Anda di halaman 1dari 17

CRITICAL REVIEW

“Political Science – The Discipline and Its Dimensions: An Introduction


Karya Stephen L. Wasby”

Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah


Teori-Teori Ilmu Politik
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Maswadi Rauf, M.A

Disusun Oleh:
Teddy Chrisprimanata Putra
221186918005
Kelas C1

SEKOLAH PASCA SARJANA ILMU POLITIK


UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2022
I. Pendahuluan

Ilmu politik dapat menjadi cabang ilmu yang mampu berdiri sendiri adalah hasil
dari perjalanan panjang. Pada masa Perang Dunia II, ilmu politik dipandang tidak akan
mampu menjadi bagian dari ilmu pengetahuan. Namun setelah Perang Dunia II berakhir,
ilmu politik mengalami perkembangan pesat. Hal tersebut tidak bisa dilepaskan dari
dorongan kuat beberapa badan internasional, terutama UNESCO. Hal tersebut terdorong
dari tidak adanya keseragaman dalam terminologi dan metodologi dalam ilmu politik,
UNESCO pada tahun 1948 menyelenggarakan suatu survei mengenai kedudukan ilmu
politik di kira-kira 30 negara1. Kemudian bersama International Political Science
Association (IPSA) menyelenggarakan penelitian mendalam di sepuluh negara. Hasil
dari penelitian tersebut disusun langsung oleh W.A. Robson dari London School of
Economics and Political Science dalam buku The University Teaching of Social
Sciences: Political Sciences. Karya tersebut menjadi salah satu upaya internasional
dalam mengembangkan ilmu politik dan kemudian dapat mengubah wajah politik di mata
dunia.
Pada masa ini, Harold W. Chase dari penerbit Charles Scribner’s Sons mendapat
banyak masukkan dari berbagai kelompok diskusi kampus dan lingkungan akademis lain
yang mendalami ilmu politik untuk menerbitkan buku Pengantar Ilmu Politik.
Harapannya buku tersebut ditulis oleh ilmuwan politik muda, memiliki kreativitas,
imajinatif dan juga memiliki reputasi dalam ruang kelas. Setelah dilakukan penelusuran,
maka kriteria tersebut tertuju pada Stephen L. Wasby.
Harold W. Chase menyebutkan apa yang dituliskan oleh Stephen L. Wasby dalam
bukunya Political Science. The Discipline And Its Dimensions: An Introduction adalah
sebuah gerakan revolusi behavioralis dan post behavioralis. Buku ini menjadi bagian
dari pertarungan ide pada tahun 1950-an. Pada masa itu banyak sarjana ilmu politik tidak
puas dengan perumusan sebelumnya yang begitu luas sehingga tidak mampu mendorong
para ahli mengembangkan metode ilmiah. Sehingga muncullah pendekatan perilaku
(behavioral approach) sebagai bentuk gerakan pembaharuan guna meningkatkan mutu
ilmu politik.
Namun pada akhir dekade 1960-an timbul berbagai reaksi terhadap pendekatan
perilaku. Kritik datang dari para ahli yang orientasi politiknya kekiri-kirian, seperti:

1
Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik (edisi revisi cetakan ketujuhbelas), (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2021), hlm. 7.
Herbert Marcuse dan Jean Paul Sartre. Adapun kritik yang dikemukakan terhadap
pendekatan perilaku tersebut ialah, pendekatan perilaku (behavioral approach) terlalu
kuantitatif dan abstrak, sehingga tidak mencerminkan realitas sosial2. Banyak pula para
behavioralis yang mendukung kritik tersebut. Di sisi lain, kelompok post behavioralist
berpandangan bahwa nilai-nilai harus turut mewarnai penelitian. Nilai-nilai harus diteliti
dan para peneliti harus melibatkan diri secara aktif guna menyelesaikan persoalan sosial.
Berangkat dari pertentangan tersebut, dalam buku ini hadir sesuai dengan yang
diinginkan banyak kalangan yang pada saat itu mempelajari ilmu politik, yakni: berbeda,
imajinatif dan canggih guna mengkonstruksikan berbagai cara, sehingga para mahasiswa
yang menggeluti ilmu politik dapat memahami hal-hal menarik dan relevan dalam ilmu
politik.

II. Pembahasan

Sebelum memulai pembahasan lebih mendalam, Wasby memulai bab ini dengan
sebuah pertanyaan, “Apakah Ilmu Politik itu?”. Pertanyaan tersebut dapat memunculkan
jawaban yang beragam sesuai dengan ruang lingkupnya dan kontennya. Kebingungan
dan ketidaksepemahaman tentang ilmu politik akan berdampak berubah-ubahnya sifat
atau batasan-batasan yang tidak perlu dari keilmuan ini. Termasuk melahirkan sebuah
definisi yang tidak akurat.
Membuat definisi dan merumuskan batasan-batasan tidak hanya berbicara pada
lingkup berguna atau tidak berguna, salah atau benar. Lebih dari itu, diharapkan definisi
dapat menguraikan berbagai elemen agar menjadi pijakan dalam studi ilmu politik di
masa mendatang.
Dalam buku ini, terdapat dua definisi ilmu politik yang telah ditawarkan, yakni: 1).
Studi politik; dan 2). Apa yang dilakukan ilmuwan politik dari pukul: 09.00 s.d 17.00.
Definisi pertama tidak terlalu berguna dalam membantu mendefinisikan politik, dan
definisi kedua tidak mampu memberitahu apa itu ilmuwan politik. Tidak adanya
kesepakatan dalam mendefinisikan politik menjadikan ilmuwan politik sebagai bahan
ejekan dan ketidakpuasan. “Ilmuwan politik pergi ke banyak arah” sehingga
menimbulkan sebuah ambiguitas. Namun bagi sebagian kalangan, ambiguitas yang
dihasilkan adalah sebuah keadaan yang disukai. Mereka bebas untuk memilih berbagai
pendekatan ilmu politik.

