Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH ETIKA DAN NORMA HUBUNGAN

INTERNASIONAL

“KEAMANAN”

Disusun Oleh :

Annisa Firrizqy 0801518019


Pascal Ilham 0801518079
Peppy Liana Putri 0801518080
Rizka Dewi N. 0801518091
Teguh Kurniawan 0801518110

HUBUNGAN INTERNASIONAL 18 A
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS AL AZHAR INDONESIA
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ………………………………………..……………………....………..…....... 2
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang ……………………………….……………………….……….…….. 3
Rumusan Masalah ……………..……………….…………………….….….……….. 4
Tujuan Penelitian………………………………………………..……………………..4

BAB II
PEMBAHASAN
Keamanan Tradisional dan Non-Tradisional..…………………...……………...….... 4
Evolusi Paradigma dan Konsepsi Keamanan..…………………........……………… 10
Transformasi Isu Keamanan Pasca Perang Dingin…………………………………..12
Pergeseran Konsep Security: Physichal War ke Ideas War….. ……….….……...…
Pergeseran Isu Keamanan………………………………………………...………….
Dari Hard Power menjadi Soft Power…………………………………………….

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan ……….………………………………………...…………………….… 24

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………...……………...…………. 25


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah

Pengkajian keamanan internasional dalam studi Hubungan Internasional telah berlangsung


lama. Berakhirnya Perang Dingin telah membuka era baru dalam pemahaman tentang
keamanan. Definisi keamanan pasca-Perang Dingin tidak lagi bertumpu pada konflik ideologis
antara blok Barat dan blok Timur. Namun, kini definisi keamanan meliputi pula soal-soal
ekonomi, pembangunan, lingkungan, hak-hak asasi manusia, demokratisasi, konflik etnik dan
berbagai masalah sosial lainnya.

Pasca-Perang Dingin keamanan tidak lagi diartikan secara sempit sebagai hubungan
konflik atau kerjasama antar negara (inter-state relations), tetapi juga berpusat pada keamanan
untuk masyarakat. Ini artinya persoalan yang dulu dipandang sebagai urusan internal suatu
negara seperti lingkungan hidup, semakin memerlukan kerjasama dengan negara lain dalam
cara mengatasinya.

Adanya berbagai konflik di berbagai belahan dunia seperti konflik etnis, konflik antar
negara maju dan negara terbelakang, pelanggaran hak asasi manusia oleh rezim otoriter yang
dibarengi oleh makin pesatnya proses globalisasi dan perkembangan teknologi informasi
menyadarkan para penempuh studi hubungan internasional bahwa makna keamanan telah pesat
berkembang seiring dengan proses peradaban manusia. Akibatnya, penyelesasian keamanan
yang lebih mengedepankan kekuatan militer dianggap hanya memberikan keamanan untuk
sebagian orang, sementera dilain pihak sebagian lainnya merasa terancam dan ketakutan.

Dengan kata lain dapat pula dinyatakan bahwa konsep keamanan adalah konsep yang masih
diperdebatkan (contested concept), yang mempunyai makna berbeda bagi aktor yang berbeda.
Hal ini disebabkan makna konsep keamanan makin luas yang didorong dengan meningkatnya
interdependensi dan semakin kompleksnya jaringan hubungan antar bangsa (international
relations) dalam era globalisasi
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Keamanan Tradisional dan Non-Tradisional

Ada dua pertanyaan penting yang perlu diperhatikan sebelum mendiskusikan lebih
lanjut tentang keamanan, yaitu what is security ? And whose security are we talking about ?
menurut Paul D. William, security bisa dipaham sebagai accumulation of power. Kekuatan
militer dapat dilihat sebagai rute menuju keamanan. Semakin besar kekuatan/power (militer)
sau pihak, maka keamanannya semakin terjamin. Keamanan dilihat sebagai komoditas (agar
menjadi aman, satu pihak harus memilki uang, senjata, tentara, dan lain-lain). Security juga
bisadipahami dalam kaitan dengan relasi antaraktor yang berbeda. Relasi itu bisa secara
negative (tidak ada ancaman), dan juga secara positif (kemampuan untuk melakukan sesuatu.
Dalam konteks ini, keamanan dilihat dalam konteks kebebasan (freedom from and freedom
for).1
Menurut Williams, ada beberapa jawaban yang masuk akal terhadap pertanyaan whose
security are we talking about ? jawaban yang pertama adalah negara. Ini merupakan jawaban
yang dominan selama ini. Jawaban kedua adalah individu. Hal ini berkaitan dengan konsep
human security. Jawaban ketiga adalah societies. Individu selalu dilihat sebagai anggota dari
masyarakat. Pemenuhan diri individu hanya bisa dicapai, jika individu tersebut menjadi bagian
dari masyarakat.2
Berhadapan dengan konsep international security, Buzan melihat bahwa keamanan
bukan hanya berkaitan dengan negara (state), tetapi juga ia lebih berkaitan dengan human
collectiveness. Buzan membedakan lima dimensi keamanan dari human collectiveness, yaitu:
(1) keamanan militer, mencakup interaksi antara dua tingkat dan kekuatan, yaitu kemampuan
defensive dan ofensif, serta persepsi militer mengenai intensi masing-masing pihak; (2)
keamanan politik, mencakup kesinambungan dan stabilitas organisasi serta ideology yang
melegitimasi kedua hal tersebut; (3) keadaan ekonomi, mencakup akses pada sumber daya,
finansial maupun pasar yang diperlukan untuk mempertahankan tingkat kesejahteraan dan
kekuatan negara; (4) keamanan soisal, mencakup kemampuan untuk mempertahankan dan
menghasilkan pola-pola tradisional dalam bidang bahasa, kultur, agama, dan identitas nasional;

