Anda di halaman 1dari 4

Analisa Konflik Qatar dan Arab Saudi menurut Lensa Teoritis Realisme Klasik

Naqia Salsabila Taslim/ 402019518073

Kawasan Timur Tengah merupakan kawasan yang cukup strategis jika ditinjau
dari sudut geografis, serta kaya akan sumber daya alam yang dimiliki Negara-negara
yang berada pada regional tersebut. Namun, letak geografis yang strategis dan kekayaan
alam yang melimpah tidak menjamin keamanan Negara dari berbagai konflik yang
mungkin saja melanda kawasannya. Kawasan Timur Tengah selalu diramaikan dengan
isu politik yang cukup panas, pasalnya konflik yang terjadi di kawasan Timur Tengah
berlangsung silih berganti sehingga berimbas cukup banyak bagi kelangsungan hidup
warga negaranya. Banyaknya factor yang terdapat di kawasan tersebut seperti sengketa
wilayah, kelompok penekan, maupun kelompok yang lainnya yang dianggap mampu
mengancam keamanan Negara.
Qatar merupakan salah satu Negara di kawasan Timur Tengah yang terbilang
makmur dari segi peerekonomiannya. Qatar sudah dan sedang mengalami jatuh-
bangunnya untuk membangun hubungan baik dengan Negara-negara disekitarnya.
Adapun Qatar merupakan anggota dari Negara Dewan Kerjasama Teluk (Gulf
Cooperation Council). Qatar tercatat sebagai Negara di kawasan Timur Tengah yang
sangat sering terlibat konflik. Qatar pernah terlibat konflik dengan Negara Bahrain
terkait isu persengketaan dan perebutan wilayah. Pada akhirnya konflik persengketaan
ini diselesaikan dengan cara damai melalui perantara ICJ (International Court of
Justice) dengan memberikan wilayah kepada Qatar dan Bahrain secara adil. Konflik ini
memakan waktu yang sangat lama dan kompleks, pasalnya konflik yang terjadi antara
kedua Negara terjadi secara berlarut-larut dan pelik (Wiegan, 2012).
Beberapa konflik yang dialami oleh Qatar di masa silam mampu menunjukan
indikasi buruknya hubungan Qatar dengan Negara-negara disekitarnya. Qatar sudah
cukup lama mengalami krisis diplomasi, pada tahun 2013 Bahrain, Arab Saudi, dan
UEA menarik duta besarnya dari Doha, Qatar. Penarikan duta besar dari ketiga Negara
teluk tersebut tidak didasari oleh alasan yang jelas, namun mereka menganggap
bahwasannya Qatar telah mengintervensi Negara mereka sehingga terjadi penarikan
duta besar tersebut (Zulfikar, 2014). Selain itu kesepakatan yang dibuat oleh Negara-
negara teluk adalah untuk tidak mendukung media yang menyebarkan berita kebencian
dan provokatif, sedangkan Qatar secara terang-terangan memberikan dukungannya
terhadap media Al-Jazeera melalui pemberian saluran dana. Sehingga terjadilah
perselisihan yang mencederai hubungan antar Negara-negara teluk tersebut. Keadaan ini
diperburuk dengan adanya kebijakan yang dibuat oleh pemerintah Qatar sendiri pada
tahun 2017 terkait pada pemberian saluran dana oleh Qatar terhadap kelompok
Ikhwanul Muslimin yang dianggap sebagai organisasi penekan atau teroris oleh
beberapa Negara teluk, terutama Arab Saudi. Hal ini membuat ketegangan di antara
hubungan Qatar dan Arab Saudi. Dukungan Qatar melalui implikasinya dalam Arab
Spring yang merupakan gerakan revolusi yang melibatkan Negara-negara Timur
Tengah termasuk Libya dan Suriah semakin memicu ketegangan antara keduanya
(Cahyani, 2019).
Kebijakan yang dibuat Qatar yakni untuk mendanai kelompok Ikhwanul
Muslimin mengandung kontroversi yang besar, pemutusan hubungan diplomatik oleh
Negara Arab Saudi, Bahrain, dan Uni Emirat Arab (UEA) pada tanggal 5 Juni 2017
tidak lantas menggoyahkan prinsip yang dipegang Qatar. Setelah pemutusan hubungan
diplomatic oleh ketiga Negara teluk, Qatar menguatkan aliansi dengan Iran. Negara-
negara teluk tersebut mengajukan banding yakni memberikan 13 syarat terhadap Qatar.
Namun, syarat yang diajukan oleh ketiga Negara tersebut terbilang tidak adil dan
melukai kemerdekaan dan kemakmuran Negara Qatar sendiri, sehingga mereka
menolak persyaratan tersebut. Pemutusan hubungan yang diajukan Arab Saudi tersebut,
termasuk dengan blokade Arab Saudi terhadap Qatar tidak lain karena Arab Saudi
menganggap Qatar akan mengancam keamanan nasional Arab Saudi dari bahaya
terorisme dan kelompok ekstrimis akibat tuduhan Doha terhadap Qatar yang
mengatakan bahwasannya Qatar merupakan donatur terbesar kelompok terorisme dan
sectarian. Meskipun begitu, kebijakan blokade yang diajukan oleh Arab Saudi melalui
jalur darat dan laut terhadap Qatar dinilai melanggar Hak Asasi Manusia masyarakat
sipil Qatar.
Penulis berupaya untuk menganalisa factor-faktor yang mempengaruhi Arab
Saudi mengeluarkan kebijakan blokade terhadap Qatar menurut kacamata realism
klasik. Menurut perspektif realisme klasik, dibuatnya kebijakan blokade oleh Arab
Saudi terhadap Qatar pasti dilandasi kekhawitan yang sangat besar. Realism yang
cenderung state-centic yakni selalu menginginkan keamanan dan kedaulatan
Negaranya, pencapaian kepentingan nasionalnya, serta mempertahankan ideology yang
dianutnya.
Factor-faktor yang mendasari kebijakan ini adalah kecanggihan Qatar dalam
mengelola sumber daya alam yang dimilikinya sehingga Qatar mampu
mengimplementasikan diversifikasi ekonomi yang dapat meningkatkan Produk
Domestik Bruto (PDB) Negaranya. Arab Saudi merasa tertinggal oleh Qatar dalam segi
perekonomiannya. Meskipun sumber daya alam yang dimiliki oleh Arab Saudi jauh
lebih banyak dan negaranya lebih luas dari Qatar, Arab Saudi terlamapaui oleh Qatar.
Hal ini yang membuat adanya rasa gentar (deterrence) bagi Negara Arab Saudi.
Qatar yang terbilang tidak pandang bulu dalam memberikan bala bantuan
kepada Negara, kelompok, dan institusi yang membutuhkan, menimbulkan rasa curiga
terhadap Qatar yang kerap mendanai berbagai kelompok, salah satunya Ikhwanul
Muslimin, saluran TV Al-Jazeera, dan beberapa Negara yang membutuhkan. Arab
Saudi menganggap penyaluran bantuan dana maupun jasa yang diberikan kepada suatu
kelompok pasti mengandung maksud tertentu. Selain itu, Arab Saudi menganggap
Ikhwanul Muslimin merupakan kelompok penekan atau teroris. Kekhawatiran Arab
Saudi terhadap teroris yang masih spekulatif mengantarkannya pada kebijakan yang
menurut mereka mampu menjaga keamanan nasional dan keamanan manusia
didalamnya. TV Al-Jazeera yang mendapat dukungan dari Qatar pun dianggap oleh
Arab memiliki kecenderungan provokatif dan menyebarkan berita yang memicu
pertikaian.
Factor lainnya yang mendasari pembuatan kebijakan blokade terhadap Qatar
adalah Arab Saudi khawatir setelah menjadi Negara hegemon di kawasan Timur
Tengah dalam kurun waktu yang cukup lama akan tergeser oleh Qatar yang mungkin
saja akan muncul sebagai kekuatan baru yang mendominasi kawasan Timur Tengah.
Qatar merupakan Negara yang mampu menarik perhatian internasional dengan
kapabilitas serta kecanggihannya dalam mengelola perekonomian, maupun menjaga
stabilitas negaranya, maka tidak menutup kemungkinan adanya pergeseran kekuasaan di
kawasan Timur Tengah.
Faktor berikutnya adalah adanya kedekatan yang sangat jelas antara Qatar dan
Iran, kedekatan antara Iran dan Qatar dilatarbelakangi oleh beberapa persamaan yang
dimiliki keduanya. Kedekatan Negara, kesamaan luas wilayah, populasi penduduk,
struktur demografi, sejarah, dan ideology membuat hubungan keduanya semakin erat
(Kamrava, 2017). Arab Saudi yang notabene menganut ideologi Sunni sangat menjaga
jarak dengan Iran yang menganut ideologi Syi’ah. Pemutusan hubungan diplomatik
terhadap Qatar oleh Arab Saudi tidak lantas menyurutkan semangat Qatar, melainkan
menimbulkan inisiatif dari Negara Qatar untuk melakukan penguatan aliansi dengan
Negara rival Arab Saudi tersebut. Sampai detik ini belum ada Negara yang mampu
menengahi perseteruan antara dua Negara tersebut (Turmudzi, 2019).
Dalam perspektif realism, Negara merupakan aktor utama, tunggal, dan rasional
untuk mencapai kedaulatan, keamanan, dan kepentingan nasionalnya. Dalam tulisan ini
disebutkan bahwasannya menurut persepektif realisme, pembuatan kebijakan blokade
terhadap Qatar oleh Arab Saudi dikarenakan beberapa factor yang sangat mengancam
eksistensi dan kekuasaan Arab Saudi di kawasan Timur Tengah. Dalam konflik ini,
terlihat adanya distribusi kapabilitas yang ditunjukan oleh kedua Negara yang terlibat.
Arab Saudi merasa khawatir jika Qatar akan muncul menjadi kekuatan baru yang
mendominasi, disebabkan oleh stabilitas ekonomi dan politik negaranya. Dukungan
Qatar terhadap organisasi Ikhwanul Muslimin serta stasiun TV Al-Jazeera membuat
ketegangan dan kekhawatiran yang sangat bagi Arab Saudi sehingga dibuatlah
kebijakan blokade terhadap Qatar guna menjaga keamanan nasional Negara Arab Saudi.

Daftar Pustaka
Wiegan, K. (2012). Bahrain, Qatar, and the Hawar Islands: Resolution of a Gulf
Territorial Dispute. Jstor , 79.
Zulfikar, M. (2014). Why did the Gulf states withdraw their ambassadors from Qatar?
London: https://www.middleeastmonitor.com/. Retrieved from
https://www.middleeastmonitor.com/
Cahyani, S. B. (2019). Faktor-Faktor Manuver Politik Qatar dalam Penguatan Aliansi
dengan Iran. . Journal of International Relations , 519.
Kamrava, M. (2017). Iran-Qatar Relations . Palgrave Macmillan , 167.
Turmudzi, A. (2019). Analisis Kebijakan Arab Saudi Terkait Blokade Qatar Ditinjau
Dari Perspektif Decision Making .

Anda mungkin juga menyukai