2
Ibid, hlm. 9.
Definisi ilmu politik harus jelas. Dalam buku ini, Wasby sudah menerangkan
bahwa telah banyak upaya yang dilakukan, misalnya: pidato tahunan Presiden Asosiasi
Ilmu Politik Amerika) yang telah mencoba mendefinisikan ilmu politik, meski tidak jelas
apakah diskusi yang baru telah mengangkat hal yang baru, tidak sekadar mengulang
argumen lama dengan bahasa-bahasa yang baru. Dalam buku ini Wasby mencoba
mengemukakan beberapa elemen yang dapat dijadikan pijakan dalam mendefinisikan
ilmu politik sesuai dengan ruang lingkupnya.
Bidang Akademik. Wasby memulai pembahasannya dengan sebuah pertanyaan,
“Apakah kita dapat mengatakan bahwa ilmu politik masuk dalam bidang akademik?
Mengingat tidak adanya kesesuaian yang pasti antara batas-batas suatu bidang studi,
sehingga beberapa ilmu politik berada di luar jurusan ilmu politik. Sebagai ilmu
pengetahuan, ilmu politik adalah ilmu yang mencakup tentang politik atau pemerintahan
atau hal-hal yang dianggap relevan oleh pemerintah. Wasby juga menegaskan bahwa
tidak semua yang melakukan penelitian dengan menggunakan data politik, seperti:
jurnalis, pekerja partai, dan kelompok kepentingan adalah ilmuwan politik. Karena ilmu
politik sebagai pengetahuan adalah suatu teori yang telah diuji oleh ilmuwan lain.
Profesi. Menurut Wasby, mereka yang telah menjadi ilmuwan politik adalah orang
yang telah mendapatkan pelatihan khusus untuk mendapatkan pengetahuan khusus yang
dapat diwujudkan meski dengan pendekatan atau kepentingan yang berbeda.
Karakteristik pelatihan khusus tersebut dapat membantu mengidentifikasi ilmu politik
sebagai profesi. Meski ada sebagian berpendapat bahwa ilmu politik tidak memiliki
pengetahuan khusus, dan banyak orang menunjukkan ketertarikannya terhadap politik
dan mendiskusikannya. Namun hal tersebut tidak serta merta memberi mereka informasi
yang lebih spesifik, lebih akurat, dan lebih esoterik yang dapat diakses oleh orang yang
terlatih dalam ilmu politik.
Tujuan. Wasby menyebutkan bahwa ada yang berargumen bahwa “seni adalah
untuk seni”. Beberapa juga mengungkapkan bahwa “pengetahuan untuk pengetahuan”.
Meski banyak yang menerima penerapan ilmu politik, tapi ilmu politik masih banyak
perlu mengetahui tentang bagaimana kerja-kerja politik sebelum menentukan bagaimana
tujuan-tujuan besar dapat tercapai. Melihat situasi ini, Wasby menyebutkan bahwa
Charles Hyneman telah mengemukaan pernyataan yang baik, yakni:
“Menasihati ilmuwan politik agar tidak mengusulkan adanya perubahan sama
saja dengan menasihati masyarakat untuk membuat perubahan yang diusulkan
oleh orang-orang yang tebakannya kurang cukup didukung oleh bukti daripada
yang dibuat oleh ilmuwan politik… kita tidak boleh menghentikan reformasi
terhadap literatur kita atau menahan diri untuk tidak memberikan nasihat dalam
waktu yang sangat lama ketika kita bisa memenuhi tuntutan yang dipaksakan oleh
metode ilmiah yang begitu ketat.”

