Anda di halaman 1dari 23

Berbagai Pendekatan

Dalam Ilmu Politik


H. Achmad Abdi Amsir, S.IP., M.Si
Ilmu politik mengalami perkembangan yang sangat pesat dengan
munculnya beberapa pendekatan (approaches) yaitu Pendekatan Legal
(yuridis) dan Institusional telah disusul dengan Pendekatan Perilaku,
Pasca-Perilaku, dan Pendekatan Neo-Marxis. Selanjutnya muncul dan
berkembang pendekatan-pendekatan yang lainnya seperti Pilihan
Rasional (Rational Choice), Teori Ketergantungan (Dependency Theory),
dan Institusionalisme Baru (New Institutionalism). Seorang sarjana
politik terkemuka, Vernon van Dyke mengatakan bahwa : “Suatu
Pendekatan (approach) adalah kriteria untuk menyeleksi masalah dan
data yang relevan”. Dengan kata lain, istilah pendekatan mencakup
standar atau tolak ukur yang dipakai untuk memilih masalah,
menentukan data mana yang akan diteliti dan data mana yang akan
dikesampingkan
Pendekatan

Berbagai Pendekatan Ilmu Politik


Pendekatan Legal/Institusional sering dinamakan
pendekatan tradisional, mulai berkembang abad 19
sebelum Perang Dunia II. Dalam pendekatan ini
negara menjadi fokus pokok, terutama segi
konstitusional dan yuridisnya. Bahasan tradisional
menyangkut antara lain sifat dari UUD, masalah
kedaulatan, kedudukan dan kekuasaan formal serta
yuridis dari lembaga-lembaga kenegaraan seperti
parlemen, badan eksekutif, dan badan yudikatif.
Bahasan ini lebih bersifat statis dan deskiptif daripada
analitis, dan banyak memakai ulasan sejarah.

Pendekatan Legal/Institusional
Yang terjadi, pendekatan tradisional lebih
sering bersifat normatif (yaitu sesuai dengan
ideal atau standar tertentu) dengan
mengasumsikan norma-norma demokrasi
Barat. Di samping itu, bahasan biasanya
terbatas pada negara-negara demokrasi Barat,
seperti Inggris, Amerika, Prancis, Belanda dan
Jerman. Pendekatan ini cenderung untuk
mendesak konsep kekuasaan dari kedudukan
sebagai satu-satunya faktor penentu, sehingga
menjadi hanya salah satu dari sekian banyak
faktor (sekalipun mungkin penentu yang paling
penting) dalam proses membuat dan
melaksanakan keputusan.
Pendekatan Perilaku timbul dan mulai berkembang di Amerika
pada tahun 1950-an seusai Perang Dunia II. Adapun sebab-
sebab kemunculannya adalah sebagai berikut. Pertama, sifat
desktiptif dari ilmu politik dianggap tidak memuaskan, karena
tidak realistis dan sangat berbeda dengan kenyataan sehari-
hari. Kedua, ada kekhawatiran bahwa jika ilmu politik tidak
maju dengan pesat, ia akan ketinggalan dibanding dengan
ilmu-ilmu lainnya, seperti sosiologi dengan tokohnya Max
Weber (1864-1920) dan Talcott Parson (1902-1979),
antropologi dan psikologi. Ketiga, di kalangan pemerintah
Amerika telah muncul keraguan mengenai kemampuan sarjana
ilmu politik untuk menerangkan fenomena politik.

Pendekatan Perilaku
Salah satu pemikiran pokok dari Pendekatan Perilaku ialah bahwa
tidak ada gunanya membahas lembaga-lembaga formal, karena
pembahasan seperti itu tidak banyak memberi informasi mengenai
proses politik yang sebenarnya. Sebaliknya, lebih bermanfaat untuk
mempelajari perilaku (behaviour) manusia karena merupakan gejala
yang benar-benar dapat diamati. Pendekatan ini tidak menganggap
lembaga-lembaga formal sebagai titik sentral atau sebagai aktor yang
independent, tetapi hanya sebagai kerangka bagi kegiatan manusia.

Mereka pada umumnya meneliti tidak hanya perilaku dan kegiatan


manusia, melainkan juga orientasinya terhadap kegiatan tertentu
seperti sikap, motivasi, persepsi, evaluasi, tuntutan, harapan, dan
sebagainya.
Salah satu ciri khas Pendekatan Perilaku ini ialah pandangan bahwa
masyarakat dapat dilihat sebagai suatu sistem sosial, dan negara
sebagai suatu sistem politik yang menjadi subsistem dari sistem sosial.
Gabriel Almond berpendapat bahwa semua sistem mempunyai
struktur (institusi atau lembaga) dan unsur-unsur dari struktur ini
menyelenggarakan beberapa fungsi. Fungsi ini bergantung pada
sistem dan juga bergantung pada fungsi-fungsi lainnya. Konsep ini
sering disebut pandangan structural-functional.
Para sarjana traditionalis seperti Eric Voegelin, Leo
Strauss, dan John Hallowell menyerang
pendekatan perilaku dengan argumentasi bahwa
pendekatan itu terlalu streril karena menolak
masuknya nilai-nilai (value-free) dan norma-norma
dalam penelitian politik. Menurut kalangan
tradisionalis, mereka yang berada di balik Pendekatan
Perilaku tidak mengusahakan mencari jawaban atas
pertanyaan yang mengandung nilai seperti apakah
sistem politik demokrasi yang baik, atau bagaimana
membangun masyarakat yang adil dan sebagainya.

Kritik Terhadap Pendekatan


Perilaku
Juga dilontarkan bahwa Pendekatan
Perilaku tidak mempunyai relevansi
dengan realitas politik dan terlalu banyak
memusatkan perhatian pada masalah
yang kurang penting, seperti survei
mengenai perilaku pemilih, sikap politik
dan pendapat umum.
Tradisional
• Menekankan nilai-nilai dan norma-
norma
• Menekankan segi filsafat
• Memperjuangkan ilmu yang bersifat
terapan
• Menonjolkan aspek historis yuridis
• Metode kualitatif

Perbedaan para tradisinoalis dan


behavoralis
• Menekankan fakta
• Menekankan penelitian empiris
• Memperjuangkan ilmu yang bersifat
murni
• Mengutamakan aspek sosiologi-
psikologis
• Metode kualitatif

Behavoralis
Sejumlah kalangan behavioralis menyadari
bahwa mereka telah gagal meramalkan
ataupun mengatasi keresahan yang
ditimbulkan oleh perang Vietnam. Maka dari
itu, gerakan Pasca-Perilaku ini malahan
mencanangkan perlunya relevansi dan
tindakan (relevance and action).
Gerakan ini tidak menolak Pendekatan
Perilaku seluruhnya, hanya mengecam skala
prioritasnya. Akan tetapi ia mendukung
sepenuhnya Pendekatan Perilaku mengenai
perlunya meningkatkan mutu ilmiah ilmu
politik.
Sementara para penganut Pendekatan
Perilaku sibuk menangkis serangan dari para
sarjana Pasca-Perilaku, muncullah kritik dari
kubu lain, yaitu dari kalangan Marxis. Para
Marxis ini, yang sering dinamakan Neo-
Marxis untuk memmbedakan mereka dari
orang Marxis klasik yang lebih dekat dengan
komunisme, bukan merupakan kelompok
yang ketat organisasinya atau mempunyai
pokok pemikiran yang sama.

Pendekatan Neo-Marxis
Kebanyakan kalangan Neo-Marxis adalah
cendekiawan yang berasal dari kalangan
“borjuis” dan seperti cendekiawan di
mana-mana, enggan menggabungkan diri
dalam organisasi besar seperti partai
politik atau terjun aktif dalam kegiatan
politik praktis. Hanya ada satu atau dua
kelompok yang militan antara lain
golongan Kiri Baru (New Left).
Salah satu kelemahan yang melekat pada golongan Neo-
Marxis adalah bahwa mereka mempelajari Marx dalam
keadaan dunia yang sudah banyak berubah. Marx dan
Engels tidak mengalami bagaimana pemikiran mereka
dijabarkan dan diberi tafsiran khusus oleh Lenin. Tafsiran
ini kemudian dibakukan oleh Stalin dan diberi nama
Marxisme-Leninisme dan Komunisme. Selain itu karya Marx
dan Engels sering ditulis dalam keadaan terdesak waktu
sehingga tidak tersusun secara sistematis, sering bersifat
fragmentaris dan terpisah-pisah. Dengan demikian banyak
masalah yang oleh golongan Neo-Marxis dianggap masalah
pokok, hanya disinggung sepintas lalu atau tidak
disinggung sama sekali.
Fokus analisis Neo-Marxis adalah kekuasaan
serta konflik yang terjadi dalam negara. Mereka
mengecam analisis struktural-fungsional dari
para behavioralis karena terlampau
mengutamakan harmoni dan keseimbangan
sosial dalam suatu sistem politik. Menurut
pandangan struktural-fungsional, konflik dalam
masyarakat dapat diatasi melalui rasio, iktikad
baik, dan kompromi, dan ini sangat berbeda
dengan titik tolak pemikiran Neo-Marxis.
Kalangan lain yang juga berada dalam rangka
teori-teori kiri, yang kemudian dikenal sebagai
Teori Ketergantungan, adalah kelompok yang
menkhususkan penelitiannya pada hubungan
antara negara Dunia Pertama dan Dunia Ketiga.
Bertolak dari konsep Lenin mengenai
imperalisme, kelompok ini berpendapat bahwa
imperalisme masih hidup, tetapi dalam bentuk
lain yaitu dominasi ekonomi dari negara-negara
kaya terhadap negara-negara yang kurang maju.

Pendekatan Ketergantungan
(Dependency Theory)
Pembangunan yang dilakukan negara-negara yang
kurang maju atau Dunia Ketiga, hampir selalu
berkaitan erat dengan kepentingan pihak Barat.
Pertama, negara bekas jajahan dapat menyediakan
sumber daya manusia dan sumber daya alam. Kedua,
negara kurang maju dapat menjadi pasar untuk hasil
produksi negara maju, sedangkan produksi untuk
ekspor sering ditentukan oleh negara maju.
Yang menarik dari tulisan-tulisan kalangan pendukung
Teori Ketergantungan, yang pada awalnya
memusatkan perhatian pada negara-negara Amerika
Selatan adalah pandangan mereka yang membuka
mata kita terhadap akibat dari dominasi ekonomi ini.
Ini bisa terlihat dari membubungnya utang dan
kesenjangan sosial-ekonomi dari pembangunan di
banyak negara Dunia Ketiga.
Pendekatan ini muncul dan berkembang belakangan sesudah
pertentangan antara pendekatan-pendekatan yang dibicarakan
di atas mencapai semacam konsensus yang menunjukkan
adanya plularitas dalam bermacam-macam pandangan. Ia juga
lahir dalam dunia yang bebas dari peperangan besar selama
empat dekade, di mana seluruh dunia berlomba-lomba
membangun ekonomi negaranya.
Berbagai variasi analisis telah mengembangkan satu bidang
ilmu politik tersendiri, yaitu Ekonomi Politik (Political Economy).
Dikatakan bahwa Manusia Ekonomi (Homo Economicus) karena
melihat adanya kaitan erat antara faktor politik dan ekonomi,
terutama dalam penentuan kebijakan publik. Teknik-teknik
formal yang dipakai para ahli ekonomi diaplikasikan dalam
penelitian gejala-gejala politik.

Pendekatan Pilihan Rasional


(Rational Choice)
 Metode induktif akan menghasilkan model-model
untuk berbagai tindakan politik.
Inti dari politik menurut mereka adalah individu
sebagai aktor terpenting dalam dunia pollitik.
Sebagai makhluk rasional ia selalu mempunyai
tujuan-tujuan (goal-seeking atau goal-oriented)
yang mencerminkan apa yang dianggap
kepentingan diri sendiri.
Ia melakukan hal itu dalam situasi terbatasnya
sumber daya dan karena itu ia perlu menbuat
pilihan.
Pelaku Rational Action ini, terutama politisi,
birokrat, pemilih dan aktor ekonomi, pada dasarnya
egois. Optimalisasi kepentingan dan efisiensi
merupakan inti dari teori Rational Choice.
Institusionalisme Baru (New
Institutionalism) berbeda dengan
pendekatan-pendekatan yang diuraikan
sebelumnya. Ia lebih merupakan suatu visi
yang meliputi beberapa pendekatan lain.
Institusionalisme Baru mempunyai banyak
aspek dan variasi seperti Institusionalisme
Baru Sosiologi, Institusionalisme Baru
Ekonomi, dan sebagainya.

Pendekatan Institusionalisme Baru


Institusionalisme Baru merupakan penyimpangan dari
Institusionalisme Lama. Institusionalisme Lama mengupas
lembaga-lembaga kenegaraaan seperti apa adanya secara
statis. Berbeda dengan itu Institusionalisme Baru melihat
institusi negara sebagai hal yang dapat diperbaiki ke arah
suatu tujuan tertentu misalnya membangun masyarakat
yang lebih makmur.
Institusionalisme Baru sebenarnya dipicu oleh pendekatan
behavioralis yang melihat politik dan kebijakan publik
sebagai hasil dari perilaku kelompok besar atau massa,
dan pemerintahan sebagai institusi yang hanya
mencerminkan kegiatan massa itu. Bentuk dan sifat dari
institusi ditentukan oleh para aktor serta pilihannya.
Pendekatan Institusionalisme Baru menjelaskan
bagaimana organisasi institusi itu, apa tanggung jawab
dari setiap peran dan bagaimana peran dan intitusi
berinteraksi.
1. Aktor dan kelompok melaksanakan proyeknya dalam suatu konteks
yang dibatasi secara kolektif.
2. Pembatasan-pembatasan itu terdiri dari institusi-institusi, yaitu a)
pola norma dan pola peran yang telah berkembang dalam
kehidupan sosial, dan b) perilaku dari mereka yang memegang
peran itu. Peran itu telah ditentukan secara sosial dan mengalami
perubahan terus-menerus.
3. Sekalipun demikian, pembatasan-pembatasan ini dalam banyak hal
juga memberi keuntungan bagi individu atau kelompok dalam
mengejar proyek mereka msing-masing.
4. Hal ini disebabkan karena faktor-faktor yang membatasi kegiatan
individu dan kelompok, juga memengaruhi pembentukan prefensi
dan motivasi dari aktor dan kelompok-kelompok.
5. Pembatasan-pembatasan ini mempunyai akar historis sebagai
peninggalan dari tindakan dan pilihan-pilihan masa lalu.

Inti dari Institusionalisme Baru


menurut Robert E. Goodin
6. Pembatasan-pembatasan ini mewujudkan,
memelihara, dan memberi peluang serta kekuatan yang
berbeda kepada individu dan kelompok masing-masing.
Institusionalisme Baru menjadi sangat penting bagi
negara-negarra yang baru membebaskan diri dari
cengkeraman suatu rezim yang otoriter serta represif.
Dalam proses ini nilai kembali memainkan peran penting.
Perbedaan Institusionalisme Baru dengan
Institusionalisme Lama ialah perhatian Institusionalisme
Baru lebih tertuju pada analisis ekonomi, kebijakan fiskal
dan moneter, pasar dan globalisasi ketimbang pada
masalah konstitusi yuridis. Dapat dikatakan bahwa ilmu
politik, dengan mengembalikan fokus atas negara
termasuk aspek legal/institusionalnya, telah mengalami
suatu lingkaran penuih (full circle).

Anda mungkin juga menyukai