Disusun Oleh:
ACHMAD MUHAJIR
211186918016
Kelas C1
B. Perkembangan-Perkembangan Baru
Menurut Varma, sejak dibentuknya American Political Science Association pada
tahun 1903, juga bersama-sama dengan pertemuan-pertemuan yang diadakan oleh American
Historical Association yang berdiri pada tahun 1884, dan American Economic Association
yang didirikan pada tahun 1885, serta besarnya sumbangan yang diberikan bagi pengumpulan,
pengaturan dan penggolongan fakta-fakta mengenai lembaga-lembaga politik, ilmu politik
secara tegas telah bergerak ke tahap perkembangannya yang ke empat, yang kadang-kadang
digambarkan sebagai pendekatan yang bersifat taksonomi deskriptif, di mana suatu penekanan
yang begitu besar diletakkan pada pengumpulan dan penggolongan fakta-fakta tentang
lembaga-lembaga serta proses-proses politik.
Perbedaan pendekatan-pendekatan dalam ilmu politik sebagaimana digambarkan di
atas seperti yang bersifat analitis historis, legal kelembagaan, mormatif deskriptif dan
taksonomi deskriptif, tidaklah begitu eksklusif satu sama lain dan kadang-kadang justru saling
bertemu satu sama lainnnya. Lingkup ilmu politik sekarang semakin diperluas meliputi,
seperti apa yang diistilahkan Charles Hyneman, “struktur organisasional, proses pembuatan
keputusan dan tindakan, politik pengawasan, kebijaksanaan dan tindakan serta lingkungan
manusia dari suatu pemerintahan yang legal.
Dalam kerangka pendekatan tradisional dan lama sebelum kaum behavioralis
muncul, para ilmuwan politik pada awal abad ke-19 telah mengembangan pengetahuan yang
lebih luas tentang cara kerja berbagai lembaga politik, dari pada apa yang dilakukan pada
beberapa abad sebelumnya. Varma mengurai, saat itu, saat itu mereka telah mulai menyelidiki
masalah di mana pusat kekuasaan terletak dalam suatu masyarakat serta bagaimana
pengoperasian kekuasaan tersebut di dalam suatu pemerintahan. Beberapa diantara mereka
telah mencoba mengidentifikasi determinan budaya dari berbagai pemerintahan, yang lainnya
telah mempelajari aspek-aspek organisasional secara lebih intensif, dari pada yang pernah
dilakukan oleh para pendahulu mereka di masa lampau. Mereka kini meletakkan penekanan
yang lebih besar kepada analisa unsur-unsur pembuatan suatu kebijaksanaan, serta pada
penelitian terhadap karakter dan tipe-tipe kepemimpinan politik serta perubahan pola-pola
hubungan antara ideologi dan kepemimpinan.
Disisi lain, SP Varma memberikan penekanan yang lebih awal pada struktur-struktur
yudikatif dan formal, secara perlahan, mulai membuka jalan bagi penelitian-penelitian yang
terarah secara fungsional. Suatu perhatian yang lebih besar kini juga tengah diberikan kepada
pengaruh aktivitas berbagai organisasi non-pemerintahan dan kelompok-kelompok sosial
terhadap aktifitas pemerintah. Ruang lingkup ilmu politik tidak lagi terbatas pada filsafat-
filsafat politik dan deskripsi kelembagaan. Kini kata Varma, terdapat suatu kecenderungan
yang lebih besar untuk menggunakan metode-metode yang bersifat empiris dalam meneliti
lembaga-lembaga dan organisasi.
Pandangan yang mengatakan keberhasilan ilmu politik menjadi suatu subjek yang
bersifat interdisipliner, sepenuhnya merupakan jasa kaum behavioral. Menurutnya, pada
permulaan abad ke-20, mengutip Gettell, ilmu politik mulai dipengaruhi oleh kemajuan-
kemajuan yang dicapai dalam beberapa tahap penelitian kalangan intelektual. Gettel secara
khusus menunjuk Biologi dan Antropologi yang telah merangsang berkembangnnya metode-
metode penelitian ilmiah, serta menekankan adannya suatu sudut pandangan yang
berkembang secara bertahap, dengan maksud menyangkal sifat-sifat keramat masa lampau,
serta dukungan terhadap doktrin-doktrin liberal tentang perubahan dan reformasi.