Ilmu politik tidak bisa berargumen bahwa tugasnya hanya pendidikan kewarganegaraan.
Setidaknya setengah dari “studi politik untuk ilmu politik” dan “pendidikan pada warga
masyarakat” dapat menjadi ide yang penting bagi ilmu tentang kebijakan yang ada di
dalam ilmu politik. Apa yang dilakukan ilmu politik harus relevan dengan aktivitas
politik, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pokok bahasan
dalam ilmu politik harus sesuai dengan masalah atau kebijakan yang ada atau yang akan
datang.
Sains/Ilmu Pengetahuan. Apakah ilmu politik adalah ilmu pengetahuan, masih
menjadi masalah yang krusial dalam studi ilmu politik. Hal ini dikarenakan ilmu politik
membangun argumen berdasar ilmu alam atau ilmu pasti, seperti: fisika, kimia atau
geologi. Meski demikian, ilmu politik memposisikan dirinya sebagai ilmu pengetahuan
“lunak”, seperti yang terdapat pada ilmu sosial atau studi perubahan perilaku. Terkait
dengan ilmu perilaku, Wasby menyampaikan bahwa ilmu perilaku menjadi ilmu yang
konsentrasi utamanya pada perilaku manusia sebagai individu dan dalam bentuk-bentuk
kolektifnya. Adapun yang dimaksud dengan bentuk kolektif di sini lebih luas dari ilmu
sosial yang konsentrasinya hanya pada bentuk-bentuk kolektif.
Studi keilmuan politik yang dimaksud oleh banyak ilmuwan adalah sebuah kajian
yang sistematis dan struktur, dimana mahasiswa akan berusaha untuk menemukan yang
sebenarnya terjadi. Mereka akan menggunakan model dalam bentuk umum untuk
menguji dan memahami fenomena yang diketahui sebagai metode ilmu pengetahuan.
Informasi-informasi tersebut kemudian dihimpun ke dalam teori-teori umum tentang
politik. Kemudian upaya-upaya pengembangan oleh para ilmuwan politik yang akan
menarik karakter-karakter umum ke dalam datanya dan memasukkannya sebagai sesuatu
yang unik.
Metode. Dalam mengembangkan temuan mereka, ilmuwan politik menggunakan
metode sejarawan, sosiolog, ekonom, psikolog, dan antropolog. Meski meminjam,
metode-metode akan diadaptasi agar lebih sesuai dengan masalah-masalah yang lebih
spesifik dan menjadikannya lebih bernilai dalam upayanya mengumpulkan data dan
interpretasi pada ilmu politik. Melalui metode yang dipinjam, ilmu politik bisa melihat
beberapa keterkaitan antara sejarah, sosiologi atau ekonomi pada data politik. Ilmu
politik berbeda dengan bidang-bidang yang lain, meski beberapa disiplin ilmu memiliki
obyek yang sama, tetapi ilmu politik tidak bisa didefinisikan dengan bentuk metode yang
unik atau khusus.
Terminologi. Terminologi yang digunakan oleh para ilmuwan politik agar dapat
melakukan identifikasi karakter yang lebih baik dari metodenya, tetapi banyak juga
istilah yang dipinjam. Konsep tentang “negara” yang coba diidentifikasikan oleh ilmu
politik sebagai sekumpulan dari orang-orang yang berada di dalam suatu wilayah
tertentu yang diatur oleh suatu pemerintahan dengan pembagian kewenangan melalui
pemberian kepercayaan pada unit-unitnya3, sekarang sudah dianggap kuno. Serupa
dengan kata “demokrasi” dan “koalisi”, hal yang terlihat sebagai bagian dari ilmu politik
sekarang telah menjadi bahasa keseharian yang digunakan dalam kehidupan politik yang
kemudian menimbulkan ambiguitas.
Rekapitulasi/Ikthisar. Kemudian, kemana semua ini akan dibawa? Pada titik ini
Wasby merumuskan beberapa hal yang secara bersama-sama dapat disebut sebagai
sebuah definisi. Ilmu politik adalah bidang studi yang dapat diidentifikasi dengan ruang
lingkup dan konten yang bisa saja bertentangan, sering ditemukan oleh para praktisi di
dalam sebuah lembaga dalam tingkat pemahaman yang lebih tinggi. Praktisi tidak sama
dengan politisi. Studi tentang politik adalah sebuah kajian dalam ilmu politik yang
memiliki relevansi dengan kehidupan negara, meski para ilmuwan politik memiliki
perbedaan pandangan tentang apakah hal tersebut harus diterapkan atau dilakukan
setelah terlebih dahulu melakukan pengembangan kajian. Ilmu politik bukanlah ilmu
fisika, tetapi ilmu politik dapat dipelajari secara sistematis dengan metodologi ilmu
pengetahuan. Ilmu politik dapat diidentifikasi secara tepat, baik dengan metode yang
khusus maupun metode tertentu. Pada bagian ini Wasby mengemukakan bahwa ilmu
politik modern ibarat bangunan Katedral Gotik yang dibangun selama berabad-abad,
lengkap dengan menara, balkon, sudut, dan celah yang ada di dalamnya. Wasby juga
menekankan bahwa perlu merumuskan apa yang disebut sebagai politik dan hal-hal apa
yang sifatnya politis.

3
Wasby, Stephen L. Political Science. The Disciplines And Its Dimensions: An Introduction, (New York: Charles
Scribner’s Sons, 1970), hlm. 7.
Apa Itu Politik?

Seni atau Ilmu Pengetahuan. Pada bagian ini, Wasby menyatakan bahwa politik
adalah sebuah seni. Seni tentang kemungkinan yang dalam studi politik sangat terkait
dengan pemikiran di dalam ilmu pengetahuan. Kita juga harus berhati-hati agar tidak
memberikan penekanan berlebih pada perbedaannya. Seni sejatinya bisa dikembangkan
sebagai aspek-aspek ilmu pengetahuan, terutama dalam proses pengumpulan data atau
memutuskan dimana dan bagaimana cara mengumpulkannya. Hal tersebut adalah bagian
dari kreativitas yang merupakan bagian dari seni. Politik bisa dikatakan sebagai seni
karena seorang politisi memberikan penilaian utamanya dari bentuk yang dihasilkan,
walau hal itu bisa saja berarti bahwa penggunaannya tidak terlalu penting. Sementara di
lain sisi seorang ilmuwan politik memberi penilaian berdasarkan metodologi, karena
metodologi sangat mempengaruhi validnya hasil. Pada akhirnya, meski politik adalah
sebuah seni tetapi ilmu politik tetap membutuhkan sebuah definisi yang sistematis dan
lengkap.
Kekuasaan. Menurut sebagian orang, politik pasti melibatkan kekuasaan dan
pengaruh. Salah satu rumusannya adalah bahwa politik selalu memberi jawaban atas
perntanyaan “Siapa mendapatkan apa, kapan dan bagaimana?”. Konsep kekuasaan dan
pengaruh adalah inti atau pusat dari studi politik, sekaligus menjadi konsep yang paling
sulit untuk didefinisikan. Orang mungkin akan berpikir bahwa studi ilmu politik akan
mencapai konsesus tentang konsep utamanya, tetapi dalam ilmu politik tidaklah
demikian. Kekuasaan secara umum didefinisikan sebagai kemampuan seseorang dalam
mengembangkan hasrat atau keinginannya untuk melawan hasrat dan keinginan orang
lain. Namun definisi ini perlu ditambahkan dengan gagasan bahwa kekuasaan harus
digunakan untuk kepentingan publik.
Pengaruh kerap kali dikaitkan dengan persuasi atau kemampuan mengajak. Ia
berbeda dengan kekuasaan, namun dalam prakteknya kedua konsep ini memiliki
keterkaitan satu sama lain. Dalam beberapa kasus yang menjadi masalah adalah
bagaiman mengoperasikan bentuk-bentuknya, terutama untuk membedakan betapa
berkuasa dan hebatnya seseorang. Adapun yang dimaksud dengan mengoperasikan
adalah mendefinisikan konsep ke dalam bentuk yang membutuhkan operasional agak
lebih jelas fokusnya. Meski ilmu politik memiliki subjek utama kajian kekuasaan, namun
para filosof di masa sebelumnya juga telah membicarakan kekuasaan dan kaitannya
dengan manusia. Mereka menyebut manusia sebagai binatang politik. Hal tersebut
kemudian dikaitkan dengan kerja ahli ekonomi yang menyebut manusia sebagai mahluk
ekonomi yang memiliki motivasi untuk mendapatkan keuntungan. Apabila politik adalah
proses mengembangkan kekuasaan, kemampuan mengendalikan orang lain dengan
tujuan tertentu, lalu bagaimana bagaimana kita bisa menemukan kekuasaan pada bidang
ini? Apakah para ilmuwan harus melakukan pengembangan tentang organisasi dalam
masyarakat dengan lingkup pemikiran lebih luas, termasuk seluruh organisasi, keluarga,
serikat dagang dan negara dengan referensi khusus pada satu aspek dari perilaku
manusia, misal denganmenggunakan pengawasan dan kepatuhan sebagai gambaran?
Alokasi Nilai. Politik melibatkan alokasi otoritatif nilai-nilai yang berlaku di
tengah masyarakat dan secara keseluruhan digunakan oleh masyarakat yang kemudian
didukung oleh digunakannya monopoli kekuatan fisik. Ketika menyampaikan suatu nilai
pada seseorang, maka yang dimaksudkan adalah keinginan untuk memiliki hubungan
dengan perangkat-perangkat lain, untuk kemudian disesuaikan dengan yang tersedia
pada dirinya. Guna mengembangkan hal tersebut, bentuknya bisa saja dengan kemauan
untuk membayar sejumlah uang agar mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Ketertarikan
individu seperti ini bisa dibuat menjadi beberapa tingkatan, sehingga hal ini bisa disebut
sebagai hirarki nilai-nilai yang dimiliki warga masyarakat. Kemudian yang menjadi soal
dalam ilmu politik adalah membedakan secara akurat berbagai kebijakan yang disukai
dibanding dengan kebijakan lain. Lewat hitungan ekonomi, hal tersebut bisa saja
ditentukan dalam bentuk dollar atau sen guna menentukan nilai pada suatu objek. Namun
nilai-nilai tersebut tidak mudah untuk ditetapkan ukurannya. Hal ini juga bersifat abstrak,
misal nilai kebebasan atau ketertiban yang kemungkinan akan melahirkan sebuah
pertentangan. Berada di dalam sistem monarki atau kediktatoran, mencari sumber
kebijakan yang dianggap sah dalam sistem politik mungkin relatif mudah. Namun
dimana kekuasaan tersebar dan keputusan ekonomi memiliki dampak besar, maka
penempatan kewenangan sering kali menjadi bagian dari kebijaksanaan seseorang.
Publik dan Pribadi. Dalam memberi definisi terhadap politik, kita sering kali
membedakannya antara urusan publik dan pribadi. Terkadang membicarakan urusan-
urusan publik seperti birokrasi atau pelayanan publik, atau kehidupan publik pada
seseorang dalam organisasi yang dianggap sebagai wilayah pribadi. Istilah publik dan
privat juga kadang digunakan dalam menunjukkan kecenderungan. Hal privat adalah hal-
hal yang seharusnya berada di luar jangkauan pemerintah dan hal publik segala hal yang
berpengaruh pada kepentingan publik, juga tunduk pada regulasi dan kendali pemerintah.
Cukup sulit membedakan urusan publik dan urusan pribadi dalam politik. Dalam hal ini,
Wasby mengutip pandangan dari Christian Bay yang memberikan batasan terhadap arti
politik itu sendiri, yakni kegiatan yang mempersyaratkan adanya tujuan untuk
memperbaiki kondisi untuk kepuasan dan tuntutan manusia yang didasarkan pada skala
prioritas universal4. Jadi kegiatan yang memiliki kecenderungan pribadi atau tidak
dimotivasi oleh kepedulian universal, dan secara khusus berkaitan dengan masalah
kejiwaan seseorang, atau berusaha mempromosikan keuntungan kelompok untuk
kepentingan pribadi, dapat disebut sebagai psedopolitik.
Kontroversi. Elemen lain dalam definisi politik adalah kontroversi. Dimana ada
politik, maka di sana pula akan ada sebuah kontroversi. Dimana ada masalah, maka di
sana ada politik. Apabila tidak ada kontroversi, maka tidak ada isu, dan politik tidak akan
eksis di sana. Hal yang kemudian harus dicatat adalah kontroversi tidak hanya meliputi
partai politik saja, kontroversi juga dapat meliputi kelompok kepentingan dan juga
pribadi. Termasuk juga berbagai urusan pemerintahan yang tidak berkaitan dengan
kebijakan partai politik, namun menjadi bagian dari kontroversi.
Konsensus/Kesepakatan. Saat terjadi sebuah perdebatan atau konflik,
pembelahan atau perbedaan pendapat sering terjadi di antara perkumpulan politik, maka
penyelesaian melalui persetujuan atau kesepakatan adalah bentuk nyata dari dunia
politik. Perbedaan sering menjadi bentuk akhir dari kegiatan tersebut, atau menjadi lawan
dari kesepahaman. Oleh Wasby, kesepahaman disebutkan sebagai sebuah alat untuk
merepresentasikan berbagai kemungkinan perilaku atau peristiwa guna mengkategorikan
item yang relative sam satu dengan lainnya. Kesepahaman tersebut akan tergambar dalam
sebuah garis lurus, kemudian konsep kesepahaman ditemukan.
Negara dan Batas. Dalam definisi tentang negara, Wasby menilai bahwa ilmu
politik dalam beberapa tahun sebelumnya banyak membatasi aspek-aspek politik dengan
mengaitkannya dengan urusan pemerintahan sebagai urusan resmi lembaga dan menjadi
bagian dalam sebuah negara. Wasby melihat bahwa mulai muncul keragaman yang
berhubungan dengan implikasi dari konsep kenegaraan yang menganggap bahwa
aktivitas politik hanya berlangsung dalam batas-batas yang ditentukan dengan baik.
Batasan aktivitas berpolitik telah berubah. Bahkan dalam beberapa kasus terjadi sangat
cepat. Bagi mahasiswa di belahan dunia barat tampaknya bukan menjadi hal yang sulit
guna merumuskan batas-batas negara ke dalam sistem politik, mengingat mereka

4
Christian Bay. Politics and Pseudopolitics: A Critical Evaluation of Some Behavioral Literature”, American
Political Science Review, LIX (1965), 40.
beberapa abad terlibat dalam perang. Hal tersebut memudahkan mereka untuk
mengkonsentrasikan kajian pada siapa yang memiliki perintah untuk mengatur
masyarakat.
Politik Dalam Masyarakat. Tema yang tersirat dalam uraian di atas mengatakan
bahwa politik adalah salah satu aspek masyarakat sebagai tempat kehidupan individu.
Sekalipun terdapat lembaga khusus yang dikembangkan menjalankan fungsi politik,
politik tidak akan pernah dapat dipisahkan dari masyarakat yang lebih luas. Dalam
beberapa konteks, politik dan ekonomi dapat memiliki komponen yang sama. Namun
dalam analisis, keduanya terpisah. Memutuskan mempelajari ilmu politik adalah
mengambil keseluruhan kehidupan sosial untuk memeriksa bagian penting dan bahkan
bagian yang krusial yang ada di dalam sebuah struktur. Apabila kita melakukan itu, maka
kita harus mengetahui apa yang dilakukan oleh aspek politik masyarakat melalui
subsistem politik atau kebijakan yang berlaku dalam masyarakat.

Berjalan Menuju Ilmu Pengetahuan

Hal pertama yang harus diketahui adalah bahwa ilmu pengetahuan tidak memiliki
persepsi atau kesatuan. Ilmu pengetahuan juga bukan semata-mata kumpulan data yang
diambil dari bidang kimia dan fisikia kemudian dihiasi dengan rumus matematika. Hal
ini menjadi penyebab orang-orang cenderung unutk mendewakan apa yang sebenarnya
tidak mereka pahami secara utuh, dan dalam keadaan seperti ini kemudian mengaitkan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan menganggap bahwa temuannya memiliki
ketepatan yang tinggi.
Pada dasarnya, ilmu pengetahuan melibatkan metode, asumsi, dan tujuan. Sikap
ilmiah sendiri terdiri dari sindrom kepercayaan, metode, dan nilai. Ilmu pengetahuan
meyakini adanya sebuah kontinuitas yang mendasari hubungan antara alam dan manusia.
Metode mensyaratkan adanya sebuah konsep, prosedur pemilihan dan analisis bukti,
serta cara interpretasi yang bersifat publik agar dapat dihubungkan dengan pengalaman
orang lain. Dalam pandangan Wasby, metode ilmu pengetahuan yang akurat secara
umum dan bervariasi dalam praktek dari situasi ke situasi harus melibatkan ketelitian,
presisi, dan proses yang sistematis.
Pola. Asumsi utama dari ilmu pengetahuan adalah bahwa fenomena-fenomena
yang terjadi adalah sebuah pola, dan tugas dari ilmu pengetahuan untuk memastikan
seperti apa pola-pola ini. Tidak ada yang dapat membuktikan atau menyangkal bahwa
dunia ini teratur, namun apabila kita menganggab bahwa dunia benar-benar tidak teratur,
maka kita tidak dapat mempelajarinya melalui ilmu pengetahuan, atau setidaknya
bertahan di dalamnya. Dalam bagian ini, Wasby mengutip apa yang dikatakan oleh
Churchman Kant, bahwa “dunia teratur dalam perilakunya dan kita harus
mengharapkannya untuk besok bisa berperilaku seperti hari ini, tanpa anggapan seperti
itu, semua pertanyaan yang dapat diajukan melalui ilmu pengetahuan menjadi tidak
berarti. Para ilmuwan menggunakan pola yang telah mereka tentukan guna menjelaskan
dengan sebaik-baiknya rangkaian kejadian yang mereka teliti, dalam artian mereka
menyediakan perangkat penjelasan terbaik. Karena para ilmuwan memaksakan adanya
keteraturan pada apa yang dipelajarinya, maka memunculkan sebuah pertanyaan “apakah
dia telah memaksa datanya masuk ke dalam pola tertentu, atau beberapa pola lain yang
mungkin dapat berfungsi lebih baik untuk menjelaskan apa yang sedang mereka cari?”.
Tetapi, poin pentingnya adalah anggapan setiap peristiwa tidak harus diperlakukan secara
istimewa.
Banyak waktu telah dihabiskan dalam penyelidikan tentang sifat realitas dan
apakah itu dapat dialami oleh manusia. Tanpa terlibat dalam argument filosofis, para
ilmuwan merasa bahwa dirinya sedang memeriksa sesuatu yang jika bukan kenyataan,
adalah sesuatu yang mendekati kenyataan. Kata “merasa” memperlihatkan bahwa iman
atau kepercayaan (komoditas non ilmiah) memainkan peran yang cukup besar dalam
membangun pondasi sebuah ilmu pengetahuan. Sesuatu yang dianggap benar dari ilmu
sosial dan ilmu fisika. Namun hal tersebut didasarkan pada asumsi non ilmiah yang tidak
melemahkan atau menghancurkan sebuah ilmu pengetahuan. Hal yang penting adalah
para ilmuwan berasumsi bahwa dunia yang dapat diamati adalah dunia nyata baginya.
Asumsi lainnya adalah apabila sesuatu tunduk pada studi ilmiah, maka itu juga harus
tunduk pada studi yang dilakukan oleh ilmuwan lain dengan cara yang sama. Cara
mendeteksi dan mengukur suatu fenomena harus bersifat publik. Hal ini sangatlah
penting agar individu yang berbeda dapat menyelidiki secara mandiri sehingga ke
depannya dapat berada pada kesimpulan yang serupa.
Penjelasan dan Prediksi. Ada ketidaksepakatan mengenai tujuan ilmu. Beberapa