1
Paul D. Williams, 2008. Security Studies: An Introduction, New York: Routledge., hal.6.
2
Ibid., hal. .
(5) keamanan lingkungan, mencakup pemeliharaan lingkungan lokal sebagai pendukung utama
kelangsungan hidup manusianya.
Globalisasi telah memunculkan ancaman keamanan internasional lebih bersumber pada
masalah-masalah non-militer dan bersifat multidimensional. Hal ini disebabkan oleh selain
beragamnya aktor yang terlibat, juga semakin kompleks dan rmitnya proses interaksi yang
terjadi di dalam hubungan internasional oleh actor-aktor yang selalu berupaya memperluas
tujuan-tujuan politiknya dengan mengoptimalkan posisi maupun integritas kedaulatan
wilayahnya.3 Keamanan adalah fenomena yang sifatnya relational, dalam artian untuk
memahami keamanan nasional suatu negara, dibutuhkan pemahaman yang mendalam
mengenai pola internasional ketergantungan negara tersebut pada negara lain. Secara
konseptual, menurut Allan Castle (2001), keamanan adalah suatu kondisi di mana terdapat
adanya: (1) perlindungan terhadap nilai-nilai inti sebuah masyarakat; (2) kebebasan ancaman
atau bahaya bagi sebuah masyarakat; dan (3) perlindungan/pemeliharaan oleh otoritas
pemerintahan dala mengontrol wilayah nasionalnya.

2.1.1 Konsep Keamanan Tradisional


Konsep keamanan menjadi isu high politics dan menjadi pusat perhatian banyak pihak,
baik dikalangan aktor negara maupun aktor non-negara. Konsep keamanan menjadi perdebatan
di kalangan kaum intelektual, mengenai pandangan siapa, dan apa yang menjadi subjek dan
objek keamanan atau siapa yang harus mengamankan ? Apa yang harus diamankan ? Serta
harus diamankan dari apa dan siapa ? persoalan keamanan (security) menjadi bahan persoalan
suatu negara. Oleh karena itu, persoalan keamanan biasanya dikaitkan dengan konsep
keamanan tradisional. Konsep keamanan tradisional memiliki pandangan sebagai berikut: (1)
persoalan keamanan konvensional atau keamanan tradisional merupakan kasus keamanan
dalam arti sempit, yang diartikan dalam konteks keamanan negara (state security). Oleh karena
itu, konsep keamanan tradisional menjelaskan bahwa bagaimana kemampuan suatu negara bisa
mempertahankan negara dan wilayahnya dan integritas dari negara lain atau kelompok-
kelompok yang menentang keberadaan negara tersebut (segi militer); (2) sumber-sumber
ancaman atau sumber ketidakamanan (insecurity) berasal dari ancaman militer. Oleh
karenanya, mengatasi sumber-sumber ancaman adalah dengan memperkuat kemampuan
militer, baik secara kualitas maupun kuantitas; (3) negara merupakan aktor utama dalam

3
Terry Terrif et. Al. 1999. Security Study Today, Cornwall: Polity Oress, hal 1.
mendefinisikan konsep keamanan, dan meupakan aktor utama yang menjalankan konsep
keamanan tersebut (implementasi).

