh pihak pengguna lulusan dalam bentuk standar kompetensi yang capaiannya dapat diukur dengan akurat.

24

KESIMPULAN
d) Learning outcomes telah mulai digunakan sejak tahun 1990 dan learning outcomes ternyata mengandung pula substansi kompetensi sehingga mempunyai cakupan yang lebih luas. e) Pendidikan formal di tingkat pendidikan tinggi diwadahi oleh

ratusan jenis program yang berbeda spektrumnya berdasarkan sifat dan substansi yang dipelajari. Terdapat program yang fokus pada pengembangan keilmuan (sains), ada pula yang fokus pada sains rekayasa, aplikasi sains, rekayasa sains yang aplikatif, pengembangan teknologi untukmendukung rekayasa sains aplikatif, sampai pada pemanfaatan teknologi dan teknik yang langsung oleh masyarakat pengguna.

KESIMPULAN
Maka bagi program pendidikan yang bersifat pada pengembangan keilmuan (sains), sains rekayasa, aplikasi sains, rekayasa sains yang aplikatif, dan pengembangan teknologi untuk mendukung rekayasa sains aplikatif, kemampuan lulusan dari program lebih sesuai bilamana dinyatakan sebagai Learning Outcomes. Bagi program pendidikan yang menyiapkan lulusan untuk mengisi pekerjaan pada profesi yang spesifik, yang ranah pekerjaaannya sudah jelas, maka luaran pendidikan yang berbasis kompetensi dapat digunakan. Kehati-hatian harus diambil mengingat tipe pendidikan seperti ini lebih tepat dilaksanakan dalam bentuk training/pelatihan dengan ukuran ketercapaian yang jelas, akurat, terukur, dan tidak menggunakan grading A-E , melainkan lulus atau tidak lulus dan adanya persyaratan uji kompetensi oleh pihak yang berwenang.

25

PENUTUP

Knowledge comes, but wisdom lingers. It may not be difficult to store up in the mind a vast quantity of face within a comparatively short time, but the ability to form judgments requires the severe discipline of hard work and the tempering heat of experience and maturity. No person was ever honored for what he received. Honor has been the reward for what he gave. (Calvin Coolidge US President)

Kinerja
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa

Artikel atau bagian artikel ini mungkin lebih cocok dipindahkan ke Wiktionary [pindah] Kinerja adalah sebuah kata dalam bahasa indonesia dari kata dasar "kerja" yang menerjemahkan kata dari bahasa asing prestasi. Bisa pula berarti hasil kerja.

Daftar isi
[sembunyikan]

1 Pengertian Kinerja

1.1 Teks judul

2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja 3 Penilaian Kinerja 4 Tujuan Penilaian Kinerja 5 Manfaat Penilaian Kinerja

Pengertian Kinerja [sunting]


Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para atasan atau manajer sering tidak memperhatikan kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah. Terlalu sering manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot sehingga perusahaan / instansi menghadapi krisis yang serius. Kesan kesan buruk organisasi yang mendalam berakibat dan mengabaikan tanda tanda peringatan adanya kinerja yang merosot.

Kinerja menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000 : 67)

Kinerja ( prestasi kerja ) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Kemudian menurut Ambar Teguh Sulistiyani (2003 : 223)

Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya. Maluyu S.P. Hasibuan (2001:34) mengemukakan kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu.

Menurut John Whitmore (1997 : 104)

Kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang,kinerja adalah suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum ketrampikan.

Menurut Barry Cushway (2002 : 1998)

Kinerja adalah menilai bagaimana seseorang telah bekerja dibandingkan dengan target yang telah ditentukan.

Menurut Veizal Rivai ( 2004 : 309) mengemukakan kinerja adalah :

merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan.

Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson Terjamahaan Jimmy Sadeli dan Bayu Prawira (2001 : 78), menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan.

Menurut John Witmore dalam Coaching for Perfomance (1997 : 104) kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan.

Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional. Mink (1993 : 76) mengemukakan pendapatnya bahwa individu yang memiliki kinerja yang tinggi memiliki beberapa karakteristik, yaitu diantaranya: (a) berorientasi pada prestasi, (b) memiliki percaya diri, (c) berperngendalian diri, (d) kompetensi. ==

Teks judul [sunting]


==

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja [sunting]


Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2001 : 82) faktor-faktor yang memengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu: 1.Kemampuan mereka, 2.Motivasi, 3.Dukungan yang diterima, 4.Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan 5.Hubungan mereka dengan organisasi. Berdasarkaan pengertian di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi. menurut Mangkunegara (2000) menyatakan bahwa faktor yang memengaruhi kinerja antara lain : a. Faktor kemampuan Secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan). Oleh karena itu pegawai perlu dtempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahlihannya. b. Faktor motivasi Motivasi terbentuk dari sikap (attiude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situasion) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan kerja. Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang

untuk berusaha mencapai potensi kerja secara maksimal. David C. Mc Cleland (1997) seperti dikutip Mangkunegara (2001 : 68), berpendapat bahwa Ada hubungan yang positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kerja. Motif berprestasi dengan pencapaian kerja. Motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja (kinerja) dengan predikat terpuji. Selanjutnya Mc. Clelland, mengemukakan 6 karakteristik dari seseorang yang memiliki motif yang tinggi yaitu : 1) Memiliki tanggung jawab yang tinggi 2) Berani mengambil risiko 3) Memiliki tujuan yang realistis 4) Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi tujuan. 5) Memanfaatkan umpan balik yang kongkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukan 6) Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogamkan Menurut Gibson (1987) ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja : 1)Faktor individu : kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang. 2)Faktor psikologis : persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja 3)Faktor organisasi : struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan (reward system)

Penilaian Kinerja [sunting]


Penilaian kinerja ( performance appraisal ) pada dasarnya merupakan faktor kunci guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien, karena adanya kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang ada dalam organisasi. Penilaian kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka dapat diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja karyawan. Menurut Bernardin dan Russel ( 1993 : 379 ) A way of measuring the contribution of individuals to their organization . Penilaian kinerja adalah cara mengukur konstribusi individu ( karyawan) kepada organisasi tempat mereka bekerja. Menurut Cascio ( 1992 : 267 ) penilaian kinerja adalah sebuah gambaran atau deskripsi yang sistematis tentang kekuatan dan kelemahan yang terkait dari seseorang atau suatu kelompok. Menurut Bambang Wahyudi ( 2002 : 101 ) penilaian kinerja adalah suatu evaluasi yang dilakukan secara periodik dan sistematis tentang prestasi kerja / jabatan seorang tenaga kerja, termasuk potensi pengembangannya. Menurut Henry Simamora ( 338 : 2004 ) penilaian kinerja adalah proses yang dipakai oleh organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja individu karyawan.

Tujuan Penilaian Kinerja [sunting]


Menurut Syafarudin Alwi ( 2001 : 187 ) secara teoritis tujuan penilaian dikategorikan sebagai suatu yang bersifat evaluation dan development yang bersifat efaluation harus menyelesaikan : 1.Hasil penilaian digunakan sebagai dasar pemberian kompensasi 2.Hasil penilaian digunakan sebagai staffing decision 3.Hasil penilaian digunakan sebagai dasar meengevaluasi sistem seleksi. Sedangkan yang bersifat development penilai harus menyelesaikan : 1.Prestasi riil yang dicapai individu 2.Kelemahan- kelemahan individu yang menghambat kinerja 3.Prestasi- pestasi yang dikembangkan.

Manfaat Penilaian Kinerja [sunting]


Kontribusi hasil-hasil penilaian merupakan suatu yang sangat bermanfaat bagi perencanaan kebijakan organisasi adapun secara terperinci penilaian kinerja bagi organisasi adalah : 1.Penyesuaian-penyesuaian kompensasi 2.Perbaikan kinerja 3.Kebutuhan latihan dan pengembangan 4.Pengambilan keputusan dalam hal penempatan promosi, mutasi, pemecatan, pemberhentian dan perencanaan tenaga kerja. 5.Untuk kepentingan penelitian pegawai 6.Membantu diagnosis terhadap kesalahan desain pegawai

Artikel bertopik manajemen ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

Kinerja
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa

Artikel atau bagian artikel ini mungkin lebih cocok dipindahkan ke Wiktionary [pindah] Kinerja adalah sebuah kata dalam bahasa indonesia dari kata dasar "kerja" yang menerjemahkan kata dari bahasa asing prestasi. Bisa pula berarti hasil kerja.

Daftar isi
[sembunyikan]

1 Pengertian Kinerja

1.1 Teks judul

2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja 3 Penilaian Kinerja 4 Tujuan Penilaian Kinerja 5 Manfaat Penilaian Kinerja

Pengertian Kinerja [sunting]


Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para atasan atau manajer sering tidak memperhatikan kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah. Terlalu sering manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot sehingga perusahaan / instansi menghadapi krisis yang serius. Kesan kesan buruk organisasi yang mendalam berakibat dan mengabaikan tanda tanda peringatan adanya kinerja yang merosot.

Kinerja menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000 : 67)

Kinerja ( prestasi kerja ) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Kemudian menurut Ambar Teguh Sulistiyani (2003 : 223)

Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya. Maluyu S.P. Hasibuan (2001:34) mengemukakan kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu.

Menurut John Whitmore (1997 : 104)

Kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang,kinerja adalah suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum ketrampikan.

Menurut Barry Cushway (2002 : 1998)

Kinerja adalah menilai bagaimana seseorang telah bekerja dibandingkan dengan target yang telah ditentukan.

Menurut Veizal Rivai ( 2004 : 309) mengemukakan kinerja adalah :

merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan.

Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson Terjamahaan Jimmy Sadeli dan Bayu Prawira (2001 : 78), menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan.

Menurut John Witmore dalam Coaching for Perfomance (1997 : 104) kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan.

Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional. Mink (1993 : 76) mengemukakan pendapatnya bahwa individu yang memiliki kinerja yang tinggi memiliki beberapa karakteristik, yaitu diantaranya: (a) berorientasi pada prestasi, (b) memiliki percaya diri, (c) berperngendalian diri, (d) kompetensi. ==

Teks judul [sunting]


==

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja [sunting]


Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2001 : 82) faktor-faktor yang memengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu: 1.Kemampuan mereka, 2.Motivasi, 3.Dukungan yang diterima, 4.Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan 5.Hubungan mereka dengan organisasi. Berdasarkaan pengertian di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi. menurut Mangkunegara (2000) menyatakan bahwa faktor yang memengaruhi kinerja antara lain : a. Faktor kemampuan Secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan). Oleh karena itu pegawai perlu dtempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahlihannya. b. Faktor motivasi Motivasi terbentuk dari sikap (attiude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situasion) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan kerja. Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang

untuk berusaha mencapai potensi kerja secara maksimal. David C. Mc Cleland (1997) seperti dikutip Mangkunegara (2001 : 68), berpendapat bahwa Ada hubungan yang positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kerja. Motif berprestasi dengan pencapaian kerja. Motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja (kinerja) dengan predikat terpuji. Selanjutnya Mc. Clelland, mengemukakan 6 karakteristik dari seseorang yang memiliki motif yang tinggi yaitu : 1) Memiliki tanggung jawab yang tinggi 2) Berani mengambil risiko 3) Memiliki tujuan yang realistis 4) Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi tujuan. 5) Memanfaatkan umpan balik yang kongkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukan 6) Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogamkan Menurut Gibson (1987) ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja : 1)Faktor individu : kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang. 2)Faktor psikologis : persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja 3)Faktor organisasi : struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan (reward system)

Penilaian Kinerja [sunting]


Penilaian kinerja ( performance appraisal ) pada dasarnya merupakan faktor kunci guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien, karena adanya kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang ada dalam organisasi. Penilaian kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka dapat diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja karyawan. Menurut Bernardin dan Russel ( 1993 : 379 ) A way of measuring the contribution of individuals to their organization . Penilaian kinerja adalah cara mengukur konstribusi indivi du ( karyawan) kepada organisasi tempat mereka bekerja. Menurut Cascio ( 1992 : 267 ) penilaian kinerja adalah sebuah gambaran atau deskripsi yang sistematis tentang kekuatan dan kelemahan yang terkait dari seseorang atau suatu kelompok. Menurut Bambang Wahyudi ( 2002 : 101 ) penilaian kinerja adalah suatu evaluasi yang dilakukan secara periodik dan sistematis tentang prestasi kerja / jabatan seorang tenaga kerja, termasuk potensi pengembangannya. Menurut Henry Simamora ( 338 : 2004 ) penilaian kinerja adalah proses yang dipakai oleh organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja individu karyawan.

Tujuan Penilaian Kinerja [sunting]


Menurut Syafarudin Alwi ( 2001 : 187 ) secara teoritis tujuan penilaian dikategorikan sebagai suatu yang bersifat evaluation dan development yang bersifat efaluation harus menyelesaikan : 1.Hasil penilaian digunakan sebagai dasar pemberian kompensasi 2.Hasil penilaian digunakan sebagai staffing decision 3.Hasil penilaian digunakan sebagai dasar meengevaluasi sistem seleksi. Sedangkan yang bersifat development penilai harus menyelesaikan : 1.Prestasi riil yang dicapai individu 2.Kelemahan- kelemahan individu yang menghambat kinerja 3.Prestasi- pestasi yang dikembangkan.

