Anda di halaman 1dari 16

TUGAS KELOMPOK

MATA KULIAH ILMU POLITIK

“PARTAI POLITIK”

Disusun Oleh:

Syafira Zahra Fauziyyah 195120307111004

Chalista Cahyaning Permatasari S. P. 215120301111003

Faiza Ayu Ribawaning S. 215120301111004

Rahimatunnisa 215120307111012

Riza Ainurrahman 215120307111083

PROGRAM STUDI S1 PSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2023
A. Definisi

Partai politik merupakan hal yang tidak bisa dilepaskan dari sistem demokrasi di
pemerintahan manapun. Pada hakikatnya sendiri, partai politik merupakan manifestasi
dari kebebasan masyarakat untuk membentuk kelompok sesuai dengan kepentingannya.
Partai politik terdapat pada suatu tatanan masyarakat karena partai politik dianggap
memiliki kemampuan untuk menyalurkan partisipasi politik masyarakat yang kompleks.
Semakin kompleks masyarakat, semakin kompleks kepentingan dan kebutuhannya, maka
semakin penting juga adanya organisasi yang menjadi tempat aspirasi masyarakat.
Menurut bahasa latin, partai sendiri berasal dari kata “pars” yang berarti bagian
atau golongan. Sementara politik berasal dari bahasa Yunani “polis” yang berarti
keseluruhan atau komunitas. Ada beberapa pengertian partai politik yang diajukan oleh
para tokoh. Miriam Budiarjo (2009), mengatakan partai politik merupakan suatu
kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan
cita-cita yang sama. Tujuannya untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut
kedudukan politik dengan cara konstitusional.
Carl J. Friedrich mendefinisikan partai politik sebagai kelompok manusia yang
terorganisasikan secara stabil dengan tujuan untuk merebut atau mempertahankan
kekuasaan dalam pemerintahan bagi pemimpin partainya dan berdasarkan kekuasaan itu
akan memberikan kegunaan materiil dan idiil kepada para anggota. Menurut Neuman
dalam Modern Political Parties, partai politik sebagai organisasi dari aktivis-aktivis
politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan
rakyat melalui persaingan dengan suatu golongan atau golongan-golongan lain yang
mempunyai pandangan berbeda.
Maka dari beberapa pengertian tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa partai
politik organisasi atau sekelompok orang yang memanifestasi kepentingan politik
anggota, masyarakat, dan negara yang dibentuk secara sukarela atas dasar kesamaan
kehendak dan tujuan bersama (Djuyandi, 2017).

B. Sejarah
Partai politik memiliki perkembangan sejarah yang berbeda-beda di setiap negara.
Namun secara mendunia, partai politik muncul pertama kali pada akhir abad ke 18 di
Eropa Barat seperti Inggris dan Prancis. Pada saat itu, partai politik muncul akibat dari
banyaknya kegiatan politik sehingga diperlukan partai sebagai organisasi yang
mengorganisir hubungan rakyat dengan pemerintah. Partai politik juga masih bersifat
elitis dan aristokratis yang digunakan untuk kepentingan bangsawan dan kerajaan.
Kemudian pada akhir abad ke 19 partai politik digunakan sebagai penghubung antara
rakyat, pihak lain, dan pemerintah di pihak lain.
Partai politik yang awalnya dibentuk secara terbatas atau dibentuk untuk kalangan
dalam parlemen, namun seiring berjalannya waktu partai politik berkembang lebih luas
lagi di luar parlemen. Seperti halnya di Amerika mulai muncul partai di luar parlemen
yang memiliki basis ideologi tertentu seperti sosialisme, fasisme, komunisme, dan
sebagainya. Di Indonesia sendiri, kemunculan partai tak terlepas dari munculnya iklim
kebebasan bagi masyarakat pada saat runtuhnya pemerintahan Belanda. Kemunculan
iklim kebebasan tersebut membuat masyarakat mulai melakukan banyak kegiatan
organisasi, bahkan sampai membentuk partai politik (Labolo & Teguh, 2017).