2.1.2 Konsep Keamanan Non-Tradisonal


Dalam era globalisasi pemikiran keamanan memiliki makna yang luas dan sifatnya
non-militer, dalam arti pemikiran yang dikaitkan dengan konsep keamanan terhadap individu,
yang dikenal dengan konsep human security. Konsep ini didasarkan pada dua komponen
kebebasan negatif, yakni bebas rasa takut (freedom from fear) dan bebas dari kekurangan
(freedom from want), yang merupakan bagian dari hak yang diakui oleh PBB sejak awal
berdirinya lembaga internasional tersebut. Dengan demikian, human security mencakup
berbagai dimensi keamanan, seperti keamanan ekonomi, keamanan pangan, keamanan
kesehatan, keamanan lingkungan, keamanan personal, keamanan masyarakat, dan keamanan
politik.4
Isu keamanan non-tradisional mulai bertiup kencang pada akhir decade 1990-an ketika
kelompok pakar, yang sudah disebut sebelumnya, dikenal dengan sebutan “the Copenhagen
School” mencoba memasukkan aspek-aspek di luar hirauan tradisional kajian keamanan
sebagai bagian dari studi keamanan. Hal ini disebabkan tidak ada lagi perang ideologi antara
AS dan Uni Soviet, serta “persaingan senjata” dan dunia telah menjadi “stabil” dan negara-
negara di dunia dapat kembali focus pada pembangunan negaranya. Isu yang muncul pasca
Perang Dingin juga merupakan isu-isu low politics, tidak lagi mengenai kedaulatan, keamanan
militer/perang dan sebagainya.
Penyebab lain dari perluasan makna keamanan ini pertama, setelah berakhirnya Perang
Dingin ersebut penyelesaian keamanan yang lebih mengedepankan kekuatan militer dianggap
di satu sisi, hanya memberikan keamanan untuk sebagian orang, sementara di pihak lain
sebagian orang merasa terancam penderitaan dan ketakutan. Kedua, meningkatnya
interdependensi dan semakin kompleksnya jaringan hubungan antarbangsa dalam era
globalisasi. Ketiga, adanya berbagai konflik di berbagai belahan dunia, seperti konflik etnis,
konflik antara negara maju, dan negara berkembang, pelanggaran HAM oleh rezim otoriter,
dan juga pesatnya arus globalisasi dan perkembangan teknologi informasi.

4
UNDP, Human Development Report, 1994.
Konsep keamanan merupakan salah satu pendekatan dalam mengkaji hubungan
internasional yang lebih baik, mendalam, dan berguna, ketimbang konsep kekuatan (power)
dan perdamaian (peace). Oleh karena itu, konsep keamanan ini bisa dilihat sebagai pegaruh
dari masing-masing posisi ekstrem antara kekuatan perdamaian.5 Sebelumnya telah dipaparkan
bahwa paradigma keamanan dibagi ke dalam dua dimensi yakni tradisional dan non-
tradisional. Di satu sisi, dalam dimensi tradisional, keamanan selalu dilihat darri sudut pandang
kekuatan senjata, politik, segala sesuatu tentang keamana selalu harus berpusat pada kekuatan
militer. Militer menjadi sebuah kata kunci untuk persoalan keamanan. Pendekatan keamanan
tradisional terkait erat dengan tradisi realisme dan neorealisme. Kaum neorealisme
beranggapan objek acuan keamanan adalah negara dan struktur system internasional yang
bersifat anarkis. Oleh karena itu, setiap negara harus meningkatkan kemampuan militer untuk
mengamankan kedaulatannya. Sebaliknya, di lain sisi, dimensi keamanan non-tadisional
menjelaskan bahwa keamanan diterjemahkan tidak hanya pada kekuatan bersenjata dan politik,
tapi lebih didominasi oleh factor-faktor berupa populasi penduduk, kejahatan transnasional,
sumber daya alam, bencana alam dan lain-lain. Ancaman berupa existensial threat (ancaman
yang akan selalu ada dan senantiasa mengancam kehidupan sebuah komunitas, tidak hanya
sebuah negara, tapi mengancam kemanusaian secara menyeluruh) mencakup beberapa factor
seperti politik, ekonomi, social, lingkungan, diplomasi, militer dan informasi. Konsep
keamanan bisa digambarkan lewat lima dimensi seperti yang terlihat dalam gambar dibawah
ini. Menurut Steven Spiegel, perluasan definisi keamanan nasional mempunyai konsekuensi
akan memperbesar ancaman: nuklir, ekonomi, social, dan budaya. 6

c The Nature of Threats


c Non-Traditional Origin of
Konsep Threats
Keamanan c Core of Value Security
c The Response
c The Responsibility

