Anda di halaman 1dari 9

Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk memengaruhi perilaku

seseorang atau kelompok lain, sesuai dengan keinginan para pelaku. Sumber kekuasaan dapat
berupa kedudukan, kekayaan, atau kepercayaan. Dalam suatu hubungan kekuasaan, selalu ada satu
pihak yang lebih kuat dari pihak lain. Jadi, selaluada hubungan tidak seimbang. Ketidakseimbangan
ini sering menimbulkan ketergantungan. Hal ini sering disebut sebagai dominasi, hegemoni, atau
penundukan. Kekuasaan dianggap memiliki wewenang untuk mengeluarkan perintah dan membuat
peraturan-peraturan serta berhak untuk mengharapkan kepatuhan terhadap peraturan-
peraturannya.

Bab 3 "Berbagai Pendekatan dalam Ilmu Politik"

Ilmu Politik mengalami perkembangan yang pesat dengan munculnya berbagai pendekatan
(approaches). Pendekatan Legal (yudiris) dan Institusional telah disusul dengan Pendekatan Perilaku,
Pasca-Perilaku, dan Pendekatan Neo-Marxis. Selanjutnya, muncul dan berkembang pendekatan-
pendekatan lainnya seperti Pilihan Rasional (Rational Choice), Teori Ketergantungan (Dependency
Theory), dan Institusionalisme Baru (New Institutionalism).

A. Pendekatan Legal/Institusional

Pendekatan Legal/Institusional, yang sering dinamakan pendekatan tradisional, mulai berkembang


abad 19 pada masa sebelum Perang Dunia II. Dalam pendekatan ini negara menjadi fokus pokok,
terutama segi konstitusional dan yuridisnya. Bahasan tradisional menyangkut antara lain sifat dari
undang-undang dasar, masalah kedaulatan, kedudukan dan kekuasaan formal serta yuridis dari
lembaga-lembaga kenegaraan seperti parlemen, badan eksekutif, dan badan yudikatif. Dengan
demikian pendekatan tradisional ini mencakup baik unsur legal maupun unsur institusional.

B. Pendekatan Perilaku

Pendekatan Perilaku timbul dan mulai berkembang di Amerika pada tahun 1950-an seusai Perang
Dunia II. Adapun sebab-sebab kemunculannya adalah sebagai berikut. Pertama, sifat deskriptif dari
ilmu politik dianggap tidak memuaskan, karena tidak realistis dan sangat berbeda dengan kenyataan
sehari-hari. Kedua, ada kekhawatiran bahwa, jika ilmu politik tidak maju dengan pesat, ia akan
ketinggalan dibanding dengan ilmu-ilmu lainnya, seperti sosiologi dengan tokohnya Max Weber
(1864-1920) dan Talcott Parsons (1902-1979), antropologi, dan psikologi. Ketiga, di kalangan
pemerintah Amerika telah muncul keraguan mengenai kemampuan para sarjana ilmu politik untuk
menerangkan fenomena politik.

- Kritik Terhadap Pendekatan Perilaku

Dalam perkembangannya, pendekatan perilaku tidak luput dari kritik yang datang dari berbagai
pihak, antara lain dari kalangan tradisionalis, kemudian dari kalangan penganut pendekatan perilaku
sendiri, dan juga dari para Neo-Marxis. Mereka ber-argumen bahwa pendekatan itu terlalu steril
karena menolak masuknya nilai-nilai dan norma-norma dalam penelitian politik. Juga dilontarkan
kritik bahwa pendekatan perilaku tidak mempunyai relevansi dengan realitas politik dan terlalu
banyak memusatkan perhatian pada masalah yang kurang penting, seperti survei mengenai perilaku
pemilih, sikap politik, dan pendapat umum. Ini semua tidak menolak pendekatan perilaku
seluruhnya, hanya mengecam skala prioritasnya. Akan tetapi, ia mendukung sepenuhnya
pendekatan perilaku mengenai perlunya meningkatkan mutu ilmiah ilmu politik.
C. Pendekatan Neo-Marxis

