Anda di halaman 1dari 9

CRITICAL REVIEW

“Memahami Ilmu Politik Karya Ramlan Surbakti”


Bab 7: Partai Politik

Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah


Teori-Teori Ilmu Politik
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Maswadi Rauf, M.A

Disusun Oleh:
Teddy Chrisprimanata Putra
221186918005
Kelas C1

SEKOLAH PASCA SARJANA ILMU POLITIK


UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2022
I. Pendahuluan

Partai politik merupakan sarana bagi warga negara untuk berpartisipasi dalam

proses pengelolaan sebuah sistem pemerintahan atau negara. Partai politik sudah menjadi

sebuah organisasi yang sangat akrab di tengah masyarakat. Sebagai organisasi atau

lembaga politik, partai politik bukanlah sesuatu yang muncul dengan sendirinya.

Kelahiran partai politik memiliki latar belakangnya sendiri. Partai politik sendiri bisa

dikatakan sebagai organisasi baru dalam kehidupan manusia, bahkan jauh lebih muda

dibandingkan dengan negara, dan partai politik baru ada di negara-negara modern. Dalam

tulisan ini berbagai penjelasan tentang partai politik akan disampaikan dari buku yang

berjudul “Memahami Ilmu Politik” oleh Ramlan Surbakti pada bab 7 yang membahas

tentang partai politik.

II. Pembahasan

2.1. Asal, Ciri dan Arti

Dalam bab ini, Ramlan Surbakti menjelaskan asal-usul partai politik yang

kemudian ia bagi menjadi tiga teori. Ketiga teori tersebut adalah teori kelembagaan, teori

situasi historik, dan teori pembangunan. Pertama, teori kelembagaan merupakan sebuah

teori yang mengatakan bahwa partai politik dibentuk oleh kalangan legislatif (dan

eksekutif) karena adanya sebuah kebutuhan para anggota parlemen (yang ditentukan

berdasarkan pengangkatan) untuk mengadakan kontak dengan masyarakat dan membina

dukungan dari masyarakat. Partai politik yang telah terbentuk dan kemudian

menjalankan fungsinya memicu munculnya partai politik lain yang dibentuk oleh

kalangan masyarakat. Partai politik ini biasanya dibentuk oleh kelompok kecil pemimpin

masyarakat yang sadar politik dan sadar pula bahwa partai politik yang dibentuk oleh
kalangan legislatif maupun eksekutif tidak mampu memperjuangkan kepentingan

mereka.

Kedua, teori situasi historik menjelaskan bahwa krisis situasi historis terjadi

manakala suatu sistem politik mengalami masa transisi karena perubahan masyarakat

dari bentuk tradisional yang berstruktur sederhana menjadi masyarakat modern yang

berstruktur kompleks. Situasi ini menyebabkan terjadinya beberapa perubahan, seperti

pertambahan penduduk karena perbaikan fasilitas kesehatan, perluasan pendidikan,

mobilitas okupasi, perubahan pola pertanian dan industry, partisipasi media, urbanisasi,

ekonomi berorientasi pasar, peningkatan aspirasi dan harapan-harapan baru, dan

munculnya gerakan-gerakan populis. Perubahan-perubahan tersebut kemudian

memunculkan tiga macam krisis, yakni legitimasi, integrasi, dan partisipasi. Tiga krisis

tersebut mengakibatkan masyarakat mempertanyakan prinsip-prinsip yang mendasari

legitimasi kewenangan pihak yang memerintah, menimbulkan masalah dalam identitas

yang menyatukan masyarakat sebagai suatu bangsa, dan mengakibatkan timbulnya

tuntutan yang semakin besar untuk ikut serta dalam proses politik. Untuk mengatasi

permasalahan tersebut, maka partai politik dibentuk. Hadirnya partai politik yang berakar

kuat dalam masyarakat diharapkan mampu mengendalikan pemerintahan sehingga

terbentuk semacam pola hubungan kewenangan yang berlegitimasi antara pemerintah

dan masyarakat. Keikutsertaan partai politik dalam pemilihan umum juga tidak hanya

sekadar mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan, tetapi partai politik juga

diharapkan dapat mengambil peran sebagai saluran partisipasi politik masyarakat.

Ketiga, teori pembangunan adalah sebuah teori yang melihat modernisasi sosial

ekonomi, seperti pembangunan teknologi komunikasi berupa media massa dan

transportasi, perluasan dan peningkatan pendidikan, industrialisasi, urbanisasi, perluasan

kekuasaan negara seperti birokratisasi, pembentukan berbagai kelompok kepentingan


dan organisasi profesi, dan peningkatan kemampuan individu yang mempengaruhi

lingkungan, melahirkan suatu kebutuhan akan suatu organisasi politik yang mampu

memadukan dan memperjuangkan berbagai aspirasi tersebut. Berangkat dari hal tersebut,

maka partai politik merupakan sebuah produk yang logis dari modernisasi sosial

ekonomi. Sehingga dapat dikatakan teori pembangunan memiliki kesamaan dengan teori

situasi historik yang mengatakan bahwa partai politik berkaitan dengan perubahan yang

ditimbulkan oleh modernisasi. Perbedaan dua teori ini terletak pada proses

pembentukannya, dimana teori kedua mengatakan bahwa perubahan menimbulkan tiga

krisis dan partai politik dibentuk untuk mengatasi krisis tersebut, sedangkan teori ketiga

mengatakan bahwa perubahan-perubahan tersebutlah yang melahirkan adanya kebutuhan

hadirnya partai politik.

Menurut Lapalombara dan Weiner partai politik bukanlah organisasi politik yang

mempunyai hubungan terbatas dan kadang-kadang saja dengan para pendukungnya di

daerah. Namun partai politik ialah organisasi yang mempunyai kegiatan

berkesinambungan yang berarti masa hidupnya tidak bergantung pada masa jabatan atau

masa hidup dari para pemimpinnya. Adapun ciri-ciri dari partai politik menurut

Lapalombara dan Weiner adalah berakar dalam masyarakat lokal, melakukan kegiatan

secara terus-menerus, berusaha memperoleh dan mempertahankan kekuasaan dalam

pemerintahan, dan ikut serta dalam pemilihan umum. Berdasarkan ciri-ciri tersebut,

maka apabila tidak memenuhi ciri-ciri tersebut, organisasi politik akan mengalami

kesulitan untuk menjalankan fungsinya dalam memadukan berbagai kepentingan dalam

masyarakat dan memperjuangkan melalui proses politik.

Namun, dalam bagian ini Ramlan Surbakti memberi dua catatan terhadap pendapat

yang dikemukakan oleh Lapalombara dan Weiner. Pertama, ideologi tidak dianggap

sebagai sebuah ciri penting suatu partai politik. Ia menganggap bahwa setiap partai
politik mesti memiliki ideologi yang tidak hanya berfungsi sebagai identitas pemersatu,

tetapi ideologi juga berfungsi sebagai tujuan perjuangan partai. Kedua, kesimpulan

tersebut tidak berlaku sepenuhnya pada masyarakat yang tengah dijajah ketika partai

politik lebih berfungsi untuk membina kesadaran nasional dan mengerahkan massa untuk

mencapai kemerdekaan.

Seiring berjalannya waktu, partai politik lahir dan berkembang menjadi

penghubung penting antara rakyat dan pemerintah. Bahkan partai politik dianggap

sebagai perwujudan atau lambang negara modern. Bentuk dan fungsi partai politik di

berbagai negara berbeda satu sama lain sesuai dengan sistem politik yang diterapkan

negara tersebut. Partisipasi politik rakyat melalui partai politik di negara-negara yang

menerapkan sistem politik demokrasi, memiliki dasar budaya politik dan ideologi yang

kuat bahwa rakyat mereka, dan untuk menentukan isi kebijakan umum yang

mempengaruhi kehidupan mereka. Sebaliknya dalam sistem politik totaliter seperti

komunis dan fasis, gagasan mengenai partisipasi rakyat melalui partai politik dilandasi

dengan pandangan elit bahwa massa rakyat harus dibina dan dimobilisasikan untuk

mencapai tujuan masyarakat. Jika dalam sistem politik demokrasi partai politik memiliki

fungsi sebagai pemadu berbagai kepentingan dan memperjuangkannya melalui proses

politik dengan terlebih dahulu berupaya mencari dan mempertahankan kekuasaan

melalui pemilihan umum, maka partai politik dalam sistem politik totaliter lebih

berfungsi sebagai pengendali pemerintahan dan sebagai alat untuk melakukan mobilisasi

seluruh rakyat guna melaksanakan berbagai keputusan maupun kebijakan partai.

Lalu apa yang dimaksud dengan partai politik? Carl Friedrich memberi batasan

partai politik sebagai kelompok manusia yang terorganisasikan secara stabil dengan

tujuan merebut atau mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan bagi pemimpin

partainya, dan berdasarkan kekuasaan itu akan memberikan kegunaan materiil dan idiil
kepada para anggotanya. Sedangkan Soltau memberi definisi partai politik sebagai

kelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisasikan, yang bertindak sebagai

suatu kesatuan politik dan dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih,

bertujuan untuk menguasai pemerintahan dan menjalankan kebijakan umum yang

mereka buat. Seperti halnya Lapalombara dan Weiner, dua ilmuwan terakhir pun

mengabaikan faktor ideologi.

2.2. Fungsi Partai Politik

Partai politik memiliki fungsi untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan guna

mewujudkan program-program yang disusun berdasarkan ideologi yang diyakini. Dalam

sistem politik demokrasi, partai politik mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan

yang dimilikinya melalui pemilihan umum. Sedangkan dalam sistem politik totaliter,

partai politik mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan melalui paksaan fisik dan

psikologik. Namun, partai politik baik dalam sistem politik demorkasi maupun sistem

politik totaliter juga melaksanakan sejumlah fungsi lain. Berikut ini dikemukakan

sejumlah fungsi lain tersebut:

1. Sosialisasi Politik

2. Rekrutmen Politik

3. Partisipasi Politik

4. Pemadu Kepentingan

5. Komunikasi Politik

6. Pengendalian Konflik

7. Kontrol Politik

2.3. Tipologi Partai Politik

Tipologi partai politik merupakan pengklasifikasian berbagai partai politik

berdasarkan kriteria tertentu, seperti asas dan orientasi, komposisi dan fungsi anggota,
basis sosial dan tujuan. Klasifikasi yang disampaikan tersebut cenderung bersifat ideal

karena dalam kenyataan tidak sepenuhnya demikian. Tetapi guna memudahkan

pemahaman, tipologi ini sangatlah berguna. Berikut diuraikan sejumlah tipologi partai

politik menurut kriteria-kriteria tersebut.

1. Asas dan Orientasi

2. Komposisi dan Fungsi Anggota

3. Basis Sosial dan Tujuan

2.4. Sistem Kepartaian

Sistem kepartaian adalah pola perilaku dan interaksi di antara sejumlah partai

politik dalam suatu sistem politik. Oleh Maurice Duverger, sistem kepartaian

digolongkan menjadi tiga, yakni sistem partai tunggal, sistem dwi partai, dan sistem

banyak partai. Terdapat beberapa catatan yang perlu dikemukakan terhadap pendapat

tersebut, misalnya: istilah sistem dalam kata-kata “sistem partai tunggal” merupakan

contradiction in termenis karena dalam setiap sistem terdiri atas lebih dari satu bagian.

Dalam hal ini, mestinya lebih dari satu partai. Oleh karena itu, istilah yang lebih tepat

digunakan berupa bentuk partai tunggal. Kedua, tidak adanya pembeda yang secara tegas

antara bentuk partai tunggal totaliter seperti yang dapat ditemui dalam banyak negara

berkembang, dan bentuk partai tunggal dominan (tidak totaliter dan tidak otoriter).

Ketiga, sejumlah negara di dunia ini tidak memiliki partai politik, sebagaimana

diterapkan dapat ditemui sistem politik Otokrasi Tradisional. Berikut beberapa jenis

sistem kepartaian:

1. Jumlah Partai

2. Jarak Ideologi
III. Kesimpulan

Adapun buku berjudul “Memahami Ilmu Politik” dalam Bab 7 tentang Partai

Politik yang ditulis oleh Ramlan Surbakti merupakan sebuah referensi yang cukup

lengkap dan dapat memudahkan dalam memahami berbagai hal tentang partai politik.

Dalam buku ini secara runut disampaikan latar belakang dari lahirnya partai politik, ciri-

ciri dan syarat dari partai politik, fungsi-fungsi yang dijalankan oleh partai politik,

tipologi dari partai politik, hingga berbagai sistem kepartaian yang dianut oleh berbagai

negara di belahan dunia. Melalui buku ini pula, Ramlan Surbakti memberi beberapa

catatan penting terhadap berbagai pendapat ilmuwan yang ia kutip dalam bukunya—dan

hal tersebut menjadi penting bagi pembaca.

IV. Critical Review

Setelah membaca buku berjudul “Memahami Ilmu Politik”, khususnya di Bab 7

yang berjudul “Partai Politik” karya dari Ramlan Surbakti, penulis memandang bahwa

Ramlan Surbakti mencoba menguraikan partai politik secara runut. Mulai dari latar

belakang lahirnya partai politik di sebuah negara, ciri-ciri dan syarat dari partai politik,

fungsi-fungsi yang dijalankan oleh partai politik, tipologi partai politik, hingga sistem

kepartaian yang dianut oleh negara di berbagai belahan dunia. Penjelasan yang runut ini

bagi penulis memudahkan dalam memahami isi dari bab ini.

Namun bagi penulis sendiri, Ramlan Surbakti belum menjelaskan secara

komperehensif mengapa ideologi menjadi penting dalam sebuah partai politik dan hanya

menjelaskan dengan sekilas saja. Kemudian Ramlan Surbakti juga belum membuka

ruang adanya partai politik yang berada dalam negara yang mengkombinasikan beberapa

sistem menjadi satu. Ramlan Surbakti juga kurang memberikan penjelasan atau contoh
tentang keadaan partai politik yang ada di Indonesia. Hal ini penting untuk menjaga

relevansi antara penulis dengan pembaca.

Bahan Bacaan

Budiardjo, Miriam. (2021). Dasar-Dasar Ilmu Politik (edisi revisi cetakan ketujuhbelas).
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Surbakti, Ramlan (1992). Memahami Ilmu Politik. PT Gramedia Widiasarana Indonesia,


Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai