Anda di halaman 1dari 7

Kajian Teori Realisme

Realisme merupakan salah satu perspektif yang dominan dalam hubungan internasional.
Keberadaan perspektif ini tidak lepas dari kemunculan kajian ilmiah hubungan internasional
yang kemudian dikaitkan dengan berbagai fenomena yang terjadi dalam interaksi aktor-aktor
dalam hubungan internasional. Realisme adalah sebuah perspektif yang tidak bisa dipisahkan
dengan kata power.

Dalam perspektifnya, realisme memandang bahwa sifat dasar manusia adalah serakah
dan rakus. Oleh sebab itu, dunia selalu dipenuhi dengan konflik kepentingan. Bahkan dalam
konteks yang lebih luas, konflik dan perang adalah bagian yang tak terpisahkan dari dunia
internasional. Apalagi dengan melihat bahwa sistem internasional bersifat anarki, dalam artian
bahwa tidak ada kekuasaan yang dominan dalam hubungan internasional atau dengan kata lain,
tidak ada government over government. Realisme menolak asumsi bahwa hubungan antar aktor
didominasi dengan hubungan kerja sama. Hal ini didasarkan pada sistem internasional yang
anarki. Sehingga kaum realis skeptis terhadap adanya kemajuan dalam politik internasional.
Selain itu, pencapaian national interest merupakan salah satu asumsi perspektif realisme dalam
memandang hubungan antar aktor dalam hubungan internasional. Politik akan dijadikan sebagai
instrumen selama hal tersebut dapat memenuhi pencapaian national interest.

Dalam karakteristiknya, realisme memandang bahwa negara merupakan aktor utama


dalam hubungan internasional. Negara sebagai entitas politik yang berdaulat dan independen
merupakan unit analisis yang menjadi fokus realisme. Kehadiran aktor non negara dianggap
tidak memberikan pengaruh yang signifikan dan berada di bawah dominasi negara sehingga
dianggap sebagai aktor sekunder. Dengan kata lain, dinamika politik global dikendalikan oleh
negara. Selain itu, ruang lingkup atau isu dalam hubungan internasional didominasi dengan high
politics issue yaitu isu mengenai keberlangsungan sebuah negara. Negara memberikan perhatian
yang tinggi terhadap nilai-nilai keamanan nasional serta eksistensi suatu negara. Sehingga dalam
memandang entitas-entitas yang ada, realisme mengasumsikan bahwa negara merupakan unitary
actor yaitu negara sebagai aktor yang mewakili aktor lainnya. Segala keputusan yang ada
merupakan keputusan negara.
Realisme sering kali menganalogikan hubungan internasional sebagai hutan dengan
sistem anarki di dalamnya. Setiap binatang yang ada di dalam hutan berkompetisi mencari
mangsa untuk bertahan hidup. Dalam panggung politik internasional, setiap negara akan
menggunakan powernya dalam mencapai kepentingan nasionalnya masing-masing.

Tokoh - Tokoh Realisme serta Pemikirannya

Thucydides

Thucydides melihat bahwa perang merupakan langkah rasional dan masuk akal untuk
mencapai keamanan dan kelangsungan hidup negara karena negara tidak memiliki pilihan lain
selain politik kekuasaan yang harus mereka jalankan dalam kondisi yang anarkis.
Niccolo Machiavelli
Asumsi dasar Machiavelli adalah bahwa nilai politik tertinggi adalah kebebasan nasional,
yaitu kemerdekaan. Dalam mewujudkannya, penguasa dituntut untuk memiliki kekuatan
mempertahankan kepentingan negara bagaikan singa, sekaligus harus mampu berperilaku cerdik
seperti rubah.
Thomas Hobbes
Dalam bukunya yang berjudul Leviathan (1651), Thomas Hobbes menguraikan tentang
tiga asumsi dasar realisme, yaitu :

 Manusia adalah sama.


 Manusia berinteraksi dalam lingkungan yang anarkis
 Manusia diarahkan oleh kompetisi, rasa ketidakpercayaan diri (diffidence), dan kemuliaan
(glory). Oleh karena itu kemudian muncul konsep bellum omnium contra omnes, atau war of
all against all, semua manusia pada dasarnya berkompetisi demi kepentingannya sendiri.

Hans J. Morgenthau
Mengasumsikan bahwa sifat dasar manusia adalah animus dominandi (manusia haus akan
kekuasaan) dan mementingkan diri sendiri. Hans J. Morgenthau mengemukakan asumsinya
dalam “enam prinsip realisme politik”, yaitu :
 Politik berakar dari sifat dasar manusia yang mementingkan diri sendiri.
 Politik internasional adalah arena bagi konflik kepentingan-kepentingan negara.
 Etika hubungan internasional berbeda jauh dari moralitas pribadi.
 Tidak ada negara yang mampu memaksakan ideologinya.
 Manusia terbatas dan tidak sempurna.

Titik Tolak Realisme (Argumentasi Reviewer)

Dalam pandangan reviewer, dengan melihat fenomena dan percaturan politik


internasional yang makin kompleks maka berbagai politik kepentingan akan turut serta di
dalamnya. Ada asumsi yang mengatakan bahwa perang bisa dihentikan dengan perang. Dalam
artian bahwa politik global memang didominasi oleh konflik. Setiap negara memiliki
kepentingan nasional masing-masing dan dalam implementasinya sering kali terjadi benturan
kepentingan (clash of interest). Sehingga dalam hal ini, reviewer mendukung realisme sebagai
perspektif yang lebih dominan jika dibandingkan dengan liberalisme.

Selain itu, asumsi bahwa karakter manusia sebagai makhluk yang serakah terefleksikan
terhadap negara. Setiap negara akan memandang bahwa kemenangan negara atau peningkatan
power sebuah negara akan dianggap sebagai upaya untuk melakukan dominasi terhadap politik
internasional. Interaksi kerja sama sebagaimana yang dijelaskan liberalisme dipandang sebagai
kemasan dalam menjalankan politik kepentingan sebuah negara.

Kita bisa memandang bahwa Perang Dunia II sebagai pembuktian teori realisme. Hal ini
ditunjukkan melalui konsep bahwa tiap negara yang terlibat perang berusaha mempertahankan
kepentingan negara melalui perang. Konsep collective security, terwujud dalam Liga Bangsa-
Bangsa, yang diungkapkan dalam liberalisme terbukti hanya menguntungkan negara besar untuk
memperkuat posisi mereka. Konsep kerjasama hanya sebagai jembatan untuk mendapatkan
kepentingan dan bersifat terbatas, hal ini terbukti melalui tindakan Uni Soviet yang berpaling ke
lawan (Jerman) ketika kepentingan mereka tidak tercapai melalui kerjasama dengan Inggris dan
Perancis. Selain itu, kita juga melihat fenomena sekarang dimana Israel berkali-kali melakukan
pelanggaran terhadap prinsip-prinsip PBB tanpa mendapatkan sanksi apapun.
Dalam asumsi realisme, negara bertindak seperti manusia. Negara mencoba untuk
memenuhi kepentingannya menggunakan power yang mereka miliki. Konsep power agaknya
cukup luas namun dalam hal ini kita membatasi istilah tersebut sebagai sebuah kapabilitas negara
untuk bertindak. Setiap negara adalah berdaulat (sovereignty) dan bisa menentukan arah
kebijakannya sendiri-sendiri (self-determination). Sehingga teori realis menganggap bahwa
negara adalah sebuah entitas tertinggi dalam sistem internasional. Inilah yang disebut sifat
anarchy dalam hubungan internasional.

Dalam realitasnya, hubungan internasional digambarkan sebagai bola biliar (billiar ball
model). Setiap bola digambarkan sebagai setiap negara yang bergulir kehidupannya di meja
biliar yang merupakan sistem internasional. Bola-bola biliar tersebut tidak ada bedanya dalam
meja biliar karena mereka sama sama memiliki kedaulatan (sovereignty). Kedaulatan tersebut
yang kemudian menjadikan semua negara setara dalam sistem internasional. Tidak ada
perbedaan antara negara berwilayah kecil dan luas ataupun antara negara miskin dan kaya.

Teori ini diawali oleh karya E. H Carr, The Twenty Years Crisis pada tahun 1939. Carr
mencoba untuk mengkritik beberapa kesalahan dalam teori liberal internasionalisme
(liberalisme) yang muncul sebelumnya sebagai sebuah tanggapan atas Perang Dunia Pertama.
Liberalisme mengatakan bahwa masyarakat tidak ingin berperang dan kemudian hanya
pemerintah otoriterlah yang membuat peperangan antar negara terjadi. Sehingga rezim-rezim
seperti di Jerman, Austria-Hungaria dan kerajaan-kerajaan otoriter di Eropa adalah penyebab
perang. Padahal Jerman juga memiliki pemerintah yang bertanggung jawab di Parlemen pada
masa Hitler, namun pada akhirnya perang tidak terelakan juga. Pemerintah Jerman pada rezim
Hitler juga mendapat dukungan dari rakyatnya, walaupun pada akhirnya banyak yang tidak
setuju dengan kebijakan Hitler untuk berperang.

Hal tersebut menandakan bahwa liberalisme adalah sebuah teori yang kurang presisi
untuk menggambarkan realitas hubungan internasional. Jikalau liberalisme menganggap hukum
internasional adalah sebuah penyelesaian dalam konflik antar negara, realisme mengkritik bahwa
hukum hanya akan dapat dibentuk dengan cara perang. Menurut orang realisme, hukum yang
dibentuk pada perjanjian Versailess (yang juga merupakan sebuah hasil dari pemikiran
liberalisme) hanya menguntungkan sebagian pihak. Sehingga dalam hal ini hukum hanya
diperuntukan bagi ’the have’ atau orang yang menguasai atau mendapat keuntungan dari hukum
tersebut seperti dalam kasus Versailles adalah pihak Inggris dan Perancis. Sedangkan ‘the have
not’ adalah pihak yang tidak mendapat keuntungan dari hukum cenderung dirugikan, seperti
Jerman yang pada saat Perjanjian Versailles harus mengganti seluruh biaya reparasi perang
sekutu. Hukum dalam Perjanjian Versailles agaknya lebih kearah mendikte Jerman ketimbang
bernegosiasi dengannya.

Karya selanjutnya yang berpengaruh dalam teori realisme tentunya adalah Politics
Among Nations: The Struggle for Power and Peace (1948) tulisan Hans J. Morgenthau. Tesis
dasar Morgenthau adalah bagaimana sebuah negara akan mengejar kepentingan dengan cara
memperkuat power yang dimiliki. Dalam hal ini negara adalah aktor kunci dalam hubungan
internasional. Aktor-aktor lain seperti individu, perusahaan transnasional (TNC), perusahaan
multinasional (MNC), organisasi internasional mungkin berpengaruh dalam hubungan
internasional, akan tetapi semua bentuk aktor tersebut diatur oleh negara-negara berdaulat.

Realis mencoba menggambarkan seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa


hubungan internasional bersifat kompetitif, konfliktual dan penuh pertumpahan darah. Negara-
negara akan memperkuat powernya demi mempertahankan deterensi dan kepentingannya di
dalam sistem internasional. Dengan begitu negara akan terus survive (bertahan) karena sistem
internasional bersifat self-help. Kondisi anarchy dalam sistem internasional membuat negara-
negara harus menolong diri sendiri ketika terjadi sesuatu. Peningkatan power tersebut juga
berfungsi untuk memberikan jaminan keamanan domestik suatu negara.

Namun sayangnya peningkatan power ini selanjutnya akan menimbulkan suatu security
dillema. Security dillema adalah keadaan dimana ketika kita meningkatkan power (misal dalam
bidang militer) negara kita, ada dua kemungkinan yang didapat: (1) negara kita bertambah aman
karena bertambah kuat dan (2) negara kita malah terancam karena negara lain akan menganggap
kekuatan yang bertambah tersebut sebagai sebuah ancaman. Inilah yang kemudian menimbulkan
perlombaan kekuatan militer (arms race) antar negara..
Negara-negara berdaulat memiliki kekuatan militer masing-masing. Kendati demikian, negara-
negara dalam sistem internasional akan terus mencoba untuk memperkuat diri. Sehingga dalam
suatu waktu, negara-negara tersebut kekuatannya relatif setara dan tidak akan mencoba untuk
menggunakan kekuatannya untuk menyerang. Keadaan inilah yang disebut sebagai balance of
power. Balance of power oleh orang-orang realis dianggap keadaan paling stabil dalam sistem
internasional. Isu-isu utama dalam realisme terkenal dengan sebutan 3S, yaitu statism, self help
and survival.

Kesimpulan

Sistem internasional yang anarki merupakan asumsi yang tak pernah lepas dari kacamata
realisme. Negara yang merupakan aktor utama dalam hubungan internasional, selalu
mengedepankan power dalam pencapaian national interestnya. Negara dipandang sebagai satu-
satunya entitas yang mengontrol politik global. Dengan berdasar pada asumsi bahwa manusia
merupakan makhluk yang rakus dan serakah, maka politik global akan selalu dipenuhi dengan
politik kepentingan yang selalu berujung konflik dan perang. Realisme juga dikenal sebagai
perspektif yang muncul untuk mengcounter perspektif liberalisme. Konsep kerja sama dan
collective security yang didengungkan oleh liberalisme ditolak oleh realisme. Hal ini disebabkan
karena dalam pandangan realisme, kerjasama dan collective security merupakan politik
kepentingan negara dalam menanamkan pengaruh dan meraih kepentingan nasionalnya.
Realisme merupakan perspektif dalam hubungan internasional yang berfokus pada
keberlangsungan negara dalam politik global. Kesimpulannya, dalam pandangan realis, tidak
pernah ada perdamaian antar negara. Hal tersebut disebabkan karena negara-negara tersebut
tidak memiliki otoritas tertinggi diatasnya. Mereka masing-masing memiliki kedaulatan dan
kedaulatan tersebut tidak akan diberikan kepada otoritas diatasnya (jikalau ada). Sehingga dalam
hal ini keadaan tersebut menggambarkan international state of nature yang kembali pada asumsi
awal bahwa sistem internasional adalah sebuah hutan liar yang lingkungannya adalah saling
membunuh/berperang untuk mengejar kepentingan masing-masing
realisme mencoba berpandangan bahwa manusia itu buruk, egois dan saling menumpahkan
darah. Begitu pula dengan negara. Teori realisme HI yang muncul terinsipirasi dari beberapa
filsuf klasik seperti Thucydides, Machiavelli dan Thomas Hobbes.

Salah satu filsuf Thommas Hobbes dalam Leviathan menggambarkan bahwa manusia adalah
serigala bagi serigala yang lain (red. homo homini lupus). Manusia dalam pemenuhan
kepentingannya akan selalu berkonflik satu sama lain. Dengan begitu manusia akan
menumpahkan darah manusia lain untuk memenuhi kepentingannya. Namun disisi lain, manusia
takut binasa karena keadaan tersebut. Manusia memahami dalam lingkungannya selalu ada yang
lebih kuat daripada dirinya, sehingga suatu saat dia akan binasa pula. Oleh karena itu, manusia
melakukan kontrak sosial untuk membentuk pengatur masyarakat yang dalam karya Hobbes
digambarkan sebagai sebuah raksasa (leviathan). Pengatur tersebut adalah yang pada saat ini kita
kenal sebagai negara.

References

Nasrum, Arnaldi. “Realisme sebagai Perspektif dalam Hubungan Internasional”. https://arnaldi-


nasrum.blogspot.com/2012/10/realisme-sebagai-perspektif-dalam.html

Brown, C., & Ainley, K. (2005). Understanding International Relations. New York: Palgrave
Macmillan.

Jackson, R., & Sorensens, G. (2013). Introduction to International Relations: Theories and Approaches.
Oxford: Oxford University Press.

Anda mungkin juga menyukai