Anda di halaman 1dari 12

CRITICAL REVIEW

PERKEMBANGAN ILMU POLITIK


Buku Teori Politik Modern Karya SP. Varma

Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah


Teori-Teori Ilmu Politik
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Maswadi Rauf, MA

Disusun Oleh:
ACHMAD MUHAJIR
211186918016
Kelas C1

SEKOLAH PASCA SARJANA ILMU POLITIK


UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2021
A. Perkembangan Ilmu Politik
Dalam bukunya Teori Politik Modern, SP Varma menjelaskan bahwa ilmu politik
merupakan salah satu ilmu tertua dari berbagai cabang ilmu yang ada. Meskipun beberapa
cabang ilmu pengetahuan yang ada telah mencoba melacak asal-usul keberadaannya hingga
zaman Yunani kuno, tetapi hasil yang dicapai tidak segemilang apa yang telah dicapai oleh
ilmu politik. Sejak sekelompok orang mulai hidup bersama, masalah yang menyangkut
pengaturan dan pengawasan mulai muncul dan sejak itulah para pemikir politik mulai
membahas masalah-masalah yang menyangkut lingkup serta batasan penerapan kekuasaan,
hubungan antara yang memerintah dengan yang diperintah, serta sistem apa yang paling baik
menjamin adannya pemenuhan kebutuhan akan pengaturan dan pengawasan.
Menurut SP Varma, masalah-masalah ini telah menggelitik pemikiran manusia
selama berabab-abab. Apabila para pemikir politik kuno memusatkan perhatiannya kepada
masalah negara ideal, para pemikir politik abad pertengahan melibatkan diri mereka pada
pengembangan suatu kerangka bagi adannya pendirian Kerajaan Allah di dunia, sedangkan
para pemikir politik pada zaman sesudahnya telah melibatkan diri mereka pada masalah-
masalah lainnya seperti kekuasaan, wewenang dan lain-lain. Tetapi pada masalah selanjutnya,
ilmu politik berfokus kepada masalah kelembagaan dan pendekatan yang digunakannya juga
semakin luas. Pendekatan yang digunakan sepanjang masa itu bersifat historis, dalam
pengertian bahwa para pemikir politik lebih memusatkan perhatiannya pada upaya melacak
serta menggambarkan berbagai fenomena politik yang ada, atau pada perkembangan lembaga
politik yang bersifat khusus, dari pada menganalisa fenomena serta lembaga-lembaga
tersebut, serta melibatkan diri dengan elemen-elemen yang bersifat abstrak. Meskipun
kadang-kadang terdapat terdapat beberapa variasi dalam pendekatan ini, pendekatan yang
bersifat historis lebih banyak dipergunakan pada abad ke-19. Pengaruh Eropa kontinental,
khususnya Jerman, memainkan peranan yang penting pula dalam perkembangan ilmu politik
di Amerika Serikat.
Selanjutnya, sejumlah pendekatan-pendekatan tersebut tidak satu pun yang mampu
membedakan antara ilmu politik dengan sejarah. Ilmu politik masih merupakan suatu disiplin
yang hanya dapat dipelajari di perpustakaan atau ruang belajar dari pada di lapangan, di mana
interaksi-interaksi politik yang sebenarnya terjadi.