Manfaat Penilaian Kinerja [sunting]


Kontribusi hasil-hasil penilaian merupakan suatu yang sangat bermanfaat bagi perencanaan kebijakan organisasi adapun secara terperinci penilaian kinerja bagi organisasi adalah : 1.Penyesuaian-penyesuaian kompensasi 2.Perbaikan kinerja 3.Kebutuhan latihan dan pengembangan 4.Pengambilan keputusan dalam hal penempatan promosi, mutasi, pemecatan, pemberhentian dan perencanaan tenaga kerja. 5.Untuk kepentingan penelitian pegawai 6.Membantu diagnosis terhadap kesalahan desain pegawai

Artikel bertopik manajemen ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

Kategori:

Artikel yang harus dipindah ke Wiktionary Manajemen

Menu navigasi

Buat akun baru Masuk log

Halaman Pembicaraan Baca Sunting Versi terdahulu

Halaman Utama Perubahan terbaru Peristiwa terkini Halaman baru Halaman sembarang Komunitas Warung Kopi

Portal komunitas Bantuan Wikipedia Bagikan Cetak/ekspor Peralatan


Halaman ini terakhir diubah pada 16.04, 5 Juni 2013. Teks tersedia di bawah Lisensi Atribusi/Berbagi Serupa Creative Commons; ketentuan tambahan mungkin berlaku. Lihat Ketentuan Penggunaan untuk lebih jelasnya.

Kebijakan privasi Tentang Wikipedia Penyangkalan Tampilan seluler

apa

yang

dimaksud

dengan

kinerja

Suatu penelitian telah memperlihatkan bahwa suatu lingkungan kerja yang menyenangkan sangat penting untuk mendorong tingkat kinerja karyawan yang paling produktif. Dalam interaksi seharihari, antara atasan dan bawahan, berbagai asumsi dan harapan lain muncul. Ketika atasan dan bawahan membentuk serangkaian asumsi dan harapan mereka sendiri yang sering agak berbeda, perbedaan-perbedaan ini yang akhirnya berpengaruh pada tingkat kinerja. Kinerja adalah hasil seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.(Rivai & Basri, 2004: 14 ). Apabila dikaitkan dengan performance sebagai kata benda (noun), maka pengertian performance atau kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu perusahaan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral dan etika. Penilaian (Rivai kinerja sendiri & memiliki beberapa Basri, pengertian 2004:16. yaitu:

1. Suatu sistem formal dan terstruktur yang mengukur, menilai, dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku, dan hasil, termasuk tingkat ketidakhadiran. Fokusnya adalah untuk mengetahui seberapa produktif seorang karyawan dan apakah ia bisa berkinerja sama atau lebih efektif pada masa yang akan datang, sehingga karyawan, organisasi, dan masyarakat semuanya memperoleh manfaat. (Schuler & Jackson, 1996:3) 2. Pencapaian tujuan yang telah ditetapkan merupakan salah satu tolak ukur kerja individu. Menurut Robbins (1996) yang dikutip oleh Rivai dan Basri dalam bukunya yang berjudul

performance apprasial, pada halaman 15 menyatakan bahwa ada tiga kriteria dalam melakukan penilaian (a) (b) (c) dan kinerja tugas perilaku ciri individu yaitu: individu. individu. individu.

3. Dari beberapa pengertian kinerja di atas maka dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah suatu prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya, sesuai dengan standar kriteria yang ditetapkan dalab pekerjaan itu. Prestasi yang dicapai ini akan menghasilkan suatu kepuasan kerja yang nantinya akan berpengaruh pada tingkat imbalan. Suatu kinerja individu dapat ditingkatkan apabila ada kesesuaian antara pekerjaan dan kemampuan. Kinerja individu sendiri dipengaruhi oleh kepuasan kerja. Kepuasan kerja itu sendiri adalah perasaan individu terhadap pekerjaannya. Perasaan ini berupa suatu hasil penilaian mengenai seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan mampu memuaskan kebutuhannya. Dalam hal ini dibutuhkan suatu evaluasi, yang kemudian dikenal dengan penilaian kinerja. Penilaian kinerja merupakan metode mengevaluasi dan menghargai kinerja yang paling umum digunakan. Dalam penilaian kinerja melibatkan komunikasi dua arah yaitu antara pengirim pesan dengan penerima pesan sehingga komunikasi dapat berjalan dengan baik. Penilaian kinerja dilakukan untuk memberi tahu karyawan apa yang diharapkan pengawas untuk membangun pemahaman yang lebih baik satu sama lain. Penilaian kinerja menitikberatkan pada penilaian sebagai suatu proses pengukuran sejauh mana kerja dari orang atau sekelompok orang dapat bermanfaat untuk Tujuan mencapai tujuan penilaian yang ada. kinerja.

Schuler dan jackson dalam bukunya yang berjudul Manajemen sumber daya manusia edisi keenam, jilid kedua pada tahun 1996 menjelaskan bahwa sebuah studi yang dilakukan akhir-akhir ini mengidentifikasi ada dua puluh macam tujuan informasi kinerja yang berbeda-beda, yang dapat dikelompokkan 1. Evaluasi dalam yang empat menekankan macam kategori, yaitu: antar-orang. waktu. Pemeliharaan Dokumentasi keputusan-keputusan sumber daya manusia bila terjadi sistem. peningkatan.

perbandingan

2. Pengembangan yang menekankan perubahan-perubahan dalam diri seseorang dengan berjalannya 3. 4.

Efektifitas dari penilaian kinerja diatas yang dikategorikan dari dua puluh macam tujuan penilaian kinerja ini tergantung dalam sasaran bisnis strategis yang ingin dicapai. Oleh sebab itu penilaian kinerja diintegrasikan dengan sasaran-sasaran strategis karena berbagai alasan (Schuler&Jackson ,1996 : 48), yaitu:

1. Mensejajarkan tugas individu dengan tujuan organisasi yaitu, menambahkan deskripsi tindakan yang harus diperlihatkan karyawan dan hasil-hasil yang harus mereka capai agar suatu strategi dapat hidup. 2. Mengukur kontribusi masing-masing dan unut kerja dan masing-masing karyawan. strategi. baru. penilaian mereka yang Orang Penilai (atasan, harapkan. berkepentingan yang supervisor, pimpinan, (Rivai dalam dinilai manager, & Basri, penilaian konsultan) kerja 2004:55) adalah: (karyawan) dan Perusahaan. bagi karyawan yang dinilai lain: Meningkatkan motivasi. Meningkatkan Adanya Umpan balik Pengetahuan kejelasan dari tentang standard kinerja lalu kekuatan hasil yang dan kepuasan yang kurang kelemahan diterapkan akurat menjadi dan lebih hidup. mereka. konstruktif. besar. mungkin. ke nilai atas . pribadi. 3. Evaluasi kinerja memberi kontribusi kepada tindakan dan keputusan-keputusan administratif yang mempetinggi program-program Manfaat dapat Pihak-pihak (1) (2) (3) Manfaat antara a. b. c. d. e. dan g. h. Adanya mempermudah 4. Penilaian kinerja dapat menimbulkan potensi untuk mengidentifikasi kebutuhan bagi strategi dan

Manfaat penilaian kinerja bagi semua pihak adalah agar bagi mereka mengetahui manfaat yang

Bagi karyawan yang dinilai, keuntungan pelaksanaan penilaian kinerja adalah (Rivai&Basri,2004 :58),

f. Pengembangan tantang pengetahuan dan kelemahan menjadi lebih besar, membangun kekuatan mengurangi kesempatan Peningkatan kelemahan untuk pengertian tentang semaksimal berkomunikasi

i. Kesempatan untuk mendiskusikan permasalahan pekerjaan dan bagaimana mereka mengatasinya. j. Suatu pemahaman jelas dari apa yang diharapkan dan apa yang perlu untuk dilaksanakan untuk mencapai k. Adanya pandangan untuk hubungan bagi yang harapan lebih memenuhi yang harmonis dan jelas tentang cita-cita aktif dengan konteks tersebut. pekerjaan. karyawan. atasan.

l. Kesempatan untuk mendiskusikan cita-cita dan bimbingan apa pun dorongan atau pelatihan yang diperlukan m. Meningkatkan

Manfaat

penilai

(supervisor/manager/penyelia)