Sementara para penganut Pendekatan Perilaku sibuk menangkis serangan dari para sarjana Pasca-
Perilaku, muncullah kritik dari kubu lain, yaitu dari kalangan Marxis. Para Marxis ini, yang sering
dinamakan Neo-Marxis untuk membedakan mereka dari orang Marxis klasik yang lebih dekat
dengan komunisme, bukan merupakan kelompok yang ketat organisasinya atau mempunyai pokok
pemikiran yang sama. Fokus analisis Neo-Marxis adalah kekuasaan serta konflik yang terjadi dalam
negara. Mereka mengecam analisis struktural-fungsional karena terlampau mengutamakan harmoni
dan keseimbangan sosial dalam suatu sistem politik. Menurut pandangan struktural-fungsional,
konflik dalam masyarakat dapat diatasi melalui rasio, itikad baik, dan kompromi, dan ini sangat
berbeda dengan titik tolak pemikiran Neo-Marxis. Bagi kalangan Neo-Marxis, konflik antarkelas
merupakan proses penting dalam mendorong perkembangan masyarakat dan semua gejala politik
harus dilihat dalam rangka konflik antarkelas ini.

D. Teori Ketergantungan (Dependency Theory)

Kelompok yang mengkhususkan penelitiannya pada hubungan antara dunia pertama (negara maju)
dan dunia ketiga (negara berkembang). Kelompok ini berpendapat bahwa imperialisme masih hidup,
tetapi dalam bentuk lain yaitu dominasi ekonomi dari negara-negara kaya terhadap negara-negara
yang kurang maju.

Negara-negara maju memang telah melepaskan tanah jajahannya, tetapi tetap mengendalikan
ekonominya. Pertama, negara bekas jajahan dapat menyediakan sumber daya manusia dan sumber
daya alam. Kedua, negara kurang maju dapat menjadi pasar untuk hasil produksi negara maju.

Yang paling ekstrem adalah pemikiran pelopor Teori Ketergantungan, Andre Gunder Frank (tahun
1960-an) yang berpendapat bahwa penyelesaian masalah itu hanyalah melalui revolusi sosial secara
global.

E. Pendektan Pilihan Rasional (Rational Choice)

Pendekatan ini muncul dan berkembang belakangan sesudah pertentangan antara pendekatan-
pendekatan yang dibicarakan di atas mencapai semacam konsensus yang menunjukkan adanya
pluralitas dalam bermacam-macam pandangan. Ia juga lahir dalam dunia yang bebas dari
peperangan besar selama hampir empat dekade, di mana seluruh dunia berlomba-lomba
membangun ekonomi negaranya.

F. Pendekatan Institusionalisme Baru

Insitusionalisme Baru (New Institutionalism) berbeda dengan pendekatanpendekatan yang diuraikan


sebelumnya. Ia lebih merupakan suatu visi yang meliputi beberapa pendekatan lain, bahkan
beberapa bidang ilmu pengetahuan lain seperti sosiologi dan ekonomi. Institusionalisme Baru
mempunyai banyak aspek dan variasi. Sebut saja misalnya, Institusionalisme Baru sosiologi,
Institusionalisme Baru ekonomi, dan sebagainya.

Bab 4 "Demokrasi"

Ada berbagai macam istilah demokrasi. ada yang dinamakan demokrasi konstitusional, demokrasi
parlementer, demokrasi terpimpin, demokrasi pancasila, demokrasi rakyat, demokrasi soviet,
demokrasi nasional, dan sebagainya. Semua konsep ini memakai istilah demokrasi yang menurut
asal kata berarti rakyat berkuasa atau government by the people. Demokrasi yang dianut di
Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila.

Demokrasi Konstitusional

Ciri khas dari demokrasi konstitusional ialah gagasan bahwa pemerintah yang demokratis adalah
pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang
terhadap warga negaranya. Pada waktu demokrasi konstitusional muncul pada abad ke-19 dianggap
bahwa pembatasan atas kekuasaan negara sebaiknya diselenggarakan dengan satu konstitusi tertulis
yang dengan tegas menjamin hak asasi dari warga negara. Perumusa yuridis ini terkenal dengan
istilah Negara Hukum (Rechtsstaat) dan Rule of law.

Sesudah berakhirnya Perang Dunia II muncul beberapa Negara di Asia dan Afrika. Pada masa Pasca
Perang Dunia II tersebut, ada Negara yang tidak tertarik oleh pola komunis, seperti China dan Korea
Utara. Tetapi banyak pula Negara yang lebih tertarik untuk membentuk sistem politik pada beberapa
asasi pokok dari demokrasi konstitusional.

1. Pakistan

Ketika lahir pada tahun 1947 Pakistan terdiri atas dua bagian, Pakistan Barat dan Pakistan Timur
yang satu sama lain terikat karena persamaan agama yaitu agama Islam. Pada bulan juni 1962 mulai
berlaku Demokrasi Dasar di Pakistan. Selanjutnya dalam undang-undang dasar ditetapkan adanya
seorang presiden sebagai Kepala Eksekutif yang tidak dapat dijatuhkan oleh dewan perwakilan
rakyat selama masa jabatan tahun. Ada yang berpendapat bahwa sistem pemerintahan yang
kemudian dianut oleh Pakistan adalah sistem semi-presidensial.

2. Indonesia

Perkembangan demokrasi di Indonesia telah mengalami pasang surut. Selama 25 tahun berdirinya
Republik Indonesia ternyata masalah pokok yang kita hadapi ialah bagaimana, dalam masyarakat
yang beraneka ragam pola budayanya, mempertinggi tingkat kehidupan ekonomi disamping
membina suatu kehidupan sosial dan politik yang demokratis. Di pandang dari sudut perkembangan
demokrasi sejarah Indonesia, dapat dibagi dalam empat masa, yaitu:

a) Masa Republik I (1945-1959)

b) Masa Republik II (1959-1965)

c) Masa Republik III (1965-1998)

d) Masa Republik IV (1998-sekarang)

Bab 5 "Komunisme, Demokrasi menurut Terminologi Komunisme, dan Perkembangan Post-


Komunisme"

Pada akhir abad ke 19 telah timbul suatu ideologi yang juga mengembangkan suatu konsep
demokrasi yang dalam banyak hal linea recta bertentangan dengan asas-asas pokok dari demokrasi
konstitusional. Demokrasi dalam arti ini dipakai missal dalam istilah istilah demokrasi proletar dan
demokrasi soviet.
Golongan komunis selalu bersikap ambivalen terhadap Negara, Negara dianggapnya sebagai suatu
alat pemaksa yang akhirnya akan melenyap sendiri denga munculnya masyarakat komunis. Kata
Marx dan Engels: “ Negara tak lain dan tak bukan hanyalah mesin yang dipakai oleh satu kelas untuk
menindas kelas lain” dan dikatakan bahwa negaa hanya merupakan suatu lembaga transisi yang
dipakai dalam perjuangan untuk menindas lawan-lawan dengan kekerasan. Negara akhirnya akan
lenyap pada saat komunisme tercapai karena tidak ada lagi yang ditindas.

Komunisme tidak hanya merupakan sistem politik tetapi juga mencerminkan suatu gaya hidup yang
berdasarkan nilai-nilai tertentu:

1. Gagasan monoisme . gagasan ini menolak adanya golongan –golongan di dalam masyarakat
sebab dianggap bahwa setiap golongan yang berlainan aliran pikiran nya merupakan perpecahan.

2. Kekerasan dipandang sebagai alat yang sah dan harus dipakai untuk mencapai komunisme.
Paksaan ini dipakai dalam dua tahap : pertama terhadap musuh dan kedua terhadap pengikutnya
sendiri yang dianggap masih kurang insaf.

3. Negara merupakan alat untuk mencapai komunisme.

Menurut peristilahan komunis, demokrasi rakyat adalah bentuk khusus demokrasi yang memenuhi
fungsi dictator proletar. Menurut Georgi Dimitrov demokrasi rakyat merupakan : ”arah dalam masa
transisi yang bertugas untuk menjamin peran Negara kearah sosialisme”. Pada akhir tahun 1950 an
kaum komunis meninjau kembali hubungan dengan negara Negara di Asia dan Afrika yang telah
mencapai kemerdekaannya. Pola perebutan kekuasaan secara langsung ternyata mengalami
kegagalan. Ini mendorong kaum komunis melahirkan konsepsi konsepsi baru. Perubahan sikap ini
berdasarkan konsep bahwa kemenangan komunis dapat dicapai melalui “transisi damai”.

Kecaman terhadap komunisme datang baik dari kalangan non-komunis dan anti-komunis maupun
dari dunia komunis itu sendiri. Dari kaangan komunis sendiri dikenal dengan pola Yugoslavia. Selain
itu, di beberapa Negara Eropa Timur sedang diperjuangkan perubahan-perubahan di bidang
ekonomi.

Bab 6 "Undang-Undang Dasar"

Dalam kehidupan sehari hari kita telah terbiasa menerjemahkan istilah dalam bahasa inggris
constitution menjadi Undang undang dasar (UUD). UUD merupakan suatu perangkat peraturan yang
menentukan kekuasaan dan tanggng jawab dari berbagai alat kenegaraan dan juga menentukan
batas batas berbagai pusat kekuasaan dan hubungan diantaranya. Pada abad ke 5 S.M seorang filsuf
Yunani, Aristoteles dipandang sebagai sarjana ilmu politik pertama yang melukiskan UUD di lebih
dari 500 kota di Yunani.

