Anda di halaman 1dari 14

RANGKUMAN

BAB I
UNDERSTANDING GLOBAL SECURITY

TUGAS MATA KULIAH

KEAMANAN GLOBAL 1

AGUNG AFIF MUHAMAD


NPM : 170210120038

JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2015

Defining Security
Security Studies

Peter Hough mengatakan bahwa definisi mengenai keamanan masih bersifat


contested concept, atau sebuah konsep yang masih akan terus berkembang. Kerangka
anilisis ini memperlihatkan pergantian yang cukup berarti dari pemikiran tradisionalis
tentang konsep keamanan yang sempit, terutama ketika keamanan membawa isu-isu nonmiliter sebagai fokus kajiannya. Banyaknya dimensi keamanan nasional membawa
konseptualisasi tentang keamanan komprehensif (comprehensive security). Pandangan
yang berpijak dari anggapan bahwa keamanan nasional sebagai sesuatu yang bersifat
komprehensif percaya bahwa keamanan nasional terdiri dari bukan hanya ancaman yang
berdimensi militer, tetapi juga yang berdimensi non-militer. Selain itu, lingkup keamanan
juga bukan hanya terbatas pada substansi kewilayahan (territorial security) tetapi juga
menjadi isu spesifik, seperti keselamatan masyarakat (public safety), perlindungan
masyarakat (community protection), ketertiban umum, penegakan hukum dan ketertiban
masyarakat (law enforcement and order), pertahanan nasional (national defence).
Dengan demikian maka fungsi keamanan nasional cakupannya amat luas dan beragam,
yang kadang-kadang sering diartikan sempit dan menjadi rancu ketika diacukan pada
keamanan dan ketertiban masyarakat saja. Pengertian keamanan seharusnya tidak berdiri
sendiri, karena mempunyai pengertian yang berbeda dan spesifik bila mempunyai atribut
tertentu. Atribut itulah yang membedakan konteks dan bobot dari makna keamanan itu
sendiri. Beberapa contoh konkrit misalnya keamanan global (global security), keamanan
regional (regional security), keamanan dalam negeri (internal security), dan keamanan
manusia (human security).
Sejak berakhirnya era Perang Dingin, konsep keamanan tersebut telah bergeser dari
keamanan militer menjadi keamanan manusia (human security) yang menitikberatkan
pada kesejahteraan individu dan pada keamanan masyarakat. Dalam konsep ini, human
development yang berkelanjutan berkaitan dengan kebijakan alokasi sumber daya,
terutama yang berkenaan dengan dimensi-dimensi pendidikan, kesehatan, daya beli, dan
rasa aman dari segala bentuk ancaman dan intimidasi. Pemahaman keamanan nasional
yang komprehensif pada umumnya disertai dengan tuntutan untuk mengedepankan
keamanan manusia (human security). Isu-isu militer dan non militer tidak hanya
mengancam keutuhan negara tetapi juga mengancam individu-individu yang berdiam di
sebuah negara. Ancaman keamanan yang tertuju langsung terhadap individu diartikan
melalui konsep human security, dengan alasan bahwa objek dari keamanan seharusnya
bukan hanya negara dan kelompok-kelompok di bawah naungan negara, tetapi juga
orang-orang secara individu di mana mereka sebagai aktor yang membentuk institusi
kenegaraan itu

REALISME
Sebagai sebuah perspektif, realisme tentu memiliki asumsi yang menjadi dasar
pemikiran dari para kaum realis. Yang pertama adalah, negara sebagai aktor utama dalam
Hubungan Internasional, dimana sistem yang berlaku adalah sistem anarki karena para
kaum realis menganggap bahwa peran utama dalam sistem Internasional dijalankan oleh
negara. Sedangkan non-state actors seperti NGO, IGO, ataupun MNC dianggap tidak
terlalu penting dalam sistem Internasional tetapi bukan berarti kaum realis menganggap
tidak adanya aktor lagi selain negara. Kedaulatan sebuah negara menjadi aspek utama
bagi realis, maka dari itu mereka menolak adanya kekuasaan yang berada di atas negara.
Oleh karena itu, asumsi kedua dari realisme adalah States are the principal actor. Ketiga,
negara bersifat unitary dan rasional, artinya negara merupakan suatu kesatuan yang mana
seorang aktor utama memiliki pemikiran yang logis idalamnya. Keempat, fokus utama
dari realisme sendiri adalah survival, dimana negara akan terus berusaha meningkatkan
power mereka dalam mempertahankan kedaulatan negaranya serta mencapai national
interest mereka. Kelima, nilai moral tidak terlalu diperhitungkan dalam politik
internasional, karena bagi kaum realis jika urusan politik selalu dikaitkan dengan nilainilai moral, maka masalah negara tidak akan pernah selesai. Itu artinya, dalam mencapai
kepentingan nasionalnya, negara dapat menempuh cara dan jalan apapun. Keenam, nilai
atau value bersifat relative terhadap keuntungan yang didapatkan, jadi hal tersebut
bukanlah sesuatu yang perlu untuk diperjuangkan. Menurut realis, mendapatkan sedikit
lebih baik dibandingkan tidak mendapatkan apa-apa. Dan yang terakhir, politik
internasional merupakan hal yang lebih penting dibandingkan politik domestik, hal-hal
yang berkaitan dengan permsalahan politik yang ada di dalam negeri dianggap tidak lebih
penting dari urusan luar negeri itu sendiri
Seiring dengan berkembangnya perspektif realisme yang berimbas pada struggle of
power, keinginan untuk mendapatkan kekuatan semakin membludak seperti halnya
negara yang kuat akan terus mencari kekuatan atau munculnya rasa takut untuk tidak
mendapat dukungan maupun tersaingi oleh negara lain. Sedangkan negara yang lemah
pun juga ingin menambah kekuatan sehingga terjadilah security dilemma seperti yang
diungkapkan Thomas Hobbes, negara akan mengalami rasa takut saat negara lain lebih
kuat .
Kaum realis mengembangkan analisis pendistribusian tentang power dalam sistem
internasional yang disebut dengan Balance of Power, dimana terdapat mekanisme atau
sistem yang mengatur dominansi suatu negara dalam sistem internasional. Bagi realis,
tujuan utama dari BOP ini bukanlah menciptakan perdamaian, tapi lebih kepada menjaga
keamanan dari suatu negara itu sendiri. Contoh dari BOP ini misalnya, Jepang yang
merupakan fear of influence dari Amerika Serikat karena memiliki angkatan persenjataan
yang mumpuni, akhirnya AS melucuti angkatan bersenjata Jepang dengan berbagai cara
dikarenakan Ia takut tersaingi. Contoh lainnya adalah pada awal abad ke 19 di Eropa,
terdapat sekitar lima negara yang memiliki kekuatan dominan, kesemua negara ini
membentuk aliansi sehingga dapat menghindari terjadinya perang, termasuk juga di
dalamnya Great Britain yang dianggap sebagai Balancer of power .

