Anda di halaman 1dari 4

Konstruksi Pemikiran Masyarakat Internasional oleh Kebijakan Terorisme

George W. Bush
Naqia Salsabila Taslim
Pendahuluan
Keamanan Internasional merupakan hal yang sangat erat kaitannya dengan
hubungan internasional. Dewasa ini terjadi perkembangan ilmu pengetahuan serta
budaya yang hadir karena adanya konstruksi masyarakat social. Hal ini sangat
berdampak pada perubahan tatanan atau hierarki pada struktur hubnungan
internasional. Konstruktivisme hadir bukan sebagai perspektif yang membawahi ilmu
interdisipliner Hubungan Internasional. Namun karena perkembangan dan keselarasan
pembahasan, hubungan internasional mengadopsi teori ini. Konstruktivisme sangat
inheren dengan studi kemanan internasional. Setelah realisme yang tendensi
membahas konflik yang selalu melibatkan militer satu Negara dengan Negara lainnya
sebagai aktor, liberalism yang menawarkan kooperasi dalam penyelesaian konflik
militer, konstruktivisme hadir dengan wajah baru dalam studi keamanan internasional.
Konstruktivisme ada akibat adanya kontrak social. Konstruktivisme dan pluralism
berada di ranah pembahasan keamanan non-tradisional yang cenderung lebih variatif.
Keamanan non-tradisional bukan hanya tentang pertikaian militer Negara dan
kepentingan nasional, melainkan aktor-aktor yang lebih mendetail. Seperti organisasi
internasioanal, kelompok penekan, hingga organisasi non-pemerintah (NGO).
Konstruktivisme menghadirkan banyak sekali aktor bukan hanya Negara karena suatu
perkembangan, segala hal termasuk keamanan internasional terjadi tak lain karena
adanya suatu konstruksi social masyarakat internasional, yang termasuk didalamnya
konstruksi pemikiran melalui kebijakan.
Pembahasan
Studi keamanan internasional mengalami perkembangan, tepatnya pada saat
terjadinya isu terror terhadap gedung besar yang ada di Amerika Serikat (World
Trade Center) pada 11 Sepetember 2001. Isu terorisme menjadi isu yang ramai di
perbincangkan bahkan hingga menjadi isu yang sangat massif terjadi di Negara
manapun yang dilangsungkan oleh kelompok-kelompok penekan ataupun Negara lain
yang merasa teranca dengan Negara sasaran teror. Keamanan internasional berarti
suatu Negara merasa aman dan bebas dari bentuk ancaman kekerasan, maupun
ancaman lainnya yang membahayakan Negara. Terorisme dapat terjadi dan
menyerang Negara manapun tanpa pandang bulu, baik terhadap neara adikuasa,
Negara berkembang, maupun Negara miskin yang tidak memiliki kelebihan. Peristiwa
11 September 2001 membuktikan bahwasannya terorisme dapat menyerang Negara
manapun, sekalipun Negara tersebut memiliki kekuatan yang tidak terelakkan. Lebih
lanjut lagi, pasca perang dingin Amerika Serikat menjadi Negara adikuasa karena
kemenangannya atas Uni Soviet. Hingga tepat pada saat usai pengeboman WTC,
Presiden Amerika Bush melalui Gedung Putih menyampaikan pidatonya yang
disiarkan oleh media di Amerika Serikat. Hal ini yang menjadi awal mula konstruksi
pemikiran, penggiringan opini, hingga terorisme yang menjadi isu global.
Awal mula isu teror yang menimpa Amerika Serikat tepatnya gedung WTC
disebabkan oleh banyak hal yang memiliki keterkaitan dengan kebijakan politik luar
negeri Amerika Serikat dan perilaku Negara pada system internasional. Pada saat itu
Amerika dipimpin oleh George W. Bush yang pada masa pemerintahannya
disominasi oleh kelompok Neo-Konservatif dan tak lepas dari kelompok lobi Yahudi.
Sehingga kebijakan serta keputusan yang diambilnya mengandung unsur-unsur
militeristik. Kelompok neo-konservatif yang ada di Amerika dikenal dengan sebutan
Hawkish, mereka dijuluki sebagai polisi yang menjaga keamanan nasional Amerika
Serikat dan keamanan internasional. Kebijakan politik luar negeri amerika serikat
pada saat itu memiliki motif tertentu yang mengarah pada dominasi Amerika Serikat
terhadap perekonomian Global, serta pemberantasan terorisme. Namun apa yang
ditabur AS yakni kebijakan politik luar negeri AS, menuai hasil yang sangat buruk
bagi negaranya sendiri dan tidak disambut baik oleh masyarakat internasional. Pada
akhirnya AS banyak didesak dan dirugikan oleh aksi teror, hingga tiba pada
puncaknya yakni peristiwa meledaknya Gedung WTC pada 11 September 2001 yang
menggemparkan seluruh penduduk AS [ CITATION Mum16 \l 1033 ].
