Anda di halaman 1dari 11

PENDAHULUAN

Kekuatan politik merupakan aktor-aktor politik maupun lembaga-lembaga


yang memainkan peranan dalam kehidupan politik yang bertujuan untuk
mempengaruhi proses pengambilan keputusan politik.

Kekuatan-kekuatan politik berperan sebagai penopang sistem politik


melalui pengaruh terhadap pemerintahan. Kekuatan-kekuatan politik suatu negara
berbeda dengan kekuatan politik negara lain, tergantung corak sistem politik yang
digunakan.

Secara lugas dapat dikatakan bahwa kekuatan politik tersentral di fungsi


input oleh infrastruktur, maka kekuatan politik ini dapat berupa kekuatan formal
dan non formal.

Kekuatan politik Indonesia merupakan suatu daya yang dimiliki oleh


lembaga-lembaga di Indonesia dalam bidang politik. Kekuatan politik di
Indonesia telah memberikan kontribusi dalam membangun dan memberikan corak
pada sistem politik Indonesia.

Dalam perkembangan sistem politik Indonesia, telah banyak bermunculan


aktor maupun lembaga-lembaga yang menjadi kekuatan politik Indonesia. Aktor
maupun lembaga yang telah menjelma menjadi kekuatan politik tidak lain
merupakan tonggak perjuangan bagi pembangunan politik di Indonesia.

Jika dirincikan, maka jenis-jenis kekuatan politik ada tujuh, yakni: partai
politik, kelompok kepentingan, kelompok penekan, aktor politik, media massa,
organisasi keagamaan, serta birokrasi sipil dan militer.

Kesemua jenis kekuatan politik tersebut sudah pernah mengisi sistem


politik di Indonesia. Untuk lebih jelasnya, dalam makalah ini akan dibahas “Jenis
– Jenis Kekuatan Politik” secara singkat.
1. Partai Politik

Partai politik menjadi salah satu kekuatan politik karena merupakan sarana
bagi warga negara untuk turut serta atau berpartisipasi dalam proses pengelolaan
negara. Walaupun kehadiran partai politik dalam wacana ilmu politik masih relatif
muda, baru diperkenalkan pada abad 19 di negara-negara Eropa (Inggris, Perancis),
namun kehadiran partai politik itu penting sebgai bagian dari struktur politik.
Struktur politik pada umumnya terkait erat dengan sistem politik. Dalam konteks
ini, partai politik masuk dalam sistem politik yakni dalam proses input sebagai
infrastruktur politik dan sekaligus merupakan kekuatan politik. Menurut undang-
undang, partai politik adalah setiap organisasi yang dibentuk oleh WNRI secara
sukarela atas dasar persamaan kehendak untuk memperjuangkan kepentingan
anggotanya, bangsa dan negara melalui pemilu.

Adapun fungsi-fungsi partai politik adalah sebagai berikut:

1. Fungsi Artikulasi Kepentingan


Artikulasi kepentingan adalah suatu proses penginputan berbagai
kebutuhan, tuntutan, dan kepentingan melalui wakil-wakil kelompok yang
masuk dalam lembaga legislatif, agar kepentingan, tuntutan dan kebutuhan
kelompoknya dapat terwakili dan terlindungi dalam pembuatan kebijakan
public. Bentuk artikulasi paling umum disemua sistem politik adalah
pengajuan, permohonan, secara individual kepada anggota dewan
(legislatif),atau Kepala Daerah, Kepala Desa, dan seterusnya.

2. Fungsi Agregasi Kepentingan


Merupakan cara bagaimana tuntutan-tuntutan yang dilancarkan oleh
kelompok-kelompok yang berbeda, digabungkan menjadi alternatif-
alternatif pembuatan kebijakan publik.

3. Fungsi Sosialisasi Politik


Sosialisasi Politik merupakan suatu cara untuk memperkenalkan nilai-nilai
politik, sikap-sikap dan etika politik yang berlaku atau dianut oleh suatu
Negara. Pembentukan sikap-sikap politik atau untuk membentuk suatu
sikap keyakinan politik dibutuhkan waktu yang panjang melalui proses
yang berlangsung tanpa henti. Dimensi lain dari sosialisasi politik adalah
sebagai proses yang melalui masyarakat menyampaikan “budaya politik”
yaitu norma-norma dan nilai-nilai, dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Dengan demikian sosialisasi politik merupakan factor penting
dalam terbentuknya budaya politik (political culture) suatu bangsa.

4. Fungsi Rekrutmen Politik


Rekrutmen Politik adalah suatu proses seleksi atau rekrutmen anggota-
anggota kelompok untuk mewakili kelompoknya dalam jabatan-jabatan
administrative maupun politik. Setiap sistem politik memiliki sistem atau
prosedur-prosedur rekrutmen yang berbeda. Pola rekrutmen anggota partai
disesuaikan dengan sistem politik yang dianut. Fungsi ini berkaitan erat
dengan masalah seleksi kepemimpinan, baik kepemimpinan internal partai
maupun kepemimpinan nasional yang lebih luas. Untuk kepentingan
internalnya, setiap partai butuh kader-kader yang berkualitas, karena hanya
dengan kader yang demikian ia dapat menjadi partai yang mempunyai
kesempatan yang lebih besar untuk mengembangkan diri dan berpeluang
untuk mengajukan calon untuk masuk ke bursa kepemimpinan nasional.

5. Fungsi Komunikasi Politik


Merupakan salah satu fungsi yang dijalankan oleh partai politik dengan
segala struktur yang tersedia, mengadakan komunikasi informasi, isu dan
gagasan politik. Media-media massa banyak berperan sebagai alat
komunikasi politik dan membentuk kebudayaan politik.

Dalam menjalankan fungsi inilah partai politik sering disebut sebagai perantara
(broker) dalam suatu bursa ide-ide (clearing house of ideas). Kadang-kadang juga
dikatakan bahwa partai politik bagi pemerintah bertindak sebagai alat pendengar,
sedangkan bagi masyarakat sebagai “pengeras suara”. Dalam konteks ke-
Indonesia-an, partai politik merupakan salah satu kekuatan politik yang besar.
Bahkan, jatuh bangunnya perkembangan yang dialami bangsa Indonesia sejak
proklamasi sampai reformasi sekarang ini, tidak dapat dilepas dari peran partai
politik. Contoh partai politik yang ada di Indonesia adalah Gerindra, PDI
Perjuangan, GOLKAR, Nasdem, PAN.

2. Kelompok Kepentingan

Secara sederhana, kelompok kepentingan dapat diartikan sebagai organisasi


yang mempunyai kepentingan dan keinginan yang sama guna mempengaruhi
kebijakan pemerintah demi tercapainya tujuan. Selanjutnya Miriam Budiardjo
mengatakan bahwa karena beragamnya kelompok-kelompok kepentingan, Gabriel
A.Almond dan Bingham G.Powell membagi kelompok kepentingan dalam empat
kategori, yaitu:

1. Kelompok Anomi
Kelompok-kelompok ini tidak mempunyai organisasi, tetapi individu-
individu yang terlibat merasa mempunyai perasaan frustasi dan
ketidakpuasan yang sama. Kelompok kepentingan ini melakukan kegiatan-
kegiatan secara spontan dan hanya berlangsung seketika. Adapun Cara
mengartikulasi kepentingan berupa :

a. Demonstrasi
b. Kerusuhan
c. Memasang plakat
d. Coret-coretan

2. Kelompok Asosiasional
Organisasi-organisasi ini dibentuk dengan suatu tujuan yang eksplisit,
mempunyai organisasi yang baik dengan staf yang bekerja penuh waktu.
Kelompok kepentingan ini memiliki struktur organisasi yang formal. Di
Indonesia terdapat ikatan-ikatan semacam ini yang anggota-anggotanya
terdiri dari orang-orang yang menjalankan profesi yang sama, seperi Ikatan
Dokter Indonesia (IDI), dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
3. Kelompok Nonasosiasional
Kelompok kepentingan ini dapat dikatakan kurang terorganisir secara
rapih dan kegiatannya masih bersifat kadang-kadang saja. Keanggotannya
berdasarkan atas kepentingan-kepentingan hal serupa dan persamaan
dalam hal tertentu. Contoh di Indonesia sebagai berikut : persamaan dalam
hal:
a. Keturunan = trah-trah kadilangu, paguyuban
b. Kedaerahan = IKSS, (tiap daerah)

4. Kelompok Institusional
Kelompok kepentingan ini dibentuk berpangkal pada satu lembaga tertentu
dan bersifat formal, terorganisir secara rapi dan teratur. Di Indonesia
terdapat ikatan-ikatan atau perkumpulan-perkumpulan orang-orang yang
sama-sama bekerja pada satu lembaga. Contoh :

a. Dharma Wanita
b. Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI)

3. Kelompok Penekan

Kelompok penekan merupakan salah satu institusi politik yang dapat


dipergunakan oleh rakyat untuk menyalurkan aspirasi dan kebutuhannya dengan
sasaran akhir adalah untuk mempengaruhi atau bahkan membentuk kebijakan
pemerintah. Kelompok penekan dapat terhimpun dalambeberapa asosiasi yang
mempunyai kepentingan sama, antara lain :

a. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

b. Organisasi-organisasi sosial keagamaan

c. Organisasi kepemudaan

d. Organisasi Lingkungan Kehidupan


e. Organisasi pembela Hukum dan HAM

f. Yayasan atau Badan hukum lainnya,

Mereka pada umumnya dapat menjadi kelompok penekan dengan cara


mengatur orientasi tujuan-tujuannya yang secara operasional (melakukan
negosiasi) sehingga dapat mempengaruhi kebijaksanaan umum. Dalam realitas
kehidupan politik, kita mengenal berbagai kelompok penekan baik yang sifatnya
sektoral maupun regional. Tujuan dan target mereka biasanya bagaimana agar
keputusan politik berupa undang-undang atau kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah lebih menguntungkan kelompoknya (sekurang-kurangnya tidak
merugikan).

Kelompok penekan, kadang-kadang muncul lebih dominan dibanding


dengan partai politik, manakala partai politik peranannya tidak bisa lagi
diharapkan untuk mengangkat isu sentral yang mereka perjuangkan. Kondisi
inilah yang mendorong kelompok penekan tampil ke depan sebagai alternative
terkemuka. Proses demokratisasi di Indonesia sendiri sangat jelas didorong oleh
kelompok-kelompok penekan yang berasal dari beragam kalangan di masyarakat,
beberapa di antaranya adalah, lembaga-lembaga bantuan hukum, lembaga-
lembaga penelitian swadaya masyarakat, media massa, organisasi-organisasi
kemahasiswaan di lingkungan internal dan eksternal kampus, organisasi-
organisasi kepemudaan, lembaga-lembaga serikat buruh, partai-partai politik, dan
lain sebagainya. Jumlah kelompok penekan yang beragam ini dapat bertambah
banyak manakala setiap kelompok di masyarakat menyuarakan dan
memperjuangkan aspirasinya melalui asosiasi atau kelompok yang begitu bebas
didirikan dan begitu bebas bersuara.

4. Aktor Politik

Aktor politik adalah seseorang yang berkecimpung baik langsung maupun tidak
langsung dalam politik praktis. Aktor politik bisa saja dari partai politik maupun
dari lembaga kenegaraan. Bagi aktor-aktor politik itu sendiri, pengangkatan diri
mereka selalu melalui proses, yaitu :

a. Transformasi dari peranan-peranan non-politis kepada suatu situasi di


mana mereka menjadi cukup berbobot memainkan peranan-peranan politik
yang bersifat khusus.
b. Pengangkatan dan penugasan untuk menjalankan tugas-tugas politik yang
selama ini belum pernah mereka kerjakan, walaupun mereka telah cukup
mampu untuk mengemban tugas seperti itu. Proses pengangkatan itu
melibatkan baik persyaratan status maupun penyerahan posisi khusus pada
mereka.

Pada umumnya pengangkatan tokoh-tokoh politik akan memberikan angin


segar dalam memaparkan beberapa komponen perubahan dalam segala bentuk
dan menifestasinya. Pengangkatan tokoh-tokoh politik akan berakibat
terjadinya pergeseran di sektor infrastruktur politik, organisasi, asosiasi-
asosiasi, kelompok-kelompok kepentingan serta derajat politisasi dan
partisipasi masyarakat.

5. Media Massa

Media massa merupakan sebuah sarana yang paling mudah untuk


komunikasi baik dari pemerintah kepada masyarakat maupun sebaliknya.
Masyarakat dapat menyampaikan segala keluh kesah, pendapat, saran, kritik,
maupun aspirasi kepada media massa. Media massa memiliki pengaruh yang
cukup besar di dalam kehidupan politik. Informasi yang diberikan oleh pers
kepada pembaca, pemirsa, dan pendengar tidak hanya berisikan sesuatu yang
masuk dan berlalu begitu saja. Informasi itu dapat berpengaruh terhadap perilaku
politik seseorang, termasuk para pembuat kebijakan-kebijakan publik. Secara
langsung, media massa dapat memberikan kontrol atau penekanan-penekanan
kepada pemerintah berkaitan dengan isu-isu tertentu yang diberitakannya. Berikut
ini merupakan beberapa contoh media massa :
a. Media cetak : Surat kabar, Koran, tabloid, majalah.
b. Media elektronik : televisi, radio, internet

6. Organisasi Keagamaan

Munculnya kekuatan politik berbasis agama, atau menguatnya pengaruh


agama di dalam proses-proses politik, memang bukan khas yang terjadi di
Indonesia. Di negara-negara yang sebelumnya sangat sekuler seperti di Amerika
Serikat dan negara-negara eropa Barat, kecenderungan adanya interaksi yang
lebih besar antara agama dan negara juga terjadi. Kecenderungan tersebut tidak
terlepas dari fakta bahwa agama masih memiliki pengaruh yang cukup kuat di
dalam kehidupan masyarakat, tidak menghilang sebagaimana dikatakan oleh
penganut teori sekulerisasi.

Di dalam situasi seperti ini, terdapat politisi yang berusaha


mengartikulasikan dan mengagregasikan kepentingan-kepentingan para penganut
agama itu melalui proses-proses politik. Atau, paling tidak, para politisi itu
berusaha untuk menggunakan simbol-simbol keagamaan yang masih dianut oleh
anggota masyarakat untuk memperoleh dukungan politik. Di Indonesia,
munculnya politik aliran itu tidak saja terefleksi dari munculnya partai-partai
politik yang didasarkan atas agama tertentu. Pasca-pemerintahan Soeharto juga
mencatat semakin menguatnya kelompok-kelompok yang memperjuangkan nilai-
nilai Islam.

Kemunculan partai dan organisasi berbasis agama yang berseiring dengan


proses demokratisasi itu merupakan permasalahan tersendiri bagi perkembangan
demokrasi ke depan. Kemunculannya merupakan pertanda telah dibukanya keran
demokrasi. Tetapi, pada saat yang sama kemunculannya juga mengkhawatirkan
perkembangan demokrasi di Indonesia yang berkembang ke arah demokrasi
liberal dan berseiring dengan proses sekularisasi.
7. Birokrasi Sipil Dan Militer

Birokrasi sebagai kekuatan politik di indonesia adalah merupakan bagian


dari upaya untuk melangengkan hubungan antara pimpinan dengan birokrat itu
sendiri. Paradigma ini yang sering di temukan dalam pemerintahan dalam suatu
negara. Kemudian budaya politik yang ada di indonesia adalah budaya
paternalistik sehingga ketika pemimpin dari salah satu kelompok atau golongan
maka sudah otomatis secara struktural dan secara kultural penempatan
orang dalam birokrasi akan terlaksana seperti sistem kesukuan yang ada dalam
kepemimpinan tersebut.

Munculnya militer di panggung politik, sosial, dan ekonomi negara-negara


berkembang, berpangkal pada lemahnya pihak sipil untuk mengendalikan
kesemua unsur-unsur kehidupan masyarakat. Politisi sipil yang dengan relative
cepat dihadapkan kepada segala masalah seperti penyusunan suatu sistem politik
yang sama sekali lepas dari kekuasaan asing, mengorganisisr masyarakat yang
relatif tergesa-gesa berhadapan dengan tuntutan modernisasi, masih mencoba
model-model yang mungkin dipergunakan untuk melayani tuntutan-tuntutan
masyarakatnya sendiri. Begitu lepas dari penjajahan, negara-negara berkembang
mengalami fase percobaan untuk merealisisr demokrasi.

Sebagaimana terjadi di negara-negara lain, derajat keterlibatan militer di


dalam politik di Indonesia sangat dipengaruhi oleh corak sistem politik yang
berkembang. Ketika terjadi arus otoritarianisme, mulai 1957 sampai jatuhnya
pemerintahan Soeharto, keterlibatan militer di dalam politik sangat kental.
Kekentalan itu lebih terlihat lagi pada masa pemerintahan Soeharto karena secara
kelembagaan, militer merupakan bagian terpenting di dalam bangunan
pemerintahan orde Baru. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya tiga kekuatan
politik besar pada masa itu, yakni ABRI, Birokrasi, GOLKAR (ABG).
KESIMPULAN

Kekuatan politik merupakan aktor-aktor politik maupun lembaga-lembaga


yang memainkan peranan dalam kehidupan politik yang bertujuan untuk
mempengaruhi proses pengambilan keputusan politik. Dalam perannya sebagai
penopang sistem politik, kekuatan-kekuatan politik terdiri dari:

1. Partai Politik
2. Kelompok Kepentingan
3. Kelompok Penekan
4. Aktor Politik
5. Media Massa
6. Organisasi Keagamaan
7. Birokrasi Sipil Dan Militer
DAFTAR PUSTAKA

Budiardjo, Miriam. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Politik Edisi Revisi. Jakarta: PT


Gramedia Pustaka Utama.

Gaffar, Afar. 1999. Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Ismani. 2001. “Etika Birokrasi”. Jurnal Adminitrasi Negara Vol. II. No. 1.
September 2001 : 31 – 41.

Maliki, Zainuddin. 2000. Birokrasi, Militer, dan Partai Politik dalam Negara
Transisi. Yogyakarta: Galang Press.

Marijan, Kacung. 2010. Sistem Politik Indonesia (Konsolidasi Demokrasi Pasca-


Orde Baru). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sanit, Arbi. 2011. Sistem Politik Indonesia (Kestabilan, Peta Kekuatan Politik,
dan Pembangunan). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Sitepu, P. Anthonius. 2004. Transformasi Kekuatan-Kekuatan Politik (Suatu Studi


teori Kelompok dalam Konfigurasi Politik Sistem Politik Indonesia).
Jurnal Pemberdayaan Komunitas. Volume 3. Nomor 3.

Anda mungkin juga menyukai