Jadi kesimpulan yang dapat diambil adalah, realisme merupakan suatu perspektif yang
mendominasi dalam perkembangan Hubungan Internasional. Realisme sendiri
memandang sistem internasional merupakan sistem yang bersifat kompetitif dan
konfliktual yang didasari oleh sifat alamai manusia yang cenderung berperilaku negatif.
Pemikiran logis yang dimiliki realisme mampu memberi sumbangsih terhadap perspektif
yang ada dalam Hubungan Internasional guna menelaah fenomena-fenomena yang terjadi
didalamnya. Penulis berpendapat bahwa, realisme masih dan akan terus bertahan karena
realisme merupakan perspektif yang paling logis, paling survive danyang paling sesuai
dengan sifat dasar manusia, sebagaimana pandangan terhadap konflik-konflik yang
terjadi di Timur Tengah, serta Rusia dan Ukraina pada saat ini.
PLURALISME
Wacana pluralisme lahir dari rahim paham"liberalisme". Maka tidaklah aneh jika
kemudian gagasan pluralisme agama itu sendiri muncul dan hadir dalam kemasan
"pluralisme politik "politicalliberalism". Namun kondisi pluralistik semacam ini masih
senantiasa terbatas dalam masyarakat Kristen Eropa untuk sekian lama, baru kemudian
pada abad ke -20 berkembang hingga mencakup komunitas-komunitas lain di dunia.
Dengan demikian disimpulkan bahwa gagasan pluralisme agama sebenarnya merupakan
upaya peletakan landasan teoritis dalam teologi Kristen untuk berinteraksi secara toleran
dengan agama lain. Pada dataran ini, gagasan plualisme agama bisa dilihat sebagai salah
satu elemen gerakan reformasi pemikiran atau liberalisasi agama yang dilancarkan oleh
Gereja Kristen pada abad kesembilan belas, dalam gerakan yang kemudiandikenal
dengan "Liberal Protestantism" yang dipelopori FriedrichSchleiremacher. Paham
pluralisme merupakan bagian dari ajaran pokok Islam Liberal.
Pembangunan ekonomi menghasilkan bertumbuhannya kelompok-kelompok kepentingan
ekonomi dan pluralisme yang dapat membawa pada demokrasi.
Bantuan luar negeri dapat juga dijadikan sebagai alat demokratisasi negara-negara lain
dimana bantuan luar negeri dipergunakan untuk membangun perekonomian negara
tersebut dan diharapkan setelah negara tersebut mengalami peningkatan dalam
perekonomiannya maka akan terjadi transisi dalam pemerintahannya menjadi
pemerintahan yang demokratis. Hal ini dimanifestasikan dalam suatu keadaan yang
sangat mendesak untuk memasuki suatu organisasi internasional. Hubungan antara
bantuan serta kerjasama luar negeri dengan berubahnya negara menjadi sebuah negara
demokrat tidaklah jelas. Namun kebanyakan negara-negara donor seperti Amerika Serikat
mempergunakan bantuan luar negeri sebagai alat untuk mereformasi negara Dunia Ketiga
untuk mendukung dan menjadi negara demokrasi kapitalis, dan sebagian negara penerima
bantuan menganggap bahwa demokratisasi merupakan suatu neokolonialisme yang
dipergunakan untuk westernisasi Dunia Ketiga.

