“PARTAI POLITIK”
Disusun Oleh:
Rahimatunnisa 215120307111012
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2023
A. Definisi
Partai politik merupakan hal yang tidak bisa dilepaskan dari sistem demokrasi di
pemerintahan manapun. Pada hakikatnya sendiri, partai politik merupakan manifestasi
dari kebebasan masyarakat untuk membentuk kelompok sesuai dengan kepentingannya.
Partai politik terdapat pada suatu tatanan masyarakat karena partai politik dianggap
memiliki kemampuan untuk menyalurkan partisipasi politik masyarakat yang kompleks.
Semakin kompleks masyarakat, semakin kompleks kepentingan dan kebutuhannya, maka
semakin penting juga adanya organisasi yang menjadi tempat aspirasi masyarakat.
Menurut bahasa latin, partai sendiri berasal dari kata “pars” yang berarti bagian
atau golongan. Sementara politik berasal dari bahasa Yunani “polis” yang berarti
keseluruhan atau komunitas. Ada beberapa pengertian partai politik yang diajukan oleh
para tokoh. Miriam Budiarjo (2009), mengatakan partai politik merupakan suatu
kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan
cita-cita yang sama. Tujuannya untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut
kedudukan politik dengan cara konstitusional.
Carl J. Friedrich mendefinisikan partai politik sebagai kelompok manusia yang
terorganisasikan secara stabil dengan tujuan untuk merebut atau mempertahankan
kekuasaan dalam pemerintahan bagi pemimpin partainya dan berdasarkan kekuasaan itu
akan memberikan kegunaan materiil dan idiil kepada para anggota. Menurut Neuman
dalam Modern Political Parties, partai politik sebagai organisasi dari aktivis-aktivis
politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan
rakyat melalui persaingan dengan suatu golongan atau golongan-golongan lain yang
mempunyai pandangan berbeda.
Maka dari beberapa pengertian tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa partai
politik organisasi atau sekelompok orang yang memanifestasi kepentingan politik
anggota, masyarakat, dan negara yang dibentuk secara sukarela atas dasar kesamaan
kehendak dan tujuan bersama (Djuyandi, 2017).
B. Sejarah
Partai politik memiliki perkembangan sejarah yang berbeda-beda di setiap negara.
Namun secara mendunia, partai politik muncul pertama kali pada akhir abad ke 18 di
Eropa Barat seperti Inggris dan Prancis. Pada saat itu, partai politik muncul akibat dari
banyaknya kegiatan politik sehingga diperlukan partai sebagai organisasi yang
mengorganisir hubungan rakyat dengan pemerintah. Partai politik juga masih bersifat
elitis dan aristokratis yang digunakan untuk kepentingan bangsawan dan kerajaan.
Kemudian pada akhir abad ke 19 partai politik digunakan sebagai penghubung antara
rakyat, pihak lain, dan pemerintah di pihak lain.
Partai politik yang awalnya dibentuk secara terbatas atau dibentuk untuk kalangan
dalam parlemen, namun seiring berjalannya waktu partai politik berkembang lebih luas
lagi di luar parlemen. Seperti halnya di Amerika mulai muncul partai di luar parlemen
yang memiliki basis ideologi tertentu seperti sosialisme, fasisme, komunisme, dan
sebagainya. Di Indonesia sendiri, kemunculan partai tak terlepas dari munculnya iklim
kebebasan bagi masyarakat pada saat runtuhnya pemerintahan Belanda. Kemunculan
iklim kebebasan tersebut membuat masyarakat mulai melakukan banyak kegiatan
organisasi, bahkan sampai membentuk partai politik (Labolo & Teguh, 2017).
C. Fungsi
1. Rekrutmen Politik
Menurut Gabriel Almond (1956), proses rekrutmen merupakan kesempatan
rakyat untuk menyeleksi kegiatan-kegiatan politik dan jabatan pemerintahan melalui
penampilan dalam media komunikasi, menjadi anggota organisasi, mencalonkan diri
untuk jabatan tertentu, pendidikan, dan latihan. Sedangkan menurut Jack C. Plano dan
kawan kawan (1982) mengartikan bahwa proses rekrutmen sebagai pemilihan
orang-orang untuk mengisi peranan dalam sistem sosial. Rekrutmen politik menunjuk
pada pengisian posisi formal dan legal, serta peranan-peranan yang tidak formal.
Untuk posisi formal seperti, pengisian jabatan presiden dan anggota parlemen,
sedangkan yang tidak formal adalah perekrutan aktivis dan propaganda.
Secara internal fungsi rekrutmen politik dibutuhkan untuk mendapatkan
kader-kader yang berkualitas, semakin banyak kader berkualitas yang dihasilkan,
maka semakin besar peluang partai politik untuk mengajukan calonnya dalam bursa
kepemimpinan nasional (Djuyandi, 2017).
2. Sosialisasi Politik
Sosialisasi politik ialah proses pembentukan sikap dan orientasi politik para
anggota masyarakat (Tim Prima Pena, n.d.). Melalui sosialisasi politik ini, partai
politik berusaha untuk menanamkan ideologi partai kepada masyarakat (Surbakti,
2007), dan melalui proses sosialisasi politik inilah sedikit banyak menentukan
persepsi dan reaksi masyarakat terhadap fenomena politik.
Dalam sosialisasi politik terdapat dua metode penyampaian pesan, yaitu:
1) Melalui pendidikan politik -> pendidikan politik ialah suatu proses yang
mengajarkan kepada masyarakat mengenai nilai-nilai, norma-norma, serta
simbol-simbol politik melalui media berupa sekolah, pemerintah, dan juga partai
politik.
2) Melalui indoktrinasi politik -> indoktrinasi politik adalah proses yang dilakukan
secara sepihak oleh penguasa untuk menanamkan nilai, norma, dan simbol yang
dianggap baik oleh pihak penguasa tersebut kepada masyarakat (Surbakti, 2007).
3. Komunikasi Politik
Secara harfiah, komunikasi berarti:
a. Pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih
sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami (Tim Prima Pena, n.d.).
b. Jika dihubungkan dengan politik, komunikasi politik adalah proses penyampaian
informasi mengenai politik dari pemerintah kepada masyarakat dan dari
masyarakat kepada pemerintah (Surbakti, 2007).
Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa di dalam suatu proses komunikasi
politik, partai politik berfungsi dalam menjembatani komunikasi antara pemerintah
dengan masyarakat atau sebaliknya. Partai politik menyampaikan aspirasi dan
kepentingan masyarakat kepada pemerintahan, serta penyampaiannya dirumuskan
sedemikian rupa sehingga penerima informasi dapat dengan mudah memahami
makna dari pesan tersebut.
5. Partisipasi Politik
Dalam menjalankan fungsi partisipasi politik, partai politik menjadi sarana
kegiatan bagi masyarakat dalam mempengaruhi proses pembentukan pemimpin
pemerintahan melalui Pemilu dan pembuatan atau pelaksanaan kebijakan pemerintah.
Partai politik juga mendorong masyarakat untuk menggunakan partai sebagai wadah
untuk menyalurkan kegiatannya dalam rangka mempengaruhi proses politik
(Djuyandi, 2017).
E. Sistem Partai
Maurice Duverger (1964) membagi partai berdasarkan klasifikasi jumlah yakni:
b. Sistem Dwi-Partai
Dalam keputusan ilmu politik, sistem dwi-partai bisa diartikan dengan adanya dua
partai yang selalu dominan dalam penggapaian hak suara. Dalam hal ini hanya ada
beberapa negara yang memiliki sifat sistem dwi-partai, yakni Inggris, Amerika
Serikat, Filipina, Kanada, dan Selandia Baru. Dalam sistem dwi-partai, pihak yang
kalah akan menjadi pengecam utama (oposisi), jika terdapat kesalahan (setidaknya
menurut mereka) dalam kebijakan partai yang menduduki kursi pemerintahan.
Terdapat tiga syarat agar sistem dwi-partai ini dapat berjalan dengan baik, yakni
masyarakat bersifat homogen, masyarakat memiliki konsensus yang kuat mengenai
asas dan tujuan sosial politik, serta adanya kontinuitas sejarah.
Inggris dapat dikatakan yang paling ideal. Partai buruh dan partai konservatif bisa
dikatakan tidak memiliki perbedaan yang signifikan dalam hal asas dan tujuan politik,
sehingga perubahan kepemimpinan tidak terlalu mengganggu kontinuitas kebijakan
pemerintah. Hanya saja partai buruh lebih condong membuat pemerintah melakukan
pengendalian dan pengawasan di bidang ekonomi. Sedangkan partai konservatif lebih
memilih kebebasan berusaha.
Selain partai ini ada partai-partai kecil lainnya. Pengaruhnya memang terbatas,
namun pada saat perbedaan suara antara dua partai dominan tipis. Posisi mereka
menjadi krusial, hingga partai dominan biasanya akan mengadakan koalisi dengan
partai-partai ini.
Sistem dwi-partai ini umumnya dianggap lebih kondusif, sebab terlihat jelas
perbedaan partai oposisi dan pemerintah. Akan tetapi, hal ini juga memungkinkan
tingginya ketajaman perbedaan kedua belah pihak, karena tidak memiliki pihak ketiga
sebagai penengah. Sistem dwi-partai ini juga biasanya memberlakukan sistem distrik,
di mana setiap daerah pemilihan hanya ada satu wakil saja.
c. Sistem Multi-Partai
Sistem multi-partai (banyak partai) banyak diterapkan di negara-negara dengan
sistem politik demokrasi liberal atau konstitusional. Di dalam negara yang menganut
sistem multi-partai, ada lebih dari dua partai politik yang bersaing dalam
memperebutkan kekuasaan politik melalui mekanisme pemilihan umum.
Umumnya sistem multi-partai ini dianggap cara paling efektif dalam
merepresentasikan keinginan rakyat yang beranekaragam ras, agama, atau suku, dan
lebih cocok dengan pluralitas budaya dan politik dibandingkan dengan sistem
dwi-partai. Sistem multi-partai ini digunakan di Indonesia, Malaysia, Belanda,
Australia, Prancis, dan Swedia. Sistem multi-partai dalam kepemerintahan
parlementer cenderung menitikberatkan kekuasaan pada badan legislatif, hingga
badan eksekutif sering berperan lemah dan ragu-ragu. Sebab tidak ada satu partai
yang cukup kuat untuk menduduki kepemerintahan sendiri hingga memaksa untuk
berkoalisi. Sehingga pengambilan keputusan menjadi lebih rumit karena harus
bermusyawarah dengan partai-partai koalisi. Sebab bukan tidak mungkin partai
koalisi ditarik hingga berkurangnya mayoritas dalam parlemen.
Di lain pihak, peran partai oposisi menjadi kurang jelas. Karena sewaktu-waktu
setiap partai dapat diajak bergabung dalam koalisi. Sehingga mengakibatkan
ketidakstabilan dalam strategi yang tergantung pada kegentingan masing-masing
partai. Dan seringkali partai oposisi kurang dapat menyusun program alternatif bagi
pemerintah. Walaupun tidak selalu, karena Belanda, Norwegia, dan Swedia dapat
menjadi contoh yang dapat mempertahankan stabilitas serta kontinuitas dalam
kebijakan publiknya.
F. Perkembangan di Indonesia
Kaderisasi adalah sebuah proses penurunan nilai melalui pelatihan dan pendidikan
khusus yang bertujuan mempertahankan kelangsungan sebuah lembaga atau
organisasi dengan meregenerasi kader-kader yang diharapkan dapat membawa
perubahan positif dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
2. Pada perkembangan partai politik pada masa reformasi (masa kini) dijelaskan bahwa
ada banyak partai politik di Indonesia dan yang eksis hanya partai besar aja, partai
lain sepi dari aktivitas politik. Kalau partai lain sepi dari aktivitas politik, mengapa
tidak dibubarkan saja? Kalo dibubarkan sistemnya bagamana, kalau tidak dibubarkan
apa alasannya?
Djuyandi, Y. (2017). Pengantar Ilmu Politik (2nd ed.). Raja Grafindo persada.
Duverger, M. (1964). Political Parties: Their Organization and Activity in the Modern
State. London: Methuen.
Fadli, M. R., & Kumalasari, D. (2019). Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pada Masa
Pendudukan Jepang. Sejarah Dan Budaya : Jurnal Sejarah, Budaya, Dan
Pengajarannya, 13(2), 189. https://doi.org/10.17977/um020v13i22019p189-205
Humas Sekretariat Kabinet RI (2022, Desember 15). Inilah Nomor Urut Partai Politik
Peserta Pemilu 2024.
https://setkab.go.id/inilah-nomor-urut-partai-politik-peserta-pemilu-2024/
Labolo, M., & Teguh I. (2017). Partai politik dan sistem pemilihan umum di Indonesia :
teori, konsep dan isu strategi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Lijphart, A. (1989). Democratic political systems: Types, cases, causes, and consequences.
Journal of Theoretical Politics, 1(1), 33-48.
Plano, J. C., Riggs, R. E., & Robin, H. S. (1982). The dictionary of political analysis.
Santa Barbara, Calif : ABC-Clio.
Saputro, A. (2018). Agama Dan Negara : Politik Identitas Menuju Pilpres 2019. Asketik,
2(2), 111–120. https://doi.org/10.30762/ask.v2i2.912
Tim Prima Pena. (n.d.). Kamus besar bahasa Indonesia / Tim Prima Pena. Jakarta:
Gitamedia Press,.