Anda di halaman 1dari 6

Institusionalisasi Partai Politik Sebagai Upaya Penguatan Sistem

Demokrasi Pancasila

Oleh :

Dwi Fitri Ani (07021282227059)


Prodi S1 Sosiologi, Fakutas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sriwijaya

Pengertian Sistem Demokrasi Pancasila


Sistem demokrasi pancasila merupakan landasan konsep demokrasi di Indonesia yang
terdapat pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke 4. Secara ringkas dapat
diartikan sebuah demokrasi yang dilaksanakan berdasarkan musyawarah mufakat untuk
kesejahteraan rakyat, kebebasan berpendapat untuk setiap individu dijamin pada demokrasi
ini namun, harus disesuaikan dengan rasa tanggung jawab terhadap lingkungan sosial dan
tidak beersifat mutlak.

Sejak awal orde baru, Demokrasi pancasila dianggap sebagai demokrasi khas Bangsa
Indonesia. Demokrasi pancasila dijadikan sebagai trade mark rezim Orde baru yang isinya
adalah sesuai dengan UUD 1945 dalam pelaksanaannya mendapat banyak kritik dan menjadi
perdebatan ketika dihadapkan dengan makna hakiki dari sila keempat pancasila. Di sisi lain,
makna istilah “demokrasi” dan istilah “kedaulatan rakyat” atau “kerakyatan” dijadikan bahan
perdebatan. Sebagian orang menganggap demokrasi sama artinya dengan kedaulatan rakyat,
sementara sebagian yang lain menganggap berbeda artinya.

Kritik terhadap praktik demokrasi mulai muncul kembali pada pertengahan kedua era
reformasi. Kritik tersebut ada yang bertujuan untuk membangun dan memperbaiki kelemahan
yang ada maupun berujung sikap untuk kembali pada UUD 1945 sebelum perubahan, karena
sebagian masyarakat menganggap bahwa demokrasi di era reformasi sudah tidak sesuai dan
cenderung bertentangan dengan demokrasi pancasila.

Jadi sebenarnya apakah yang dimaksud dengan demokrasi pancasila? Jika hanya menjawab “
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”
menurut saya itu tidaklah cukup. Kondisi in dapat dijelaskan dengan prespektif lapisan nilai,
yaitu nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praksis. Pancasila adalah nilai dasar berdasarkan
kesepakatan bersama dan tidak dapat diubah. UUD 1945 adalah nilai instrumental yang
bersifat pilihan sistem sesuai dengan perkembangan zaman. Praktik politik adalah nilai
praksis yang sangat dinamis.

Oleh karena itu, dalam tulisan ini tidak menekankan dan mengklaim bahwa pikiran yang
dimuat adalah yang paling pancasila. Pemikiran institusionalisasi partai politik ditujukan
untuk mengembangkan demokrasi sesuai dengan hakikat demokrasi itu sendiri. Yakni, suatu
pemerintahan yang mendapatkan pengakuan dari rakyat demi kepentingan rakyat secara
keseluruhan. Pengakuan (legitimasi) dari rakyat tentunya didukung oleh pemahaman individu
setiap warga negara yang cenderung kepada kebaikan, tanggung jawab, dan memiliki
kebebasan untuk dasar nurani dan rasionalitas. Karena nurani dan rasionalitas sangat berperan
penting dan menjadi dasar dari adanya hikmat dan kebijaksanaan. Diharapkan hal ini selaras
dengan prinsip “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
pemusyawaratan perwakilan”.

Kita juga perlu menyadari bahwa sistem politik tidak sebatas pada sistem norma yag pada
dasarnya sebagai pengatur dalam perilaku politik. Tetapi juga dapat dipengaruhi oleh
perkembangan budaya dalam praktik politik oleh para pelaku politik.

Untuk itu, penguatan institusionalisasi partai politik yang demokratis dapat menguatkan
demokrasi pancasila. Pengaturan partai politik agar demokratis memang merupakan syarat
yang diperlukan, tetapi tidak dapat menjadi penentu.

Partai Politik Sebagai Badan Hukum Masyarakat


Sebagaimana menurut undang – undang nomor 2 tahun 2011 (UU Parpol)
menyatakan partai politik merupakan organisasi nasional dan dibentuk oleh sekelompok
warga negara Indonesia atas dasar kesamaan tujuan hidup dalam arti cita – cita dan kehendak
yang ingin digapai untuk memperjuangkan kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa
dan negara serta memperjuangan kedaulatan NKRI dengan berlandaskan Pancasila dan
Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Definisi ini diambil dari
realita partai politik yang merupakan perwujudan hak berserikat warga negara berdasarkan
keyakinan dan kepentingan politik yang menjadi penyelenggara kehidupan bernegara.

Dari definisi tersebut juga dapat disimpulkan partai politik sebagai badan hukum
memiliki 2 karakter berbeda jika dilihat dari pembentukan dan aktivitasnya, yakni partai
politik sebagai badan hukum privat apabila pembentuknya adalah perorangan warga negara,
dan partai politik sebagai badan hukum publik jika melihat pada wilayah dan aktivitas apa
yang dilakukan.

Partai politik merupakan instrumen bernegara yang memiliki hak dan kewenangan
tertentu bersifat eksklusif menjadi sarana bagi rakyat untuk ikut dan teelibat dalam kegiatan
perpolitikan negara seperti hak mengikuti pemilu, merekrut calon anggota lembaga
perwakilan rakyat, kepala daerah, bahkan calon presiden dan wakil presiden. Maka dari itu,
penulis mengira partai politik lebih mengarah ke badan hukum publik. Karena partai politik
menjalankan sebagian besar fungsi negara. Salah satunya yaitu, membantu dalam
pendidikan politik. Bahkan jika ditinjau dari UUD 1945 partai politik mmiliki hak dan
kewenangan tertentu sehingga dapat disebut sebagai organ konstitusi.

Hak dan kewenangan partai politik sebagai badan hukum publik juga dikaitkan
dengan hak negara untuk membuat peraturan dan melakukan pengawasan terhadap partai
politik. Kewenangan negara ini sesungguhnya juga ada pada badan hukum lain. Namun tentu
saja bentuk peraturan dan pengawasan harus dilakukan secara seimbang sehingga partai
politik tetap dapat menjalankan fungsinya dalam kerangka kehidupan berbangsa dan
bernegara yang demokratis, bukan berbalik ke arah yang buruk dan menjadi partai negara
yang bertentangan dengan demokrasi itu sendiri.

Doktrin Militant Democracy


Doktrin Militant Democracy diyakini bahwa berisi prinsip negara yang mewajibkan
seluruh rakyatnya untuk menjaga sistem demokrasi negara tersebut. Berdasarkan prinsip ini,
negara wajib mengambil tindakan tegas apabila ada suatu organisasi yang mengancam
kedaulatan sistem demokrasi, karena jika sistem demokrasi terancam dan menghilang dengan
sendirinya maka hal tersebut akan menghilangkan hak asasi manusia.

Doktrin ini dapat digunakan sebagai landasan atau keerangka pengaturan negara
terhadap partai politik di Indonesia. Karena pada dasarnya partai politik yang menjadi
instrumen demokrasi seharusnya memiliki sikap demokratis sebagai pendukung proses
pematangan dan pelestarian demokrasi pancasila di Indonesia. Sebaliknya jika dalam suatu
kelembagaan atau organiasi partai politik tidak bersifat demokratis dan tergolong anarkis,
tentu akan mengurangi kualitas demokrasi dalam penyelenggaraan berbanga dan bernegara.
Beberapa sifat anarkis partai politik yang perlu ditindaklanjuti melalui pengaturan dan
pengawasan antara lain:

1. Kecenderungan hubungan patrimonial oligaskis di dalam elit politik.


2. Money Politik internal partai politik.
3. Penanganan konflik di dalam partai itu sendiri tidak dilakukan sesuai mekanisme
aturan internal partai.

Dalam hal ini, negara memiliki kewenangan untuk membuat peraturan yang mewajibkan
partai politik untuk menerapkan beberapa ketentuan yang disepakati dan menjamin
demokratisasi internal partai politik. Selain itu, pengaturan partai politik harus sejalan dengan
ketatanegaraan Indonesia yang sesuai dengan Undang – Undang Dasar Tahun 1945,
terutama mengarah pada terbentuknya sistem multipartai sederhana yang sejalan dengan
sistem pemerintahan presidensial.

Berikut ini beberapa kententuan yang harus dilakukan untuk institusionalisasi partai
politik yang bersifat demokratis, antara lain

1. Partai politik diwajibkan mengadakan forum dengan inti pembahasan Anggaran Dasar
Partai Politik (AD) dan Anggaran Rumah Tangga Politik (ART) dan regenerasi
kepengurusan paling sedikit lima tahun sekali.
2. Menetapkan persyaratan yang harus dipenuhi oleh ketua umum partai politik yang
bertujuan untuk mendukung demokratisasi internal partai.
3. Menetapkan lama periode menjabat sebagai ketua umum partai politik.
4. Menetapkan kerangka struktur kepengurusan partai politik, termasuk di dalamnya
adanya Mahkamah Partai atau hal lain yang memiliki wewenang untuk menuntaskan
konflik internal partai
5. Aturan yang membahas pendanaan partai politik dan yang memegang tanggung
jawabnya. Karena pada hal ini partai politik membutuhkan kas internal dan sangat
tidak mungkin untuk mendirikan sebuah badan usaha karena akan menimbulkan
konflik kepentingan serta tidak dapat juga partai politik menggunakan kas/anggaran
negara karena hal tersebut akan menimbulkan ketidakadilan antar partai. Maka dari
itu partai politik perlu mendapatkan sponsor berupa dana baik dari anggota partai
maupun dari sumbangan.

Multi Partai Sederhana


Sistem multipartai secara historis beriringan dengan keanekaragaman budaya bangsa
Indonesia. Hal ini terbukti dari banyaknya partai politik yang ada sebelum kemerdekaan
maupun di awal kemerdekaan sebelum dilakukan penyerderhanaan paksa oleh Soekarno
sebagi upaya dari penerapan sistem demokrasi terpimpin. Namun, realitanya sistem
multipartai membawa dampak buruk bagi bangsa Indonesia kala itu, kestabilan pemerintahan
dan parlementer menjadi tidak terkontrol. Hal ini yang menjadi awal mula penyederhanaan
partai politik baik masa Orde Lama, Orde Baru, maupun era Reformasi.

Masa Orde Lama dan Orde Baru, dilakukan melalui penyederhanaan kebijakan negara
secara represif dengan pemerintah sebagai penentu meskipun dengan legitimasi ideologis.
Proses penyederhanaan pada kedua periode ini dilaksanakan tidak sejalan dan cenderung
bertentangan dengan demokrasi, khususnya masa Orde Baru yang melarang dibentuknya
partai politik baru. Pilihan ideologi adalah hak partai politik dan seharusnya negara tidak
dapat ikut campur dalam penentuan terseebut. Partai ideologis pun cenderung terkikis akan
realitas politik yang terjadi pada masyarakat yang memungkinkan partai politik tidak dapat
berdiri kokoh di atas ideologi tertentu untuk dapat meenjadi parta besar.

Pada era Reformasi penyederhanaan dilakukan secara terarah sesuai dengan prinsip
demokrasi supaya tidak melanggar hak kebebasan berserikat. Dengan harapan melalui
penentuan syarat pembentukan, mekanisme verifikasi administrasi dan faktual, besaran wakil
dan daerah pemilihan, seerta ketentuan electoral treshold atau parliametary treshold.

Pada Undang – Undang nomor 10 Tahun 2008 tentang pemilu yang mengadopsi
ketentuan parliamentary treshold menggantikan ketentuan electoral treshold yang dianut pada
UU Pemilu sebelumnya. Perubahan tersebut mengakibatkan penyederhanaan yang sudah
mulai berhasil dilakukan dan kembali ke titik awal karena adanya ketentuan peralihan yang
memberikan hak pada semua parpol yang memiliki kursi DPR dan putusan MK yang
memberikan hak pada semua partai politik yang lolos verifikasi untuk mengikuti Pemilu
2009.

Dari hal ini menunjukan bahwa partai politik yang tidak masuk kualififasi atau gagal
dikenal di dunia politik termasuk dalam artian gagal memperoleh kursi DPR, tetap dapat
mengikuti pemilu berikutnya. Ketetuan ini jelas tidak beriringan dengan keinginan
membentuk sistem multipartai sederhana karena partai politik peserta. Pemilu kemungkinan
besar tidak akan berkurang pada Pemilu berikutnya, tetapi malah semakin bertambah dan
bertambah.
Untuk mendukung langkah penyederhanaan kepartaian menuju sistem multipartai
sederhana, dapat diterapkan mekanisme pembubaran partai politik yang tidak lolos
kualifikasi tersebut. Karena pada dasarnya organisasi partai politik dibentuk untuk menjadi
jalan antara rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dengan organisasi negara dan
pemerintahan. Maka dari itu untuk dapat mejalankan tugas tersebut dengan maksimal,
dukungan pemilih terhadap partai yang dialihkan menjadi jumlah wakil rakyat adalah
kekuatan utama yang harus dimiliki. Tanpa kekuatan itu, partai tidak dapat berpeeran dalam
pembuatan keputusan – keputusan penting kenegaraan. Partai yang tidak lolos kualifikasi
tersebut diharapkan hanya dapat berperan di sektor lain kenegaraan seperti kelompok
masyarakat lain yang pendapatnya dapat dilihat sebagai bagian dari aspirasi masyarakat
(representation in ideas).
REFERENSI
SULAKSONO, Tunjung, Dr. I Ketut Putra ErawanMA et 2004 “INSTITUSIONALISASI
INTERNAL PARTAI – PARTAI POLITIK D INDONESIA”

http://etd.repository.ugm.ac.id/penelitian/detail/36007

Rahmat Hidayat, Andi, “INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK.” 2013

https://core.ac.uk

Zubaidi, Ahmad, “LANDASAN AKSIOLOGI PEMIKIRAN BUNG HATTA


TENTANG DEMOKRASI.” Dalam Jurnal Filsafat, No. 2 tahun 2011, Fakultas
Filsafat UGM, Yokyakarta.

https://jurnal.ugm.ac.id

Anda mungkin juga menyukai