Charles E. Meriam yang secara umum dianggap sebagai bapak pembastis intelektual
dari ilmu politik yang bersifat behavioral. Dalam suatu artikelnya yang dimuat dimuat dalam
American Political Science Review, Meriam meminta perhatian lebih besar kepada berbagai
metode dan penemuan dari ilmu seperti sosiologi, psikologi sosial, geografi, etnologi, biologi
dan statistik.
Menurut Merriam, kebutuhan besar yang kita perlukan kini bagi ilmu politik adalah
pengembangan suatu teknik serta metodologi ilmiah, dan yang kita butuhkan setiap saat
adalah penelitian akan seluk-beluk dari fenomena politik yang ada dengan teliti, sabar dan
intensif. Meriam adalah ilmuwan politik yang pertama melihat pentingnya psikologi untuk
politik. Merriam menganggap hasil kerja para ahli sejarah tidak relevan, dengan alasan utama
mereka terlalu mengabaikan faktor-faktor psikologis, sosial dan ekonomi dalam kehidupan
manusia.
E. Pengaruh Ahli-Ahli Sosiologi Eropa
Faktor-faktor penting lainnya yang menyebatkan perkembangan behavioralisme
dalam ilmu politik di Amerika Serikat adalah pengaruh dari sekelompok sarjana Eropa, dan
banyak di antara mereka begitu dipengaruhi oleh pendekatan-pendekatan ilmu politik yang
bersifat sosiologis. Mereka diantarannya Karl Max, Auguste Comte, Emile Durkheim, Max
Weber dan Sigmund Frued.
Varma mengungkapkan, keadaan darurat Perang Dunia II, yang telah membawa
para ilmuwan politik semakin dekat berhubungan dengan para ilmuwan sosial lainnya, telah
memperdalam kesan yang sebelumnya ada dalam benak mereka bahwa selama ini hanya para
ahli ekonomi, sosiologi, dan antropologi sajalah yang sering diundang oleh badan-badan
pemerintah untuk memberikan saran-saran dan mereka mampu memainkan peranan aktif
dalam proses pembuatan keputusan, sedangkan para ilmuwan politik dianggap tidak banyak
membantu. Perasaan ditinggalkan ini telah begitu merasuk dalam benak para ilmuwan politik
di Amerika Serikat dan mereka tampak mengembangkan perasaan ini selama masa tahun-
tahun peperangan, sehingga ketika kembali kepada profesi akademik mereka, tanggung jawab
mereka yang utama adalah memberikan penajaman kembali pada disiplin yang mereka punya
secara lengkap, dan membawanya pada hubungan yang lebih dekat dengan perkembangan
ilmu-ilmu sosial lainnya.
Jadi setelah Perang Dunia II selesai, telah timbul rasa tidak puas yang meluas di
antara para ilmuwan politik terhadap disiplin tersebut. Di sampjng menghadapi kenyataan
bahwa bakar serta keahlian mereka tidak begitu dibutuhkan pemerintah dan masyarakat, suatu
kenyataan lain yang mungkin disebabkan oleh perbedaan yang mendalam antara sifat-sifat
kearifan yang harus mereka terima sesuai dengan profesi yang mereka miliki dengan
kenyataan proses pemerintah yang ada, telah membuat mereka merasa bahwa dengan segenap
penekanan yang bertumpu pada teori-teori selama beberapa abad terakhir ini, mereka belum
mampu mempunyai suatu perangkat penelitian yang dapat meembantu mereka menerangkan
timbulnya fasisme atau komunisme atau menjelaskan terus bercokolnya rezim-rezim tersebut
dalam kekuasaan untuk jangka waktu yang lama.
