Anda di halaman 1dari 4

Analisis Partai Politik Indonesia

Partai politik adalah salah satu komponen yang penting di dalam dinamika perpolitikan sebuah
bangsa. Partai politik dipandang sebagai salah satu cara seseorang atau sekelompok individu
untuk meraih kekuasaan, argumen seperti ini sudah biasa kita dengar di berbagai media massa
ataupun seminar-seminar yang kita ikuti khususnya yang membahas tentang partai politik.
Dalam tema kali ini saya ingin menganalisa fenomena partai politik dalam kancah perpolitikan
nasional antara yang seharusnya terjadi dan yang senyatanya terjadi.
Di Indonesia partai politik menjadi alat untuk menjembatani para elit politik untuk mencapai
kekuasaan politik dalam negara. Biasanya partai politik ini adalah organisasi yang mandiri dalam
hal finansial, memiliki platform atau haluan politik tersendiri, mengusung kepentingan-
kepentingan kelompok dalam urusan politik, dan turut menyumbang political development
sebagai suprastruktur politik.
Menurut Mac Iver, partai politik adalah suatu perkumpulan terorganisasi untuk menyokong
suatu prinsip atau kebijaksanaan, yang oleh perkumpulan itu diusahakan dengan cara-cara yang
sesuai dengan konstitusi atau UUD agar menjadi penentu cara melakukan pemerintahan.
Perkumpulan-perkumpulan itu diadakan karena adanya kepentingan bersama. Oleh karena itu,
seringkali suatu perkumpulan atau ikatan diadakan untuk memenuhi atau mengurus
kepentingan bersama dalam masyarakat. Selainmempunyai kepentingan bersama, suatu
perkumpulan khususnya partai politik, akan muncul karena anggota-anggotanya mempunyai
orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama.
Ada pula Roger F Saltou yang mendefinisikan partai politik sebagai kelompok warga negara
yang sedikit banyak terorganisasikan, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan dengan
memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih, bertujuan untuk menguasai pemerintahan dan
menjalankan kebijakan umum yang mereka buat. Mengacu pada dua definisi di atas maka
dapat disimpulkan bahwa partai politik merupakan hasil pengorganisasian dari sekelompok
orang agar memperoleh kekuasaan untuk menjalankan program yang telah direncanakan.
Partai politik mempunyai posisi (status) dan peranan (role) yang sangat penting dalam setiap
sistem demokrasi. Partai memainkan peran penghubung yang sangat strategis antara proses-
proses pemerintahan dengan warga negara. Bahkan banyak yang berpendapat bahwa partai
politiklah yang sebetulnya menentukan demokrasi, seperti dikatakan oleh Schattscheider
(1942), “Political parties created democracy”. Karena itu, partai merupakan pilar yang sangat
penting untuk diperkuat derajat pelembagaannya (the degree of institutionalization) dalam
setiap sistem politik yang demokratis. Bahkan, oleh Schattscheider dikatakan pula, “Modern
democracy is unthinkable save in terms of the parties”.
Jadi secara gamblang partai politik bisa berarti organisasi politik yang menjalani ideologi
tertentu atau dibentuk dengan tujuan khusus. Dalam bahasa yang lain partai politik bisa berarti
kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita
cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut
kedudukan politik (biasanya) dengan cara yang konstitusional untuk melaksanakan kebijakan-
kebijakan mereka.
Fungsi Partai Politik

Pada umumnya, para ilmuwan politik biasa menggambarkan adanya 4 (empat) fungsi partai
politik. Keempat fungsi partai politik itu menurut Miriam Budiardjo, meliputi sarana: (i) sarana
komunikasi politik, (ii) sosialisasi politik (political socialization), (iii) sarana rekruitmen politik
(political recruitment), dan (iv) pengatur konflik (conflict management).Dalam istilah Yves Meny
dan Andrew Knapp, fungsi partai politik itu mencakup fungsi (i) mobilisasi dan integrasi, (ii)
sarana pembentukan pengaruh terhadap perilaku memilih (voting patterns); (iii) sarana
rekruitmen politik; dan (iv) sarana elaborasi pilihan-pilihan kebijakan;
Keempat fungsi tersebut sama-sama terkait satu dengan yang lainnya. Sebagai sarana
komunikasi politik, partai berperan sangat penting dalam upaya mengartikulasikan kepentingan
(interests articulation) atau “political interests” yang terdapat atau kadang-kadang yang
tersembunyi dalam masyarakat. Berbagai kepentingan itu diserap sebaik-baiknya oleh partai
politik menjadi ide-ide, visi dan kebijakan-kebijakan partai politik yang bersangkutan. Setelah
itu, ide-ide dan kebijakan atau aspirasi kebijakan itu diadvokasikan sehingga dapat diharapkan
mempengaruhi atau bahkan menjadi materi kebijakan kenegaraan yang resmi.
Terkait dengan komunikasi politik itu, partai politik juga berperan penting dalam melakukan
sosialisasi politik (political socialization). Ide, visi dan kebijakan strategis yang menjadi pilihan
partai politik dimasyarakatkan kepada konstituen untuk mendapatkan ‘feedback’ berupa
dukungan dari masyarakat luas. Terkait dengan sosialisasi politik ini, partai juga berperan
sangat penting dalam rangka pendidikan politik. Partai lah yang menjadi struktur-antara atau
‘intermediate structure’ yang harus memainkan peran dalam membumikan cita-cita
kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara.

Misalnya, dalam rangka keperluan memasyarakatkan kesadaran negara berkonstitusi, partai


dapat memainkan peran yang penting. Tentu, pentingnya peran partai politik dalam hal ini,
tidak boleh diartikan bahwa hanya partai politik saja yang mempunyai tanggungjawab eksklusif
untuk memasyarakatkan UUD. Semua kalangan, dan bahkan para pemimpin politik yang duduk
di dalam jabatan-jabatan publik, khususnya pimpinan pemerintahan eksekutif mempunyai
tanggungjawab yang sama untuk itu. Yang hendak ditekankan disini adalah bahwa peranan
partai politik dalam rangka pendidikan politik dan sosialisasi politik itu sangat lah besar.
Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen politik (political recruitment). Partai
dibentuk memang dimaksudkan untuk menjadi kendaraan yang sah untuk menyeleksi kader-
kader pemimpin negara pada jenjang-jenjang dan posisi-posisi tertentu. Kader-kader itu ada
yang dipilih secara langsung oleh rakyat, ada pula yang dipilih melalui cara yang tidak langsung,
seperti oleh Dewan Perwakilan Rakyat, ataupun melalui cara-cara yang tidak langsung lainnya.
Tentu tidak semua jabatan yang dapat diisi oleh peranan partai politik sebagai sarana
rekruitmen politik. Jabatan-jabatan profesional di bidang-bidang kepegawai-negerian, dan lain-
lain yang tidak bersifat politik (poticial appointment), tidak boleh melibatkan peran partai
politik. Partai hanya boleh terlibat dalam pengisian jabatan-jabatan yang bersifat politik dan
karena itu memerlukan pengangkatan pejabatnya melalui prosedur politik pula (political
appointment).
Untuk menghindarkan terjadinya percampuradukan, perlu dimengerti benar perbedaan antara
jabatan-jabatan yang bersifat politik itu dengan jabatan-jabatan yang bersifat teknis-
administratif dan profesional. Di lingkungan kementerian, hanya ada 1 jabatan saja yang
bersifat politik, yaitu Menteri. Sedangkan para pembantu Menteri di lingkungan instansi yang
dipimpinnya adalah pegawai negeri sipil yang tunduk kepada peraturan perundang-undangan
yang berlaku di bidang kepegawaian.
Jabatan dibedakan antara jabatan negara dan jabatan pegawai negeri. Yang menduduki jabatan
negara disebut sebagai pejabat negara. Seharusnya, supaya sederhana, yang menduduki
jabatan pegawai negeri disebut pejabat negeri. Dalam jabatan negeri atau jabatan pegawai
negeri, khususnya pegawai negeri sipil, dikenal adanya dua jenis jabatan, yaitu jabatan
struktural dan jabatan fungsional.
Untuk pengisian jabatan atau rekruitmen pejabat negara/kenegaraan, baik langsung ataupun
tidak langsung, partai politik dapat berperan. Dalam hal ini lah, fungsi partai politik dalam
rangka rekruitmen politik (political recruitment) dianggap penting. Sedangkan untuk pengisian
jabatan negeri seperti tersebut di atas, partai sudah seharusnya dilarang untuk terlibat dan
melibatkan diri.
Fungsi keempat adalah pengatur dan pengelola konflik yang terjadi dalam masyarakat (conflict
management). Seperti sudah disebut di atas, nilai-nilai (values) dan kepentingan-kepentingan
(interests) yang tumbuh dalam kehidupan masyarakat sangat beraneka ragam, rumit, dan
Fenomena Partai Politik di Indonesia Pasca Reformasi
Di era reformasi dimana keran kebebasan kembali dibuka setelah lama dipasung ketika masa
Orde Baru berlangsung membuat banyak partai politik menjadi meningkat dalam hal jumlah.
Diakui atau tidak dalam era sekarang ini sistem yang menganut jumlah partai yang banyak
(multipartai) membuat kinerja negara yang menganut sistem presidensil menjadi tidak efektif.
Hal itu, terbukti dalam pemerintahan yang terbentuk di masa reformasi, mulai dari
pemerintahan BJ. Habibie, pemerintahan Abdurrahman Wahid, dan pemerintahan Megawati
sampai ke pemerintahan SBY jiilid 1 maupun jilid 2 dewasa ini. Keperluan mengakomodasikan
kepentingan banyak partai politik untuk menjamin dukungan mayoritas di parlemen sangat
menyulitkan efektifitas pemerintahan, termasuk pemerintahan SBY-Boediono yang ada
sekarang.
Partai baru banyak bermunculan dengan wajah-wajah lama dari era perpolitikan terdahulu atau
bahkan merupakan sosok yang “dibuang” dari partai sebelumnya. Dalam hal ini saya
mencontohkah Partai Hanura dan Gerindra, dimana partai ini juga termasuk partai baru yang
cukup sukses didalam pemilu tahun 2009. Partai politik yang tergolong baru juga tergolong
mempunyai kans yang kuat untuk meraih massa dengan pandangan baru yang
mengatasnamakan kekecewaan publik terhadap kinerja parta politik yang ada saat ini, karena
memang sulit dibantah keadaan partai politik yang ada saat ini semakin membuat publik kurang
percaya dengan kredibilitas partai yang ada mengingat banyaknya kasus yang membelit satu
per satu partai yang ada saat ini.
Selain itu ada semacam trend fenomena yang terjadi dalam era reformasi sekarang ini dimana
banyak kita temukan antara lain Politkus“Bajing Loncat”atau Kutu Loncat. Sering kita temukan
beberapa politkus yang pindah-pindah partai menurut selera dan analisis mereka terhadap
peluang yang dapat diraih untuk mencapai karier dalam dunia politik.Partai politik berganti-
ganti nama. Beberapa partai politik harus mengganti namanya untuk membedakan ketua
umum dan partai tersebut dengan rival politiknya dalam partai induk (sebelumnya).
·Partai politik mengusung nilai-nilai keagamaan. Apapun dilakukan untuk menjadi “kendaraan”
politik agar tujuan mendominasi kekuasaan mencapai sasaran.
·Politikus yang indisipliner semakin merajalela dan tak terkendali lagi keberaniannya. Mereka
`kini berani terang-terangan membohongi rakyat yang mempercayainya dan memberi amanah
untuk menyampaikan pesan dan aspirasi sebagaimana yang dijanjikan dalam sumpah jabatan
dan selama pemilihan menuju karir politiknya.
·Konsentrasi politkus kita kebanyakan mengurusi obyek-obyek yang memberikan pemasukan
ketimbang mengutamakan visi dan misi yang dibebankan kepadanya sebelum mereka
mencapai posisi tersebut. Proses tercetaknya kader secara instan dan sistem rekrutmen calon
politikus dan diplomat akhir-akhir ini ditengarai sebagai kontributor utama menghasilkan
“rombongan” politikus bermasalah di negeri ini.
Terjadinya perpindahan kader dari satu partai ke partai lainnya menunjukan pola penerimaaan
kader partai di Indonesia masih sangat lemah. Boleh dikatakan bahwa partai belum memiliki
sistem penerimaan kader partai yang baik. Pola penerimaan kader yang harus dimulai dari
bawah dan dilanjutkan dengan pendidikan kepartaian yang berkesinambungan sering
terabaikan. Pada sisi lain masuknya orang kesatu partai tidak jarang karena ingin mendapat
perlindungan baik itu bisnis ataupun jabatan. Akibatnya kader yang masuk dengan murni dan
mengawali dari tingkat paling rendah serta memiliki kapabilitas yang tinggi sering terabaikan,
karena kesempatan mereka telah direbut oleh kader “kutu loncat”.

Anda mungkin juga menyukai