Partai politik merupakan sebuah organisasi yang menjalani sebuah ideologi
tertentu atau dibentuk dengan tujuan umum. Partai politik dapat juga dikatakan suatu kelompok yang telah teroganisir dengan anggota-anggotanya yang mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Partai politik juga bisa didefinisikan sebagai perkumpulan yang memiliki asas yang sama, sehaluan di bidang politik, baik yang berdasarkan partai kader atau struktur kepartaian yang dimonopoli oleh sekelompok anggota partai yang terkemuka. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik. Hal ini biasanya dilakukan dengan cara konstitusional, untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka. Jadi bisa dikatakan, fungsi partai politik adalah sebagai sarana pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas.
Partai Politik di Indonesia
Partai politik di Indonesia sendiri adalah organisasi yang sifatnya nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga Indonesia secara sekarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan Negara. Selain itu, untuk memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pengertian ini tercantum di dalam Pasal 1 Ayat 1 Undang-undang No. 2 tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Nah, untuk melakukan Pemilihan Umum, partai politik sendiri wajib memenuhi persyaratan tertentu yang telah ditetapkan oleh Undang-undang. Selanjutnya, Komisi Pemilihan Umum akan melakukan proses verifikasi. Proses verifikasi sendiri terdiri dari dua tahap, yaitu verifikasi administrasi dan verifikasi faktual. Melalui definisi yang telah dijelaskan tersebut, dapat dilihat bahwa tujuan dari dibentuknya partai politik adalah untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan Negara, serta memelihara keutuhan Negara Indonesia. Di samping itu, fungsi partai politik sebagai pilar demokrasi juga perlu ditata dan disempurnakan dengan diarahkan pada dua hal utama, seperti yang dijelaskan di Penjelasan Umum Undang-undang 2/2011. Indonesia sebagai Negara demokrasi selalu menyimpan berbagai masalah mulai dari perbedaan dan persaingan. Masalah seperti itu tidak dapat dipungkiri juga menyerang negara-negara di dunia yang menganut sistem demokrasi. Oleh karena itu, partai politik dengan segala perannya, mulai dari menjadi perantara antara masyarakat dan pemerintah, sebagai sarana partisipasi politik, pengatur konflik, hingga kontrol atas kebijakan-kebijakan pemerintah, dapat melaksanakan tugas-tugasnya sebagaimana mestinya. Hal ini dilakukan untuk mencapai keseimbangan dalam menjalankan segala kegiatan politik dalam berbangsa dan bernegara. Politik sebagai sarana sosialisasi dan membangun komunitas 1. Sarana Komunitas Politik Dalam sistem demokrasi yang dimiliki seperti Indonesia ini, fungsi partai politik adalah untuk menyalurkan berbagai macam suara maupun aspirasi masyarakat agar sampai ke pemerintah. Selain itu, partai politik juga berfungsi untuk menyebarluaskan keputusan dan kebijakan-kebijakan pemerintah. Maka dalam hal ini fungsi partai politik berperan sebagai perantara antara pemerintah dan masyarakat. Jika partai politik tidak berfungsi demikian, maka akan terjadi ketimpangan dan penyalahgunaan partai politik untuk kepentingan kelompok maupun golongan. 2. Sarana Sosialisasi Politik Partai politik juga berperan sebagai sarana sosialisasi politik. Di dalam ilmu politik, sosialisasi politik diartikan sebagai proses dimana seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik, yang umumnya berlaku dalam masyarakat di mana ia berada. Sosialisasi politik dapat membentuk budaya politik suatu negara. 3. Sarana Rekrutmen Politik Fungsi partai politik lainnya adalah sebagai wadah untuk menampung dan penyeleksian kader-kader politik yang nantinya akan meneruskan kepemimpinan suatu pemerintahan dengan jabatan tertentu. Partai politik memperluas perannya dalam membuka kesempatan bagi warga negara untuk turut serta berpartisipasi politik dalam suatu negara. Partai politik senantiasa melahirkan kader-kader yang potensial dalam setiap perkembangannya dalam persaingan perpolitikan. Hal itu dilakukan dengan merekrut anggota-anggota muda yang berbakat dan memberikan pembekalan kader-kader muda. Politik sebagai sarana berpartisipasi dan pengatur konflik 4. Sarana Pengatur Konflik Dalam suatu negara demokrasi seperti Indonesia, perbedaan pendapat tentunya menjadi hal yang wajar. Ragam suku, etnis, budaya, status sosial, dan lain-lain tentunya tidak jarang menimbulkan berbagai permasalahan yang dapat mengancam persatuan bangsa, maka dari itu partai politik dituntut untuk dapat mengatasi masalah-masalah tersebut, minimal dapat meredakan dan menjadi penengah antara pihak yang bertikai. Perbedaan dan persaingan ini selalu menjadi hal yang harus ditangani partai politik sebagai wujud perdamaian politik suatu negara. Fungsi partai politik harus mampu menciptakan suasana harmonis diantara kalangan masyarakat serta mencontohkan persaingan-persaingan sehat dalam mencapai tujuan. 5. Sarana Kontrol Politik Fungsi partai politik di Negara demokrasi seperti ini adalah untuk membantu mengingatkan dan meluruskan kebijakan-kebijakan pemerintah. Karena dalam menetapkan keputusan-keputusan maupun kebijakam terkadang terjadi kesalahan maupun kekeliruan yang tidak sesuai dengan kepentingan masyarakat. Disinilah fungsi partai politik sangat dibutuhkan. Kontrol kebijakan dilakukan untuk membatasi kesewenang-wenangan pemerintah yang dapat merugikan rakyat. Selain itu, partai politik juga melakukan pengawasan serta pertinjauan terhadap pelaksanaan jalannya kepemerintahan agar dapat berjalan baik sebagaimana mestinya.