B. Perkembangan-Perkembangan Baru
Menurut Varma, sejak dibentuknya American Political Science Association pada
tahun 1903, juga bersama-sama dengan pertemuan-pertemuan yang diadakan oleh American
Historical Association yang berdiri pada tahun 1884, dan American Economic Association
yang didirikan pada tahun 1885, serta besarnya sumbangan yang diberikan bagi pengumpulan,
pengaturan dan penggolongan fakta-fakta mengenai lembaga-lembaga politik, ilmu politik
secara tegas telah bergerak ke tahap perkembangannya yang ke empat, yang kadang-kadang
digambarkan sebagai pendekatan yang bersifat taksonomi deskriptif, di mana suatu penekanan
yang begitu besar diletakkan pada pengumpulan dan penggolongan fakta-fakta tentang
lembaga-lembaga serta proses-proses politik.
Perbedaan pendekatan-pendekatan dalam ilmu politik sebagaimana digambarkan di
atas seperti yang bersifat analitis historis, legal kelembagaan, mormatif deskriptif dan
taksonomi deskriptif, tidaklah begitu eksklusif satu sama lain dan kadang-kadang justru saling
bertemu satu sama lainnnya. Lingkup ilmu politik sekarang semakin diperluas meliputi,
seperti apa yang diistilahkan Charles Hyneman, “struktur organisasional, proses pembuatan
keputusan dan tindakan, politik pengawasan, kebijaksanaan dan tindakan serta lingkungan
manusia dari suatu pemerintahan yang legal.
Dalam kerangka pendekatan tradisional dan lama sebelum kaum behavioralis
muncul, para ilmuwan politik pada awal abad ke-19 telah mengembangan pengetahuan yang
lebih luas tentang cara kerja berbagai lembaga politik, dari pada apa yang dilakukan pada
beberapa abad sebelumnya. Varma mengurai, saat itu, saat itu mereka telah mulai menyelidiki
masalah di mana pusat kekuasaan terletak dalam suatu masyarakat serta bagaimana
pengoperasian kekuasaan tersebut di dalam suatu pemerintahan. Beberapa diantara mereka
telah mencoba mengidentifikasi determinan budaya dari berbagai pemerintahan, yang lainnya
telah mempelajari aspek-aspek organisasional secara lebih intensif, dari pada yang pernah
dilakukan oleh para pendahulu mereka di masa lampau. Mereka kini meletakkan penekanan
yang lebih besar kepada analisa unsur-unsur pembuatan suatu kebijaksanaan, serta pada
penelitian terhadap karakter dan tipe-tipe kepemimpinan politik serta perubahan pola-pola
hubungan antara ideologi dan kepemimpinan.
Disisi lain, SP Varma memberikan penekanan yang lebih awal pada struktur-struktur
yudikatif dan formal, secara perlahan, mulai membuka jalan bagi penelitian-penelitian yang
terarah secara fungsional. Suatu perhatian yang lebih besar kini juga tengah diberikan kepada
pengaruh aktivitas berbagai organisasi non-pemerintahan dan kelompok-kelompok sosial
terhadap aktifitas pemerintah. Ruang lingkup ilmu politik tidak lagi terbatas pada filsafat-
filsafat politik dan deskripsi kelembagaan. Kini kata Varma, terdapat suatu kecenderungan
yang lebih besar untuk menggunakan metode-metode yang bersifat empiris dalam meneliti
lembaga-lembaga dan organisasi.
Pandangan yang mengatakan keberhasilan ilmu politik menjadi suatu subjek yang
bersifat interdisipliner, sepenuhnya merupakan jasa kaum behavioral. Menurutnya, pada
permulaan abad ke-20, mengutip Gettell, ilmu politik mulai dipengaruhi oleh kemajuan-
kemajuan yang dicapai dalam beberapa tahap penelitian kalangan intelektual. Gettel secara
khusus menunjuk Biologi dan Antropologi yang telah merangsang berkembangnnya metode-
metode penelitian ilmiah, serta menekankan adannya suatu sudut pandangan yang
berkembang secara bertahap, dengan maksud menyangkal sifat-sifat keramat masa lampau,
serta dukungan terhadap doktrin-doktrin liberal tentang perubahan dan reformasi.