Negara-negara demokrasi cenderung untuk menyelesaikan konflik bersama tanpa


mempergunakan ancaman ataupun kekuatan militer. Walaupun konflik kepentingan akan
selalu muncul diatara negara-negara demokratis tetapi kesamaan nilai-nilai, norma dan
institusi membuat negara-negara demokrasi jarang mengeskalasi pertikaian tersebut
sampai pada tingkatan penggunaan kekuatan militer. Mereka lebih memilih
menyelesaikan perselisihan yang terjadi diantara mereka melalui mediasi, negosiasi, atau
bentuk lain dari diplomasi damai. Kelebihan demokrasi menurut Michael Doyle adalah
perbedaan yang terjadi akan dapat diselesaikan jauh sebelum mereka menjadi pertikaian
yang mengarah pada kekerasan pada arena public.
MARXISME
Marxisme merupakan bentuk protes Marx terhadap paham kapitalisme. Ia
menganggap bahwa kaum kapital mengumpulkan uang dengan mengorbankan kaum
proletar. Kondisi kaum proletar sangat menyedihkan karena dipaksa bekerja berjam-jam
dengan upah minimum sementara hasil keringat mereka dinikmati oleh kaum kapitalis.
Banyak kaum proletar yang harus hidup di daerah pinggiran dan kumuh. Marx
berpendapat bahwa masalah ini timbul karena adanya kepemilikan pribadi dan
penguasaan kekayaan yang didominasi orang-orang kaya. Untuk mensejahterakan kaum
proletar, Marx berpendapat
bahwa paham kapitalisme diganti dengan paham
komunisme. Bila kondisi ini terus dibiarkan, menurut Marx kaum proletar akan
memberontak dan menuntut keadilan. Itulah dasar dari marxisme
Sekitar akhir tahun 1990an setelah berakhirnya perang dingin, muncul perspektif yang
berpengaruh di Hubungan Internasional yaitu Constructivism. Meskipun perspektif ini
bukan merupakan asli dari pemikiran Hubungan Internasional melainkan dari sosiologi,
tetapi bisa dikatakan bahwa perspektif ini termasuk perpektif baru dan berpengaruh. Di
dalam Hubungan Internasional, terdapat tiga hingga empat perdebatan besar.
Constructivism muncul sebagai upaya dalam mengatasi masalah yang terjadi saat akan
berakhirnya perang dingin dalam kedalam debat ketiga Constructivism percaya bahwa
setiap tindakan yang dilakukan oleh manusia akan membentuk dunia-nya sendiri.
Constructivism juga percaya bahwa sistem internasional yang ada saat ini merupakan
hasil dari kontruksi sosial. Dunia sosial bukanlah merupakan given, tetapi sesuatu yang
intersubjektif dimana dunia sosial tersebut memiliki arti yang sangat penting bagi
masyarakat yang membuatnya, hidup di dalamnya serta memahaminya Seperti halnya
perspektif realisme, constructivism mengakui adanya sistem anarki yang dianut oleh
suatu negara. Maka dari itu, mitos tentang anarchy is what states make of it kerap
dikaitkan dengan perspektif constructivism. Mitos tersebut seperti membangun jembatan
antara neorealisme kebenaran dan neoliberal.
Dari penjelasan tentang social constructivism tersebut, dapat disimpulkan bahwa
perpektif ini merupakan perpektif baru di dalam Hubungan Internasional. Perspektif
konstruktivisme mengakui adanya sistem anarki yang dianut oleh suatu negara.
Konstruktivisme memiliki delapan asumsi dasar, asumsi tersebut berhubungan dengan
tindakan yang dilakukan oleh aktor terhadap pembentukan dunia sosial. Dunia sosial

bukan merupakan sebuah given, tetapi dunia yang ada akibat konstruksi sosial. Dalam
tema utama yang diusung oleh konstruktivisime, penulis berpendapat bahwa kepentingan
nasional dan indentitas merupakan hal yang penting bagi konstruktivis. Maka akan sulit
untuk negara tersebut memahami politik internasionalnya jika tidak ada identitas tersebut.
Kritik dari beberapa perpektif lain yang ada di Hubungan Internasional juga datang untuk
mengkritisi adanya perspektif konstruktivisme. Dengan adanya kritik-kritik tersebut,
diharapkan perpektif konstruktivisme bisa lebih berkontribusi dalam proses Hubungan
Internasional.

Wide and narrow conceptions of security

Sedangkan konsep ancaman terhadap keamanan sendiri didefinisikan Ullman


sebagai:
An action or sequence of events that (1) threatens drastically and over a relatively brief
span of time to degrade the quality of life for the inhabitants of a state or (2) threatens
significantly to narrow the range of policy choices available to government of a state, or
to private, nongovernmental entities (persons, groups, corporations) within the state
(Ullman, 1983:133).
Dalam konteks sistem internasional maka keamanan adalah kemampuan negara dan
masyarakat untuk mempertahankan identitas kemerdekaan dan integritas fungsional
mereka. Untuk mencapai keamanan, kadang-kadang negara dan masyarakat berada dalam
kondisi harmoni atau sebaliknya. Dalam studi hubungan internasional dan politik
internasional, keamanan merupakan konsep penting yang selalu dipergunakan dan
dipandang sebagai ciri eksklusif yang konstan dari hubungan internasional. Karena
konsepsi keamanan nasional ini senantiasa memiliki hubungan erat dengan pengupayaan,
pertahanan dan pengembangan kekuatan atau kekuasaan sepanjang kaitannya dengan
analis hubungan internasional dan politik luar negeri, maka dalam pengaplikasiannya
selalu menimbulkan perdebatan sehingga langkah ke arah konseptualisasinya tidak selalu
berjalan seiring. Power atau kekuasaan itu sendiri secara simplistis merupakan
kemampuan satu unit politik (negara) dalam mencegah konflik dan mengatasi rintanganrintangan (Deutsch dalam Rosenau, Secara implisit hal ini menyimpulkan tentang
terdapatnya faktor keamanan sebagai unsur yang menstimulasi pengupayaan pencapaian
dari power itu sendiri.
Penyimpulan Buzan menyebutkan bahwa aspek keamanan ini telah menjadi satu
pendekatan dalam Studi Hubungan Internasional kontemporer dengan menunjuk kepada
motif utama perilaku suatu negara, yang memiliki perbedaannya sendiri dengan power
sebagai kondisi yang dibutuhkan untuk terciptanya perdamaian.
Konteks anarki menentukan tiga kondisi utama dalam konsep keamanan yaitu:

1. Negara merupakan objek utama dalam keamanan karena kedua-duanya adalah


kerangka aturan dan sumber tertinggi otoritas pemerintah. Hal ini menjelaskan mengenai
kebijakan utama yaitu keamanan nasional.
2. Meskipun negara adalah objek utama keamanan tetapi dinamika keamanan nasional
memiliki hubungan yang tinggi dan adanya interdependensi antara negara.
Ketidakamanan negara dapat atau tidak dapat mendominasi agenda keamanan nasional
tetapi ancaman eksternal akan selalu terdiri dari elemen-elemen utama dalam masalah
keamanan nasional. Oleh karena itu, ide keamanan internasional dapat digunakan pada
kondisi sistemik yang mempengaruhi usaha negara untuk membuat negara lain merasa
lebih aman atau sebaliknya.
3. Dengan adanya kondisi anarki, arti praktis keamanan hanya dapat dibentuk jika ada
suatu hubungan persaingan dalam lingkungan operasional yang tidak dapat dielakkan.
Jika keamanan bergantung pada hegemoni atau harmoni maka hal ini tidak dapat dicapai
dalam kondisi anarki. Dengan kata lain keamanan bersifar relatif bukan absolut.
Konsep keamanan merupakan salah satu pendekatan dalam mengkaji hubungan
internasional yang lebih baik, mendalam dan berguna dibanding dengan konsep kekuatan
dan perdamaian. Konsep keamanan ini dapat dilihat sebagai pengaruh dari masingmasing posisi ekstrem antara kekuatan dan perdamaian.

The deepening of security

Analisis keamanan memerlukan suatu cara pandang yang menempatkan negara


dan sistem ke dalam sebuah hubungan timbal balik yang saling menguntungkan dimana
negara sebagian terbentuk dengan sendirinya dan sebagian lain dibentuk oleh lingkungan
anarki yang kompetitif dan sengit. Lingkungan domestik dan dinamika internasional,
keduanya merupakan hal yang paling penting bagi analisis keamanan karena merupakan
hubungan yang kompleks di antara keduanya .
Landasan utama dalam pendekatan ini yaitu lensa keamanan (security) yang dapat
diartikan sebagai pelaksanaan kemerdekaan atas suatu ancaman tertentu atau kemampuan
suatu negara dan masyarakatnya untuk mempertahankan identitas kemerdekaan dan
integritas fungsional mereka terhadap kekuatan-kekuatan tertentu yang mereka anggap
bermusuhan (hostile).
Meskipun terdapat tiga tingkatan keamanan dalam problem kehidupan manusia yaitu:
keamanan individu, keamanan nasional, dan keamanan internasional, namun pada
dasarnya konsep inti dari ketiga tingkatan tersebut adalah keamanan nasional. Hal ini
dikarenakan negara merupakan titik sentral yang mendominasi regulasi hubungan
maupun kondisi keamanan di antara kedua level lainnya.
Selanjutnya keamanan (security) di sini dapat kita bedakan dengan konsep pertahanan
(defense) yang memiliki kesamaan dari segi tujuannya, yaitu kemerdekaan atas ancaman
yang mengganggu kebebasan dalam melaksanakan kedua konsep di atas, dimana
keamanan biasanya lebih bersifat preventif dan antisipatif dalam merespon ancaman
dibandingkan pertahanan.
Menurut Barry Buzan dalam bukunya yang berjudul : People State and Fear: An Agenda
for International Security Studies in Post Cold War Era, bahwa keamanan yang dimaksud

di dalam pendekatan ini tidak sebatas pada keamanan saja, tetapi mencakup keamanan
militer, politik, ekonomi, sosial dan lingkungan, seperti yang dipaparkan di bawah ini:
Keamanan militer, mencakup interaksi antar dua tingkat dan kekuatan yaitu kemampuan
defensif dan persepsi militer mengenai intensi masing-masing pihak.
Keamanan politik, mencakup kesinambungan dan stabilitas organisasi suatu negara atau
sistem pemerintahan serta ideologi yang melegitimasi kedua hal tadi.

Whos securing whom?

Keamanan ekonomi, mencakup akses pada sumber daya finansial maupun pasar
yang diperlukan untuk mempertahankan tingkat kesejahteraan dan kekuatan negara.
Keamanan sosial, mencakup kemampuan untuk mempertahankan dan menghasilkan
pola-pola tradisional dalam bidang bahasa, kultur, agama, dan identitas nasional.
Keamanan lingkungan, mencakup pemeliharaan lingkungan lokal sebagai pendukung
utama kelangsungan hidup manusianya.
Meskipun masing-masing sektor tersebut mempunyai titik-titik vokal dalam kerangka
masalah-masalah keamanan, dan merumuskan cara-cara sendiri dalam menentukan
prioritas kebijakan utama suatu negara namun faktor-faktor itu sendiri saling terkait
dalam operasinya . Masalah-masalah keamanan yang muncul salah satunya bisa berupa
tindakan peningkatan kekuatan militer suatu negara, dan pendekatan yang demikian
apabila dilakukan secara terus menerus pada gilirannya dapat menimbulkan apa yang
disebut dilema keamanan. Dilema keamanan ini dapat terjadi apabila peningkatan
kapabilitas pertahanan dan keamanan dipersepsikan sebagai ancaman dan petunjuk sikap
bermusuhan oleh pihak lain. Demikian suatu reaksi atas aksi yang dilakukan suatu pihak
akan menimbulkan reaksi yang baru dari pihak lain.
Keamanan merupakan suatu fenomena yang berhubungan, oleh karenanya seseorang
tidak bisa memahami keamanan nasional suatu negara tanpa memahami pola
internasional yang melekat dalam kesalingtergantungan keamanan yang ada

The international political agenda


Menurut Barry Buzan dalam People, States and Fear: an Agenda for International
Security Studies in the Post Cold War Era bahwa penerapan strategi keamanan suatu
negara selalu memperhitungkan aspek-aspek threat (ancaman) dan vulnerability
(kerentanan) negara tersebut. Ancaman dan kerentanan adalah dua konsep yang berbeda
namun mempunyai keterkaitan yang erat di dalam perwujudan keamanan nasional. Suatu
ancaman terhadap keamanan nasional yang dapat dicegah akan mengurangi derajat
kerentanan suatu negara pada keamanan nasionalnya. Kedua aspek dari keamanan
nasional tersebut sangat ditentukan oleh kapabilitas yang dimiliki negara tersebut.
Tidak seperti kerentanan, aspek ancaman sulit untuk diidentifikasikan. Hal itu disebabkan
karena bentuk ancaman seringkali lahir dari persepsi aktor pembuat kebijakan dan belum

tentu secara subtantif adalah nyata. Ancaman dan kerentanan inilah yang menjadi konteks
hadirnya ketidakamanan nasional (national insecurity)
Tingkat kerawanan sebuah negara berhubungan erat dengan lemahnya sebuah bangsa dan
lemahnya kekuatan yang dimiliki. Kekuatan yang lemah (weak powers) berarti
ketidakmampuan mereka dalam menghadapi pengaruh-pengaruh sistem negara-negara
kuat di sekitar mereka, seperti negara tetangga atau negara adidaya, serta ditambah dari
fakta bahwa kebanyakan diantara mereka adalah negara kecil. Negara dengan kekuatan
lemah adalah belum tentu negara lemah. Namun negara dengan kekuatan lemah,
kelemahannya diukur berdasarkan kapabilitas militernya yang relatif inferior terhadap
negara lain dalam sistem, terutama tetangga-tetangganya dan kekuatan besar pada saat
itu.
Weak states umumnya adalah weak power, dimana kerentanannya mencapai tingkatan
yang tertinggi. Secara kontras dikotomi negara diatas juga menimbulkan dikotomi negara
yang lainnya dengan kriteria strong atau kuat baik kapabilitas power-nya maupun
kapabilitas ekonominya
Ketidakamanan nasional merupakan fenomena yang berkebalikan dari konteks keamanan
nasional. Hal ini terjadi ketika ancaman mulai merasuki wilayah nasional dari suatu
negara. Menurut Barry Buzan, ada lima tipe dari ancaman yang dibagi atas aspek-aspek
militer, politik, societal, ekonomi dan ekologi Ada dua bentuk ancaman yang dihasilkan
dari pengembangan instrumen militer. Yang pertama berasal dari senjata yang dimiliki
aktor itu sendiri yang menghasilkan ancaman penghancuran, dimana lebih dikenal
dengan sebutan defense dilemma (dilema pertahanan). Kedua adalah berasal dari senjata
yang dimiliki aktor lain di sistem yang menghasilkan bentuk ancaman kekalahan, dimana
nantinya disebut sebagai security dilemma (dilema keamanan)
Dilema pertahanan terjadi apabila terjadi kontradiksi antara pertahanan militer dan
keamanan nasional. Angkatan bersenjata dijustifikasi oleh keperluannya akan keamanan
nasional dan secara politis diasumsikan kekuatan militer berkorelasi positif dengan
keamanan nasional. Keadaan ini juga didorong oleh kemajuan teknologi di bidang
pertahanan, salah satunya adalah teknologi nuklir yang dapat membahayakan negara itu
sendiri serta lingkungannya .
Dilema keamanan terjadi didasari oleh dua kondisi, yaitu bahwa setiap negara
mempunyai perilaku selalu ingin mengejar power untuk kepentingan nasionalnya dan
yang kedua akibat perilaku tadi sistem yang tercipta menjadi anarki dimana masingmasing negara akan berusaha mempertahankan dirinya dari ancaman pihak lain atau
dapat dikatakan mengejar atau pencapaian keamanan. Dilema akan terjadi pada suatu
negara karena ia merasa takut akan ancaman kekalahan dari pihak lain yang dicurigai
terus mengembangkan kekuatan militernya, sehingga suatu negara A mengembangkan
kekuatan militernya agar dapat mengimbangi negara B. Dan negara B yang melihat
perkembangan tersebut kembali mengembangkan kekuatannya lagi sehingga kembali
mengancam negara A, dan begitu seterusnya .
Penelitian atas dasar keamanan merupakan satu pendekatan yang sangat digalakkan. Hal
ini timbul dari keinginan untuk mengurangi konflik dan menghalangi timbulnya perang.

Konsep keamanan sendiri merupakan konsep yang mulai dikembangkan sejak awal tahun
1950-an oleh John Herz, ia menganggap keamanan sebagai akibat dari hubungan
kekuatan antar negara.
Secara tradisional literatur-literatur mengenai hubungan internasional berdasarkan kepada
kekuatan dan perdamaian. Para peneliti yang lebih suka melakukan pendekatan melalui
konsep kekuatan digolongkan ke dalam realis, sedangkan peneliti yang lebih suka
melakukan pendekatan melalui konsep perdamaian digolongkan ke dalam kaum idealis.

The securitization of issues


Sejak berakhirnya era Perang Dingin, konsep keamanan tersebut telah bergeser
dari keamanan militer menjadi keamanan manusia (human security) yang
menitikberatkan pada kesejahteraan individu dan pada keamanan masyarakat. Dalam
konsep ini, human development yang berkelanjutan berkaitan dengan kebijakan alokasi
sumber daya, terutama yang berkenaan dengan dimensi-dimensi pendidikan, kesehatan,
daya beli, dan rasa aman dari segala bentuk ancaman dan intimidasi. Pemahaman
keamanan nasional yang komprehensif pada umumnya disertai dengan tuntutan untuk
mengedepankan keamanan manusia (human security). Isu-isu militer dan non militer
tidak hanya mengancam keutuhan negara tetapi juga mengancam individu-individu yang
berdiam di sebuah negara. Ancaman keamanan yang tertuju langsung terhadap individu
diartikan melalui konsep human security, dengan alasan bahwa objek dari keamanan
seharusnya bukan hanya negara dan kelompok-kelompok di bawah naungan negara,
tetapi juga orang-orang secara individu di mana mereka sebagai aktor yang membentuk
institusi kenegaraan itu.
a.Ancaman militer. Secara tradisional ancaman militer merupakan prioritas tertinggi yang
menjadi perhatian dari keamanan nasional, hal ini dikarenakan ancaman militer dengan
menggunakan kekuatan bersenjata yang dapat memusnahkan apa yang telah di capai oleh
manusia. Ancaman militer juga tidak hanya bersifat langsung, tetapi juga dapat tidak
langsung ditujukan kepada negara itu, tetapi lebih kepada kepentingan-kepentingan
eksternal yang ditujukan kepada negara itu.
b. Ancaman politik. Ancaman ini ditujukan kepada stabilitas kinerja institusi negara.
Tujuan mereka cukup luas, dari mulai menekan pemerintah lewat kebijakan-kebijakan
tertentu, penggulingan pemerintahan, menggerakan kekacauan. Target dari ancaman
politik ini adalah nilai-nilai negara, terutama identitas nasional, idiologi, dan beberpa
institusi yang berurusan dengan ini. Ancaman politik juga dapat bersifat struktural, yang
secara spesifik muncul ketika terjadi bentrokan antara dua kelompok besar dalam negara
dengan pemikiran yang berbeda.
c. Ancaman sosietal. Ancaman sosial terhadap keamanan nasional biasanya datang dari
dalam negeri. Keamanan sosial ialah mengenai ancaman terhadap keberlanjutan dari
perubahan nilai, budaya, kebiasaan, identitas etnik. Masih menurut Buzan, ancaman
sosietal dapat dibagi menjadi beberapa bentuk, yang secara mendasar yaitu: ancaman
fisik (kematian, kesakitan), ancaman ekonomi (pengrusakan hak milik, terbatasnya akses

lapangan kerja), ancaman terhadap hak-hak (pembatasan hak-hak kebebasan sipil), dan
ancaman terhadap posisi atau status (penurunan pangkat, penghinaan di depan publik).
d. Ancaman ekonomi. Masalah utama dari ide tentang keamanan ekonomi adalah
berlangsungnya kondisi normal dari aktor-aktor pelaku pasar tanpa gangguan persaingan
tidak sehat dan ketidakpastian. Ancaman ekonomi juga mengkaji masalah pengangguran,
kemiskinan, keterbatasan terhadap sumber daya, dan daya beli rakyat.
e. Ancaman ekologi. Merupakan ancaman dari bencana alam seperti banjir, longsor, hujan
badai, gempa bumi. Namun yang menjadi isu sentral keamanan ekologi adalah masalah
aktivitas manusia yang merusak lingkungan seperti pemanasan global, efek rumah kaca,
banjir, eksplorasi sumber daya alam secara besar-besaran dan terus menerus.
Kerangka anilisis ini memperlihatkan pergantian yang cukup berarti dari pemikiran
tradisionalis tentang konsep keamanan yang sempit, terutama ketika keamanan membawa
isu-isu non-militer sebagai fokus kajiannya. Banyaknya dimensi keamanan nasional
membawa konseptualisasi tentang keamanan komprehensif (comprehensive security).
Pandangan yang berpijak dari anggapan bahwa keamanan nasional sebagai sesuatu yang
bersifat komprehensif percaya bahwa keamanan nasional terdiri dari bukan hanya
ancaman yang berdimensi militer, tetapi juga yang berdimensi non-militer. Selain itu,
lingkup keamanan juga bukan hanya terbatas pada substansi kewilayahan (territorial
security) tetapi juga menjadi isu spesifik, seperti keselamatan masyarakat (public safety),
perlindungan masyarakat (community protection), ketertiban umum, penegakan hukum
dan ketertiban masyarakat (law enforcement and order), pertahanan nasional (national
defence).
Dengan demikian maka fungsi keamanan nasional cakupannya amat luas dan beragam,
yang kadang-kadang sering diartikan sempit dan menjadi rancu ketika diacukan pada
keamanan dan ketertiban masyarakat saja. Pengertian keamanan seharusnya tidak berdiri
sendiri, karena mempunyai pengertian yang berbeda dan spesifik bila mempunyai atribut
tertentu. Atribut itulah yang membedakan konteks dan bobot dari makna keamanan itu
sendiri. Beberapa contoh konkrit misalnya keamanan global (global security), keamanan
regional (regional security), keamanan dalam negeri (internal security), dan keamanan
manusia (human security).
Pada tahun 1990, PBB telah megembangkan konsep tentang keamanan manusia, yang
menurut United Nations Development Program (UNDP)[8],yaitu the concept of security
must changefrom an exclusive stress on natioal security to a much greater stress on
peoples security, from security through armaments to security through human
development, from territorial to food, employment and environmental security.
Sedangkan UNDP dalam Human Develpment Report (HDR) telah membuat tujuh
dimensi keamanan, yaitu:
a. Keamanan Ekonomi (economic security), di mana diperlukan pendapatan dasar dari
pekerjaan produktif;
b. Keamanan Pangan (food security), di mana setiap orang pada setiap kesempatan
memiliki akses (baik kesehatan dan ekonomi) terhadap panganan dasar.

c. Keamanan Kesehatan (health security), di mana setiap orang harus dijamin


kesehatannya dan akses untuk menuju sehat;
d. Keamanan Lingkungan, di mana kesehatan dan ketertiban serta keamanan lingkungan
secara fisik.
e. Keamanan Individu, di mana pengurangan ancaman individu dari tindakan kejahatan
f. Keamanan Komunitas, di mana keamanan melalui keanggotaan dalam suatu kelompok.
g. Keamanan Politis, di mana dijaminnya kehidupan dalam masyarakat yang menghargai
hak asasi manusia.
Dalam mengartikan kalimat dari human security sangat penting sekali untuk mengetahui
bahwa terdapat tiga pendekatan aliran pemikiran terhadap konsep human security.[10]
Pendekatan pertama dapat disebut sebagai pendekatan yang berdasarkan hak-hak yang
menjadi fokus utama dari human security. Pendekatan yang berdasarkan hak-hak pada
human security melihat untuk menguatkan kerangka normatif yang sah pada level
internasional dan regional juga menguatkan hukum atas hak asasi manusia dan sistem
peradilan pada tingkat nasional. Pendekatan kedua, menitikberatkan kepada konsep
human security dalam kerangka kemanusiaan di mana keselamatan masyarakat (dapat
juga diartikan sebagai bebas dari rasa takut) merupakan tujuan utama dibalik intervensi
internasional. Konsepsi ini melihat teroris sebagai salah satu ancaman yang utama
terhadap human security. Pendekatan ini juga melihat human security diperlukannya
tindakan darurat dalam menangani korban jiwa yang banyak dalam konflik yang
melibatkan kemanusiaan. Pendekatan ketiga dapat diartikan sebagai pembangunan
manusia yang berkelanjutan dilihat dari sudut pandang human security. Konsep ini
berkaitan erat dengan apa yang didefinisikan oleh UNDP dalam Human Development
Report pada tahun 1994 mengenai pendefinisian human security. Pendekatan ketiga
berkaitan dengan pendekatan liberalisme dalam hubungan internasional terutama
liberalisme institusional. Dimana, institusi internasional membantu dalam mendorong
kerja sama antara negara dan membantu menghilangkan rasa saling tidak percaya antara
negara dan ketakutan negara-negara merupakan masalah klasik yang diasosiasikan dalam
suatu sistem internasional yang anarki.
Walaupun terdapat tiga konsep yang berbeda-beda terhadap human security, sejauh ini
ketiganya memiliki kesamaan terhadap fokus utama perhatian mereka terhadap individu
dari pada negara. Sehingga secara garis besar terdapat beberapa kriteria mengenai apa
yang dimaksud human security, yaitu:
a. Peduli akan keselamatan dan perluasan kebebasan masyarakat.
b. Berfokus banyak terhadap permasalahan perlindungan masyarakat dari bahaya
ancaman.
c. Menitikberatkan kepada individu dan komunitas, bukan negara.
d. Dibangun dalam kerangka global dalam konsep mengenai hak asasi manusia (HAM).
e. Peduli terhadap hubungan antara pelanggaran HAM dalam lingkup nasional dan
ketidakamanan nasional serta internasional.
Paradigma pembangunan dewasa ini berorientasi pada peningkatan kualitas sumber daya
manusia yang diukur melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM merupakan
salah satu alat ukur yang terdiri dari indikator pendidikan, kesehatan, dan daya beli.
Ketiganya mencerminkan kualitas sumber daya manusia yang selanjutnya berperan

sebagai penjamin bagi kontinuitas pembangunan. Dalam kerangka ini, IPM memiliki
potensi sebagai alat analisa situasi dan kebijakan pembangunan. Karenanya dalam
konteks pelaksanaan pembangunan, pemanfaatan IPM dapat digunakan sebagai salahsatu alat atau referensi yang menduduki posisi penting dalam manajemen pembangunan
baik dalam hal perencanaan, pemantauan ataupun evaluasi. Dalam kaitannya dengan
human security, IPM memiliki keterkaitan erat karena ketiga indikator komposit IPM
sejalan dengan komponen-komponen human security.
Human security menjadi faktor penting dalam pembangunan wilayah perbatasan. Upaya
perlindungan terhadap human security membuka peluang bagi wilayah perbatasan untuk
mempercepat proses pembangunan, dan karena keterkaitan yang erat dengan
pembangunan ekonomi dan sosial, human security juga menjadi investasi yang penting
bagi pembangunan wilayah perbatasan. Dengan demikian, tantangan bagi pemerintah
(pusat dan daerah) serta berbagai stakeholders lain di wilayah perbatasan adalah
bagaimana mengintegrasikan human security sebagai inti dari proses perencanaan dan
implementasi pembangunan wilayah perbatasan yang berbasis pada pembangunan
manusia. Jika dalam pembangunan wilayah perbatasan tidak memperhatikan keamanan
manusia, yang terjadi kemudian adalah rasa nasionalisme rakyat di wilayah perbatasan
akan luntur dan hilang karena merasa tidak diperhatikan oleh pemerintah. Kepercayaan
masyarakat terhadap pemerintah daerah juga akan berkurang sehingga dapat
menimbulkan gangguan stabilitas keamanan yang pada akhirnya akan mengganggu rasa
persatuan dan kesatuan bangsa. Pendidikan dan kesejahteraan masyarakat juga harus
menjadi focus pemerintah dalam membangun wilayah perbatasan.
Dengan kata lain, pembangunan wilayah perbatasan tidak hanya difokuskan bagaimana
daerah tersebut aman dari gangguan separatism, wilayah kedaulatan negara tidak digerus
oleh Negara tetangga, terciptanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tetapi juga harus
difokuskan pada kesejahteraan masyarakat terkait dengan keadaan sosial budayanya.
UNDP dalam Millenium Development Goals (2000) mengemukakan dua perspektif
dalam mengkaji hubungan antara pembangunan manusia dengan keamanan manusia
sebagai berikut:
a. Konsep keamanan tidak hanya difokuskan pada negara dan aspek teritorial, tapi juga
pada individu-individu yang mestinya menjadi pusat perhatian. Orang harus merasa aman
dalam segala aspek kehidupannya, ketika mereka berada di rumah, rasa aman terhadap
pekerjaannya, ketika berada di jalan, ketika berada di tengah-tengah komunitas dan
lingkungannya. Dalam perspektif ini, ada 7 (tujuh) kategori yang dapat menghilangkan
rasa aman manusia, yakni:
1) Pertumbuhan penduduk yang tidak terkontrol;
2) Polusi dan kerusakan alam;
3) Perdagangan obat-obatan terlarang;
4) Terorisme internasional;
5) Instabilitas finansial;
6) Instabilitas perdagangan; serta
7) Kesenjangan global.

Dalam perspektif ini, pembangunan manusia diarahkan untuk meminimalkan ketujuh


kategori tersebut melalui perencanaan pembangunan. Oleh karena itu, perencanaan
pembangunan harus mencerminkan setidak-tidaknya 9 dimensi keamanan manusia yang
berkaitan dengan pembangunan manusia yang berkelanjutan. Kesembilan dimensi
tersebut meliputi:
1) Keamanan ekonomi;
2) Keamanan finansial;
3) Keamanan pangan;
4) Keamanan dalam hal kesehatan;
5) Keamanan dalam hal lingkungan hidup;
6) Keamanan personal;
7) Keamanan gender;
8) Keamanan komunitas; serta
9) Keamanan politik.
Dalam perspektif ini, konsep human security mencakup dimensi yang luas, mulai dari
keamanan dari ancaman penyakit menular, rawan pangan, kekurangan gizi, ancaman
kehidupan sehari-hari (jaminan pekerjaan, akses pendidikan, dll) sampai keamanan dari
tindak kejahatan dan terorisme.
b. Perspektif kedua disebut dengan humanizing security (memanusiawikan keamanan).
Dalam perspektif ini, upaya mewujudkan keamanan manusia dilakukan secara struktural
melalui penegakan hukum serta upaya perlindungan terhadap individu dan komunitas
dari perilaku kekerasan, baik yang dilakukan negara maupun pihak lain, misalnya teroris.
Perspektif ini lebih sempit dibandingkan yang pertama karena lebih memfokuskan
integrasi pembangunan manusia dengan keamanan manusia sebagai upaya melindungi
individu-individu dari perilaku kekerasan.

Anda mungkin juga menyukai