Bagi

penilai,

manfaat

pelaksanaan

penilaian

kinerja

(Rivai&Basri,

2004

60)

adalah;

a. Kesempatan untuk mengukur dan mengidentifikasikan kecenderungan kinerja karyawan untuk perbaikan departemen sendiri, d. e. aspirasi karyawan. h. Kesempatan untuk menjelaskan tujuan dan prioritas penilai dengan memberikan pandangan yang lebih baik terhadap bagaimana mereka dapat memberikan kontribusi yang lebih besar kepada perusahaan. i. Meningkatkan rasa harga diri yang kuat diantara manajer dan juga para karyawan, karena telah berhasil atau mendekatkan sasaran ide dari karyawan SDM dengan atau ide sasaran para manajer. perusahaan. j. Sebagai media untuk mengurangi kesejangan antara sasaran individu dengan sasaran kelompok departemen k. Kesempatan bagi para manajer untuk menjelaskan pada karyawan apa yang sebenarnya diingikan oleh perusahaan dari para karyawan sehingga para karyawan dapat mengukur dirinya, menempatkan dirinya, karyawan kepada mereka dan berjaya sesuai dengan dan secara harapan dari manajer. manajer. pribadi. l. Sebagai media untuk menigkatkan interpersonal relationship atau hubungan antara pribadi antara m. Dapat sebagai sarana menimgkatkan motivasi karyawan dengan lebih memusatkan perhatian n. Merupakan kesempatan berharga bagi manajer agar dapat menilai kembali apa yang telah dilakukan sehingga ada kemungkinan merevisi target atau menyusun prioritas kembali. o. Bisa mengidentifikasikan kesempatan untuk bagi manfaat penilaian adalah, (Rivai&Basri, yang ada 2004 dalam : 62) seluruh simpul unit-unit rasa rotasi atau perubahan tugas karyawan. Identifikasi maupun gagasan Peningkatan untuk manajeman yang pekerjaan peningkatan kepuasan dari tentang kerja nilai selanjutnya. lengkap. bawahannya. pribadi. . mereka. b. Kesempatan untuk mengembangkan suatu pandangan umum tentang pekerjaan individu dan c. Memberikan peluang untuk mengembangkan sistem pengawasan baik untuk pekerjaan manajer

f. Pemahaman yang lebih baik terhadap karyawan, tentang rasa takut, rasa grogi, harapan, dan g. Menigkatkan kepuasan kerja baik terhadap karyawan dari para manajer maupun dari para

Manfaat Bagi a. 2) perusahaan, Perbaikan

perusahaan antara lain: perusahaan dan karena: loyalitas;

1) Komunikasi menjadi lebih efektif mengenai tujuan perusahaan dan nilai budaya perusahaan.; Peningkatan kebersamaan 3) Peningkatan kemampuan dan kemauan manajer untuk menggunakan keterampilan dan keahlian memimpinnya untuk memotivasi karyawan dan mengembangkan kemauan dan keterampilan

karyawan. b. Meningkatkan pandangan secara luas menyangkut tugas yang dilakukan oleh masing-masing karyawan; c. d. e. g. h. i. j. Sebagai Meningkatkan Meningkatkan Harapan Untuk Meningkatkan kualitas motivasi hubungan karyawan dalam secara pencapaian tujuan keharmonisan dan komunikasi; keseluruhan; perusahaan; dikembangkan; yang oleh dibutuhkan; permasalahan; perusahaan;

f. Peningkatan segi pengawasan melekat dari setiap kegiatan yang dilakukan oleh setiap karyawan; pandangan lebih jelas menemu pesan bahwa jangka pelatihan dan kenali karyawan itu panjang dapat setiap dihargai mengenali Kemampuan sarana pengembangan

penyampaian

l. Budaya perusahaan menjadi mapan. Setiap kelalaian dan ketidakjelasan dalam membina sistem dan prosedur dapat dihindarkan dan kebiasaan yang baik dapat diciptakan dan dipertahankan. Berita baik bagi setiap orang dan setiap karyawan akan mendukung pelaksanaan penilaian kinerja, mau berpartisipasi secara aktif dan pekerjaan selanjutnya dari penilaian kinerja akan menjadi lebih baik; m. Karyawan yang potensil dan memungkinkan untuk menjadi pimpinan perusahaan atau sedikitnya yang dapat dipromosikan menjadi lebih mudah terlihat, mudah diidentifikasikan, mudah dikembangkan lebih lanjut, dan memungkinkan peningkatan tanggung jawab secara kuat; n. Jika penilaian kinerja ini telah melembaga dan keuntungan yang diperoleh perusahaan menjadi lebih besar, penilaian kinerja akan menjadi salah satu sarana yang paling utama dalam meningkatkan kinerja perusahaan.
at

Anda mungkin juga menyukai