C. Arthur Bentley Dan Konsep Tentang Proses


Menurut Varma, ilmuwan yang telah meletakkan landasan bagi berdirinya ilmu
politik yang bersifat behavioral, nama-nama seperti Arthur A.F. Bentley dan Charles
Merriam. Varma, mengungkap, sumbangan Bentley terhadap ilmu politik adalah (a) gagasan
tentang “kelompok”, sebagai tingkat kenyataan yang tepat bagi pemahaman serta penelitian
politik dan (b) konsep tentang proses, sebagai satu-satunya pendekatan yang andal untuk
memahami realitas tersebut.

D. Carles Merriam Dan Awal Suatu Pendekatan Ilmiah

Charles E. Meriam yang secara umum dianggap sebagai bapak pembastis intelektual
dari ilmu politik yang bersifat behavioral. Dalam suatu artikelnya yang dimuat dimuat dalam
American Political Science Review, Meriam meminta perhatian lebih besar kepada berbagai
metode dan penemuan dari ilmu seperti sosiologi, psikologi sosial, geografi, etnologi, biologi
dan statistik.

Menurut Merriam, kebutuhan besar yang kita perlukan kini bagi ilmu politik adalah
pengembangan suatu teknik serta metodologi ilmiah, dan yang kita butuhkan setiap saat
adalah penelitian akan seluk-beluk dari fenomena politik yang ada dengan teliti, sabar dan
intensif. Meriam adalah ilmuwan politik yang pertama melihat pentingnya psikologi untuk
politik. Merriam menganggap hasil kerja para ahli sejarah tidak relevan, dengan alasan utama
mereka terlalu mengabaikan faktor-faktor psikologis, sosial dan ekonomi dalam kehidupan
manusia.
E. Pengaruh Ahli-Ahli Sosiologi Eropa
Faktor-faktor penting lainnya yang menyebatkan perkembangan behavioralisme
dalam ilmu politik di Amerika Serikat adalah pengaruh dari sekelompok sarjana Eropa, dan
banyak di antara mereka begitu dipengaruhi oleh pendekatan-pendekatan ilmu politik yang
bersifat sosiologis. Mereka diantarannya Karl Max, Auguste Comte, Emile Durkheim, Max
Weber dan Sigmund Frued.

F. Perang Dunia II dan Pengaruhnya

Menurut Varma, Perang Dunia II telah membuat banyak ilmuwan politik di


Amerika Serikat turun dari menara gading serta menempatkan mereka langsung kepada
kenyataan-kenyataan politik dan administratif. Tahun-tahun peperangan menjadi sangat
penting, karena berhasil mengumpulkan para ilmuwan politik, ekonomi, sosiologi dan
psikologi sosial.

Varma mengungkapkan, keadaan darurat Perang Dunia II, yang telah membawa
para ilmuwan politik semakin dekat berhubungan dengan para ilmuwan sosial lainnya, telah
memperdalam kesan yang sebelumnya ada dalam benak mereka bahwa selama ini hanya para
ahli ekonomi, sosiologi, dan antropologi sajalah yang sering diundang oleh badan-badan
pemerintah untuk memberikan saran-saran dan mereka mampu memainkan peranan aktif
dalam proses pembuatan keputusan, sedangkan para ilmuwan politik dianggap tidak banyak
membantu. Perasaan ditinggalkan ini telah begitu merasuk dalam benak para ilmuwan politik
di Amerika Serikat dan mereka tampak mengembangkan perasaan ini selama masa tahun-
tahun peperangan, sehingga ketika kembali kepada profesi akademik mereka, tanggung jawab
mereka yang utama adalah memberikan penajaman kembali pada disiplin yang mereka punya
secara lengkap, dan membawanya pada hubungan yang lebih dekat dengan perkembangan
ilmu-ilmu sosial lainnya.