Peristiwa 11 September 2001 menjadikan Amerika Serikat semena-mena
dalam pembuatan kebijakan politik luar negeri di negaranya dan cenderung
memberikan atensi yang berlebih terhadap isu terorisme daripada isu demokrasi dan
hak asasi manusia. Amerika Serikat menunjukan perubahan yang signifikan dalam
merespon isu terorisme, kalkulasi kebijakan keamanan, pertahanan, dan luar negeri
sehingga mempengaruhi konstelasi politik internasional [ CITATION Ban03 \l
1033 ]. Akibat adanya serang teror terhadap WTC, AS jadi semakin berlaku semena-
mena dengan alibi menjaga keamanan nasionalnya agar tidak lagi terjadi aksi teror
yang menyerang negaranya. AS mengadopsi doktrin preemption, dimana secara
sepihak AS memberikan hak kepada negaranya untuk melakukan tindakan terhadap
Negara atau kelompok manapun yang sekiranya mengancam keamanan negaranya.
Keputusan ini justru sangat memancing masyarakat internasional, pasalnya hal ini
meresahkan Negara lain lebih lanjut lagi hal ini dapat merubah norma dan hierarki
internasional, serta merusak hubungan antar Negara.
Kembali pada teori konstruktivis yang memandang hubungan antar Negara
dibedakan menjadi pertemanan dan permusuhan, Amerika secara jelas
mengimplementasikan hal tersebut. Asumsi tersebut dibuktikan dengan inkonsistensi
perilaku Amerika Serikat terhadap Negara-negara yang memiliki weapon mass
distraction (WMD) atau nuklir. Amerika Serikat terus memerangi dan bersikap dingin
terhadap Iraq dan Korea Utara yang memiliki nuklir, namun lain perilakunya terhadap
Inggris dan India padahal Negara-negara tersebut jelas memiliki nuklir.
Bush melalui kebijakan politik luar negeri Global War on Terrorism ke
seluruh penjuru dunia sangat jelas akan memunculkan beberapa kubu, baik pro
maupun kontra di Dunia Internasional dan masyarakat AS sendiri. Terlebih balas
dendam yang dikatakan hukuman bagi para teroris yang notabene berasal dari
Negara-negara muslim , malah menuai banyak perdebatan. Amerika berdalih hal yang
membawanya ke Negara muslim adalah terkait isu penegakan demokrasi. Demokrasi
saat itu dijadikan senjata untuk menghancurkan kekuatan-keuatan islam [ CITATION
Gra91 \l 1033 ]. Akibat kebijakan ini pula isu terorisme yang pada mulanya hanya
menjadi hal antisipatif dan preventif malah menjadi sorotan dan menarik atensi
publik, sehingga isu ini berkembang menjadi isu Global. Melakukan transformasi
strategi untuk mengalahkan teroris memang merupakan suatu keharusan bagi Negara-
negara yang ada di dunia. Namun, bagaimanapun hal itu harus diiringi dengan
maksimalisasi keamanan nasional yang belum tentu Negara selain Amerika
memilikinya pula [ CITATION Dew \l 1033 ]. Bagaimanapun kebijakan luar negeri
yang dibuat Bush cukup merubah konstelasi politik internasional.
Kesimpulan
Konstruktivisme memandang segala hal terjadi karena adanya konstruksi
social. Melalui artikel diatas dapat kami simpulkan bahwasannya politik, ekonomi,
dan keamanan internasional dapat berubah sesuai dengan aktor yang memainkan
peran pada hierarki internasional. Konstruktivisme yang mencakup hal yang lebih
luas melihat ada banyak sekali aktor yang mempengaruhi system internasional yang
dilandasi oleh factor ideasional. Bush melalui kebijakan anti terorismenya mampu
mengkonstruksi pemikiran masyarakat internasional dan menjadikan isu negaranya
menjadi isu global karena adanya interaksi antara intersubjektivitas aktor dan
masyarakat internasional.

Daftar Pustaka
Mumtazinur. (2016). Analisa Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat Dalam
Memberantas Terorisme Pada Masa Pemerintahan Presiden George W. Bush. Al-
Ijtima"i-International Journal of Government and Social Science , 12-26.
Bandoro, B. (2003). Masalah masalah Keamanan Internasional Abad 21”.
Pembangunan Hukum Nasional VIII Tema Penegakan Hukum Dalam Era
Pembangunan Berkelanjutan, (p. 4). Denpasar.
Fuller, G. E. (1991). Islamic Fundamentalism in the Northern Tier Countries : An
Integrative View. Santa Monica: RAND Corporation.
Triwahyuni, D. (n.d.). Perubahan Kebijakan Keamanan Amerika Serikat Pasca 11
September 2001 untuk Kawasan Asia Tenggara.
Tells, A. J. (2004). Assesing America’s on War Terror : Confronting Insurgency,
Cementing Primacy. NBR Analysis.

Anda mungkin juga menyukai