H. Pendekatan-Pendekatan Inter-Disipliner
Menurut Varma, dengan timbulnya sejumlah negara-negara baru di dunia seperti di
Asia, Afrika dan Amerika Latin, para ilmuwan politik di Amerika Serikat memandang perlu
untuk semakin menjalin kerja sama dengan ilmu-ilmu sosial lainnya, dalam mencari suatu
pemahaman yang tepat terhadap segenap perkembangan politik yang terjadi di negara-negara
ini. Perkembangan tersebut tidak dapat dibagi-bagi dalam beberapa bagian, tetapi harus
dipelajari dalam segenap sifat keterpaduannya (comprehensiveness).
Sebagai akibatnnya, lanjut Varma, para ahli ekonomi, sosiologi, psikologi,
antropologi dan politik harus saling bahu membahu dalam usaha tersebut. Untuk pertama
kalinnya suatu gerakan nyata yang lebih mengarah kepada adannya satu ilmu sosial daripada
beberapa ilmu sosial, mulai menemukan bentuknya.
Varma menjelaskan, teori sistem dan analisa struktural yang telah banyak mendapat
sumbangan besar dari para ahli antropologi dan sosiologi seperti Durkheim, Malinowski,
Parsons, Merton, Shils, Eisenstadt dan Levy, kini tengah diadaptasikan oleh para ilmuwan
politik untuk mendapatkan suatu pemahaman lebih baik terhadap proses-proses politik yang
terjadi di negara-negara baru. Secara bertahap, karena teori sistem dan kerangka konseptual
sosiologi terbukti kurang memadai untuk memahami perkembangan politik.
I. Hubungan dengan Sosiologi dan Antropologi
Menurut Varma, dengan semakin meluasnya lingkup penelitian ilmu politik yang
kini meliputi pula masyarakat-masyarakat lama yang tengah muncul sebagai bangsa-bangsa
baru, para ilmuwan politik diharuskan untuk semakin bergantung pada antropologi,
sebagaimana juga antropologi atas doromgan dirinya sendiri telah melihat pentingnya untuk
bergerak semakin dekat ke arah ilmu politik. Istilah-istilah seperti “relativisme budaya”, “
evolusi sosial” , “ difusi budaya”, dan “akulturasi”, yang digunakan para ilmuwan politik
adalah konsep-konsep dari antropologi dan demikian juga sejumlah istilah-istilah teori politik
kini digunakan secara umum dalam antropologi. Dalam penelitian yang mereka lakukan
terhadap masyarakat-masyarakat politik di daerah-daerah yang sedang berkembang, sangatlah
penting bagi para ilmuwan politik untuk memperhitungkan segenap lingkungan sosial budaya
dari kehidupan mereka, dan untuk hal ini bantuan dari sosiologi dan antropologi perlu sekali.
L. Tinjaun Kritis
Berdasarkan pembahasan yang telah penulis uraikan diatas, maka pada bagian ini
secara khusus penulis memberikan catatan kritis terhadap buku penjelasan SP. Varma dalam
Bab I Perkembangan Ilmu Politik.
Penjelasan Varma terkait ilmu ilmu politik merupakan salah satu ilmu tertua dari
berbagai cabang ilmu yang ada menurut saya tidak terlalu tajam, justru kemudian akan
melahirkan sejumlah perdebatan dikalangan akademik akibat rasa ketersinggungan dan atau
kegensian dari masing-masing ilmu. Idealnya, Varma harus mengulas secara komprehensif
agar tidak menimbulkan interpretasi baru.
Apabila ilmu politik dipandang semata-mata sebagai salah satu cabang dari ilmu-ilmu
sosial yang memiliki dasar, rangka, fokus, dan ruang lingkup yang jelas, maka dapat
dikatakan bahwa ilmu politik masih sangat muda usianya karena baru lahir pada akhir abad
ke-19. Pada tahap itu ilmu politik berkembang secara pesat berdampingan dengan cabang-
cabang ilmu sosial lainnya, seperti sosiologi, antropologi, ekonomi, dan psikologi, dan dalam
perkembangan ini mereka saling memengaruhi. Akan tetapi, apabila ilmu politik ditinjau
dalam rangka yang lebih luas, yaitu sebagai pembahasan secarav rasional dari aspek negara
dan kehidupan politik, maka ilmu politik dapat dikatakan jauh lebih tua umurnya. Bahkan ia
sering dinamakan ilmu sosial yang tertua di dunia. Pada taraf perkembangan itu ilmu politik
banyak be rsandar pada sejarah dan filsafat.
Apabila ilmu politik merupakan disiplin ilmu yang bercorak Amerika, makan cikal
bakalnya adalah klasik dan Eropa. Ide mengenai rasionalitas berasal dari Yunani, ide
mengenai hukum berasal dari Roma, dan perhatian pada persamaan, kebebasan, dan
kekuasaan terutama diambil dari konsep-konsep yang berasal dari Inggris dan Perancis.
Perhatian terhadap negara sebagaimana adanya lebih banyak berasal dari Jerman. Tetapi
perbedaan antara praktek politik di Eropa dan di Amerika, karena tiadanya lembaga
tradisional seperti monarki dan karena adanya pertalian antara tradisi dan tirani Eropa dalam
pikiran orang-orang Amerika, maka orang-orang Amerika, lebih dari orang-orang manapun
sebelumnya, mengaitkan politik dengan asas-asas yang universal, masuk akal, dan karena itu
sudah nyata dengan sendirinya.
M. Penutup
Sesudah Perang Dunia II, perkembangan ilmu politik semakin pesat lagi. Di negeri
Belanda, di mana sampai saat itu penelitian mengenai negara dimonoppoli oleh Fakultas
Hukum didirikan Faculteit der Sociale en Politieke Wetenschaapen (Fakultas Ilmu Sosia dan
Politik). Di Indonesia pun didirikan fakultas-fakultas yangs serupa, yang dinamakan Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) seperti di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Sementara itu perkembangan ilmu politik di negara-negara Eropa Timur
memperlihatkan bahwa pendekatan tradisional dari segi sejarah, filsafat dan yuridis yang
sudah lama digunakan, masih berlaku hingga dewasa ini. Tapi kemudian perkembangan ilmu
politik mengalami kemajuan dengan pesat sesudah runtuhnya komunisme pada akhir dekade
1990-an. Ini dicirikan dengan masih berlakunya pendekatan tradisional tapi ditambah dengan
pendekatan-pendekatan lain yang tengah berkembang di negara-negara Barat.
Pesatnya perkembangan ilmu politik sesudah Perang Dunia II tersebut juga
disebabkan karena mendapat dorongan kuat dari beberapa badan internasional, terutama
UNESCO. Terdorong oleh tidak adanya keseragaman dalam terminologi dan metodologi
dalam ilmu politik, UNESCO pada tahun 1948 menyelenggarakan suatu survei mengenai
kedudukan ilmu politik di kira-kira 30 negara.
Pengaruh Eropa Kontinental, khususnya Jerman, memainkan peranan yang penting
pula dalam perkembangan ilmu politik di Amerika Serikat. Dalam hal in, kita dapat menyebut
nama Francis Lieber, yang menjadi simbol dari pengaruh ini. Lieber ke Amerika Serikat tahun
1827, untuk melepaskan diri dari reaksi-reaksi konservatif yang muncul sebagai akibat Perang
Napoleon. Pada tahun 1835, ia ditunjuk sebagai Profesor Sejarah dan Ekonomi Politik di
South Carollina College, kemudian pindah ke Columbia College pada tahun 1857, sebagai
Profesor Sejarah dan Ilmu Politik di sana. Pada tahun 1853, hasil karyamnya yang begitu
penting, Civil Liberty and Self Government diterbitkan. Di dalamkaryanya ini, Lieber
dianggap telah menggunakan perspektif filsafat hukum Jerman dalam meneliti lembaga-
lembaga politik Anglo American. Tetapi ilmu politik, baru mendapatkan identitasnya yang
terpisah pada saat didirikannya “School of Political Science” di Columbia College pada tahun
1880, atas prakarsa John. W. Burges.
DAFTAR PUSTAKA
Budiarjo, Miriam. 2012. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Varma, SP. 2016. Teori Politik Modern. Jakarta: Raja Grifindo Persada.