Jadi setelah Perang Dunia II selesai, telah timbul rasa tidak puas yang meluas di
antara para ilmuwan politik terhadap disiplin tersebut. Di sampjng menghadapi kenyataan
bahwa bakar serta keahlian mereka tidak begitu dibutuhkan pemerintah dan masyarakat, suatu
kenyataan lain yang mungkin disebabkan oleh perbedaan yang mendalam antara sifat-sifat
kearifan yang harus mereka terima sesuai dengan profesi yang mereka miliki dengan
kenyataan proses pemerintah yang ada, telah membuat mereka merasa bahwa dengan segenap
penekanan yang bertumpu pada teori-teori selama beberapa abad terakhir ini, mereka belum
mampu mempunyai suatu perangkat penelitian yang dapat meembantu mereka menerangkan
timbulnya fasisme atau komunisme atau menjelaskan terus bercokolnya rezim-rezim tersebut
dalam kekuasaan untuk jangka waktu yang lama.

Menurut Varma, hal tersebut, memantik para Ilmuwan Amerika Serikat


berkonsentrasi dalam pengembaangan ilmu politik. Penekanan pada penelitian tentang sikap-
sikap, motivasi serta persepsi dari individu, telah menyebabkan semakin tingginya
pemanfaatan wawancara sebagai sumber data. Teknik-teknik wawancara kini benar-benar
diperbaiki. Perhatian juga diberikan kepada teknik-teknik analisa isi atau kadar (content
analysis), dalam mana statistik dimanfaatkan secara lebih besar. Dengan ditingkatkannya
penggunaan teknik survei dan wawancara sebagai suatu sumber data serta metode verifikasi
telah membawa para ilmuwan politik kepada masalah-masalah pengukuran sikap, bentuk-
bentuk skala, pengujian validitas dan reliabilitas dan lain-lain.

G. Tahun-Tahun Sesudah Perang


Revolusi behavioral yang begitu gegap-gempita pada tahun 1925, kemudian menyurut,
dan baru kembali pada validitasnya yang penuh pada awal tahun 1950-an setelah Perang
Dunia II. Pada masa ini, behavioraIisme yang bersifat Thurstonian yang lama mulai
ditinggalkan, karena konsepsinya tentang metode ilmiah dirasakan terlalu sempit dan
pilihannya terhadap sikap sebagai unit yang fundamental (dengan mengabaikan faktor-faktor
kekuasaan, peranan, sosialisasi, alokasi, nilai-nilai, komunikasi, dan sebagainnya) dianggap
terlalu terbatas.
Perkembangan ilmu politik behavioral, dengan segenap gerakannya baru di akhir 1940-
an dan awal tahun 1950-an, tidak akan mungkin terjadi tanpa dukungan yang semakin luas
dari sejumlah organisasi penderma (donatur) yang segera muncul setelah Perang Dunia II,
dengan satu tujuan: mendorong dan melindungi penelitian tentang perilaku (behavioral
research).
Menurut Varma, behavioralisme dapat diinterpretasikan sebagai upaya pembaharuan
guna mengbangkan aspek-aspek ilmiah ilmu politik secara serius, menurut ketentuan-
ketentuan ilmu alam dan biologi, dan sejalan dengan perkembangan-perkembangan baru yang
terjadi dalam bidang psikologi dan ilmu-ilmu sosial lainnya. Dalam kaitannya dengan ilmu
psikologi khususnya, benar-benar telah terjadi suatu perkembangan yang baik, dalam hal
sudut pandangan dan metode, tetapi hal ini tidak berarti ilmu politik meminjamnya begitu saja
dari psikologi.
Varma menguraikan, secara positif behavioralisme lebih mengutamakan cabang-cabang
ilmu sosial lainnya yang telah lebih sukses dan maju, untuk mempelajari dan mengrtahui
bagaimana menerapkan berfikir ilmiah serta metode-metode riset yang tepat, memusatkan
perhatian pada perilaku yang benar-benar dapat diamati; pada aspek-aspek politk penting,
yang dilakukan aktor dalam kenyataan, mencari, menilai dengan hati-hati serta menguji teori-
teori empiris; teori tentang dunia perilaku, mengumpulkan data-data dengan teliti dan
lengkap, yang dilakukan dengan pedoman teori dan untuk tujuan-tujuan teoritis (pengujian),
mempelajari serta menerapkan sebanyak mungkin matematika, khususnya sebanyak mungkin
metodologi statistik yang bersifat kuantitatif.
Varma, menjelaskan, para ahli behavioralisme secara tegas dapat dibagi dalam sejumlah
hal seperti (a) kemungkinan dan keinginan akan adannya suatu paradigma bagi ilmu politik
secara keseluruhan, (b) keunikan serta kemiskinan akan hal-hal yang bersifat politik, (c)
peranan serta status penelitian terapan, (d) kemungkinan, potensi dan keinginan akan
penelitian tentang kebijaksanaan (policy research).