Ciri ciri undang undang dasar diantaranya:

1. Organisasi Negara
2. Hak hak asasi manusia

3. Prosedur mengubah UUD

4. Adakalanya membuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari UUD

5. Merupakan aturan hukum tertinggi yang mengikat semua warga Negara da lembaga lembaga
Negara tanpa terkecuali.

Adakalanya suatu UUD dibatalkan atau diganti dengan yang baru. Hal semacam ini terjadi jika
dianggap bahwa UUD yang ada tidak lagi mencermikan konstelasi politik atau tidak lagi memenuhi
harapan dan aspirasi rakyat. Misalnya Negara Prancis. Dan dinegara komunis pergantian UUD
mencerminkan tercapainya tahap tertentu dalam perjuangan untuk mencapai masyarakat komunis.

Di Indonesia kita telah melalui lima tahap perkembangan UUD, yaitu :

1. Tahun 1945( UUD republic Indonesia yang de facto hanya berlaku di wilayah jawa, Madura dan
Sumatra

2. Tahun 1949 (UUD Republik Indonesia serikat yang berlaku di seluruh Indonesia, kecuali irian
barat

3. Tahun 1950 (UUD Negara kesatuan republic Indonesia , yang berlaku di seluruh Indonesia,
kecuali irian barat)

4. Tahun 1959 (UUD republic Indonesia 1945. UUD ini mulai 1959 berlaku di seluruh Indonesia
termasuk irian barat)

5. Tahun 1999 ( UUD 1945 dengan amandemen dalam masa reformasi )

Bab 7 "Hak-Hak Asasi Manusia"

Diskusi Internasional di PBB mengenai hak asasi manusia telah menghasilkan beberapa piagam
penting antara lain Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (1948), dua Perjanjian yaitu Kovenan
Internasional Hak Sipil dan Politik dan Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
(1966), dan berikutnya Deklarasi Wina (1993). Hak asasi manusia biasanya dianggap hak yang
dimiliki setiap manusia, yang melekat atau inheren padanya karena dia adalah manusia. Generasi
Hak Asasi Manusia dibedakan menjadi tiga yaitu Generasi pertama adalah hak sipil dan politik yang
sudah lama dikenal dan disosialisasikan dengan pemikiran Negara Negara barat. Generasi kedua
adalah hak ekonomi social, dan budaya. Generasi ketiga adalah hak atas perdamaian dan hak atas
pembangunan, yang diperjuangkan oleh Negara dunia ketiga.

Di Eropa barat pemikiran mengenai hak asasi berawal dari abad ke 17 dengan timbulnya konsep
hukum alam serta hak hak alam. Akan tetapi, sebenernya beberapa abad sebelumnya yaitu pada
zaman pertengahan, masalah hak manusia mulai mencuat di Inggis. Dalam peembangan berikutnya
terjadi perubahan dalam pemikiran mengenai hak asasi, antara lain karena terjadinya depresi besar
pada tahun 1929 sampai 1934 yang terjadi di Amerika. Dan di Jerman timbulnya Nazismeyang
dipimpim oleh Adolf hitler. Dalam suasana seperti itu Presiden Amerika Serikat , Roosevelt pada
1941 merumuskan empat kebebasan, yaitu kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat,
kebebasan beragama, kebebasan dari ketakutan, dan kebebasan dari kemiskinan. Sementara itu,
Hak asasi manusia di Indonesia dibagi beberapa masa: masa demokrasi parlementer; masa
demokrasi terpimpin; masa demokrasi pancasila; masa reformasi. Ada pula hak asasi perempuan
serta amandemen II UUD 1945. Hak asasi manusia di Indonesia telah mengalami pasang surut.
Sesudah dua periode represi (rezim Soekarno dan Soeharto), reformasi berusaha memajukan hak
asasi. Akan tetapi dalam kenyataannya harus menghadapi tidak hanya pelanggaran hak secara
vertikal, tetapi juga horisontal. Pelaksanaan hak politik mengalami kemajuan, tetapi pelaksanaan hak
ekonomi masih belum dilaksanakan secara memuaskan.

Bab 8 "Pembagian Kekuasaan Negara Secara Vertikal dan Horizontal"

Secara visual nampaklah bahwa kekuasaan dapat dibagi dengan dua cara:

1. Secara vertikal : yaitu pembagian kekuasaan menurut tingkatnya dan dalam hal ini yang dimaksud
ialah pembagian kekuasaan antara beberapa tingkat pemerintahan

2. Secara horizintal : yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsinya secara horizontal. Pembagian
ini menunjukkan pembedaan antara fungsi-fungsi pemerintahan yang bersifta legislatif, eksekutif,
dan yudikatif yang lebih dikenal sebagai Trias Politika atau pembagian kekuasaan.

Pembagian kekuasaan menurut tingkat dapat dinamakan pembagian kekuasaan secara vertical, yaitu
pembagian kekuasaan antara beberapa tingkat pemerintahan atau dapat juga dinamakan
pembagian kekuasaan secara territorial, misalhnya antara pemerintah pusat dengan daerah dalam
suatu Negara kesatuan atau antara pemerintah federal dan pemerintah Negara bagian suatu Negara
federal.

- Konfederasi (L.Oppenheim) : Konfederasi terdiri dari beberapa negara yang berdaulat penuh yang
untuk memperthankan kemerdekaan ekstern dan intern, bersatu atas dasar perjanjian internasional
yang diakui dengan menyelenggarakan beberapa alat perlengkapan tersendiri yang mempunyai
kekuasaan tertentu terhadap anggota konfederasi, tetapi tidak terhadap warga negara negara-
negara itu.

- Negara Kesatuan (C.F.Strong) : Negara kesatuan ialah bentuk negara di mana wewenang legislatif
tertinggi dipusatkan dalam satu badan legislatif nasional/pusat. Kekuasaan terletak pada pemerintah
pusat dan tidak pada pemerintah daerah.

- Negara Federal (C.F.Strong) : Salah satu ciri negara federal ialah bahwa ia mencoba menyesuaikan
dua konsep yang sebenarnya bertentangan, yaitu kedaulatan negara federal dalam keseluruhannya
dan kedaulatan negara bagian. Penyelenggaraan kedaulatan ke luar dari negara-negara bagian
diserahkan sama sekali kepada pemerintah federal, sedangkan kedaulatan ke dalam dibatasi.

Bab 10 "Partisipasi Politik"


Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam
kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan negara, dan secara langsung atau tidak
langsung, memengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Partisipasi Politik di Negara Demokrasi
biasanya diadakan pembedaan jenis partisipasi menurut frekuensi dan intensitasnya. Orang yang
mengikuti kegiatan secara tidak intensif, yaitu kegiatan yang tidak banyak menyita waktu dan yang
biasanya tidak berdasarkan prakarsa sendiri (seperti memberikan suara dalam pemilihan umum)
besar sekali jumlahnya. Sebaliknya, kecil sekali jumlahnya orang yang secara aktif dan sepenuh
waktu melibatkan diri dalam politik. Di negara-negara otoriter seperti komunis pada masa lampau,
partisipasi massa umumnya diakui keajarannya, karena secara formal kekuasaan ada di tangan
rakyat. Akan tetapi tujuan utama partisipasi massa dalam masa pendek masyarakat adalah
merombak masyarakat yang terbelakang menjadi masyarakat modern, produktif, kuat, dan
berideologi kuat. Sedangkan Partisipasi Politik di Negara-negara berkembang yang non-komunis
menunjukkan pengalaman yang berbeda-beda. Kebanyakan negara baru ini ingin cepat mengadakan
pembangunan untuk mengejar keterbelakangannya, karena dianggap bahwa berhasil-tidaknya
pembangunan banyak bergantung pada partisipasi rakyat.

Bab 11 "Partai Politik"

Partai politik merupakan sarana bagi warga negara untuk turut serta atau berpartisipasi dalam
proses pengelolaan negara. Sebagai subyek penelitian ilmiah, partai politik tergolong relatif muda
karena baru pada awal abad ke-20 studi mengenai masalah ini dimulai. Partai politik pertama-tama
lahir di negara-negara Eropa Barat. Pada awal perkembangannya, pada akhir dekade 18-an di
negara-negara Barat seperti Inggris dan Prancis, kegiatan politik dipusatkan pada kelompok-
kelompok politik dalam parlemen.

Menurut Carl J.Friedrich, partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil
dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintah bagi pimpinan
partainya berdasarkan penguasaan ini, memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang
bersifat idiil serta materiil. Di negara demokrasi partai relatif dapat menjalankan fungsinya sesuai
harkatnya pada saat kelahirannya, yakni menjadi wahana bagia warga negara untuk berpartisipasi
dalam pengelolaan kehidupan bernegara dan memperjuangkan kepentingannya di hadapan
penguasa. Sebaliknya di negara otoriter partai tidak dapat menunjukkan harkatnya, tetapi lebih
banyak menjalankan kehendak penguasa. Di indonesia kita terutama mengenal sistem multi-partai,
sekalipun gejala partai-tunggal dan dwi-partai tidak asing dalam sejarah kita. Sistem yang kemudian
berlaku berdasarkan sistem tiga orsospol dapat dikategorikan sebagai sistem multi-partai dengan
dominasi satu partai. Tahun 1998 mulai masa Reformasi, Indonesia kembali ke sistem multi-partai
(tanpa dominasi satu partai).

Bab 12 "Sistem Pemilihan Umum"


Dikebanyakan negara demokrasi, pemilihan umum dianggap lambang sekaligus tolak ukur dari
demokrasi itu. Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum dengan
berbagai variasinya, akan tetapi umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu:

1. Single-member Constituency ( satu daerah pemilihan memilih satu wakil; biasanya disebut Sistem
Distrik).

2. Multi-member Constituency (satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil; dinamakan Sistem
Perwakilan Berimbang atau Sistem Proporsional).

Disamping itu ada beberapa varian seperti Block Vote, Alternative Vote, sistem Dua Putaran atau
Two-Round System, Sistem Paralel, Limited Vote, Single Non-Transferable Vote,Mixed member
proportional, dan Single Transferable Vote.

Keuntungan Sistem Distrik yaitu:

1. Sistem ini lebih mendorong ke arah integrasi partai-partai politik karena kursi yang diperebutkan
dalam setiap distrik pemilihan hanya satu.

2. Fragmentasi partai dan kecenderungan membentuk partai baru dapat dibendung.

3. Karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih dapat dikenal pleh komunitasnya, sehingga
hubungan dengan konstituen lebih erat.

4. Bagi partai besar sistem ini menguntungkan karena melalui distortion effect dapat meraih suara
pemilih lain.

5. Lebih mudah bagi suatu partai untuk mencapai kedudukan mayoritas dalam parlemen.

6. Sistem ini sederhana dan murah untuk diselenggrakan.

Kelemahan Sistem Distrik:

1. Sistem ini kurang memperhatikan kepentingan partai-partai kecil dan golongan minoritas.

2. Sistem ini kurang representatif dalam arti bahwa partai yang calonnya kalah dalam suatu distrik
kehilangan suara yang telah mendukungnya.

3. Sistem distrik dianggap kurang efektif dalam masyarakat yang plural.

4. Ada kemungkiinan si wakil cenderung untuk lebih memperhatikan kepentingan distrik serta warga
distriknya, daripada kepentingan nasional.

Keuntungan Sistem Proporsional:

1. Sistem proporsional dianggap representatif.

2. Sistem proporsioanal dianggap lebih demokratis dalam arti lebih egalitarian karena praktis tanpa
ada distorsi.
Kelemahan Sistem Proporsional:

1. Sistem ini kurang mendorong partai-partai untuk berintegrasi atau bekerja sama satu sama lain.

2. Sistem ini mempermudah fragmentasi partai.

3. Memberikan kedudukan yang kuat pada pimpinan partai.

4. Wakil yang terpilih kemungkinan renggang ikatannya dengan konstituennya.

5. Karena banyaknya partai yang bersaing, sulit bagi suatu partai untuk meraih mayoritas dalam
parlemen.

Sejak kemerdekaan hingga tahun 2004 bangsa indonesia telah menyelenggarakan sembilan kali
pemilihan umum, yaitu pemilihan umum : 1955,1971,1977,1982,1987,1992,1997,1999, dan 2004.
Dalam pengalaman sebanyak itu, pemilihan umum 1955 dan 2004 mempunyai kekhususan atau
keistimewaan dibanding dengan yang lain. Semua pemilihan umum tersebut tidak diselenggarakan
dalam situasi yang vacuum, melainkan berlangsung dalam lingkungan yang turut menentukan hasil
pemilihan umum itu sendiri. Dari pemilihan umum-pemilihan umum tersebut juga dapat diketahui
adanya upaya untuk mencari sistem pemilihan umum yang cocok untuk indonesia.

Anda mungkin juga menyukai