mengklaim bahwa ilmu pengetahuan membangun dunia secara simbolis yang kemudian
mencerminkan dunia keseharian yang dikenal. Kemudian yang lainnya menegaskan
bahwa tujuan dari ilmu pengetahuan adalah sebuah penjelasan. Namun bagi sebagian
orang lagi, ilmu pengetahuan adalah penjelasan dari jenis tertentu. Yang lain lagi coba
mendalilkan prediksi sebagai tujuan dari ilmu pengetahuan. Unsur-unsur prediksi yang
baik mungkin diperlukan untuk penjelasan yang memadai dan penjelasan ilmiah
mungkin memerlukan versi prediksi. Di sisi lain, para ilmuwan merasa bahwa prediksi
tidak mungkin ada tanpa sebuah penjelasan dan ketelitian penjelasan kerap kali dapat
meningkatkan kemampuan prediksi kita, namun prediksi tidak akan selalu mengikuti
langsung dari penjelasan, terutama jika penjelasannya hanya parsial.
Menerima penjelasan sebagai tujuan ilmu pengetahuan membawa kita berhadapan
langsung dengan pertanyaan tentang dasar dimana kita menerima ilmu pengetahuan atau
khususnya penjelasan ilmiah sebagai hal yang valid. Temuan ilmiah dapat diperiksa
secara mandiri dari peneliti asli, sedangkan jenis penjelasan lain tidak dapat diperiksa
dengan cara ini. Dua orang atau lebih dapat setuju bahwa Tuhan menciptakan Bumi atau
membuat dua mobil bertabrakan, tetapi tidak ad acara untuk membuktikan penjelasan ini
secara langsung. Demikian pula bahwa tidak ad acara untuk membuktikan bahwa Tuhan
tidak menciptakan Bumi atau membuat dua mobil bertabrakan. Hal semacam itu tidak
dapat dibuktikan. Hal tersebut adalah pertanyaan-pertanyaan tentang metafisika—secara
harfiah, di luar fisika.
Penjelasan yang dianggap paling dapat diterima dalam ilmu pengetahuan biasanya
adalah penjelasan yang paling sederhana dalam menjelaskan fenomena terbesar.
Penerimaan sebuah penjelasan yang didasarkan atas kesederhanaan pada dasarnya
melibatkan pertimbangan estetika daripada pertimbangan ilmiah murni. Tetapi dalam hal
ini, Wasby tidak mengganti estetika dengan ilmu pengetahuan. Wasby tidak menerima
penjelasan sederhana yang menjelaskan lebih sedikit dari penjelasan yang lebih rumit
yang menjelaskan lebih banyak fenomena. Estetika dibawa untuk membantu, bukan
menggantikan pertimbangan ilmiah. Akankah penjelasan membantu para ilmuwan dalam
memasukkan fenomena ke dalam pola yang sudah kita ketahui sehubungan dengan
fenomena-fenomena lain? Atau apakah itu membawa para ilmuwan ke arah banyaknya
penjelasan yang terpisah atau menuju satu. Intuisi serta estetika mungkin terlibat dalam
menentukan yang dapat diterima dalam ilmu politik. Sementara ilmuwan cenderung
menolak intuisi dan pemahaman yang berada di luar kendalinya. Seorang filsuf ilmu
pengetahuan bahkan berpendapat bahwa “jika menuntut metode ilmiah tidak
menggunakan intuisi dalam bentuk apa pun, maka ilmu pengetahuan tidak akan pernah
bisa membuat kemajuan dalam pencarian kebenaran”.
Teori. Para ilmuwan tidak hanya mencari penjelasan yang terisolasi, tetapi pada
akhirnya serangkaian penjelasan terkait kemudian dapat disebut sebagai teori.
Sehubungan dengan perkembangan teori, ada beberapa pandangan yang menganggap
bahwa apakah ilmu pengetahuan bersifat induktif: bergerak dari data ke generalisasi, atau
deduktif: bergerak dari generalisasi ke data. Pada batas tertentu, hal tersebut adalah
pandangan yang keliru, karena induksi dan deduksi digunakan dalam ilmu pengetahuan.
Ilmuwan tidak hanya mengumpulkan fakta “mentah” dan menyatukannya ke dalam
generalisasi, karena “fakta” tidak mengatur diri mereka sendiri. Pada umumnya, para
ilmuwan telah mengetahui “fakta” apa yang dicari, sebelum dia melihat, dia sudah mulai
bekerja dengan teori atau generalisasi yang sudah tersedia sebelumnya, atau setidaknya
dengan konsep yang ada. Karena beberapa proses pemilihan fakta umumnya ada dalam
karya ilmiah, bahkan pengumpulan dasar yang serigkita anggap sebagai dasar induksi
juga melibatkan deduksi. Dan deduksi dari generalisasi tentatif yang disebut hipotesis ke
pengumpulan data akan cenderung sering dilanjutkan dari generalisasi yang ditetapkan
dengan cara induktif. Dengan demikian, teori adalah bagian integral dari penelitian
empiris, sama halnya seperti analisis empiris yang memiliki makna dan hanya mengacu
pada teori dari mana ia dihasilkan. Orientasi terhadap teori inilah yang menurut beberapa
orang membedakan peneliti ilmu sosial dengan pengamat belaka yang cenderung
menjawab pertanyaan secara parsial. Mengajukan pertanyaan bagi Wasby menjadi hal
penting, tetapi ini hanya sebagai langkah awal. Hal yang terpenting adalah bagaimana
menghubungkan pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan beberapa teori yang lebih besar
yang diperlukan dalam upaya ilmiah.
Matematika. Sebuah kata tentang hubungan antara matematika dan ilmu
pengetahuan harus dimasukkan ke dalam diskusi tentang teori. Penggunaan matematika
yang berat oleh ahli estetika fisik telah mengembangkan gagasan bahwa ilmu
pengetahuan harus melibatkan rumusan matematika dengan akibat sebuah teori tidak
dapat diterima jika tidak dinyatakan dalam bahasa matematika. Bahasa matematika
sangat membantu dalam melestarikan ketajaman penalaran. Menerjemahkan pernyataan
verbal ke dalam pernyataan matematika sering kali dapat membantu menyelesaikan
ambiguitas, dan cocok dengan keinginan kita untuk teori yang diungkapkan secara
sederhana, terutama ketika mempertimbangkan kesulitan yang dapat diciptakan oleh
bahasa normal karena ambiguitasnya. Seperti yang dikatakan oleh Snyder bahwa “tidak
ada yang seperti pancoran dingin dengan simbolisasi matematika untuk menyadarkan
kata-kata dan frasa yang tidak tepat sehingga dapat terhuyung-huyung dari satu makna
ke makna lainnya. Tetapi matematika sendiri bersifat formal. Matematika tidak memberi
tahu apa pun tentang konten atau substansi. Dan matematika tidak boleh dianggap
sebagai pengganti pemeriksaan data yang tidak mereka hasilkan, karena beberapa sarjana
cenderung terlalu matematisasi pekerjaan mereka.
Eksperimen. Bagi banyak orang, eksperimen hadir untuk mewakili ilmu
pengetahuan sejati. Seseorang tidak bisa menetapkan fakta ilmiah yang benar kecuali
mereka melakukan eksperimen. Jika tidak, mereka tidak akan bisa mengendalikan
dampak dari faktor-faktor asing serta hubungan-hubungan yang ditemukan mungkin
palsu atau tidak berarti. Eksperimen terkontrol dapat membantu produksi generalisasi
dasar, tetapi begitu banyak faktor asing yang terjadi dalam realitas yang mungkin harus
dihilangkan untuk tujuan percobaan, sehingga yang terakhir hanya memberi kita panduan
kasar tentang apa yang sebenarnya terjadi secara alami. Sementara Eksperimen adalah
bagian yang sangat penting dari ilmu pengetahuan, studi dapat tetap menjadi ilmiah
meskipun tanpa adanya sebuah eksperimen. Kita harus mengakui bahwa setidaknya
dalam masyarakat yang demokratis, kita tidak akan dapat mencoba praktik-praktik
tertentu kecuali pertimbangan ilmiah mereka dapat diterima secara politis. Seperti yang
disampaikan Kingsley Davis, bahwa “ilmu sosial menjadi kusut dengan mekanisme
kendali suatu masyarakat”. Kita harus menyadari bahwa metode ini adalah kebalikan dari
mengadopsi pendekatan eksperimental kita sebagai kebijakan sehingga kita dapat
melihat bagaimana mereka bekerja.
Apa yang Signifikan? Kita perlu memeriksa kriteria lain yang dengannya dapat
ditentukan apa yang penting untuk ditangani oleh ilmu pengetahuan. Ilmu politik tidak
memiliki paradigma. Pada saat ini banyak yang menganggap bahwa pembangunan teori
lebih signifikan daripada menambahkan generalisasi diskrit dan tidak terkait
dengangudang informasi kita. Menjelajahi topik yang sebelumnya belum diteliti
dianggap sebagai upaya yang luar biasa, meskipun temuan awal sering kali terbatas dan
tampak tidak terkait dengan bahan yang masih ada. Di beberapa daerah, ilmu politik
mungkin menjadi salah satu yang mereka lihat secara cermat, tetapi perbedaannya tetap
penting. Kelompok penting lainnya adalah untuk menilai bidang-bidang yang harus
diperhatikan oleh para ilmuwan politik adalah daya tahan dari pekerjaan yang dilakukan.
Diskusi tentang ilmu pengetahuan dalam ilmu politik tidak lengkap tanpa
menyebutkan perbedaan antara ilmu fisika dan ilmu sosial, meskipun perbedaannya
sering ditarik berlebihan dan kedua bidang tersebut cenderung kabur pada batas-
batasnya. Bahkan dapat diakui bersama bahwa ketepatan, kelengkapan, dan sifat tetap
dari ilmu fisika telah ditaksir terlalu tinggi. Masih belum ada pernyataan bahwa ilmu
fisika lebih tepat, lengkap, dan tetap daripada ilmu lunak atau ilmu perilaku. Alasan
utamanya adalah objek penelitiannya adalah manusia. Manusia memiliki kemampuan
untuk berpikir, menghitung, dan memilih. Manusia dapat bertindak dengan cara langsung
bertentangan dengan temuan yang dibuat oleh para ilmuwan sosial.
Manusia juga dapat dengan mudah menyesuaikan diri dengan situasi yang berubah,
karena ada banyak sekali situasi dimana manusia dapat menemukan dirinya sendiri.
Sedangkan untuk menggeneralisasi perilaku manusia sangatlah sulit. Kesulitan tersebut
menjelaskan dan memprediksi perilaku individu meningkat berkali-kali lipat karena
interaksi peneliti dengan mereka yang diteliti dapat dengan mudah mempengaruhi
perilaku manusia.
Mengisolasi individu untuk belajar biasanya sangatlah sulit dan bahkan jika
seseorang dapat diisolasi, studi yang dihasilkan akan membantu menjelaskan hanya
sebagian dari perilaku mereka. Sementara manusia dalam isolasi mungkin sulit untuk
dipelajari, ia masih lebih sulit untuk dijelaskan secara akurat dalam agregat yang besar,
terutama yang sering diteliti oleh ilmuwan politik. Manusia baik individu maupun dalam
kelompok tidaklah mudah dijadikan sebagai sasaran eksperimen.

III. Simpulan

Menurut Wasby, ilmu politik harus memiliki definisi yang jelas. Yang dimaksud
dengan definisi yang jelas diantaranya harus memiliki sifat serta batasan-batasan yang
jelas sehingga dapat membedakan studi ilmu politik dengan bidang ilmu lainnya.
Menurut Wasby, definisi ilmu politik adalah ilmu yang mencakup tentang politik atau
pemerintahan atau hal-hal yang dianggap relevan oleh pemerintah dengan menggunakan
metode-metode khusus yang terlebih dahulu diidentifikasi agar mendapatkan metode
yang paling tepat guna mencapai tujuan. Teori-teori ilmu politik hanya bisa dilahirkan
oleh para ilmuwan yang telah menerima pelatihan khusus untuk mendapatkan
pengetahuan khusus tentang ilmu politik. Mendefinisikan ilmu politik menurut Wasby
dapat berpijak pada beberapa elemen seperti: akademik, profesi, tujuan, ilmu
pengetahuan, metode, terminology, hingga rekapitulasi/iktishar.
Politik bagi Wasby sendiri adalah sebuah seni. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari
bagaimana seorang politisi memberikan penilaian utamanya dari bentuk yang dihasilkan.
Politik juga dikatakan Wasby erat kaitannya dengan kekuasaan dan pengaruh, mengingat
kedua konsep tersebut adalan pusat dari studi politik. Politik juga dapat digunakan untuk
menilai kebijakan mana yang disukai dan mana yang tidak disukai tergantung kepada
nilai-nilai yang berlaku di tengah masyarakat. Wasby juga menekankan bahwa
pemisahan antara ranah publik dan privat sangatlah penting dilakukan ketika berbicara
soal politik, mengingat politik penuh dengan masalah dan kontroversi sehingga
membutuhkan adanya sebuah kesepakatan ketika terjadi sebuah ketidaksepemahaman.
Sedangkan Wasby menekankan bahwa ilmu pengetahuan pada dasarnya
melibatkan metode, asumsi, dan tujuan. Ilmu pengetahuan meyakini adanya sebuah
kontinuitas yang mendasari hubungan antara alam dan manusia. Metode mensyaratkan
adanya sebuah konsep, prosedur pemilihan dan analisis bukti, serta cara interpretasi yang
bersifat publik agar dapat dihubungkan dengan pengalaman orang lain. Dalam
pandangan Wasby, metode ilmu pengetahuan yang akurat secara umum dan bervariasi
dalam praktek dari situasi ke situasi harus melibatkan ketelitian, presisi, dan proses yang
sistematis.
Ilmu akan menjadi ilmu pengetahuan ketika mampu memenuhi beberapa kriteria
seperti: memiliki kecenderungan bahwa setiap fenomena yang terjadi memili pola
(pattern) tertentu, kemudian mampu memberi penjelasan terhadap fenomena dan
memprediksi fenomena apa yang terjadi selanjutnya. Lalu, ilmu pengetahuan harus
berdasarkan pada teori yang juga menerapkan bahasa matematika di dalamnya sebagai
upaya untuk menghilangkan ambiguitas dalam sebuah penjelasan. Ilmu pengetahuan
juga setidak-tidaknya harus berbasis pada eksperimen ilmiah yang dapat memberi
dampak yang signifikan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.

IV. Critical Review

Hal-hal yang telah dipaparkan tersebut dapat menunjukkan bahwa pemikiran


Wasby begitu lekat dengan gerakan behavioralis. Meski hal tersebut masih harus
dibenturkan dengan argumen lain sebagai penguat, setidaknya apa yang disampaikan
Wasby dapat dibandingkan dengan konsep-konsep pokok yang para behavioralis. Seperti
yang disampaikan oleh Miriam Budiardjo, konsep-konsep pokok para behavioralis dapat
disimpulkan sebagai berikut5:
1. Perilaku politik memperlihatkan keteraturan (regularities) yang dapat
dirumuskan dalam generalisasi-generalisasi.
2. Generalisasi-generalisasi ini pada asasnya harus dapat dibuktikan
kebenarannya (verification) dengan menunjuk pada perilaku yang relevan.

5
Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik (edisi revisi cetakan ketujuhbelas), (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2021), hlm. 10.
3. Untuk mengumpulkan dan menafsirkan data diperlukan teknik-teknik
penelitian yang cermat.
4. Untuk mencapai kecermatan dalam penelitian diperlukan pengukuran dan
kuantifikasi melalui ilmu statistik dan matematika.
5. Dalam membuat analisa politik nilai-nilai pribadi si peneliti sedapat mungkin
tidak main peranan (value free).
6. Penelitian politik mempunyai sifat terbuka terhadap konsep-konsep, teori-teori,
dan ilmu sosial lainnya. Dalam proses interaksi dengan ilmu-ilmu sosial
lainnya misalnya dimasukkan istilah baru seperti sistem politik, fungsi,
peranan, struktur, budaya politik, dan sosialisasi politik di samping istilah lama
seperti negara, kekuasaan, jabatan, instituta, pendapat umum, dan pendidikan
kewarganegaraan citizenship training).

Wasby secara gamblang telah menyampaikan elemen-elemen dasar yang dapat


digunakan untuk mengembangkan studi ilmu politik. Namun pada bagian ini, Wasby
masih belum menjelaskan secara rigid soal metodologi yang harus dilakukan apabila
seorang ilmuwan melakukan studi ilmu politik. Pada dasarnya hal tersebut memerlukan
bentuk nyata dalam bentuk metodologi dan analisis yang bisa digunakan dalam proses
penelitian, pengembangan serta penerapan ilmu politik. Untuk mencapai hal tersebut
harus mengarah pada prinsip-prinsip dasar ilmu pengetahuan.

Bahan Bacaan

Budiardjo, Miriam. (2021). Dasar-Dasar Ilmu Politik (edisi revisi cetakan ketujuhbelas).
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Wasby, Stephen L. (1970). Political Science-The Discipline And Its Dimensions: An


Introduction, Charles Scribner’s Sons, New York.

Anda mungkin juga menyukai