H. Pendekatan-Pendekatan Inter-Disipliner
Menurut Varma, dengan timbulnya sejumlah negara-negara baru di dunia seperti di
Asia, Afrika dan Amerika Latin, para ilmuwan politik di Amerika Serikat memandang perlu
untuk semakin menjalin kerja sama dengan ilmu-ilmu sosial lainnya, dalam mencari suatu
pemahaman yang tepat terhadap segenap perkembangan politik yang terjadi di negara-negara
ini. Perkembangan tersebut tidak dapat dibagi-bagi dalam beberapa bagian, tetapi harus
dipelajari dalam segenap sifat keterpaduannya (comprehensiveness).
Sebagai akibatnnya, lanjut Varma, para ahli ekonomi, sosiologi, psikologi,
antropologi dan politik harus saling bahu membahu dalam usaha tersebut. Untuk pertama
kalinnya suatu gerakan nyata yang lebih mengarah kepada adannya satu ilmu sosial daripada
beberapa ilmu sosial, mulai menemukan bentuknya.
Varma menjelaskan, teori sistem dan analisa struktural yang telah banyak mendapat
sumbangan besar dari para ahli antropologi dan sosiologi seperti Durkheim, Malinowski,
Parsons, Merton, Shils, Eisenstadt dan Levy, kini tengah diadaptasikan oleh para ilmuwan
politik untuk mendapatkan suatu pemahaman lebih baik terhadap proses-proses politik yang
terjadi di negara-negara baru. Secara bertahap, karena teori sistem dan kerangka konseptual
sosiologi terbukti kurang memadai untuk memahami perkembangan politik.
I. Hubungan dengan Sosiologi dan Antropologi
Menurut Varma, dengan semakin meluasnya lingkup penelitian ilmu politik yang
kini meliputi pula masyarakat-masyarakat lama yang tengah muncul sebagai bangsa-bangsa
baru, para ilmuwan politik diharuskan untuk semakin bergantung pada antropologi,
sebagaimana juga antropologi atas doromgan dirinya sendiri telah melihat pentingnya untuk
bergerak semakin dekat ke arah ilmu politik. Istilah-istilah seperti “relativisme budaya”, “
evolusi sosial” , “ difusi budaya”, dan “akulturasi”, yang digunakan para ilmuwan politik
adalah konsep-konsep dari antropologi dan demikian juga sejumlah istilah-istilah teori politik
kini digunakan secara umum dalam antropologi. Dalam penelitian yang mereka lakukan
terhadap masyarakat-masyarakat politik di daerah-daerah yang sedang berkembang, sangatlah
penting bagi para ilmuwan politik untuk memperhitungkan segenap lingkungan sosial budaya
dari kehidupan mereka, dan untuk hal ini bantuan dari sosiologi dan antropologi perlu sekali.

J. Ilmu Politik, Ekonomi, dan Psikologi


Menurut Varma, pada masa selanjutnya, timbul perasaan bahwa meskipun teori
sistem dan pendekatan sosiologi lainnya sangat bermanfaat untuk memahami bergai
fenomena politik sampai derajat tertentu, apa yang dibutuhkan untuk membuat ilmu politik
menjadi suatu disiplin yang setepat-tepatnya adalah penerapan model-model ekonomi pada
masalah-masalah politik.
Para warga negara secara individual maupun kelompok dengan berbagai preferensi
yang sebagian saling bertentangan, selalu mengajukan tuntutan terhadap negara, mengingat
kebijaksanaan-kebijaksanaan umum yang dibuatnya selalu menimbulkan pengaruh-pengaruh
ekonomi, dalam bentuk alokasi sumber-sumber penghasilan, distribusi pendapatan, tingkat
harga dan masalah tenaga kerja, serta menimbulkan pula pengaruh-pengaruh politik, dalam
bentuk masalah tawar-menawar dalam politik, pembentukan koalisi, aturan pemungutan suara
serta akibat-akibat ekonomi.
Kemudian kata Varma, paradigma ilmu ekonomi, model-model penukaran yang
didadarkan pada alokasi beban, pembagian kerja secara politik dan sebagainya semakin
meningkat digunakan oleh para ilmuwan politik. Varma berpendapat, tetapi hal ini tidak
berarti ilmu ekonomi politik yang baru itu akan menggeser sosiologi politik secara
keseluruhan; karena ilmu politik akan terus menaruh perhatian pada masalah-masalah yang
tidak dapat dipecahkan dari sudut pandangan ekonomi saja, seperti masalah-masalah yang
menyangkut pemeliharaan sistem dan pertumbuhan.
Menurut Varma, pendekatan psikologi yang didefinisikan sebagai penjelasan atas
fenomena politik dan sosial dengan mengacu kepada struktur konseptual yang didasarkan
pada sifat-sifat psikologis dari individu atau kelompok sering menjadi bagian penting dalam
analisa politik. Bagian terpenting dari psikologi yang telah secara mendalam mempengaruhi
penelitian-penelitian politik adalah psiko-analisa.

K. Dari Behavioralisme ke Post-Behavioralisme

Menurut Varma, pengertian post-behavioralisme seharusnya jangan dikacaukan


dengan tradisionalisme, meskipun keduannya begitu kritis kepada behavioralisme. Perbedaan
di antara keduannya terletak pada suatu kenyataan bahwa tradisionalisme menolak validitas
pendekatan yang menekankan pada perilaku dan selalu mengulang kembali keyakinannya
terhadap tradisi klasik ilmu politik, sedangkan post-behavioralisme menerima apa-apa yang
telah dicapai pada era behavioralisme tetapi berusaha untuk mendorong ilmu politik lebih
jauh lagi, ke arah cakrawala baru. Varma berpendapat, dua tuntutan utama dari post-
behavioralisme adalah relevansi dan tindakan.

L. Tinjaun Kritis

Berdasarkan pembahasan yang telah penulis uraikan diatas, maka pada bagian ini
secara khusus penulis memberikan catatan kritis terhadap buku penjelasan SP. Varma dalam
Bab I Perkembangan Ilmu Politik.

Penjelasan Varma terkait ilmu ilmu politik merupakan salah satu ilmu tertua dari
berbagai cabang ilmu yang ada menurut saya tidak terlalu tajam, justru kemudian akan
melahirkan sejumlah perdebatan dikalangan akademik akibat rasa ketersinggungan dan atau
kegensian dari masing-masing ilmu. Idealnya, Varma harus mengulas secara komprehensif
agar tidak menimbulkan interpretasi baru.

Apabila ilmu politik dipandang semata-mata sebagai salah satu cabang dari ilmu-ilmu
sosial yang memiliki dasar, rangka, fokus, dan ruang lingkup yang jelas, maka dapat
dikatakan bahwa ilmu politik masih sangat muda usianya karena baru lahir pada akhir abad
ke-19. Pada tahap itu ilmu politik berkembang secara pesat berdampingan dengan cabang-
cabang ilmu sosial lainnya, seperti sosiologi, antropologi, ekonomi, dan psikologi, dan dalam
perkembangan ini mereka saling memengaruhi. Akan tetapi, apabila ilmu politik ditinjau
dalam rangka yang lebih luas, yaitu sebagai pembahasan secarav rasional dari aspek negara
dan kehidupan politik, maka ilmu politik dapat dikatakan jauh lebih tua umurnya. Bahkan ia
sering dinamakan ilmu sosial yang tertua di dunia. Pada taraf perkembangan itu ilmu politik
banyak be rsandar pada sejarah dan filsafat.

Saya juga mengkritisi penjelasan Varma terkait keberhasilan perkembangan ilmu


politik yang mengutip Gettel, bahwa secara khusus menunjuk Biologi dan Antropologi yang
telah merangsang berkembangnnya metode-metode penelitian ilmiah.

Munculnya pendekatan perilaku (behavioral approach) dalam dekade 1950-an,


merupakan gerakan pembaharuan yang ingin meningkatkan mutu ilmu politik dan mencari
suatu new science of politics. Gerakan baru ini, yang dapat disebut sebagai revolusi dalam
ilmu politik, merumuskan pokok pemikiran sebagai berikut: Sekalipun perilaku manusia
adalah kompleks, tetapi ada pola-pola berulang (recurrent patterns) yang dapat di identifikasi.
Pola-pola dan keteraturan perilaku ini dapat dibuktikan kebenarannya melalui pengamatan
yang teliti dan sistematis. Dengan menggunakan statistik dan matematika dapat dirumuskan
hukum-hukum yang bersifat probabilitas. Walaupun akhirnya muncul kelompok post-
behavioralist yang mengkritik pendekatan behavioralisme terlalu kuantitatif dan abstrak,
sehingga tidak mencerminkan realitas sosial.

Varma juga tidak terlalu komprehensif dalam menjelaskan perkembangan-


perkembangan baru yang kemudian menyebabkan munculnya beberapa pendekan-pendekatan
dalam perkembangan ilmu politik. Ia menyinggung langsung menyinggung soal dari
behavioralisme ke post-behavioralisme, sedangkan pendekatan pendekatan tradisionalis
dijelaskan secara “kabur”. Idealnya Varma harus menjelaskan secara tuntas ketiga pendekatan
tersebut, agar lebih mudah dalam memahami perkembangan ilmu politik ditinjau dari aspek
metodologi.

Berkat timbulnya pendekatan perilaku, telah berkembang beberapa macam analisis


yang mengajukan rumusan-rumusan baru tentang kedudukan nilai (value) dalam penelitian
politik serta satuan-satuan sosial yang hendak diamati. Diantaranya yang terkenal ialah
analisis struktur-fungsional (structrural-functional analysis) dan pendekatan analisa-sistem
(system analysis approach). Kedua analisa yang terakhir tadi erat berhubungan dan pada
intinya berpangkal tolak pada meneropong masyarakat dari segi keseluruhan (macro analysis)
berdasarkan adanya hubungan erat antara unsur masyarakat yang satu dengan unsur
masyarakat lainnya yang akhirnya cenderung untuk mencapai adanya keseimbangan dalam
masyarakat.
Sementara itu, pendekatan tradisional tidak tinggal diam, dan terjadilah polemik yang
sengit antara pendekatan perilaku dan pendekatan tradisional. Perbedaan antara kaum
tradisionalis dan behavioralis yakni para tradisonalis menekankan pada nilai-nilai dan norma-
norma, sedangkan para behavioralis menekankan pada fakta. Selanjutnya, tradisionalis
menekankan filsafat sementara behavioralis penelitian empiris, kaum tradisionalis
menekankan ilmu terapan tapi behavioralis menekankan ilmu murni, tradisionalis
menekankan historis-yuridis sementara behavioralis menekankan sosiologis-psikologis, dan
tradisonalis menekankan tidak kuantitatif sedangkan kaum behavioralis menekankan
kuantitatif.

Apabila ilmu politik merupakan disiplin ilmu yang bercorak Amerika, makan cikal
bakalnya adalah klasik dan Eropa. Ide mengenai rasionalitas berasal dari Yunani, ide
mengenai hukum berasal dari Roma, dan perhatian pada persamaan, kebebasan, dan
kekuasaan terutama diambil dari konsep-konsep yang berasal dari Inggris dan Perancis.
Perhatian terhadap negara sebagaimana adanya lebih banyak berasal dari Jerman. Tetapi
perbedaan antara praktek politik di Eropa dan di Amerika, karena tiadanya lembaga
tradisional seperti monarki dan karena adanya pertalian antara tradisi dan tirani Eropa dalam
pikiran orang-orang Amerika, maka orang-orang Amerika, lebih dari orang-orang manapun
sebelumnya, mengaitkan politik dengan asas-asas yang universal, masuk akal, dan karena itu
sudah nyata dengan sendirinya.

M. Penutup
Sesudah Perang Dunia II, perkembangan ilmu politik semakin pesat lagi. Di negeri
Belanda, di mana sampai saat itu penelitian mengenai negara dimonoppoli oleh Fakultas
Hukum didirikan Faculteit der Sociale en Politieke Wetenschaapen (Fakultas Ilmu Sosia dan
Politik). Di Indonesia pun didirikan fakultas-fakultas yangs serupa, yang dinamakan Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) seperti di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Sementara itu perkembangan ilmu politik di negara-negara Eropa Timur
memperlihatkan bahwa pendekatan tradisional dari segi sejarah, filsafat dan yuridis yang
sudah lama digunakan, masih berlaku hingga dewasa ini. Tapi kemudian perkembangan ilmu
politik mengalami kemajuan dengan pesat sesudah runtuhnya komunisme pada akhir dekade
1990-an. Ini dicirikan dengan masih berlakunya pendekatan tradisional tapi ditambah dengan
pendekatan-pendekatan lain yang tengah berkembang di negara-negara Barat.
Pesatnya perkembangan ilmu politik sesudah Perang Dunia II tersebut juga
disebabkan karena mendapat dorongan kuat dari beberapa badan internasional, terutama
UNESCO. Terdorong oleh tidak adanya keseragaman dalam terminologi dan metodologi
dalam ilmu politik, UNESCO pada tahun 1948 menyelenggarakan suatu survei mengenai
kedudukan ilmu politik di kira-kira 30 negara.
Pengaruh Eropa Kontinental, khususnya Jerman, memainkan peranan yang penting
pula dalam perkembangan ilmu politik di Amerika Serikat. Dalam hal in, kita dapat menyebut
nama Francis Lieber, yang menjadi simbol dari pengaruh ini. Lieber ke Amerika Serikat tahun
1827, untuk melepaskan diri dari reaksi-reaksi konservatif yang muncul sebagai akibat Perang
Napoleon. Pada tahun 1835, ia ditunjuk sebagai Profesor Sejarah dan Ekonomi Politik di
South Carollina College, kemudian pindah ke Columbia College pada tahun 1857, sebagai
Profesor Sejarah dan Ilmu Politik di sana. Pada tahun 1853, hasil karyamnya yang begitu
penting, Civil Liberty and Self Government diterbitkan. Di dalamkaryanya ini, Lieber
dianggap telah menggunakan perspektif filsafat hukum Jerman dalam meneliti lembaga-
lembaga politik Anglo American. Tetapi ilmu politik, baru mendapatkan identitasnya yang
terpisah pada saat didirikannya “School of Political Science” di Columbia College pada tahun
1880, atas prakarsa John. W. Burges.

DAFTAR PUSTAKA
Budiarjo, Miriam. 2012. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Varma, SP. 2016. Teori Politik Modern. Jakarta: Raja Grifindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai