BAB I
UNDERSTANDING GLOBAL SECURITY
KEAMANAN GLOBAL 1
Defining Security
Security Studies
REALISME
Sebagai sebuah perspektif, realisme tentu memiliki asumsi yang menjadi dasar
pemikiran dari para kaum realis. Yang pertama adalah, negara sebagai aktor utama dalam
Hubungan Internasional, dimana sistem yang berlaku adalah sistem anarki karena para
kaum realis menganggap bahwa peran utama dalam sistem Internasional dijalankan oleh
negara. Sedangkan non-state actors seperti NGO, IGO, ataupun MNC dianggap tidak
terlalu penting dalam sistem Internasional tetapi bukan berarti kaum realis menganggap
tidak adanya aktor lagi selain negara. Kedaulatan sebuah negara menjadi aspek utama
bagi realis, maka dari itu mereka menolak adanya kekuasaan yang berada di atas negara.
Oleh karena itu, asumsi kedua dari realisme adalah States are the principal actor. Ketiga,
negara bersifat unitary dan rasional, artinya negara merupakan suatu kesatuan yang mana
seorang aktor utama memiliki pemikiran yang logis idalamnya. Keempat, fokus utama
dari realisme sendiri adalah survival, dimana negara akan terus berusaha meningkatkan
power mereka dalam mempertahankan kedaulatan negaranya serta mencapai national
interest mereka. Kelima, nilai moral tidak terlalu diperhitungkan dalam politik
internasional, karena bagi kaum realis jika urusan politik selalu dikaitkan dengan nilainilai moral, maka masalah negara tidak akan pernah selesai. Itu artinya, dalam mencapai
kepentingan nasionalnya, negara dapat menempuh cara dan jalan apapun. Keenam, nilai
atau value bersifat relative terhadap keuntungan yang didapatkan, jadi hal tersebut
bukanlah sesuatu yang perlu untuk diperjuangkan. Menurut realis, mendapatkan sedikit
lebih baik dibandingkan tidak mendapatkan apa-apa. Dan yang terakhir, politik
internasional merupakan hal yang lebih penting dibandingkan politik domestik, hal-hal
yang berkaitan dengan permsalahan politik yang ada di dalam negeri dianggap tidak lebih
penting dari urusan luar negeri itu sendiri
Seiring dengan berkembangnya perspektif realisme yang berimbas pada struggle of
power, keinginan untuk mendapatkan kekuatan semakin membludak seperti halnya
negara yang kuat akan terus mencari kekuatan atau munculnya rasa takut untuk tidak
mendapat dukungan maupun tersaingi oleh negara lain. Sedangkan negara yang lemah
pun juga ingin menambah kekuatan sehingga terjadilah security dilemma seperti yang
diungkapkan Thomas Hobbes, negara akan mengalami rasa takut saat negara lain lebih
kuat .
Kaum realis mengembangkan analisis pendistribusian tentang power dalam sistem
internasional yang disebut dengan Balance of Power, dimana terdapat mekanisme atau
sistem yang mengatur dominansi suatu negara dalam sistem internasional. Bagi realis,
tujuan utama dari BOP ini bukanlah menciptakan perdamaian, tapi lebih kepada menjaga
keamanan dari suatu negara itu sendiri. Contoh dari BOP ini misalnya, Jepang yang
merupakan fear of influence dari Amerika Serikat karena memiliki angkatan persenjataan
yang mumpuni, akhirnya AS melucuti angkatan bersenjata Jepang dengan berbagai cara
dikarenakan Ia takut tersaingi. Contoh lainnya adalah pada awal abad ke 19 di Eropa,
terdapat sekitar lima negara yang memiliki kekuatan dominan, kesemua negara ini
membentuk aliansi sehingga dapat menghindari terjadinya perang, termasuk juga di
dalamnya Great Britain yang dianggap sebagai Balancer of power .
Jadi kesimpulan yang dapat diambil adalah, realisme merupakan suatu perspektif yang
mendominasi dalam perkembangan Hubungan Internasional. Realisme sendiri
memandang sistem internasional merupakan sistem yang bersifat kompetitif dan
konfliktual yang didasari oleh sifat alamai manusia yang cenderung berperilaku negatif.
Pemikiran logis yang dimiliki realisme mampu memberi sumbangsih terhadap perspektif
yang ada dalam Hubungan Internasional guna menelaah fenomena-fenomena yang terjadi
didalamnya. Penulis berpendapat bahwa, realisme masih dan akan terus bertahan karena
realisme merupakan perspektif yang paling logis, paling survive danyang paling sesuai
dengan sifat dasar manusia, sebagaimana pandangan terhadap konflik-konflik yang
terjadi di Timur Tengah, serta Rusia dan Ukraina pada saat ini.
PLURALISME
Wacana pluralisme lahir dari rahim paham"liberalisme". Maka tidaklah aneh jika
kemudian gagasan pluralisme agama itu sendiri muncul dan hadir dalam kemasan
"pluralisme politik "politicalliberalism". Namun kondisi pluralistik semacam ini masih
senantiasa terbatas dalam masyarakat Kristen Eropa untuk sekian lama, baru kemudian
pada abad ke -20 berkembang hingga mencakup komunitas-komunitas lain di dunia.
Dengan demikian disimpulkan bahwa gagasan pluralisme agama sebenarnya merupakan
upaya peletakan landasan teoritis dalam teologi Kristen untuk berinteraksi secara toleran
dengan agama lain. Pada dataran ini, gagasan plualisme agama bisa dilihat sebagai salah
satu elemen gerakan reformasi pemikiran atau liberalisasi agama yang dilancarkan oleh
Gereja Kristen pada abad kesembilan belas, dalam gerakan yang kemudiandikenal
dengan "Liberal Protestantism" yang dipelopori FriedrichSchleiremacher. Paham
pluralisme merupakan bagian dari ajaran pokok Islam Liberal.
Pembangunan ekonomi menghasilkan bertumbuhannya kelompok-kelompok kepentingan
ekonomi dan pluralisme yang dapat membawa pada demokrasi.
Bantuan luar negeri dapat juga dijadikan sebagai alat demokratisasi negara-negara lain
dimana bantuan luar negeri dipergunakan untuk membangun perekonomian negara
tersebut dan diharapkan setelah negara tersebut mengalami peningkatan dalam
perekonomiannya maka akan terjadi transisi dalam pemerintahannya menjadi
pemerintahan yang demokratis. Hal ini dimanifestasikan dalam suatu keadaan yang
sangat mendesak untuk memasuki suatu organisasi internasional. Hubungan antara
bantuan serta kerjasama luar negeri dengan berubahnya negara menjadi sebuah negara
demokrat tidaklah jelas. Namun kebanyakan negara-negara donor seperti Amerika Serikat
mempergunakan bantuan luar negeri sebagai alat untuk mereformasi negara Dunia Ketiga
untuk mendukung dan menjadi negara demokrasi kapitalis, dan sebagian negara penerima
bantuan menganggap bahwa demokratisasi merupakan suatu neokolonialisme yang
dipergunakan untuk westernisasi Dunia Ketiga.
bukan merupakan sebuah given, tetapi dunia yang ada akibat konstruksi sosial. Dalam
tema utama yang diusung oleh konstruktivisime, penulis berpendapat bahwa kepentingan
nasional dan indentitas merupakan hal yang penting bagi konstruktivis. Maka akan sulit
untuk negara tersebut memahami politik internasionalnya jika tidak ada identitas tersebut.
Kritik dari beberapa perpektif lain yang ada di Hubungan Internasional juga datang untuk
mengkritisi adanya perspektif konstruktivisme. Dengan adanya kritik-kritik tersebut,
diharapkan perpektif konstruktivisme bisa lebih berkontribusi dalam proses Hubungan
Internasional.
di dalam pendekatan ini tidak sebatas pada keamanan saja, tetapi mencakup keamanan
militer, politik, ekonomi, sosial dan lingkungan, seperti yang dipaparkan di bawah ini:
Keamanan militer, mencakup interaksi antar dua tingkat dan kekuatan yaitu kemampuan
defensif dan persepsi militer mengenai intensi masing-masing pihak.
Keamanan politik, mencakup kesinambungan dan stabilitas organisasi suatu negara atau
sistem pemerintahan serta ideologi yang melegitimasi kedua hal tadi.
Keamanan ekonomi, mencakup akses pada sumber daya finansial maupun pasar
yang diperlukan untuk mempertahankan tingkat kesejahteraan dan kekuatan negara.
Keamanan sosial, mencakup kemampuan untuk mempertahankan dan menghasilkan
pola-pola tradisional dalam bidang bahasa, kultur, agama, dan identitas nasional.
Keamanan lingkungan, mencakup pemeliharaan lingkungan lokal sebagai pendukung
utama kelangsungan hidup manusianya.
Meskipun masing-masing sektor tersebut mempunyai titik-titik vokal dalam kerangka
masalah-masalah keamanan, dan merumuskan cara-cara sendiri dalam menentukan
prioritas kebijakan utama suatu negara namun faktor-faktor itu sendiri saling terkait
dalam operasinya . Masalah-masalah keamanan yang muncul salah satunya bisa berupa
tindakan peningkatan kekuatan militer suatu negara, dan pendekatan yang demikian
apabila dilakukan secara terus menerus pada gilirannya dapat menimbulkan apa yang
disebut dilema keamanan. Dilema keamanan ini dapat terjadi apabila peningkatan
kapabilitas pertahanan dan keamanan dipersepsikan sebagai ancaman dan petunjuk sikap
bermusuhan oleh pihak lain. Demikian suatu reaksi atas aksi yang dilakukan suatu pihak
akan menimbulkan reaksi yang baru dari pihak lain.
Keamanan merupakan suatu fenomena yang berhubungan, oleh karenanya seseorang
tidak bisa memahami keamanan nasional suatu negara tanpa memahami pola
internasional yang melekat dalam kesalingtergantungan keamanan yang ada
tentu secara subtantif adalah nyata. Ancaman dan kerentanan inilah yang menjadi konteks
hadirnya ketidakamanan nasional (national insecurity)
Tingkat kerawanan sebuah negara berhubungan erat dengan lemahnya sebuah bangsa dan
lemahnya kekuatan yang dimiliki. Kekuatan yang lemah (weak powers) berarti
ketidakmampuan mereka dalam menghadapi pengaruh-pengaruh sistem negara-negara
kuat di sekitar mereka, seperti negara tetangga atau negara adidaya, serta ditambah dari
fakta bahwa kebanyakan diantara mereka adalah negara kecil. Negara dengan kekuatan
lemah adalah belum tentu negara lemah. Namun negara dengan kekuatan lemah,
kelemahannya diukur berdasarkan kapabilitas militernya yang relatif inferior terhadap
negara lain dalam sistem, terutama tetangga-tetangganya dan kekuatan besar pada saat
itu.
Weak states umumnya adalah weak power, dimana kerentanannya mencapai tingkatan
yang tertinggi. Secara kontras dikotomi negara diatas juga menimbulkan dikotomi negara
yang lainnya dengan kriteria strong atau kuat baik kapabilitas power-nya maupun
kapabilitas ekonominya
Ketidakamanan nasional merupakan fenomena yang berkebalikan dari konteks keamanan
nasional. Hal ini terjadi ketika ancaman mulai merasuki wilayah nasional dari suatu
negara. Menurut Barry Buzan, ada lima tipe dari ancaman yang dibagi atas aspek-aspek
militer, politik, societal, ekonomi dan ekologi Ada dua bentuk ancaman yang dihasilkan
dari pengembangan instrumen militer. Yang pertama berasal dari senjata yang dimiliki
aktor itu sendiri yang menghasilkan ancaman penghancuran, dimana lebih dikenal
dengan sebutan defense dilemma (dilema pertahanan). Kedua adalah berasal dari senjata
yang dimiliki aktor lain di sistem yang menghasilkan bentuk ancaman kekalahan, dimana
nantinya disebut sebagai security dilemma (dilema keamanan)
Dilema pertahanan terjadi apabila terjadi kontradiksi antara pertahanan militer dan
keamanan nasional. Angkatan bersenjata dijustifikasi oleh keperluannya akan keamanan
nasional dan secara politis diasumsikan kekuatan militer berkorelasi positif dengan
keamanan nasional. Keadaan ini juga didorong oleh kemajuan teknologi di bidang
pertahanan, salah satunya adalah teknologi nuklir yang dapat membahayakan negara itu
sendiri serta lingkungannya .
Dilema keamanan terjadi didasari oleh dua kondisi, yaitu bahwa setiap negara
mempunyai perilaku selalu ingin mengejar power untuk kepentingan nasionalnya dan
yang kedua akibat perilaku tadi sistem yang tercipta menjadi anarki dimana masingmasing negara akan berusaha mempertahankan dirinya dari ancaman pihak lain atau
dapat dikatakan mengejar atau pencapaian keamanan. Dilema akan terjadi pada suatu
negara karena ia merasa takut akan ancaman kekalahan dari pihak lain yang dicurigai
terus mengembangkan kekuatan militernya, sehingga suatu negara A mengembangkan
kekuatan militernya agar dapat mengimbangi negara B. Dan negara B yang melihat
perkembangan tersebut kembali mengembangkan kekuatannya lagi sehingga kembali
mengancam negara A, dan begitu seterusnya .
Penelitian atas dasar keamanan merupakan satu pendekatan yang sangat digalakkan. Hal
ini timbul dari keinginan untuk mengurangi konflik dan menghalangi timbulnya perang.
Konsep keamanan sendiri merupakan konsep yang mulai dikembangkan sejak awal tahun
1950-an oleh John Herz, ia menganggap keamanan sebagai akibat dari hubungan
kekuatan antar negara.
Secara tradisional literatur-literatur mengenai hubungan internasional berdasarkan kepada
kekuatan dan perdamaian. Para peneliti yang lebih suka melakukan pendekatan melalui
konsep kekuatan digolongkan ke dalam realis, sedangkan peneliti yang lebih suka
melakukan pendekatan melalui konsep perdamaian digolongkan ke dalam kaum idealis.
lapangan kerja), ancaman terhadap hak-hak (pembatasan hak-hak kebebasan sipil), dan
ancaman terhadap posisi atau status (penurunan pangkat, penghinaan di depan publik).
d. Ancaman ekonomi. Masalah utama dari ide tentang keamanan ekonomi adalah
berlangsungnya kondisi normal dari aktor-aktor pelaku pasar tanpa gangguan persaingan
tidak sehat dan ketidakpastian. Ancaman ekonomi juga mengkaji masalah pengangguran,
kemiskinan, keterbatasan terhadap sumber daya, dan daya beli rakyat.
e. Ancaman ekologi. Merupakan ancaman dari bencana alam seperti banjir, longsor, hujan
badai, gempa bumi. Namun yang menjadi isu sentral keamanan ekologi adalah masalah
aktivitas manusia yang merusak lingkungan seperti pemanasan global, efek rumah kaca,
banjir, eksplorasi sumber daya alam secara besar-besaran dan terus menerus.
Kerangka anilisis ini memperlihatkan pergantian yang cukup berarti dari pemikiran
tradisionalis tentang konsep keamanan yang sempit, terutama ketika keamanan membawa
isu-isu non-militer sebagai fokus kajiannya. Banyaknya dimensi keamanan nasional
membawa konseptualisasi tentang keamanan komprehensif (comprehensive security).
Pandangan yang berpijak dari anggapan bahwa keamanan nasional sebagai sesuatu yang
bersifat komprehensif percaya bahwa keamanan nasional terdiri dari bukan hanya
ancaman yang berdimensi militer, tetapi juga yang berdimensi non-militer. Selain itu,
lingkup keamanan juga bukan hanya terbatas pada substansi kewilayahan (territorial
security) tetapi juga menjadi isu spesifik, seperti keselamatan masyarakat (public safety),
perlindungan masyarakat (community protection), ketertiban umum, penegakan hukum
dan ketertiban masyarakat (law enforcement and order), pertahanan nasional (national
defence).
Dengan demikian maka fungsi keamanan nasional cakupannya amat luas dan beragam,
yang kadang-kadang sering diartikan sempit dan menjadi rancu ketika diacukan pada
keamanan dan ketertiban masyarakat saja. Pengertian keamanan seharusnya tidak berdiri
sendiri, karena mempunyai pengertian yang berbeda dan spesifik bila mempunyai atribut
tertentu. Atribut itulah yang membedakan konteks dan bobot dari makna keamanan itu
sendiri. Beberapa contoh konkrit misalnya keamanan global (global security), keamanan
regional (regional security), keamanan dalam negeri (internal security), dan keamanan
manusia (human security).
Pada tahun 1990, PBB telah megembangkan konsep tentang keamanan manusia, yang
menurut United Nations Development Program (UNDP)[8],yaitu the concept of security
must changefrom an exclusive stress on natioal security to a much greater stress on
peoples security, from security through armaments to security through human
development, from territorial to food, employment and environmental security.
Sedangkan UNDP dalam Human Develpment Report (HDR) telah membuat tujuh
dimensi keamanan, yaitu:
a. Keamanan Ekonomi (economic security), di mana diperlukan pendapatan dasar dari
pekerjaan produktif;
b. Keamanan Pangan (food security), di mana setiap orang pada setiap kesempatan
memiliki akses (baik kesehatan dan ekonomi) terhadap panganan dasar.
sebagai penjamin bagi kontinuitas pembangunan. Dalam kerangka ini, IPM memiliki
potensi sebagai alat analisa situasi dan kebijakan pembangunan. Karenanya dalam
konteks pelaksanaan pembangunan, pemanfaatan IPM dapat digunakan sebagai salahsatu alat atau referensi yang menduduki posisi penting dalam manajemen pembangunan
baik dalam hal perencanaan, pemantauan ataupun evaluasi. Dalam kaitannya dengan
human security, IPM memiliki keterkaitan erat karena ketiga indikator komposit IPM
sejalan dengan komponen-komponen human security.
Human security menjadi faktor penting dalam pembangunan wilayah perbatasan. Upaya
perlindungan terhadap human security membuka peluang bagi wilayah perbatasan untuk
mempercepat proses pembangunan, dan karena keterkaitan yang erat dengan
pembangunan ekonomi dan sosial, human security juga menjadi investasi yang penting
bagi pembangunan wilayah perbatasan. Dengan demikian, tantangan bagi pemerintah
(pusat dan daerah) serta berbagai stakeholders lain di wilayah perbatasan adalah
bagaimana mengintegrasikan human security sebagai inti dari proses perencanaan dan
implementasi pembangunan wilayah perbatasan yang berbasis pada pembangunan
manusia. Jika dalam pembangunan wilayah perbatasan tidak memperhatikan keamanan
manusia, yang terjadi kemudian adalah rasa nasionalisme rakyat di wilayah perbatasan
akan luntur dan hilang karena merasa tidak diperhatikan oleh pemerintah. Kepercayaan
masyarakat terhadap pemerintah daerah juga akan berkurang sehingga dapat
menimbulkan gangguan stabilitas keamanan yang pada akhirnya akan mengganggu rasa
persatuan dan kesatuan bangsa. Pendidikan dan kesejahteraan masyarakat juga harus
menjadi focus pemerintah dalam membangun wilayah perbatasan.
Dengan kata lain, pembangunan wilayah perbatasan tidak hanya difokuskan bagaimana
daerah tersebut aman dari gangguan separatism, wilayah kedaulatan negara tidak digerus
oleh Negara tetangga, terciptanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tetapi juga harus
difokuskan pada kesejahteraan masyarakat terkait dengan keadaan sosial budayanya.
UNDP dalam Millenium Development Goals (2000) mengemukakan dua perspektif
dalam mengkaji hubungan antara pembangunan manusia dengan keamanan manusia
sebagai berikut:
a. Konsep keamanan tidak hanya difokuskan pada negara dan aspek teritorial, tapi juga
pada individu-individu yang mestinya menjadi pusat perhatian. Orang harus merasa aman
dalam segala aspek kehidupannya, ketika mereka berada di rumah, rasa aman terhadap
pekerjaannya, ketika berada di jalan, ketika berada di tengah-tengah komunitas dan
lingkungannya. Dalam perspektif ini, ada 7 (tujuh) kategori yang dapat menghilangkan
rasa aman manusia, yakni:
1) Pertumbuhan penduduk yang tidak terkontrol;
2) Polusi dan kerusakan alam;
3) Perdagangan obat-obatan terlarang;
4) Terorisme internasional;
5) Instabilitas finansial;
6) Instabilitas perdagangan; serta
7) Kesenjangan global.