Anda di halaman 1dari 21

Nama : AFIF NUR ANSHARI

NPM : 2206122175
Program Studi : Kajian Ketahanan Nasional Peminatan Kajian Stratejik Imigrasi

BAGIAN 1
Teori dan Praktik Politik Internasional

Realisme politik menganggap bahwa politik seperti masyarakat umumnya,


dikendalikan oleh hukum-hukum objektif yang berakar pada hakikat manusia.
Petunjuk utama yang membantu realisme politik untuk menemukan jalannya
melintasi bentangan alam politik internasional ialah konsep kepentingan yang
diartikan dalam istilah kekuasaan.
Realisme menganggap bahwa konsep utamanya tentang kepentingan yang
ditegaskan sebagai kekuasaan merupakan kategori objektif yang berlaku secara
universal tetapi tidak memberi sifat pada konsep itu dengan arti yang sudah
ditentukan secara definitif. Realisme politik menyadari pentingnya moral dari
tindakan politik. Realisme politik menyadari pula ketegangan yang tidak dapat
dihindarkan antara perintah antara perintah moral dan syarat-syarat dari tindakan
politik yang berhasil.
Realisme politik menolak mengidentifikasi cita-cita moral bangsa tertentu
dengan hukum-hukum moral yang menguasai alam semesta. Maka, perbedaan
antara realisme politik dengan mahzab pemikiran lain adalah nyata dan
menyuluruh. Akan tetapi, banyak dari teori realisme politik mungkin
disalahartikan dan disalahtafsirkan, tidak ada yang menyangkal sikap intelektual
dan moralnya yang khusus terhadap masalah yang bersifat politik.
Kekuatan yang menentukan hubungan politik diantara bangsa-bangsa dan
memahami cara-cara kekuatan itu bekerja dan terhadap hubungan politik
internasional serta lembaga-lembaga. Politik International mencakup sejarah,
masalah terkini, hukum international dan hubungan antar negara, sehingga
mampu untuk meramalkan apa yang akan terjadi dimasa akan datang. Perlu
diingat bahwa keadaan politik tertentu dapat menyebabkan perumusan dan
pelaksanaan politik luar negeri tertentu.
Yang membahas antara kekuasaan dan perdamaian. Dalam dunia yang
berkekuatan pendorongnya yaitu hasrat negara-negara berdaulat untuk kekuasaan,
perdamaian hanya dapat dipelihara oleh dua alat yaitu mekanisme kekuatan sosial
yang mengatur sendiri dan pembatasan atas perebutan norma tersebut dalam
bentuk moralitas internasional, hukum internasional dan opini umum dunia.
BAGIAN 2
Politik Internasional sebagai Perebutan Kekuasaan

Politik Internasional sama seperti semua politik yaitu perebutan


kekuasaan, tidak semua tindakan yang dilakukan oleh suatu negara berkenaan
dengan negara lain adalah bersifat politik dan tidak semua negara seantiasa
terlibat dalam taraf yang sama dalam politk luar negeri.
Kekuasaan politik memberikan kepada pihak yang disebut pertama
pengawasan atas tindakan tertentu oleh pihak yang disebut terakhir, melalui
dampak yang diakibatkan pihak pelaksana atas pihak yang terkena. Kekuasaan ini
dapat pula digunakan melalui perintah, wewenamg, ancaman atau kharisma orang
atau jabatan atau gabungan.
Dengan dilakukan empat perbedaan yaitu :
1. Kekuasaan dan pengaruh.
2. Kekuasaan dan kekuatan.
3. Yang dapat dipakai dan tidak dapat dipakai.
4. Kekuasaan yang sah dan tidak sah.
Dalam politik internasional kekuatan bersenjata sebagai ancaman atau
kemampuan merupakan faktor manajerial yang penting yang membantu kekuatan
politk suatu Negara. Pemakaian kekuatan fisik menyebabkan unsur psikologis
hubungan politik itu hilang sehingga harus dibedakan kekuatan militer dan politik.
Dalam urusan internasional yang selalu menjadi pembicaraan adalah politk
ekonomi keuangan, territorial dan militer.
Seperti haknya semua politik cita-cita akan kekuasaan menjadi unsur yang
membedakan dalam politik internasional karena terpaksa merupakan politik
kekauasan. Tetapi ternyata perebutan kekuasaan dapat dihilangkan dengan cara
mengorganisasi dunia, seperti adanya Perserikatan bangsa-bangsa. Dan dengan
cara demokrasi sehingga kehendak rakyat yang harus berlaku.
Merosotnya peran yang dimainkan oleh kekuatan di kancah internasional
berasal dari dua sumber yaitu: filsafat politik internasional yang menguasai lebih
dari setengah abad 19 seperti dikuasainya kelas menengah oleh kaum ningrat dan
yang satu lagi adalah keadaan politik dan intelektual khusus yang menentukan
hubungan Amerika Serikat terhadap sisa dunia.
Abad ke-19 mengembangkan “ilmu tentang perdamaian” sebagai cabang
pengetahuan ilmiah yang terpisah. Teori dan praktek plebisit internasional juga
merupakan perwujudan khas dari pendekatan rasionalis terhadap masalah
internasional.

Perebutan Kekuasaan : Politik Status Quo


Semua politik baik dalam maupun internasional menerapkan tiga pola
dasar yaitu berusaha memelihara kekuasaan atau meningkatkan kekuasaan atau
memperagakan kekuasaan. Tiga pola politik ini berhubungan dengan tiga politik
internasional sehingga cenderung memelihara kekuasaan yang menguntungkan
negara yang bersangkutan, dengan demikian menjalankan politik status quo.
Konsep status quo sendiri berasal dari status quo ante bellum, istilah diplomatik
yang merujuk pada klausa yang lazim dalam perjanjian perdamaian yang
mengatur pengosongan wilayah oleh pasukan musuh dan pemulihannya pada
kedaulatan sebelum perang.

Perebutan Kekuasaan : Imperialisme


Pengamat memakai istilah “imperialistis” bukan dengan tujuan secara
objektif memberikan ciri corak pada corak politik luar negeri yang khusus tetapi
untuk sebagai penghinaan yang di pakai pengamat politk untuk mencela politik
yang ditentangnya. Tidak semua tujuan politik luar negeri untuk meningkatkan
kekuasan suatu bangsa merupakan manifestasi imperialme. Dan tidak setiap
politik luar negeri yang bertujuan memelihara imperium yang telah berdiri adalah
imperialisme.
Ide imperialisme berasal dari Inggris, ide ini dipahami oleh Disraeli (1874)
yang kemudian dikembangkan oleh Sir Winston Churchil dengan ide pokok
sebagai berikut :
1. Penyatuan dan integrasi Inggris kedalam imperium yang disatukan melalui
bantuan perdagangan yang bersifat protektif.
2. Pencadangan tanah jajahan yang leluasa bagi oang inggris.
3. Angkatan bersenjata yang disatukan, dan
4. Badan perwakilan pusat di London.
Teri-teori ekonomi tentang imperialme dikembangkan dalam 3 mazhab
yang berlainan, yaitu : Marxis, Liberal dan teori “Iblis” tentang imperialisme.
Teori Marxis tentang imperialisme bertopang pada keyakinan bahwa segenap
gejala politik merupakan refleksi dari kekuatan ekonomi. Dalam pandangan kaum
Marxis kapitalisme merupakan kejahatan utama dan imperialisme adalah
manifestonya.
Menurut teori ekonomi dan lebih khusus lagi teori “Iblis”, orang-orang
kapitalis memakai pemerintah sebagai alat dalam menghasut politik imperialisme.
Bukti sejarah membuktikan keunggulan politik terhadap perekonomian,
“kekuasaan raja uang…atas politik internasional”menang dalam ucapan Profesor
Schumper.
Pada hakikatnya imperialisme sebagai politik dirancang untuk
menghapuskan status quo. Tiga hal yang mendorong imperiasme:
1. Perang yang berakhir dengan kemenangan
Dalam perang, negara yang menang perang akan berusaha untuk
memperoleh perubahan dari hubungan kekuasaan dengan musuh yang
dikalahkan.
2. Kalah perang
Politik imperialisme yang digunakan pihak yang menang sambil
menantikan pemenangnya akan juga menimbulkan politik imperialisme
bagi pihak yang kalah.
3. Kelemahan
Negara-negara lemah atau daerah secara politik mengalami kekosongan
akan menarik dan akan dimasuki oleh negara yang kuat.
Tiga tujuan imperialisme :
1. Imperium Dunia
Sikap moderat yang bernafsu untuk menaklukkan merupakan ciri khas
imperialism tanpa batas.
2. Imperium Kontinental
Ditentukan secara geografis dalam politik negara-negara Eropa dalam
memperoleh posisi yang lebih berpengaruh di kawasan kontinental Eropa.
3. Pengaruh lokal yang besar.
Tiga metode imperialisme :
1. Imperialisme militer
Merupakan imperialisme yang paling jelas dan paling kasar, imperialisme
model ini dilakukan dengan penaklukan militer. Biaya yang dikeluarkan
pun berpotensi sangat besar dan menghabiskan banyak biaya tanpa
diketahui pasti hasil akhirnya menang atau kalah. Jadi imperilisme ini
diistilahkan judi yang dimainkan dengan taruhan tertinggi.
2. Imperialisme ekonomi
Merupakan imperialisme dengan cara halus, tidak langsung, kurang efektif
dibandingkan keanekaaragaman militer, tetapi cukup efektif untuk
mempertahankan dominasi terhadap negara lain. Imperialisme ini
diindikasikan dilakukan untuk menghapus status quo dengan mengubah
hubungan kekuasaan negara bukan dengan penaklukkan tetapi dengan
pengendalian ekonominya.
3. Imperialisme kebudayaan
Merupakan imperialisme yang paling halus, dengan cara penaklukkan dan
pengendalian pemikiran manusia tanpa harus melakukan penaklukan
militer atau pun penguasaan ekonomi. Negara imperialis ini dapat
menanamkan pengaruhnya melalui pemahaman dan pandangan negara-
negara lain yang mengikuti secara sukarela.
Melacak dan menentang politik imperialisme sebenarnya dapat dilakukan
dengan memilih corak politik luar negeri yang tepat, yaitu apakah berusaha
menghapuskan pembagian kekuasaan yang ada atau melakukan penyesuaian-
penyesuaian dalam kerangka umum status quo yang ada. Bentuk penanganan
imperialisme suatu negara dapat berbeda, tergantung politik luar negeri apa yang
ingin negara tersebut jalankan.
 Imperialisme (yang ingin menghapus pembagian kekuasaaan) vs politik
pembendungan baik yang nyata, seperti tembok besar atau berupa kiasan
seperti garis demarkasi militer (contohnya Zona Demiliterisasi Korea).
 Imperialisme (dengan pembagian kekuasaaan) vs politik peredaan
(appeasement) merupakan kompromi yang dilakukan dengan memenuhi
tuntutan suatu negara yang melakukan ekspansi wilayah atas dasar
pertimbangan nilai-nilai tertentu (misalnya, kemanusiaan, fakta sejarah
dan tuntutan penduduk untuk menentukan nasibnya sendiri).
 Imperialisme vs politik kekhawatiran
Untuk melawan imperialisme, beberapa negara menempuhnya dengan
membentuk aliansi-aliansi. Dampak dari adanya aliansi yang terbentuk dan
menjadi kuat ini, menimbulkan kekhawatiran di intern aliansi tersebut.
Kekhawatiran terhadap sepak terjang salah satu negara terkuat dalam
aliansi yang berbalik merugikan atau mengancam negara lain di dalam
aliansi tersebut.