C. Fungsi

1. Rekrutmen Politik
Menurut Gabriel Almond (1956), proses rekrutmen merupakan kesempatan
rakyat untuk menyeleksi kegiatan-kegiatan politik dan jabatan pemerintahan melalui
penampilan dalam media komunikasi, menjadi anggota organisasi, mencalonkan diri
untuk jabatan tertentu, pendidikan, dan latihan. Sedangkan menurut Jack C. Plano dan
kawan kawan (1982) mengartikan bahwa proses rekrutmen sebagai pemilihan
orang-orang untuk mengisi peranan dalam sistem sosial. Rekrutmen politik menunjuk
pada pengisian posisi formal dan legal, serta peranan-peranan yang tidak formal.
Untuk posisi formal seperti, pengisian jabatan presiden dan anggota parlemen,
sedangkan yang tidak formal adalah perekrutan aktivis dan propaganda.
Secara internal fungsi rekrutmen politik dibutuhkan untuk mendapatkan
kader-kader yang berkualitas, semakin banyak kader berkualitas yang dihasilkan,
maka semakin besar peluang partai politik untuk mengajukan calonnya dalam bursa
kepemimpinan nasional (Djuyandi, 2017).

2. Sosialisasi Politik
Sosialisasi politik ialah proses pembentukan sikap dan orientasi politik para
anggota masyarakat (Tim Prima Pena, n.d.). Melalui sosialisasi politik ini, partai
politik berusaha untuk menanamkan ideologi partai kepada masyarakat (Surbakti,
2007), dan melalui proses sosialisasi politik inilah sedikit banyak menentukan
persepsi dan reaksi masyarakat terhadap fenomena politik.
Dalam sosialisasi politik terdapat dua metode penyampaian pesan, yaitu:
1) Melalui pendidikan politik -> pendidikan politik ialah suatu proses yang
mengajarkan kepada masyarakat mengenai nilai-nilai, norma-norma, serta
simbol-simbol politik melalui media berupa sekolah, pemerintah, dan juga partai
politik.
2) Melalui indoktrinasi politik -> indoktrinasi politik adalah proses yang dilakukan
secara sepihak oleh penguasa untuk menanamkan nilai, norma, dan simbol yang
dianggap baik oleh pihak penguasa tersebut kepada masyarakat (Surbakti, 2007).

3. Komunikasi Politik
Secara harfiah, komunikasi berarti:
a. Pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih
sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami (Tim Prima Pena, n.d.).
b. Jika dihubungkan dengan politik, komunikasi politik adalah proses penyampaian
informasi mengenai politik dari pemerintah kepada masyarakat dan dari
masyarakat kepada pemerintah (Surbakti, 2007).
Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa di dalam suatu proses komunikasi
politik, partai politik berfungsi dalam menjembatani komunikasi antara pemerintah
dengan masyarakat atau sebaliknya. Partai politik menyampaikan aspirasi dan
kepentingan masyarakat kepada pemerintahan, serta penyampaiannya dirumuskan
sedemikian rupa sehingga penerima informasi dapat dengan mudah memahami
makna dari pesan tersebut.

4. Sarana Pengendali/Pengatur Konflik


Di dalam sebuah masyarakat selalu muncul yang namanya potensi konflik
yang disebabkan karena semakin majemuknya masyarakat dan meningkatnya daya
kritis dari setiap individu untuk memperjuangkan aspirasi dan kepentingannya.
Konflik yang berasal dari tuntutan masyarakat tersebut apabila tidak dikendalikan dan
diakomodasi dengan benar maka akan menimbulkan chaos yang mengarah kepada
aksi-aksi fisik antar individu atau kelompok (Labolo & Teguh, 2017).
Salah satu dari fungsi partai politik dari adanya konflik itu adalah partai
membantu untuk mengatasi atau setidaknya meminimalisir terjadinya konflik, karena
itu disebutkan partai politik memiliki fungsi sebagai sarana pengatur konflik.
Menurut Arend Lijphart (1968), perbedaan-perbedaan atau perpecahan di tingkat
massa bawah dapat diatasi oleh kerja sama di antara elite-elite politik.

5. Partisipasi Politik
Dalam menjalankan fungsi partisipasi politik, partai politik menjadi sarana
kegiatan bagi masyarakat dalam mempengaruhi proses pembentukan pemimpin
pemerintahan melalui Pemilu dan pembuatan atau pelaksanaan kebijakan pemerintah.
Partai politik juga mendorong masyarakat untuk menggunakan partai sebagai wadah
untuk menyalurkan kegiatannya dalam rangka mempengaruhi proses politik
(Djuyandi, 2017).

6. Fungsi Partai Politik di Negara Komunis (Otoriter)


Di negara komunis, partai komunis berkuasa dan memiliki kedudukan
monopolitis, tujuan partai politik adalah membawa masyarakatnya ke arah yang
modern dengan ideologi komunis. Meskipun partai politik menjalankan fungsi serupa
dengan partai politik di negara demokrasi liberal dan konstitusional, tetapi fungsi itu
disesuaikan dengan kepentingan serta ideologi yang dipegang (Djuyandi, 2017).
Fungsi partai politik di negara komunis sendiri adalah untuk mengendalikan semua
aspek kehidupan secara monolitik dan rakyat dipaksa untuk menyesuaikan diri
dengan cara hidup yang sebanding dengan kepentingan partai politik.
D. Tipologi
Pengklasifikasian jenis partai berdasarkan tiga kriteria yakni keyakinan dan arah politik
partai, komposisi dan jumlah anggota partai, serta basis sosial dan tujuan.

a. Asas dan Orientasi


Berdasarkan asas dan orientasinya, partai politik terbagi menjadi tiga tipe, yakni
1. Partai Politik Pragmatis
Partai politik pragmatis adalah suatu partai yang mempunyai program dan
kegiatan yang tidak terikat secara kaku pada suatu doktrin dan ideologi tertentu.
Artinya, tergantung siapa pemimpinnya, waktu dan keadaan akan berubah,
begitu pula program, kegiatan, dan penampilan partai politik. Namun, partai
pragmatis ini bukan berarti tidak idealisme, dalam hal ini idealisme hanya
diartikan sebagai gagasan umum, dan program partai pragmatis bukanlah
penjabaran dari gagasan umum tersebut. Oleh karena itu, program partai
pragmatis adalah hasil dari gagasan umum yang dapat dimodifikasi sesuai
dengan kepemimpinannya. Prinsip itu juga didasarkan pada masalah politik yang
sedang terjadi di masyarakat. Misalnya partai yang pragmatis adalah Partai
Demokrat dan Partai Republik. Biasanya digunakan di negara yang menganut
sistem dua partai seperti Amerika Serikat.
2. Partai Doktriner
Partai doktriner ialah suatu partai politik yang memiliki sejumlah program
dan kegiatan konkrit sebagai pencapaian ideologi. Ieologi yang dimaksud ialah
seperangkat nilai politik yang dirumuskan secara konkret dan sistematis dalam
bentuk program-program yang pelaksanaannya diawasi secara ketat oleh aparat
partai. Organisasi partai ini biasanya diatur dengan cukup longgar. Bukan berarti
partai politik doktriner tidak memiliki idealisme sebagai identitasnya. Dalam
program dan gaya kepemimpinan, ada beberapa pola umum elaborasi ideologis.
Namun idealisme yang dimaksud bukanlah seperangkat doktrin atau program
konkrit yang siap diimplementasikan, seperangkat gagasan umum. Idealisme
yang dimaksud adalah seperangkat nilai-nilai politik yang konkret dan
dirumuskan secara sistematis dalam bentuk program aksi yang pelaksanaannya
diawasi ketat oleh pengurus partai. Pergantian kepemimpinannya sedikit banyak
mengubah gaya kepemimpinan, tetapi tidak mengubah prinsip dan program
dasar partai karena ideologi partai dirumuskan secara konkrit dan partai
terorganisir secara ketat. Misalnya, partai komunis, biasanya diadopsi di
negara-negara yang menggunakan sistem kepemimpinan otoriter.
3. Partai Kepentingan
Partai kepentingan merupakan suatu partai politik yang dibentuk dan
dikelola atas dasar kepentingan tertentu, seperti petani, buruh, etnis, agama, atau
lingkungan hidup yang secara langsung berpartisipasi dalam pemerintahan.
Partai ini umum dalam sistem multipartai, tetapi ada juga sistem dua partai yang
bersaing yang tidak dapat mengakomodasi berbagai kepentingan dalam
masyarakat. Contoh partai politik kepentingan adalah Partai Politik Hijau
Jerman, Partai Buruh Australia, dan Parta Petani Swiss.

b. Komposisi dan Fungsi/Jumlah Anggota


Berdasarkan Komposisi dan fungsi anggota Partai politik dapat digolongkan
menjadi dua yaitu partai masa atau lindungan dan Partai kader
1. Partai Politik Massa atau Lindungan (Patronage)
Adalah partai politik yang mengandalkan kekuatan pada keunggulan
jumlah anggota dengan cara memobilisasi massa sebanyak-banyaknya dan
mengembangkan diri sebagai pelindung bagi berbagai kelompok dalam
masyarakat sehingga pemilihan umum dapat dengan mudah dimenangkan, serta
kesatuan nasional dapat dipelihara, tetapi juga masyarakat dapat dimobilisasi
untuk mendukung dan melaksanakan kebijakan tertentu. Jenis partai ini
mengutamakan kuantitas daripada kualitas. Partai ini dibentuk di luar parlemen
dan dihadiri oleh anggota termasuk pekerja, petani, kelompok agama dan
banyak lainnya. Anggota dari partai ini biasanya berpartisipasi karena mereka
memiliki identitas sosial yang sama dibandingkan dengan idealisme dan
kebijakan. biasanya partai ini banyak ditemukan di negara-negara berkembang.
2. Pantai Kader
Ialah suatu partai yang mengandalkan kualitas anggota, keketatan
organisasi, disiplin anggota sebagai sumber kekuatan utama. Seleksi
keanggotaan dalam partai kader biasanya sangat ketat, yaitu melalui kaderisasi
yang berjenjang dan intensif serta penegakan disiplin partai yang konsisten dan
tanpa pandang bulu. Partai ini juga biasa disebut partai ideologi atau partai asas.

c. Basis Sosial dan Tujuan


Almond sebagaimana mengutip dari Ramlan Surbakti (2010) menggolongkan partai
politik berdasarkan basis sosial menjadi empat yaitu,
1. Partai politik yang beranggotakan lapisan-lapisan sosial dalam
masyarakat,seperti kelas atas, menengah, dan bawah.
2. Partai politik yang anggotanya berasal dari kalangan kelompok kepentingan
tertentu, seperti petani, buruh, dan pengusaha.
3. Partai politik yang anggotanya berasal dari pemeluk agama tertentu, seperti
partai Islam, partai Kristen, partai Katolik, dan lainnya.
4. Partai politik yang anggotanya berasal dari kelompok budaya tertentu, seperti
suku bangsa, bahasa, dan daerah tertentu

Sedangkan berdasarkan tujuannya ada dua yakni,


1. Partai perwakilan kelompok ; menghimpun berbagai kelompok untuk
memenangkan kursi di parlemen seperti Barisan Nasional di Malaysia
2. Partai pembinaan bangsa : bertujuan menciptakan kesatuan nasional dan
biasanya menindas kepentingan sempit seperti Partai Aksi Rakyat di Singapura.

E. Sistem Partai
Maurice Duverger (1964) membagi partai berdasarkan klasifikasi jumlah yakni:

a. Sistem Partai Tunggal


Sistem partai tunggal banyak di aplikasikan di negara-negara yang berideologikan
komunis, seperti di beberapa negara yaitu Afrika, China, Kuba, Korea Utara, dan Uni
Soviet (sekarang menjadi Rusia). Di dalam sistem partai tunggal suasananya
non-kompetitif, sebab semua golongan harus menerima pimpinan partai tersebut dan
tidak dibenarkan untuk bersaing dengannya. Ada kecenderungan juga sistem partai
tunggal dianut oleh negara yang terlepas dari kolonialisme, sebab pemimpin yang
baru naik ingin mengintegrasikan berbagai golongan agar dapat tercapainya
pembangunan yang future-oriented.
Contoh salah satu negara yang dianggap paling berhasil menerapkan sistem partai
tunggal ini adalah Uni Soviet (Rusia) dengan Partai Komunisnya. Partai tunggal serta
organisasi yang bernaung di bawahnya berfungsi sebagai pembimbing dan penggerak
masyarakat serta menekankan perpaduan antara kepentingan partai dengan
kepentingan masyarakat secara menyeluruh.

b. Sistem Dwi-Partai
Dalam keputusan ilmu politik, sistem dwi-partai bisa diartikan dengan adanya dua
partai yang selalu dominan dalam penggapaian hak suara. Dalam hal ini hanya ada
beberapa negara yang memiliki sifat sistem dwi-partai, yakni Inggris, Amerika
Serikat, Filipina, Kanada, dan Selandia Baru. Dalam sistem dwi-partai, pihak yang
kalah akan menjadi pengecam utama (oposisi), jika terdapat kesalahan (setidaknya
menurut mereka) dalam kebijakan partai yang menduduki kursi pemerintahan.
Terdapat tiga syarat agar sistem dwi-partai ini dapat berjalan dengan baik, yakni
masyarakat bersifat homogen, masyarakat memiliki konsensus yang kuat mengenai
asas dan tujuan sosial politik, serta adanya kontinuitas sejarah.
Inggris dapat dikatakan yang paling ideal. Partai buruh dan partai konservatif bisa
dikatakan tidak memiliki perbedaan yang signifikan dalam hal asas dan tujuan politik,
sehingga perubahan kepemimpinan tidak terlalu mengganggu kontinuitas kebijakan
pemerintah. Hanya saja partai buruh lebih condong membuat pemerintah melakukan
pengendalian dan pengawasan di bidang ekonomi. Sedangkan partai konservatif lebih
memilih kebebasan berusaha.
Selain partai ini ada partai-partai kecil lainnya. Pengaruhnya memang terbatas,
namun pada saat perbedaan suara antara dua partai dominan tipis. Posisi mereka
menjadi krusial, hingga partai dominan biasanya akan mengadakan koalisi dengan
partai-partai ini.
Sistem dwi-partai ini umumnya dianggap lebih kondusif, sebab terlihat jelas
perbedaan partai oposisi dan pemerintah. Akan tetapi, hal ini juga memungkinkan
tingginya ketajaman perbedaan kedua belah pihak, karena tidak memiliki pihak ketiga
sebagai penengah. Sistem dwi-partai ini juga biasanya memberlakukan sistem distrik,
di mana setiap daerah pemilihan hanya ada satu wakil saja.

c. Sistem Multi-Partai
Sistem multi-partai (banyak partai) banyak diterapkan di negara-negara dengan
sistem politik demokrasi liberal atau konstitusional. Di dalam negara yang menganut
sistem multi-partai, ada lebih dari dua partai politik yang bersaing dalam
memperebutkan kekuasaan politik melalui mekanisme pemilihan umum.
Umumnya sistem multi-partai ini dianggap cara paling efektif dalam
merepresentasikan keinginan rakyat yang beranekaragam ras, agama, atau suku, dan
lebih cocok dengan pluralitas budaya dan politik dibandingkan dengan sistem
dwi-partai. Sistem multi-partai ini digunakan di Indonesia, Malaysia, Belanda,
Australia, Prancis, dan Swedia. Sistem multi-partai dalam kepemerintahan
parlementer cenderung menitikberatkan kekuasaan pada badan legislatif, hingga
badan eksekutif sering berperan lemah dan ragu-ragu. Sebab tidak ada satu partai
yang cukup kuat untuk menduduki kepemerintahan sendiri hingga memaksa untuk
berkoalisi. Sehingga pengambilan keputusan menjadi lebih rumit karena harus
bermusyawarah dengan partai-partai koalisi. Sebab bukan tidak mungkin partai
koalisi ditarik hingga berkurangnya mayoritas dalam parlemen.
Di lain pihak, peran partai oposisi menjadi kurang jelas. Karena sewaktu-waktu
setiap partai dapat diajak bergabung dalam koalisi. Sehingga mengakibatkan
ketidakstabilan dalam strategi yang tergantung pada kegentingan masing-masing
partai. Dan seringkali partai oposisi kurang dapat menyusun program alternatif bagi
pemerintah. Walaupun tidak selalu, karena Belanda, Norwegia, dan Swedia dapat
menjadi contoh yang dapat mempertahankan stabilitas serta kontinuitas dalam
kebijakan publiknya.

F. Perkembangan di Indonesia

1. Masa Penjajahan Belanda


Periode ini merupakan masa pertama kali lahirnya partai politik di Indonesia.
Munculnya partai politik menandakan bahwa rakyat Indonesia telah memiliki
kesadaran nasional, yaitu kesadaran akan keanggotaan sebagai suatu bangsa untuk
mencapai kemerdekaan Indonesia (Djuyandi, 2017). Beberapa contoh partai yang
muncul pada masa penjajahan Belanda diantaranya Indische Partij, ISDV (Indische
Sosial Democratishe Vereniging), Indische Katholike Partij, PKI, PNI, PARI (Partai
Rakyat Indonesia), Parindra, Partai Indonesia, dan Gerindo.
Beberapa partai kemudian melanjutkan gerakan mereka melalui Volksraad
(Dewan Rakyai Hindia-Belanda). Pada tahun 1939, terdapat beberapa fraksi di dalam
Volksraad, yaitu Fraksi Nasional, PPBB (Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi Potera,
dan PNI. Selain itu, di luar Volksraad juga ada usaha untuk menggabungkan partai
partai untuk membentuk semacam dewan perwakilan rakyat. Dibentuk KRI (Komite
Rakyat Indonesia) yang terdiri dari GAPI (Gabungan Politik Indonesia, terdiri dari
partai partai beraliran nasional), MIAI (gabungan partai partai beraliran islam), dan
MRI (Majelis Rakyat Indonesia, gabugan organisasi buruh).

2. Masa Pendudukan Jepang


Pada masa ini, semua pergerakan rakyat yang berbau politik, termasuk partai
politik dilarang. Pemerintah militer Jepang seolah menerapkan sistern fasisme dan
menetapkan garis politik pemerintah sebagai satu-satunya aliran yang harus ditaati.
Rakyat tidak diberi kebebasan untuk mengeluarkan pendapat (Fadli & Kumalasari,
2019). Hanya golongan Islam diberi kebebasan untuk membentuk Partai Majelis
Syuro Muslimin Indonesia (Partai Masyumi), tetapi Masyumi tidak banyak berbicara
dalam bidang politik melainkan bidang sosial (Saputro, 2018).

3. Masa Merdeka (Mulai 1945)


Setelah kemerdekaan Indonesia, terbuka kesempatan besar untuk membentuk
partai politik, sehingga banyak partai politik yang berkembang dan Indonesia kembali
ke sistem multipartai. Pemilu 1955 memunculkan 4 partai besar yaitu Masyumi, PNI,
NU, dan PKI. Pada masa ini partai politik memainkan peran penting di sistem
parlemeter. Namun begitu, sistem multipartai pada masa ini tidak berjalan baik karena
fungsi partai politik tidak berlaku seperti seharusnya, sehingga kabinet jatuh bangun,
program kerja tidak bisa dilaksanakan, dan pembangunan pun terhambat. Masa ini
berakhir dengan Dekrit 5 Juli 1959, menandakan berakhirnya Demokrasi Parlementer
dan dimulainya demokrasi Terpimpin
Pada masa Demokrasi Terpimpin, peranan partai politik dikurangi, dan peran
presiden sangat kuat. Partai politik di masa ini dikenal dengan NASAKOM
(Nasional, Agama, dan Komunis), diwakili oleh PNI, NU dan PKI. Konsep Nasakom
diperkenalkan oleh Soekarno, yang menekankan adanya persatuan dari segala macam
ideologi masyarakat Indonesia untuk melawan kolonialisme, pemersatu bangsa untuk
revolusi rakyat. Pada Demokrasi Terpimpin, PKI memiliki peran yang sangat kuat.
Memasuki Orde Baru, partai politik bisa bergerak lebih leluasa dibanding saat
Demokrasi Terpimpin. Pada masa ini, muncul organisasi kekuatan politik baru, yaitu
Golkar (Golongan Karya). Golkar memenangkan pemilu 1971, sehingga
mendapatkan 236 kursi di DPR. Kemenangan ini disusul oleh NU, PNI, dan Parmusi
(Partai Muslim Indonesia).
Pada 1973 Soeharto mengeluarkan kebijakan fusi partai politik (penyederhanaan
partai politik), karena pada saat itu terjadi ketidakstabilan politik. Partai berkembang
sangat banyak, sehingga memunculkan banyak ideologi serta kepentingan politik.
NU, Parmusi, Partai Serikat Islam, dan Perti bergabung menjadi PPP (Partai Persatu
Pembangunan). PNI, Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik, Partai Murba, dan
Partai IPKI bergabung menjadi PDI (Partai Demokrasi Indonesia). Pada 1977 hanya
terdapat 3 organisasi kekuatan politik Indonesia (PPP, PDI, Golkar) yang terus
berlangsung hingga pemilu 1997. Setelah Soeharto turun dari jabatannya sebagai
presiden, pemilu dengan sistem multipartai kembali hingga saat ini.

4. Partai Politik Masa Kini (Reformasi)


Saat ini, ada banyak sekali partai politik yang berkembang di Indonesia.
Contohnya saja terdapat 17 partai politik nasional dan 6 partai politik lokal Aceh
yang akan mengikuti pemilu 2024. Berdasarkan Berita Acara Nomor:
310/PL.01.1-BA/05/2022 tentang Penetapan Nomor Urut Partai Politik Peserta
Pemilihan Umum, Partai-partai tersebut diantaranya PKB, Gerindra, PDIP, Golkar,
NasDem, Partai Buruh, Gelora, PKS, PKN, Hanura, Garuda, PAN, PBB, Demokrat,
PSI, Perindo, PPP, PNA, Partai Gabthat, PDA, Partai Aceh, PAS Aceh, dan SIRA
(Humas Sekretariat Kabinet RI, 2022).
Meski begitu, secara umum partai Indonesia dianggap masih mencari jati dirinya,
karena ideologi dan identitas para partai yang masih kurang kuat. Sangat sulit
membedakan partai-partai ndonesia selain mengklasifikasikan mereka ke dalam
kelompok agamis dan sekuler. Terkadang ada juga partai yang berusaha
menggabungkan kedua unsur ini, bisa kita lihat contohnya pada Partai Amanat
Nasional yang berusaha menggabungkan konsep nasionalis dengan kedekatannya
terhadap Muhammadiyah. Partai besar pun bisa kita lihat kelemahan ideologinya,
misalnya PDIP yang masih bergantung terhadap karisma Megawati, alih alih
menanamkan identitas dari partai itu sendiri kepada para pendukungnya.
Dilihat dari aspek organisasi fisik, partai partai Indonesia masih sangat lemah
karena ketika sedang tidak dalam masa pemilu, hanya partai partai besar yang masih
mampu eksis di masyarakat, sedangkan partai partai lain akan sepi dari aktivitas
politik. Hal ini disebabkan karena komitmen para pemimpin cabang partai,
ketersediaan dana untuk melakukan aktivitas politik (Djuyandi, 2017). Jika tidak
mampu melakukan aktivitas politik, partai akan kesulitan untuk menjalin hubungan
dengan anggota dan pendukungnya, sehingga akan timbul kemungkinan partai politik
tersebut vakum.
Dari segi rekrutmen, partai partai besar seperti PDIP dan Golkar biasanya kurang
mementingkan rekrutmen dan lebih mengandalkan suara yang mereka peroleh saat
pemilu terdahulu. Partai muda seperti PKS mampu melakukan rekrutmen dengan
baik, namun ada pula partai partai seperti PAN kesulitan untuk mempertahankan
eksistensinya. Mereka dapat bertahan dengan komitmen para kadernya, tetapi
aktivitasnya sangat terbatas sehingga tak mengherankan kalau mengejar selebritas
yang telah populer sebagai anggota legislatif mereka (Djuyandi, 2017).
Bagi partai politik, selain dukungan juga dibutuhkan kesabaran para pemilih
untuk memberikan kesampatan pada partai politik untuk belajar menjadi lebih baik.
Perjalanan partai Indonesia ke arah kemajuan masih panjang, dan partisipasi pemilih
diperlukan untuk menyeleksi para partai politik yang kurang efisien (Djuyandi, 2017).
G. Hasil Diskusi Kelas

1. Pada rekruitmen politk, disebutkan bahwa parpol pastinya membutuhkan kader-kader


yang berkualitas. Menurut kalian, definisi dari kaderisasi sendiri itu apa?

Kaderisasi adalah sebuah proses penurunan nilai melalui pelatihan dan pendidikan
khusus yang bertujuan mempertahankan kelangsungan sebuah lembaga atau
organisasi dengan meregenerasi kader-kader yang diharapkan dapat membawa
perubahan positif dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

2. Pada perkembangan partai politik pada masa reformasi (masa kini) dijelaskan bahwa
ada banyak partai politik di Indonesia dan yang eksis hanya partai besar aja, partai
lain sepi dari aktivitas politik. Kalau partai lain sepi dari aktivitas politik, mengapa
tidak dibubarkan saja? Kalo dibubarkan sistemnya bagamana, kalau tidak dibubarkan
apa alasannya?

● UU RI No.2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik, syarat pembentukan partai


politik:
a. Partai Politik didirikan dan dibentuk oleh paling sedikit 50 orang warga
negara Indonesia yang telah berusia 21 th dengan akta notaris
b. Pendirian dan pembentukan parpol menyertakan 30% keterwakilan
perempuan
c. Akta notaris harus memuat AD dan ART serta kepengurusan Partai Politik
tingkat pusat.
● Nah karena ketika akan membuat partai politik saja ada syaratnya, jadi kalau mau
bubar juga ada mekanisme legalnya juga, karena partai politik bersifat semi
terikat ke pemerintah
● Menurut UU RI No 2 th 2008 pasal 41 dijelaskan, pembubaran partai politik:
a. Membubarkan diri atas keputusan sendiri
Untuk membubarkan atas keputusan sendiri, kalau memang merasa
partainya udah gabisa bertahan karena sepi aktivitas politik, prosesnya harus
dilakukan berdasarkan AD dan ART.
Selain itu parpol itu bisa dibubarkan sama pemerintah kalo kehilangan
status hukumnya. jika tidak memenuhi persyaratan hukum yang diatur dalam
undang-undang. Contohnya, partai politik harus memiliki minimal 1.000
anggota di setiap provinsi dan minimal 20.000 anggota di seluruh Indonesia.
b. Menggabungkan diri dengan partai politik lain
c. Dibubarkan mahkamah Konstitusi
Jika partai politik melanggar peraturan yang sudah diberi MK, misalnya
mereka menyebarkan paham komunisme/Marxisme-Leninism
● Kalau semisal partai politiknya sudah tidak banyak aktivitas politik tapi
tidak/belum bubar, itu berarti antara karena mereka memang belum memenuhi
syarat bisa dibubarkan secara hukum, atau memang para pengurus dan anggota
partai ini masih mau “memperjuangkan” keberlangsungan partai, dan belum mau
membubarkannya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Almond, G. A. (1956). Southern Political Science Association Comparative Political


Systems. Source: The Journal of Politics, 18(3), 391–409.

Budiarjo, M. (2019). Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Djuyandi, Y. (2017). Pengantar Ilmu Politik (2nd ed.). Raja Grafindo persada.

Duverger, M. (1964). Political Parties: Their Organization and Activity in the Modern
State. London: Methuen.

Fadli, M. R., & Kumalasari, D. (2019). Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pada Masa
Pendudukan Jepang. Sejarah Dan Budaya : Jurnal Sejarah, Budaya, Dan
Pengajarannya, 13(2), 189. https://doi.org/10.17977/um020v13i22019p189-205

Humas Sekretariat Kabinet RI (2022, Desember 15). Inilah Nomor Urut Partai Politik
Peserta Pemilu 2024.
https://setkab.go.id/inilah-nomor-urut-partai-politik-peserta-pemilu-2024/

Labolo, M., & Teguh I. (2017). Partai politik dan sistem pemilihan umum di Indonesia :
teori, konsep dan isu strategi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Lijphart, A. (1989). Democratic political systems: Types, cases, causes, and consequences.
Journal of Theoretical Politics, 1(1), 33-48.

Plano, J. C., Riggs, R. E., & Robin, H. S. (1982). The dictionary of political analysis.
Santa Barbara, Calif : ABC-Clio.

Saputro, A. (2018). Agama Dan Negara : Politik Identitas Menuju Pilpres 2019. Asketik,
2(2), 111–120. https://doi.org/10.30762/ask.v2i2.912

Surbakti, R. (2007). Memahami tlmu politik. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Tim Prima Pena. (n.d.). Kamus besar bahasa Indonesia / Tim Prima Pena. Jakarta:
Gitamedia Press,.

Anda mungkin juga menyukai