5
Barry Buzan, 1991. People,State, and Fear: An Agenda for International Security Studies in the Post Cold War
Era, 2nd Edition, Boulder, CO: Lynne Rienner, hal, 212.
6
Steven Spiegel, “World Politics in New Era”, hal. 150.
Gambar diatas menunjukkan bahwa jika ditinjau dari dimensi the origin of threats, maka
ancaman bisa berasal dari domestik/dalam negeri, terkait muncuknya isu-isu primodial yang
berkaitan dengan ras, suku, kelompok, dan gaman. Ancaman juga bisa berasal dari lingkungan
global, yang dilakukan oleh aktor-aktor negara maupun non-negara. Dimensi berikutnya
adalah the nature of threats, jika ancaman terhadap keamanan tradisional bersifat militer.
Namun sering berkembangnya zaman ancaman menjadi jauh lebih rumit tidak sekadar bersifat
militer, melainkan ancaman yang bersifat non-militer, atau berkaitan dengan aspek ekonomi,
social budaya, lingkungan hidup, HAM, dan persoalan keamanan lainnya yang lebih
komprehensif.
Dimensi ketiga adalah changing response, jika selama ini respons yang ada adalah
berasal dari tindakan militer, maka terjadi pergeseran bahwa isu-isu yang muncul perlu diatasi
melalui pendekatan-pendekatan non-militer, seperti pendekatan ekonomi, politik, hukum, dan
social budaya. Changing responsibility of security adalah tinjauan dari dimensi keempat yang
mengarahkan kita mengenai perlunya penekanan perluasan keamanan tradisional. Bagi
penganut konsep keamanan tradisional, maka negaralah sebagai organisasi politik yang wajib
menyediakan perlindungan atau keamanan terhadap warga negaranya. Namun, jika dilihat dari
konsep keamanan non-tradisional, maka keamanan akan bergantung pada seluruh interaksi
individu pada tatanan global. Disinilah human security dinyatakan sebagai agenda pokok.
Tercapainya keamanan tidak hanya bergantung pada negara, melainkan juga ditentukan oleh
kerjasama antarnegara yang dilakukan oleh aktor non-negara. Dimensi selanjutnya adalah core
values of security. Dimensi ini menjelaskan bahwa keamanan non-tradisional memfokuskan
kepada nilai-nilai baru dalam tataran individual, maupun nilai-nilai global yang perlu
dilindungi. Nilai-nilai tersebut antara lain adalah misalnya penghormatan terhadap HAM,
demokratisasi, dan upaya-upaya memerangi transnational crimes, baik berupa kejahatan lintas
batas, perdagangan obat/narkoba yang terlarang, maupun money laundering, dan terorisme.
Perkembangan isu-isu strategis, seperti globalisasi, demokratisasi, penegakan HAM, dan
fenomena-fenomena terorisme telah memperluas cara pandang dalam melihat kompleksitas
ancaman yang ada dan memengaruhi perkembangan konsepsi keamanan (Spiegel, 2004: 404).
DIMENSI TRADISIONAL NON TRADISIONAL
Non-Tradisional Negara Rival Negara dan non Negara
Origin of Threats Domestik dan Transnasional
Nature of Threats Militer Non-militer, ekonomi,
politik domestik, lingkungan
hidup, terorisme, penyakit
menular, narkoba, dll

The Response Pendekatan Militer Pendekatan nonn-militer:


kerjasama dalam bidang
ekonomi, politik, hukum,
sosial dan budaya
The Responsibility for Negara Negara, organisasi/institusi
Providing internasional, individu

Core of Value Security Kemerdekaan, nasional, Kesejahteraan ekonomi,


integritas, territorial, HAM, Perlindungan
kedaulatan terhadap lingkungan hidup

2.2 Evolusi Paradigma dan Konsepsi Keamanan

Pemahaman tentang konsep keamanan mulanya hanya menempatkan negara,


penggunaan kekuatan, ancaman eksternal, dan pertimbangan politik sebagai perhatian utama.
Argumen ini menjadi titik tolak pemikiran keamanan studi strategis realis yang hingga saat ini
mendominasi. Keamanan nasional adalah bagian dari kepentingan nasional yang tidak dapat
dipisahkan. Makna keamanan (security) bukan sekedar kondisi aman dan tentram, tetapi juga
terkait langsung dengan kelangsungan hidup bangsa dan negara. Walter Lippman menegaskan
kembali bahwa esensi dari keamanan adalah kondisi yang tidak mencederai eksistensi bangsa
dan nilai-nilai inti dari penghindaran atas perang, namun justru mampu menjaganya.
7
Berangkat dari konstruksi pemikiran ini, persepsi keamanan diwujudkan dalam tiga jenis
kepentingan inti, yang menjadi sasaran ancaman eksternal, yaitu (1) Physical security, (2)
Rules and institution, dan (3) Prosperity. Penalaran logis selanjutnya adalah bahwa suatu hal
yang membahayakan eksistensi dan mengganggu kesejahteraan hidup bangsa dan negara,
maka hal tersebut akan dirasakan sebagai suatu ancaman nasional negara tersebut.
Sebagaimana diungkapkan oleh Yahya Muhaimin, bahwa postur pertahanan perlu
mengadaptasi persepsi keamanan sebagai berikut :

7
Water Lippman, US Foreign Policy: Shield of the Republic, dalam Mohammed Ayoub, “Security in the Third
World,” International Affairs, vol.60, No.1, Winter 1983-1984, hal. 43
“Bahwa pembinaan pertahanan negara dapat dilakukan dengan konsep preventive
defense, yaitu strategi pertahanan yang mengonsentrasikan keamanan nasional pada berbagai
macam potensi ancaman, meskipun ancaman tersebut bersifat kecil, namun jika tidak dikelola
secara tepat makan ancaman tersebut akan menjadi bahaya yang konkrit, yang secara langsung
akan mengancam eksistensi dan kelangsungan hidup suatu bangsa dan negara.”8

Di sisi lain, eskalasi magnitude dan ruang lingkup kajian keamanan internasional yang
menempatkan manusia sebagai unit of analysis atau dikenal dengan terminology human
security menunjukan bahwa konteks keamanan saat ini menyentuh aspek langsung eksistensi
manusia tidak hanya sebatas pada konteks negara. Seperti yang telah disinggung sebelumnya
bahwa human security pertama kali diperkenalkan secara komprehensif oleh UNDP tahun
1994 dengan memperluas cakupan keamanan. Redefinisi sebagai hasil pergulatas kekuasaan
pasca Perang Dingin menyebabkan keamanan tidak lagi diartikan secara sempit sebagai
hubungan konflik atau kerjasama antarnegara (inter-state relations), tetapi juga berpusat pada
keamanan untuk masyarakat. Ini memberikan makna bahwa persoalan yang dulu dipandang
sebagai urusan internal suatu negara, seperti lingkungan hidup. Semakin memerlukan
kerjasama dengan negara lain dalam cara mengatasinya.
Konsep keamanan kini bisa dikaji sebagai pengaruh dari masing-masing posisi ekstrem
antara kekuasaan (power) dan perdamaian (peace). Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya
bahwa keamanan berkaitan dengan masalah lingkungan hidup, dimana isu-isu yang
mengancam kelangsungan hidup suatu unit kolektif tertentu akan dipandang sebagai ancaman
yang eksistensial. Berdasarkan kriteria isu keamanan, Buzan membagi kemanan ke dalam lima
demensi, yaitu politik, militer, ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dimana disetiap dimensi
kemanan tersebut mempunyai unit keamanan, nilai karakteristik kelangsungan hidup dan
ancaman yang berbeda-beda.9
Kedua aspek keamanan terkait satu sama lain dimana keamanan negara dipandang
sebagai representasi dari keamanan individu menunjukan adanya kohesivitas hubungan yang
10
merujuk pada paradigma kolektif, yakni negara. Inilah yang menyebabkan masalah
keamanan selalu actual dan memperoleh tempat strategis dalam kajian hubungan internasional.

8
Yahya Muhaimin, 2008. Bambu Runcing dan Mesiu: Masalah Kebijakan Pertahan Negara, Yogyakarta: Tiara
Wacana, hal. 23.
9
Buzan, Op. Cit., hal. 37.
10
Barry Buzan dan L. Hansen, 2009. The Evolution of International Security Studies, Cambridge: Cambridge
University Press, hal.26.
Terlebih, berkembangnya isu global kontemporer dan perubahan structural non-ideologis
pasca Perang Dingin mendekatkan konsepsi keamanan pada perubahan structural non-
ideologis pasca Perang Dingin mendekatkan konsepsi keamanan pada keberlangsungan hidup
manusia atau yang dipahami sebagai non-traditional security issues. Keamanan internasional
tidak akan terwujud tanpa terciptanya perdamaian pada unit-unit yang lebih kecil, yakni negara.
Kerjasama antarnegara untuk menanggulangi masalah keamanan yang terkadang lintas batas
negara perlu diperkuat demi terciptanya tatanan keamanan global.

2.3. Transformasi Isu Keamanan Pasca Perang Dingin


Meningkatnya aktiviats manusia seringkali dipengaruhi oleh perkembangan teknologi
dan hubungan yang saling terkait sehingga mengakibatkan semakin beragam bentuk ancaman
terhadap kelangsungan hidup manusia. Untuk itu, perlu adanya perluasan perspektif keamanan
itu sendiri, yang tidak hanya berbicara pada aspek militer dan politik. Perspektif keamanan
bergeser menuju aspek non-militer, seperti misalnya isu lingkungan hidup.11 Adanya
perluasann perspektif keamanan dari keamanan tradisional menuju keamana non-tradisional
memberi ruang bagi isu lingkungan hidup menjadi bagian dari perspektif keamanan. Isu
lingkungan hidup masuk ke dalam perspektif keamanan karena adanya proses globalisasi dan
memiliki karakteristik tersendiri, ancaman isu lingkungan hidup bersifat eksistensial,
diselesaikan melalui kebijakan public dan tersekuritasi serta melintasi batas negara.
Konsep keamanan merupakan salah satu pendekatan dalam menelaah hubungan
internasional yang lebih baik, mendalam dan berguna, ketimbang konsep kekuatan dan
perdamaian. Konsep keamanan ini bisa dilihat sebagai pengaruh dari masing-masing posisi
ekstrem antara kekuatan dan perdamaian.12 Analisis keamanan memerlukan sebuah cara
pandang yang menempatkan negara dan sistem kedalam sebuah hubungan timbal-balik, yang
saling menguntungkan di mana negara dilihat sebagian terbentuk dengan sendirinya dan
sebagian lain dibentuk oleh lingkungan anarki, yang kompetitif dan sengit. Lingkungan
domestic dan dinamika internasional, keduanya merupakan hal yang paling penting bagi
analisis keamanan karena merupakan hubungan yang kompleks diantara keduanya.
Landasan utama dari pendekatan ini adalah bahwa lensa keamanan (security) dapat
diartikan sebagai pelaksaanan kemerdekaan atas suatu ancaman tertentu atau kemampuan suatu

11
Isu lingkungan hidup (termasuk illegal logging) kini tidak hanya menjadi isu internal negara, melainkan telah
menjadi sebuah isu transboundaries (lintas batas negara). isu lingkungan hidup, yaitu kerusakan alam akibat
ulah mausia (antrophogenic intervention) yang dampaknya dirasakan secara global. Baca Yulius P. Hermawan,
2007. Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional: Isu dan Metodologi, Yogyakarta: Graha Ilmu, hal. 13.
12
Buzan, Op. Cit. hal 2-3.
negara dan masyarakatnya untuk mempertahankan identitas kemerdekaan dan integritas
fungsionalnya terhadap kekuatan-kekuatan tertentu yang dianggap bermusuhan (hostile).
Meskipun terdapat tiga tingkatan keamanan dalam masalah kehidupan manusia: keamanan
individu, keamanan nasional, dan keamanan internasional, namun pada dasarnya konsep ini
dari ketiga tingkatan tersebut adalah keamanan nasional. Hal ini disebabkan negara merupakan
titik sentral yang mendominasi regulasi hubungan internasional, maupun kondisi keamanan di
antara kedua tingkatan lainnya.
Selanjutnyan keamanan (security) disini dapat dibedakan dari konsep pertahanan
(defense), yang memiliki kesamaan dari dimensi tujuannya, yaitu kemerdekaan atas ancaman
yang mengganggu kebebasan dalam melaksanakan kedua konsep diatas. Keamanan biasanya
lebih bersifat preventif dan antisipatif dalam merespons ancaman, ketimbang pertahanan. Barry
Buzan menegaskan bahwa keamanan yang dimaksud dalam pendekatan ini tidak sebatas pada
keamanan saja, tetapi mencakup keamanan militer, politik, ekonomi, sosial budaya , dan
lingkungan, seperti yang dijelaskan berikut ini : (1) Keamanan militer, mencakup interaksi
antar dua tingkat kekuatan, yaitu kemampuan defensive fan persepsi militer mengenai intensi
masing-masing pihak; (2) Keamanan politik mencakup kesinambungan dan stabilitas
organisasi suatu negara atau sistem pemerintahan serta ideologi yang melegitimasi kedua hal
itu; (3) Keamanan ekonomi mencakup akses sumber daya finansial maupun pasar, yang
diperlukan untuk mempertahankan tingkat kesejahteraan dan kekuatan negara; (4) Keamanan
sosial mencakup kemampuan untuk mempertahankan dan menghasilkan pola-pola tradisional
dalam bidang bahasa, kultur, agama dan identitas nasional; (5) Keamanan lingkungan
mencakup pemeliharaan lingkungan local sebagai pendukung utama lingkungan hidup
manusianya.
Sekalipun masing-masing dimensi keamanan tersebut mempunyai titik-titik vocal
dalam kerangka masalah-masalah keamanan, dan merumuskan cara-cara sendiri dalam
menentukan prioritas kebijakan utama suatu negara, tetapi faktor-faktor itu sendiri saling
terkait dalam operasinya. Masalah-masalah keamanan yang muncul salah satunya bisa berupa
tindakan peningkatan militer suatu negara, dan pendekatan yang demikian jika dilakukan
secara terus-menerus yang pada gilirannya bisa menimbulkan apa yang disebut dilema
keamanan (security dilemma). Dilema keamanan ini bisa terjadi jika peningkatan kapabilitas
pertahanan dan keamanan dipersepsikan sebagai ancaman dan petunjuk sikap bermusuhan oleh
pihak lain. Demikian suatu reaksi atas aksi yang dilakukan suatu pihak akan menimbulkan
reaksi yang baru dari pihak lain.
2.4 Pergeseran Konsep Security: Physical War ke Ideas War
Konsep keamanan saat ini telah mengalami beberapa perubahan. Sejak berakhirnya era
Perang Dingin. Bisa disaksikan negara-negara besar membentuk blok-blok kekuatan dan
memengaruhi negara lain untuk mengikuti blok mana. Situasi polarisasi pada masa itu
disebabkan karena saat itu terdapat negara-negara yang membutuhkan bantuan, baik dari segi
ekonomi maupun militer. Namun saat ini, situasi telah berubah. Sistem internasional
kontemporer menuju multipolar yang membuat negara-negara tidak lagi fokus terhadap hal itu.
Jalan yang mereka pilih adalah kerjasama untuk menyelesaikan masalah sehingga muncul
perdamaian.
Setiap dimensi hubungan internasional memiliki kadar survivalitas/bertahan yang
bebeda. Dalam era Perang Dingin physical security sesungguhnya tidak lagi menjadi acuan
utama dalam mengamankan suatu entitas. AS dan US saling berkompetisi untuk berebut
pengaruh global yang dengan ini mereka berupaya menarik perhatian dunia dengan melakukan
kompetisi secara tidak langsung atau non kontak fisik. Keduanya memiliki teknologi nuklir
yang menunjang pasukan militer, tetapi dalam realitasnya tidak terjadi kontak fisik dalam
medan perang. Pasca Perang Dingin security menurunkan cabang yang tidak hanya wujud fisik
berupa keamanan secara militeristik. Namun, dengan munculnya berbagai penemuan baru dan
kemajuan teknologi, sisi rigid dari security berkolaborasi membentuk konsep keamanan baru.
Konsep kedaulatan kini berubah akibat adanya globalisasi yang jelas digambarkan oleh
Victor Cha (2000) bahwa kemajuan dalam dibang teknologi baru, mau tidak mau akan menarik
semua manusia untuk terus berhubungan dan meningkatkan kuantitas komunikasi yang dengan
ini arus informasi mengalir dengan cepat dan mudah melintasi batas teritori nasional.
Konsep kemanan mengalami pergeseran akibat globalilasi. Keadaan alamiah dari
hubungan internasional yang berubah secara otomatis membawa perubahan pada security
nature. Globalisasi menunjukkan bahwa perang tidak hanya dilakukan melalui fisik yang
bersentuhan dan saling menyakiti, tetapi ada pula berupa racun akan keberadaan manusia dan
ide-idenya. Pendapat ini disampaikan atas dasar bahwa globalisasi tidak hanya meningkatkan
perpindahan lintas negara yang bersifat fisik, tetapi juga ide dan interpretasi antar manusia.
Security secara tradisional diasumsikan untuk menyelenggarakan keamanan secara
global maupun regional. Namun, globalisasi memunculkan turunannya bahwa individual
security menjadi elemen krusial dalam proses hubungan inernasional. Munculnya individual
security tidak lepas dari naiknya peran aktor non-negara dan mengambil porsi sendiri dalam
hubungan internasional tanpa dominasi negara. Isu-isu keamanan mulai beralih kepada non-
traditional threats, seperti transnational security disease yang mencakup global warming,
hujan asam, serta permasalahan lingkungan. Traditional physichal security berubah menjadi
non-traditional security. Menurut Victor Cha, globalilasi tidak cukup hanya dihadapi melalui
strategi peperangan, tetapi juga strategi berpikir, dan perang dalam era globalisasi tidak hanya
terjadi di dalam ranah fisik atau militer, melainkan dalam tataran ide atau gagasan.