6. Sarana Pertisipasi Politik
Partai politik berfungsi untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan pemerintah. Hal tersebut dikarenakan partai politik menerima dan menampung aspirasi masyarakat dalam melaksanakan pembangunan nasional. Negara dengan sistem demokrasi tentunya membutuhkan peran partai politik sebagai penampung suara masyarakat untuk disalurkan kepada pemerintah. Tanpa adanya partisipasi ataupun keterlibatan partai poltik, kebijakan-kebijakn yang dibuat pemerintah tentunya tidak dapat di ubah jika tidak sesuai dengan kondisi masyarakat. Kondisi Demokrasi Indonesia Beberapa kecenderungan inti post-democracy di atas pada umumnya terjadi di Indonesia. Inilah yang menyebabkan secara substansi demokrasi kita menjadi elitis dan dikangkangi oleh kekuatan oligarki yang sulit ditandingi. Ini terjadi baik pada level nasional maupun lokal. Dengan kondisi demikian, munculah sebuah demokrasi tanpa demos. Fenomena ini bukan hanya terjadi pada saat ini, namun telah memiliki gejala-gejala sejak awal reformasi. Tercermin dari berbagai istilah yang diberikan oleh beberapa pemerhati politik Indonesia, seperti “Delegative Democracy” (Slatter 2004), “Patrimonial Democracy” (Weber 2006), “Patronage Democracy” (Klinken 2009), “Political Cartel” (Ambardi 2009), “Clientelism” (Aspinal dan Berenschot 2019; Rahmawati 2018), dan “Oligarchy” (Bunte and Ufen 2009, Hadiz and Robison 2004, Winters, 2011). Secara spesifik setidaknya ada sebelas karakteristik demokrasi di Indonesia saat ini yang mencerminkan demokrasi tanpa demos itu. Pertama, lemahnya pelaksanaan checks and balances. Ini terlihat dari lemahnya peran partai, DPR, kehakiman, dan lain sebagainya di hadapan eksekutif. Kedua, meredupnya sikap kritis civil society, baik pers, LSM, akademisi, dan sebagainya sebagai mitra pemerintah; dan pembungkaman kalangan aktivis-kritis. Akibatnya, demokrasi kita sejatinya tengah tumbuh dalam “tanah yang gersang”. Ketiga, kepemimpinan nasional tidak membawa pencerahan/pendewasaan berpolitik. Para elite juga tidak cukup berhasil dalam memelihara soliditas masyarakat, menghindari personifikasi politik, dan mendorong demokrasi substansial-rasional. Inilah yang akhir-akhir ini menjadi pendorong berkembangnya pembodohan politik dan manipulasi kepentingan serta pembelahan politik. Keempat, lemahnya penerapan nilai-nilai demokrasi, baik pada level elite ataupun masyarakat, seiring dengan meningkatnya oportunisme di kalangan elite dan meredupnya pendidikan politik serta melemahnya ekonomi masyarakat. Kelima, penegakan hukum yang tebang pilih. Kedekatan dengan rezim akan membawa keuntungan tersendiri dalam dunia hukum kita. Selain itu, ada kecenderungan menerabas aturan yang terlihat pada aturan-aturan kekinian, termasuk omnibus law. Keenam, memudarnya partisipasi rakyat yang otonom dan genuine. Ini ditandai dengan maraknya politik uang, manipulasi informasi, dan beroperasinya buzzer secara masif. Ketujuh, pelemahan kebebasan berekspresi demi stabilitas politik yang ditandai dengan meningkatnya pendekatan keamanan dan kriminalisasi. Kedelapan, terjadinya “de-demokratisasi internal” pada lembaga-lembaga politik, terutama partai yang justru menyuburkan nilai-nilai anti-demokrasi dan meningkatkan personifikasi lembaga demokrasi. Kesembilan, pelaksaana pemilu dan pilkada yang sarat dengan manipulasi dan politik uang. Uang demikian bermakna dan menentukan (money talks and decides). Akibat situasi ini, muncul fenomena yang disebut sebagai “votes without voice”. Kesepuluh, repolitisasi birokrasi dan aparat untuk kepentingan penguasa, terutama dalam kontestasi elektoral. Kesebelas, terjadinya diskriminasi politik atas nama SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan) dan rasa kedaerahan. Dengan kesebelas karakteristik itu, tidak mengherankan jika nilai demokrasi Indonesia menjadi jeblok. Dari hasil studi Economist Intelligence Unit (EIU), dalam dua tahun terakhir ini, di kawasan Asia Tenggara Indonesia berada di peringkat 3, di bawah Malaysia dan Filipina, dengan kategori sebagai “flawed democracy” (demokrasi yang cacat).
Tabel 1 Peringkat Kualitas Demokrasi Indonesia Tahun 2019
Sumber: EIU Index 2019
Sementara menurut Freedom House, Indonesia sudah masuk negara dalam kategori partly free, dan status ini sudah berlangsung cukup lama. Secara umum beberapa kajian terkini juga menyebutkan Indonesia sebagai negara yang tidak murni demokrasi atau demokrasi sebatas prosedur saja.
WAMIL KOREA
Personel Boyband K-pop Super Junior, Leeteuk saat mengikuti wajib militer.
Korea Selatan mewajibkan warga negara laki-lakinya yang berusia 18 hingga 28
tahun untuk mengikuti wajib militer selama 2 tahun. Korea Selatan adalah salah satu dari sedikit negara yang memberlakukan wajib militer kepada warga laki-lakinya. Kini, setelah 65 tahun berakhirnya perang Korea, bagi setiap warga laki-laki di Korea Selatan yang bertubuh sehat dan berusia antara 18 hingga 28 tahun diwajibkan melaksanakan wajib militer selama kurang lebih 2 tahun, demikian seperti dilansir SBS.Com. Undang- undang pendaftaran militer sendiri telah mengalami perubahan pada 2018. Di mana usia maksimum seorang laki-laki Korea dapat menunda layanan wajib militer telah dikurangi dua tahun, yang awalnya 30 tahun, kini menjadi 28 tahun, dan mulai berlaku pada 1 Agustus 2018. Setelah peraturan ini dibuat, laki-laki di Korea Selatan yang berusia lebih dari 28 tahun tidak dapat lagi menunda pendaftaran wajib militernya karena alasan seperti sedang sekolah pascasarjana, saudara kandungnya juga berada di militer, atau sedang menjadi ambassador tertentu. Selain itu, batasan perjalanan internasional untuk laki-laki menjadi 25-27 tahun saja. Selama itu, mereka hanya diizinkan melakukan lima perjalanan internasional, dengan masing-masing perjalanan maksimal selama 6 bulan, dan total perjalanan tidak boleh melebihi 25 bulan. Alasan yang mendasari kenapa warga laki-laki di Korea Selatan harus menjalani wajib militer adalah terdapat ancaman berkelanjutan dari Korea Utara terhadap Korea Selatan mengenai serangan senjata nuklir. Mengingat bahwa konflik Korea di tahun 1950-1953 berakhir dengan gencatan senjata dan bukannya perjanjian damai, membuat kedua negara tersebut masih bersitegang, demikian dilansir South China Morning Post. Wajib militer ini bertujuan untuk mempertimbangkan situasi keamanan di Korea Selatan pasca terpecahnya semenanjung Korea menjadi dua bagian, yaitu Korea Utara dan Korea Selatan. Sedangkan, beberapa divisi yang bisa dimasuki untuk pelatihan wajib militer sendiri adalah Angkatan Darat (21 bulan), Angkatan Udara (24 bulan), dan Angkatan Laut (23 bulan). Selain itu, peserta wajib militer juga bisa memilih bertugas sebagai polisi (21 bulan), atau sebagai pemadam kebakaran (23 bulan), demikian dilansir The Korea Herald. Akan tetapi, baru-baru ini, presiden Korea Selatan, Moon Jae In memiliki rencana untuk mengurangi durasi wajib militer di Angkatan Darat dari 21 bulan menjadi 18 bulan pada tahun 2022. Hal tersebut didasari oleh usaha Korea Selatan untuk meredakan ketegangan lintas perbatasan setelah KTT antar-Korea yang dilaksanakan pada April dan Mei 2018 lalu. Jika rencana ini bisa diterapkan, maka pengurangan durasi tersebut akan berlaku untuk peserta yang masuk wajib militer di Angkatan Darat tahun 2020.