Perebutan Kekuasaan : Politik Prestise


Politik Prestise jarang digunakan dalam literatur politk modern, prestise
merupakan salah satu alat pembantu yang dipakai untuk politik status quo dan
imperialisme dalam mencapai tujuan mereka. Seremonial diplomatik seperti
mengenalkan duta besar negara asing merupakan salah satu politik prestise,
contoh lainnya penundaan perundingan perdamaian antara Amerika, Vietnam
Utara dan Selatan karena perselisihan. Politik prestise sebagai politik untuk tujuan
menunjukkan kekuasaan yang dimilikinya atau dikira dimilikinya agar supaya
negara lain percaya bahwa kekuasaan itu miliknya.
Disamping praktek diplomasi, politik prestise juga menggunakan peragaan
militer sebagai cara menyampaikan tujuannya. Diharapkan bahwa prestise suatu
negara cukup besar untuk mencegah negara lain untuk berperang. Politik prestise
memiliki 2 dua tujuan akhir : prestise untuk kepentingannya sendiri atau prestise
untuk mendukung politik status quo atau imperialisme.
Adalah suatu upaya menjaga agar gambaran mental yang dibentuk oleh
orang lain dari kedudukan kita dalam masyarakat, paling sedikit dengan tepat
menggambarkan keadaan sesungguhnya apabila tidak melebihinya. Tujuan lain
yaitu sebagai alat bantu untuk mendukung politik status quo atau imperialisme
dalam mencapai tujuan mereka.
Politik prestise merupakan manifestasi dasar yang ketiga dari perebutan
kekuasaan di kancahinternasional, tapi cenderung diabaikan. Hal ini disebabkan
oleh tiga alasan, yaitu :
1. Hubungan yang rumit dan tidak dapat diraba.
2. Memakai bentuk-bentuk pergaulan sosial aristokratis.
3. Lebih sebagai salah satu alat pembantu yang dipakai oleh politik status
quo dan imperialisme dalam usaha untuk mencapai tujuan mereka.

Ideologi dalam Politik Internasional


Ideologi dalam Politik Internasional mempunyai arti khusus (ideologi
khusus) yang mengandung unsur penyamaran dimana ideologi suatu negara
cenderung disamarkan, sehingga antar negara tidak saling mengetahui ideologi
yang sebenarnya dari negara lain.
1. Ideologi status quo
Pemeliharaan atas kekuasaan suatu Negara tanpa mengganggu hak atas
kekuasaan negara lain  Berusaha memelihara kekuasaan, meningkatkan
kekuasaan, atau memperagakan kekuasaan. Ideologi status quo ini
diartikan sebagai paham yang memfokuskan pada Tindakan do nothing.
Dikatakan bahwa pemeliharaan status quo ini pada akhirnya bermuara
pada pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional. Selain itu,
ideologi ini juga berprinsip pada perlindungan kepentingan bersama untuk
melawan ancaman dari sumber tertentu. Ideologi ini melatarbelakangi
adanya sistem keamanan kolektif atau perjanjian saling membantu
2. Ideologi imperialisme
Ideologi ini memiliki sifat dinamis dan diperkuat dengan doktrin hukum
alam. Paham untuk memperluas daerah kekuasaan/pengaruh, doktrin
hukum alam dan menumbangkan status quo dengan berbagai alasan yang
dibenarkannya.
3. Ideologi ambiguitas
Anti imperialisme, pembela status quo tapi adakalanya memihak negara
imperialis dalam penentuan sendiri nasib suatu bangsa
BAGIAN 3
Kekuatan Nasional

Definisi Kekuatan
Kekuatan manusia atas pemikiran dan tindakan manusia lainnya,
fenomena atau gejala yang dapat ditemukan manakala manusia satu sama lain
hidup dalam hubungan atau pergaulan sosial.

Definisi Kekuatan Nasional


Negara merupakan koleksi dari sejumlah individu yang mempunyai kesam
aan cirikhas tertentu, maka kekuatan politik luar negeri satu negara yang
dimaksudkan adalah kekuatan atau politik luar negeri sekelompok individu
tertentu yang termasuk dalam negara yang sama.

Inti Kekuatan Nasional

1. Individu yang kita rujuk sebagai perwakilan negara akan bertindak atas
nama negara dalam menjalankan politik luar negeri sebagai organisasi
legal.
2. Simbol-simbol merupakan alat identifikasi individu dapat dengan kekuatan
negara, khususnya apabila hal itu mengacu kepada angkatan bersenjata dan
hubungannya dengan negara-negara lain.
3. Nasionalisme mengalami kemunduran dengan contoh nyata yang terjadi di
Eropa dengan timbulnya organisasi supernasional seperti EU.
4. Namun ada sebagian permasalahan yang tidak dapat diatasi oleh satu
negara sendiri.
5. Kadang sejumlah negara mempunyai kepentingan bersama untuk
menyelesaikan masalah yang sama, dimana kepentingan mereka harus
tercermin dalam politik bersama yang melebihi kepentingan nasional.

Unsur-unsur Kekuataan Nasional


1. Geografi
Geografi merupakan faktor paling stabil yang merupakan andalan
kekuatan suatu negara. Kemajuan teknologi dibidang komunikasi, transportasi
dan peperangan dapat mengurangi pentingnya faktor geografi, namun tidak
dapat melenyapkannya. Faktor seperti laut,sungai, gunung dan lain-lain adalah
rintangan alam yang dapat menjadi “benteng” suatu negara. Faktor geografis
lain merupakan luasan wilayah suatu negara.

2. Sumber Daya Alam
a. Pangan 
Negara yang berswasembada mempunyai keuntungan dibanding
negara yang harus mengimpor bahan pangan. Negara yang tidak
swasembada harus dapat mengamankan jalur pelayaran (perdagangan
impor) bila tidak akan terjadi kelaparan yang mengancam negara. Negara
seperti Jerman yang dalam masa PD II hanya menghasilkan sendiri kurang
dari 30% pangan yang dibutuhkan harus mencapai tiga tujuan :

i) Menghindari perang yang lama dan mendapat kemenangan yang


cepat sebelum persedian pangan habis.
ii) Menaklukan negara yang kaya pangan.
iii) Menghancurkan kekuatan lawan yang menghalangi akses ke
sumber-sumber pangan.
Negara yang swasembada tidak perlu mengalihkan energi nasional
dan politik luar negeri dari tujuan utamanya sehingga dapat
menempuh politik yang lebih keras dan menuju sasaran.
b. Bahan Mentah
Bahan mentah dibutuhkan untuk menunjang produksi industri
khususnya untuk menunjang perang, sehingga menjadi kekuatan
negara. Namun keuatan negara yang berasal dari tersediannya bahan
mentah tergantung juga pada teknologi perang yang dipakai pada
periode tertentu. Perubahan teknologi perang dapat mengakibatkan
pergeseran pembagian kekuasaan bagi pengendali bahan mentah.
Sebagai contoh di era teknologi perang beralih ke nuklir, maka negara
yang memiliki endapan uranium dapat meingkatkan kekuatannya.
Dengan meningkatnya ketergantungan negara (industri, militer, dll)
pada bahan minyak, telah memberikan kekuatan kepada negara
produsen minyak seperti negara-negara di Timur Tengah karena
minyak dapat dijadikan senjata politik. Maka negara kuat lainnya telah
menggunakan pendekatan “diplomasinya” untuk membentuk
lingkungan pengaruh yang memberi mereka akses khusus pada
endapan minyak. Semakin maju industri suatu negara semakin rentan
terhadap kekuatan minyak yang sudah menjadi sumber hidup negara
tersebut.

3. Kemampuan Industri
Berlimpahnya bahan baku perlu diseimbangi oleh kemampuan industri.
Bahan mentah tidak banyak manfaatnya apabila tidak dapat dikelola oleh
industinya sendiri. Industri baik secara kuantitas dan kualitas menjadi andalan
kekuatan suatu negara. Kualitas industri selain mencakup kualitas sumber
daya manusia dalam keterampilan, kemampuan inovasi dan pengelolaan
organisasi. Suatu negara harus mencapai swasembada industri yang menguasai
kapasitas teknologi yang sejajar dengan negara lain untuk menjadi kuat. Bila
tidak, kekuatan militer akan tergantung dengan deya beli serta ketersediaan
pemasok senjata.

4. Kesiagaan Militer 
Faktor yang telah disebut seperti geografi, sumber daya alam dan
kemampuan industri akan menunjang kesiagaan militer yang akhirnya mampu
mendukung politik luar negeri. Kesiagaan militer termasuk teknologi
perperangan, kepemimpinan dan kuantitas dan kualitas angkatan bersenjata.
Kekuatan negara dari sisi militer tergantung pada kualitas orang dan senjata
serta pembagiannya diberbagai cabang pranata militer.

5. Penduduk
Besarnya jumlah penduduk tidak menjamin kekuatan negara. Di satu sisi,
jumlah penduduk yang besar dapat menguntungkan negara karena pengelolaan
industri dan melaksanakan perang memerlukan penduduk. Namun di sisi lain
jumlah penduduk yang besar juga dapat memiliki dampak negatif terhadap
kekuatan negara, karena banyak sumber daya yang langka harus dialihkan dari
pembanguan kekuatan nasional demi menjaga penduduknya.

6. Karakter dan Moral Nasional


Karakter nasional akan mempengaruhi kekuatan nasional. Karakter yang
kuat dan gigih seperti orang rusia akan memberi suatu keuntungan bagi
kekuatan negara. Moral nasional adalah tingkat kebulatan tekad suatu bangsa
untuk mendukung poltik luar negeri pemerintahnya dalam waktu damai dan
perang. Moral nasional menyebar ke segenap kegiatan negara, produksi
pertanian dan industri, perangkat militer serta dinas diplomatiknya, namun
Moral nasional juga dapat patah pada titik tertentu.

Kekuatan militer bukan sekedar dihitung dari jumlah massa (volume)


namun jumlah massa tersebut harus dikalikan dengan faktor x yaitu semangat
prajurit. Rakyat yang menggunakan haknya dan berpartisipasi penuh dalam
dalam kehidupan negara cenderung memiliki moral nasional yang tinggi dan
niliai lebih patriotis. Moral nasional yang tinggi dapat memperkuat politik luar
negeri negara tersebut namun moral nasional tergantung pada kualitas
pemerintahnya. Tanpa moral nasional kekuatan nasional hanya merupakan
kekuatan material, merupakan kekuatan/kemampuan yang menantikan
realisasinya dengan sia-sia.

Kualitas Diplomasi
Semua faktor yang menentukan kekuatan nasional adalah bahan baku
untuk menetukan bentuk kekuatan negara, kualitas diplomasi menggabungkan
faktor-faktor tersebut menjadi satu keseluruhan yang terpadu. Cara seorang
diplomat menjalankan hubungan luar negeri di masa damai untuk memperkuat
negaranya disamakan dengan taktik militer oleh para pemimpin militernya untuk
kekuatan negara di masa perang, yaitu untuk memaksimumkan daya pengaruhnya
atas masalah-masalah dalam pentas internasional yang langsung menyangkut
kepentingan negara, bila diplomasi adalah otak kekuatan nasional, moral adalah
jiwanya. Diplomasi negara harus dapat memanfaatkan seluruh komponen
kekuatan nasional yang tersedia dengan sebaik-baiknya demi mengatasi
kekurangan-kekurangan di bidang lainnya.
Kualitas Pemerintah
Pemerintah yang baik harus melakukan tiga hal :
1. Mengimbangi sumber daya dan politik
Menetapkan dan menempuh tujuan politik luar negrinya dengan
mempertimbangkan kekuatan yang tersedia demi mencapai hasil yang
maksimum.
2. Mengimbangi antara berbagai sumber daya
Mengabungkan unsur-unsur kekuatan nasional dalam kuantitas dan
kualitas yang cukup demi mendukung politik luar negrinya agar dapat
mendapatkan kemungkinan sukses yang maksimum.
3. Menyeimbangi dukungan rakyat
Pemerintah harus berpikir panjang, maju dengan sangat berhati-hati dan
membayar dengan kerugian yang kecil demi mendapatkan keuntungan
yang besar sedangkan rakyat sering kali ingin mendapat hasil yang cepat
walaupun hasil tersebut dapat merugikan dikemudian hari. Sehingga
pemerintah dihadapkan dengan dengan dilema antara politik luar negeri
yang baik dengan tuntutan opini umum yang buruk.

Evaluasi atas Kekuatan Nasional


Mereka yang bertanggung jawab atas urusan politik internasional harus
melakukan evaluasi berbagai faktor atas kekuatan negara mereka sendiri dan
negara-negara lain baik untuk masa kini maupun masa depan. Perubahan-
perubahan faktor dalam dan luar negeri harus dievaluasi untuk mengetahui
dampaknya terhadap kekuatan nasional serta politik luar negeri. Ada tiga jenis
kesalahan yang sering dilakukan dalam melakukan evaluasi yaitu :
I. Karakter absolut dari Kekuatan
Kekuatan merupakan konsep relatif yang dibanding dengan pihak lain dan
bukan merupakan karakter absolut.
II. Karakter permanen dari kekuatan
Kekuatan juga tidak permanen dan dapat merosot.
III. Pendapat yang keliru tentang faktor tunggal
Faktor tunggal yang sering diunggulkan dibanding faktor lain termasuk,
geopolitik, nasionalisme dan militerisme.

BAGIAN 4
Batas-batas Kekuatan Nasional : Perimbangan Kekuasan

Makna Perimbangan Kekuasaan


a. Politik yang bertujuan untuk mencapai suatu keadaan tertentu.
b. Suatu keadaan nyata.
c. Distribusi kekuasaan yang relatif sama.
d. Sembarang distribusi kekuasaan.
Perimbangan kekuasaan : Suatu keadaan nyata, di mana kekuasaan terbagi kurang
lebih sama diantara beberapa banyak bangsa.

Ekuilibrium Sosial
1. Perimbangan kekuasaan sebagai konsep universal
Perimbangan kekuasaan sebagai konsep universal adalah suatu konsep
universal tentang stabilitas dalam suatu sistem yang terdiri atas beberapa
kekuatan yang otonom. Apabila keseimbangan/ekuilibrium itu terganggu
oleh kekuatan luar (eksternal) atau karena adanya perubahan dari unsur-
unsur penyusun sistem (internal), maka sistem tersebut cenderung akan
mengembalikan diri pada kondisi semula atau mencapai ekuilibrium yang
baru. Asumsi dasar yang perlu dipertimbangkan:
 Adanya unsur unsur yang perlu bagi masyarakat.
 Tanpa ekuilibrium maka salah satu unsur akan mengungguli yang
lain  kehancuran.
 Tujuan ekuilibrium adalah menciptakan kestabilan sekaligus
melestarikan unsur-unsur yang ada dalam suatu sistem.
2. Perimbangan kekuasaan dalam politik dalam negeri
Parlemen  perimbangan kekuasaan  sistem multi partai  representasi
dari golongan mayoritas dan minoritas (yang berkoalisi)  menjadi
oposisi yang saling menyeimbangkan dan mewujudkan kondisi yang
selalu check and balance.

Dua Pola Utama Perimbangan Kekuasaan

1. Pola Perlawanan Langsung


Suatu bangsa ingin menanamkan kekuasaan kepada bangsa lain dan
bangsa lain ini menolak untuk menyerah.

2. Pola Persaingan
Bangsa A dan B berusaha memenangkan persaingan dalam menguasai
bangsa C.

Cara-cara Perimbangan Kekuasaan


1. Memecah belah untuk menguasai
Cara yang digunakan oleh bangsa-bangsa yang berupaya agar saingan-
saingan mereka menjadi terpecah-belah atau membiarkan tetap terpecah-
belah.
2. Kompensasi-kompensasi
Cara perimbangan kekuasaan dengan cara memberikan kompensasi
berupa wilayah teritorial atau bentuk-bentuk lain (finansial, politik, dll)
dari suatu bangsa kepada bangsa lain dalam mencapai suatu kompromi.
3. Persenjataan-persenjataan
Perlombaan kekuatan bersenjata dari bangsa-bangsa sebagai alat utama
kekuatan suatu bangsa untuk mempertahankan atau memulihkan
perimbangan kekuasaan.
4. Persekutuan-persekutuan
Sifat umum persekutuan :
a. Merupakan fungsi yang perlu dalam perimbangan kekuasaan.
b. Menghindari persekutuan jika merasa cukup kuat bertahan
sendirian.
c. Bersekutu untuk menahan kekuasaan-kekuasaan atau pengaruh
musuh terhadap bangsa-bangsa lain (Containment policy).
d. Persekutuan berdasarkan persamaan-persamaan kepentingan yang
khas dari bangsa-bangsa yang bersekutu (Ideology, Geografi,
ekonomi, dll).
 Persekutuan vs Dominasi
Bangsa B yang langsung diancam oleh bangsa A sebagai
kekuatan hegemoni, bergabung dengan bangsa C dan D yang
kemungkinan juga terancam oleh bangsa A.

 Persekutuan vs Kontra Persekutuan


Adalah persaingan dan perlawanan antara dua persekutuan
yang salah satu atau kedua-duanya mempunyai tujuan
imperialis dan mempertahankan kemerdekaan anggota-
anggotanya terhadap aspirasi imperialis dari koalisi yang lain.
Bentuk ini adalah konfigurasi yang paling sering ditemukan
dalam sistem perimbangan kekuasaan.

Struktur Perimbangan Kekuasaan


1. Sistem Dominasi dan Sistem Bergantung
“Perimbangan Kekuasaan" seolah-olah adalah sebagai suatu sistem
tunggal yang mencakup seluruh bangsa yang terlibat dalam politik
internasional, yang terdiri dari subsistem-subsistem yang
mempertahankan perimbangan kekuasaan masing-masing.
Hubungan antar sistem bersifat subordinasi pada suatu sistem yang
dominan karena relatif besarnya bobot di dalam timbangan-
timbangannya, sedangankan lainnya terikat pada timbangan-timbangan
sistem yang dominan itu.
Contoh Perimbangan Kekuasaan yang dominan :
 Pada abad 16
Antara Prancis dan keluarga Hapsburg sedangkan pada waktu yang
sama sistem yang otonom mempertahankan Equilibrium negara-
negara Italy.
 Pada Akhir abad 17
Perimbangan kekuasaan yang terpisah di Eropa Utara dari
tumbuhnya kekuasaan Swedia bagi bangsa sekitar Laut Baltik.
 Pada abad 18
Transformasi Prusia melahirkan perimbangan kekuasaan Jerman
yang khusus, pada timbangan sebelahnya Austria. Siatem Otonom
“Sebuah Eropa kecil di dalam yang besar” dibubarkan 1886,
dikeluarkanya Austria pada Konfederasi Germania akibat perang
Prusia Austria.
 Pada Kekuasaan Timur
meningkatnya Rusia dengan pembagian Polandia berdasar prinsip
kompensasi Rusia, Prusia dan Austria.
 Pada abad 19
Perimbangan kekuasaan di Balkan menjadi perhatian Eropa. Akhir
abad 19 mulai bicara perimbangan kekuasaan Afrika akibat
perolehan jajahan negara besar. Perimbangan belahan bumi barat di
Pasifik, di timur jauh dan dan timur dekat.
Semakin erat perimbangan kekuasaan berkaitan dengan yang dominan,
semakin kurang kesempatannya untuk bertindak secara otonom dan
semakin kuat kecenderungannya hanya menjadi manifestasi lokal dari
perimbangan kekuasaan yang dominan.

Perubahan Struktural Dalam Perimbangan Kekuasaan


Baru-baru ini hubungan antara kekuasaan yang dominan dan sistem-sistem
lokal, menampakan kecenderungan yang semakin kuat untuk mengubah kerugian
otonomi sistem-sistem lokal tersebut, yang penyebabnya terletak pada perubahan-
perubahan struktural yang telah di alami perimbangan kekuasaan yang dominan
sejak PD I dan yang menjadi nyata pada PD II. Hal tersebut dapat dilihat dari
adanya perluasan berangsur-angsur sistem perimbangan kekuasaan Eropa Barat
dan Tengah ke lain tempat di Benua Eropa dan benua lainnya.
Bersamaan dengan habisnya laju ekspansi ini maka terjadi pergeseran
bobot- bobot utama perimbangan dari Benua Eropa ke Benua Lain. Perimbangan
kekuasaan Eropa bukan lagi pusat politik dunia yang disekitarnya berkerumun
perimbangan- perimbangan lokal yang erat kaitanya maupun yang lebih kecil atau
lebih besar otonomi mereka, jadi perimbangan kekuasaan Eropa dewasa ini hanya
merupakan fungsi belaka dari perimbangan seluruh dunia yang bobot-bobot
utamanya adalah Amerika Serikat dan Uni Soviet, di timbangan yang berlawanan.
Dari Semua sistem perimbangan kekuasaan lokal hanya sistem Amerika Selatan
saja yang masih tetap menguasai suatu ukuran otonomi tertentu, berkat terlindungi
oleh keunggulan Amerika Serikat.

Evaluasi Perimbangan Kekuasaan


Sepanjang sejarahnya selama lebih dari empat ratus tahun, politik
perimbangan kekuasaan berhasil mencegah negara manapun untuk memperoleh
wilayah dominan secara universal. Meskipun demikian wilayah dominan
universal oleh suatu negara manapun dicegah hanya dibayar dengan peperangan.
Kegagalan memenuhi fungsinya bagi masing-masing negara dan kegagalan
memenuhinya bagi keseluruhan sistem negara dengan cara apapun kecuali perang
nyata atau perang potensial, menunjukkan tiga kelemahan utama dari
perimbangan kekuasaan sebagai prinsip pedoman politik internasional
ketidakpastiannya, ketidaknyataannya dan ketidakcakapannya.
1. Ketidakpastian Perimbangan Kekuasaan
Perimbangan kekuasaan dipahami secara mekanis, memerlukan patokan
kuantitatif yang mudah dikenal untuk mengukur dan membanding-
bandingkan kekuasaan relatif dari sejumlah bangsa. Politik kompensasi
dan politik persenjataan yang bersaing sepanjang sejarah sistem negara
modern merupakan penerapan praktis patokan tersebut. Ketidakpastian
perhitungan kekuatan melekat pada sifat alami kekuasaan nasional itu
sendiri. Maka dari itu hal ini akan muncul pada pola yang paling
sederhana pun dari perimbangan kekuasaaan, yaitu bilamana suatu
bangsa menentang bangsa lainnya. Ketidak pastian ini bagaimanapun
juga akan sangat berlipat ganda jika anak-anak timbanganya bukan
tersusun oleh kesatuan-kesatuan yang tersendiri melainkan oleh
persekutuan-persekutuan.
2. Ketidaknyataan Perimbangan Kekuasaan
Ketidakpastian semua perhitungan kekuatan ini tidak saja menjadikan
perimbangan kekuasaan tidak dapat ditetapkan secara praktis,
melainkan juga mengarah kepada pengingkarannya sendiri di dalam
praktek. Untuk mencapai suatu tujuan semua bangsa harus benar-benar
secara aktif terlibat di dalam perebutan kekuasan dan harus bertujuan
bukan untuk suatu perimbangan yaitu persamaan, kekuasaan, melainkan
keunggulan untuk kepentingan sendiri. Aspirasi akan kekuasaan yang
tidak terbatas, secara potensial selalu ada, pada nafsu bangsa–bangsa
akan kekuasaan, mendapat rangsangan yang hebat di dalam
perimbangan kekuasaan untuk mewujudkan keinginan tersebut menjadi
kenyataan. Keinginan untuk meraih kekuasaan maksimum itu universal,
maka semua bangsa harus selalu merasa khawatir apabila kekeliruan-
kekeliruan perhitungannya dan meningkatnya kekuatan lain-lain,
bangsa dapat menambah sifat rendah diri mereka sehingga hal itu harus
di hindari.
Berdasarkan kondisi perimbangan kekuasaan, perlawanan, antara suatu
bangsa status quo atau suatu persekutuan dari bangsa-bangsa status quo
dan negara imperalis atau sekelompok darinya, kemungkinan besar
akan berkembang kearah peperangan. Dinamika politik internasional
yang berkisar antara bangsa status quo dan bangsa imperalis, dengan
sendirinya akan mengarah pada gangguan terhadap perimbangan
kekuasaan yang sedemikian rupa sehingga tinggal politik saja yang
masih memberikan kemungkinan kepada bangsa-bangsa status quo
paling tidak suatu kesempatan untuk memulihkan kembali perimbangan
kekuasaan untuk keuntungan mereka.
Perimbangan Kekuasaan Sebagai Ideologi
Perimbangan kekuasaan merupakan suatu alat untuk mempertahankan
diri dari bangsa- bangsa yang kemerdekaan dan kelangsungan hidupnya
terancam oleh meningkatnya kekuatan yang tidak berimbang dari
bangsa-bangsa lain. Meskipun demikian telah tampak betapa kekuasaan
menguasai prinsip-prinsip yang ideal dan mengubahnya menjadi
ideologi-ideologi baru dengan maksud untuk menutupi, memberi alasan
supaya rasional dan memberikan seperti apa adanya. Kebenaran
ideologi-ideologi anti imperalis pada umumnya berlaku bagi
perimbangan kekuasaan.
3. Ketidakcakapan Perimbangan Kekuasaan
Perimbangan kekuasaan menjadi sumbangan nyata selama periode
jayanya pada abad ke17, 18 dan 19 bagi stabilitas sistem negara modern
dan bagi pelestarian kemerdekaan anggota-anggotanya.
Usaha Pencegahan terhadap Pengaruh Konsensus Moral
a. Fenelon, filsuf jaman Louis XIV – Supplement to Examination
of Concience aboutthe duties of Royalty  perhatian terhadap
dipertahankannya semacam persamaan keseimbangan di antara
bangsa-bangsa bertetangga ini menjamin ketenangan bagi semua
pihak.
b. Rousse, bangsa-bangsa eropa menyusun di antara mereka
sendiri suatu bangsa yang tidak terlihat. Sistem eropa yang
nyata memiliki tingkat kepadatan yang sedemikian rupa
sehingga dapat mempertahankan sistem tersebut dalam keadaan
bergolak tanpa menumbangkannya.
c. Vettel, penulis abad 18 Eropa. menjadi semacam republik yang
anggota-anggotanya, walaupun merdeka, bersekutu melalui
ikatan kepentingan Bersama untuk memelihara ketertiban dan
keamanan. Timbul rencana equilibrium politik atau
perimbangan kekuasaan, yang dipahami sebagai suatu
kecenderungan mutlak untuk menguasai, atau memaksakan
hukum pada lainnya.

Konsensus Moral dari sistem Negara Modern


Kestabilan sistem negara modern yang keluar dari semua cabang
pernyataan dan tindakan bukan dari perimbangan kekuasaan melainkan dari
beberapa unsur, intelektual dan moral sifatnya, yang mendasari perimbangan
kekuasaan dan kestabilan negara modern. Negara-negara adalah terikat dan
terorganisasi sedemikian rupa hingga agresi tidak mungkin berhasil kecuali hal
tersebut sedemikian moderat dan sedemikian menentukan bahwa opini yang
berlaku dari negara membuktikan itu. Unsur-unsur komponen konsensus akan
tergantung pada perkiraan peranan dimana perimbangan kekuasaan dapat
diharapkan memainkan perannya sekarang untuk kebebasan dan stabilitas dalam
masyarakat bangsa-bangsa.r

Anda mungkin juga menyukai