2.5 Pergeseran Isu Keamanan


Pada bagian sebelumnya, kita sudah melihat mengapa isu-isu internasional, tanpa
terkecuali keamanan internasional, mengalamai pergerseran memasuki Pasca Perang Dingin
dan era globalisasi. Hal ini disebabkan oleh semakin besarnya intensitas interaksi antarnegara
didunia pasca Perang Dingin. Berakhirnya Perang Dingin tidak berarti berakhirnya rivalitas
politik, ideologi, diplomasi, ekonomi, teknologi atau bahkan kekuatan militer antarnegara
bangsa didunia. Semakin kompleksnya interaksi dan persaingan antarnegara pasca Perang
Dingin yang juga menyebabkan secara langsung bergesernya isu-isu internasional.
Isu-isu bergesernya perpindahan antara perang dingin dan berkembangnya era pasca
perang dingin adalah :
1. Peran Militer, pada masa perang dingin kekuatan militer digunakan sebagai dan
penyerangan yang efektif. Adanya military build dan arms race pada era perang dingin, yang
salah satunya digunakan untuk kepentingan menjamin berjalannya prinsip Mutual Assured
Destruction (MAD), diantara kedua blok kekuatan menjalankan fungsi detterence pover yang
efektif, seperti yang dilakukan oleh israel, korea utara dan iran lewat program nuklir mereka.
2. Peralihan Isu Keamanan dari Keamanan Tradisional ke Isu keamanan non tradisional.
Hal tersebut secsara tidak langsung juga menyebabkan berpindahnya perhatian negara dari isu-
isu keamanan tradisional ke isu-isu keamanan non-tradisional, seperti lingkungan hidup,
keamanan energi, ketahanan pangan, ekonomi dan perdagangan, human trafficking, terrorism
and insurgency, global warming, dan lainn lain.
Perbedaan Keamanan Tradisional dan Non-Tradisional

TRADISIONAL NON-TRADISIONAL
Security for whom refent Primarily states Primarily indonesia
object
Values at stake (security Territorial integrity and Personal safety and
of what values) national independence individual freedom
Security from what Traditional threats Non-tradisional and also
(threats and risks) (military threats, tradisional threat
vionlence by countries)
Security by what means Force as the primary Force as a secondary
instrument of security to instrumen, to be used
be used unilaterally for a primarily for
state’s own safety cosmopolitan ends and
collectively : sanction,
hu7man development and
human governance as key
intruments of individual-
centeres security
Balance of power is Balance of power is of
important : power is limited utility: soft power
equated with military is increasingly important.
capabilities
Cooperation between Cooperation between
states is tenuous beyond states, internasional
alliance relation organizations and NGOs
can be effective and
sustained
Norms and institutions are Norms and institutions
of limited value, matter: democratization
particulary in the and representativeness in
security/sphere institutions enchance their
effectiveness

2.6 Dari Hard Power menuju Soft Power


Menurut J. David Singer, bahwa semua usaha mempengaruhi berorientasi ke masa
depan, perilaku masa lampau dan masa kini. Artinya, pengaruh yang ada pada satu aktor
internasional dapat terjadi karena adanya suatu kekuatan yang diperolehnya dan dalam
menerapkan pengaruh tersebut terhadap lawannya, pengaruh tersebut akan memberi dampak
terhadap kejadian yang terjadi sekarang dan yang akan terjadi di masa depan. Sedangkan tujuan
utama seorang aktor untuk mempengaruhi aktor yang lain adalah kepentingan (Michael C.
Williams, 2007), dengan kata lain bahwa seorang aktor memperjuangkan kekuatan (power)
terkait korelasi dengan kepentingannya, definisi kepentingan sendiri adalah seperangkat
pemikiran/rencana yang akan digapai dan akan memberi manfaat baik untuk rakyat maupun
menjaga keberlangsungan-keamanan-kemapanan suatu negara.
Pasca perang dingin memunculkan ketakutan masyarakat internasional terhadap
kerusakan perang sehingga mendorong kembali terjadinya pergeseran dari hard power menjadi
soft power. menurut Joseph S. Nye Junior,hard power (kekuatan keras) adalah bentuk
langsung dari pendayagunaan kekuatan, baik dengan pola pendekatan coercive (memaksa)
maupun reward(pemberian hadiah) , pada prinsipnya hard power memiliki karakter yang
transaksional dan perpaduan antara kemampuan organisatoris (manajemen kekuatan dan
informasi) serta Machiavelis (kemampuan untuk mengancam serta membangun koalisi
kemenangan).Sedangkan soft power, berbeda dengan pendekatan hard power yang
transaksional, pendekatan soft power lebih berkarakter inspirasional yaitu kekuatan menarik
orang lain dengan kekuatan kecerdasan emosional seperti membangun hubungan atau ikatan
yang erat melalui karisma, komunikasi yang persuasif, daya tarik ideologi visioner, serta
pengaruh budaya, sehingga membuat orang lain terpengaruh (Joseph S. Nye, Jr., 2008).
Dalam pasca perang dingin isu ancaman keamanan di respons oleh negara dengan
pendekatan soft power, seperti pendekatan ekonomi, politik, hukum, sosial budaya, dll. Soft
power bergantung kepada kemampuan suatu negara untuk mengatur agenda politik yang bisa
menjadi preferensi bagi negara lainnya. Kemampuan untuk membuat preferensi tersebut
kemudian dapat dihubungkan dengan kekuasaan yang sifatnya tidak dapat dilihat seperti
kebudayaan, ideologi, dan institusi. Namun hal ini tidak berarti menutup kemungkinan sama
sekali munculnya isu-isu yang dikategorikan hard politics seperti isu keamanan, perang,
aliansi, perlombaan senjata, atau kebijakan ekonomi seperti bantuan keuangan, sanksi ekonomi
dan sebagainya. Perang masih memungkinkan namun pasca perang dingin perang menjadi sulit
diterima oleh komunitas internasional, public opinion dalam negeri, juga kemerosotan
ekonomi dalam negeri juga menjadi kendala besar.
Selain itu pergeseran keamanan internasional memberikan beberapa implikasi berat,
salah satunya berkaitan dengan manajemen keamanan yang semakin kompleks dimana saat ini
negara harus memperjuangkan kepentingan masing-masing di dalam sebuah wadah yang
terbuka, seperti collective security, adalah perjanjian keamanan politik, regional, atau global
yang setiap penandatangannya mengakui bahwa keamanan satu pihak adalah kepentingan
semua pihak. Semua negara penandatangan berjanji akan memberi respon bersama terhadap
ancaman dan pelanggaran perdamaian. Keamanan kolektif lebih ambisius daripada sistem
keamanan aliansi atau pertahanan kolektif karena mencakup semua negara di suatu kawasan
dan menanggapi berbagai potensi ancaman.
Semakin kompleks manajemen keamanan maka mendorong adanya konsep-konsep
keamanan baru yang kemudian memunculkan kebutuhan institusi supranasional yang
berfungsi untuk mengelola isu-isu keamanan kontemporer yang terkait dan relevan.
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai