Anda di halaman 1dari 5

BANGGA JADI FARMASI

Pertama definisi dari sehat ialah menurut UU No. 23 Tahun 1992 dan dimuat lagi
pada UU No. 36 Tahun 2009 menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari
badan, dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Apa sih yang dimaksud dengan farmasi?
Kata farmasi berasal dari bahasa yunani yaitu Pharmacon yang berarti racun atau
obat. Jadi, farmasi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang obat. Farmasi
merupakan profesi kesehatan yang meliputi kegiatan di bidang penemuan, pengembangan,
produksi, pengolahan, peracikan, informasi obat dan distribusi obat. Ilmu kefarmasian belum
dikenal oleh dunia pada zaman Hipocrates atau yang lebih dikenal dengan sebutan bapak
ilmu kedokteran yaitu pada tahun 460 SM sampai dengan 370 SM. Ruang lingkup dari
praktik farmasi termasuk praktik farmasi tradisional seperti peracikan dan penyediaan sediaan
obat, serta pelayanan farmasi modern yang berhubungan dengan layanan terhadap pasien di
antaranya layanan kilinik, evaluasi efikasi dan keamanan pengunaan obat, dan penyediaan
inforasi obat.
Apa sih yang dimaksud dengan Apoteker?
Apoteker adalah seseorang yang mempunyai keahlian dan kewenangan di bidang
kefarmasian baik di apotik, rumah sakit, industri, pendidikan, dan bidang lain yang masih
berkaitan dengan bidang kefarmasian. Pendidikan apoteker dimulai dari pendidikan sarjana,
kurang lebih 4 tahun, ditambah 1 tahun untuk pendidikan profesi apoteker. Profesi apoteker
ini merupakan salah satu profesi di bidang kesehatan khususnya di bidang farmasi yang
ditujukan untuk kepentingan kemanusiaan. Kepentingan kemanusiaan yang dimaksud adalah
mampu memberikan jaminan bahwa mereka memberikan pelayanan, arahan atau bimbingan
terhadap masyarakat agar mereka dapat menggunakan sediaan farmasi secara benar. Sediaan
farmasi terutama obat bukanlah zat atau bahan yang begitu saja aman digunakan. Tabpa
keterlibatan tenaga professional dalam hal ini ialah apoteker.
Pentingnya keberadaan apoteker ialah turut membantu pemerintah dalam menjaga dan
memelihara kesehatan masyarakat. Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan RI
menaruh harapan yang besar kepada peran profesi apoteker yag merupakan ujung tombak
dalam pendistribusian perbekalan farmasi kepada masyarakat.
Adapun tugas, peran, dan tanggung jawab apoteker menurut PP 51 tahun 2009 tentang
pekerjaan kefarmasian adalah sebagai berikut :
1. Tugas
Melakukan pekerjaan kefarmasian (pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat,
pengelolaan obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional).
Membuat dan memperbarui SOP (Standard Opertional Procedure) baik di industri farmasi.
Harus memenuhi ketentuan cara distribusi yang baik yagn ditetapkan oleh menteri saat
melakukan pekerjaan kefarmasian dalam distribusi atau penyaluran sediaan farmasi, termasuk
pencatatan segala sesuatu yang berkaitan dengan proses distribusi atau penyaluran sediaan
farmasi. Apoteker wajib menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada
masyarakat atas resep dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Peran
Sebagai penanggung jawab di industri farmasi pada bagan pemastian mutu (Quality
Assurance), produksi, dan pengawasan mutu (Quality Control).
Sebagai penanggung jawab fasilitas pelayanan kefarmasian yaitu di apotek, di instalasi
farmasi rumah sakit (IFRS) , puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama. Apoteker
dapat mengganti obat merek dagang dengan obat generic yang sama komponen aktifnya atau
obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien.Dalam melakukan pekerjaan
kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian, apoteker dapat mengangkat seorang
apoteker pendamping yang memiliki SIPA.

3. Tanggung Jawab
Melakukan pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical care) di apotek untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat terhadap sediaan farmasi dalam rangka pemeliharaan dan peningkatan
derajat kesehatan masyarakat, juga untuk melindungi masyarakat dari bahay penyalahgunaan
atau penggunaan sediaan farmasi yang tidak tepat dan tidak memenuhi persyaratan mutu,
keamanan dan kemanfaatan. Pelayanan kefarmasian juga ditujukan pada perluasan dan
pemerataan pelayanan kesehatan terkait dengan penggunaan farmasisehingga dapat
meningkatkan kualitas hidup pasien.
Menjaga rahasia kefarmasian di industri dan apotek yang menyangkut proses
produksi, distribusi dan pelayanan dari sediaan farmasi termasuk rahasia pasien.
Harus memenuhi ketentuan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang ditetapkan
oleh menteri dalam melakukan pekerjaan kefarmasian dalam produksi sediaan farmasi,
termasuk di dalamnya melakukan pencatatan segala sesuatu yang berkaitan dengan proses
produksi dan pengawasan mutu sediaan farmasi pada fasilitas produksi sediaan farmasi.
Tenaga kefarmasian dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas produksi sediaan
farmasi harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang produksi
dan pengawasan mutu.
Menerapkan standar pelayanan kefarmasian dalam menjalankan praktek kefarmasian
pada fasilitas pelayanan kefarmasian.
Wajib menyelenggarakan program kendali mutu dan kendali biaya, yang dilakukan
melalui audit kefarmasian.
Menegakkan disiplin dalam menyelenggarakan pekerjaan kefarmasian yang dilakukan
sesuai dengan ketentuan aturan perundang -- undangan.
Adapun Kendala yang sering dihadapi oleh lulusan farmasi ialah kurangnya eksistensi
farmasi di kalangan masyarakat sehingga dapat menyebabkan timbul rasa tidak percaya diri
yang dapat mempengaruhi kinerja orang tersebut. Kendala tersebut harus dihilangkan agar
seorang farmasis tidak kehilangan kepercayaan dirinya.
Agar eksistensi farmasi di kalangan masyarakat dapat meningkat, maka kembali lagi
kita melihat farmasisnya atau lulusan farmasi yang ada di tengah-tengah masyarakat, apakah
dia mampu untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Jika masyarakat
sudah merasa nyaman dengan pelayanan yang diberikan, maka secara otomatis eksistensi
farmasi juga dapat meningkat. Jika eksistensi bidang farmasi di pandangan masyarakat telah
meningkat, maka Indonesia sehat dapat diwujudkan di masa yang akan datang. Oleh karena
itu peran farmasi dalam hal ini ialah menjamin tentang obat yang beredar di masyarakat
bahwa obat -obat tersebut benar -benar aman dan telah melalui tahap yang sesuai prosedur
dan telah memenubi standar yang dimiliki oleh farmasi yang sesungguhnya.
Bidang farmasi meiliki 7 stars of pharmacist yang merupakan suatu istilah yang diungkapkan
oleh WHO (World Health Oerganization), untuk menggambarkan peran seorang farmasis
dalam pelayanan kesehatan, dan seiring berjalannya waktu bertambah menjadi 9 stars of
pharmacist antara lain sebagai berikut:
1. Care Giver, artinya seorang farmasis/apoteker merupakan profesional kesehatan
yang peduli, dalam wujud nyata memberi pelayanan kefarmasian kepada pasien dan
masyarakat luas, berinteraksi secara langsung, meliputi pelayanan klinik, analitik,
tehnik, sesuai dengan peraturan yang berlaku (PP No 51 tahun 2009), misalnya
peracikan obat, memberi PIO (Pelayanan Informasi Obat), konseling, konsultasi,
screening resep, monitoring, dan banyak tugas kefarmasian lainnya.
2. Decision-Maker, artinya seorang farmasis/apoteker merupakan seorang yang mampu
menetapkan/ menentukan keputusan terkait dengan pekerjaan kefarmasian, jenis
sediaan, penyesuaian dosis, penggantian obat jika ditemukan bahaya yang signifikan,
serta keputusan- keputusan lainnya yang bertujuan agar pengobatan lebih aman, lebih
efektif, dan juga bisa lebih rasional.
3. Communicator, artinya seorang farmasis/ apoteker harus mampu menjadi
komunikator yang baik, sehingga pelayanan kefarmasian dan interaksi kepada pasien,
masyarakat, dan tenaga kesehatan berjalan dengan baik, misalnya menjadi
komunikator dalam PIO (Pelayana Informasi Obat), penyuluhan, konseing dan
konsultasi obat kepada pasien, melakukan visite ke bangsal/ ruang perawatan pasien,
pengajar, narasumber, dan sebagainya. Jadi intinya seorang farmasis/ apoteker harus
memiliki kemampuan komunikasi yang baik dan mampu menyampaikan informasi
dengan benar.
4. Manager, artinya seorang farmasis/ apoteker merupakan seorang manajer dalam
aspek kefarmasian non klinis, kemampuan ini harus ditunjang kemampuan
manajemen yang baik, contoh sebagai farmasis manajer (APA) di apotek, kepala
instalasi farmasi rumah sakit, harus mampu mengelola perbekalan farmasi dan
mengelola karyawan agar dapat melayani dengan optimal dan produktif dalam hal
kinerja dan profit. Contoh lainnya sebagai pedagang besar farmasi (PBF), manager
Quality Control (QC), Quality Assurance (QA), Manajer Produksi, dan lain-lain.
5. Leader, artinya seorang farmasis/ apoteker harus mampu menjadi seorang pemimpin,
mempunyai visi dan misi yang jelas, dan dapat mengambil kebijakan yang tepat untuk
memajukan institusi/ perusahaan atau instansi/ lembaga yang dipimpin, misalnya
menjabat sebagai Rektor, Dekan, Direktur Rumah Sakit, Direktur Utama di Industri
Farmasi, Direktur marketing, Direktur bagian produksi, ataupun menjadi seorang
kepala BPOM (Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan).
6. Life-Long Learner, artinya seorang farmasis/ apoteker harus memiliki semangat
untuk terus belajar sepanjag waktu, karena informasi/ ilmu kesehatan terutama
farmasi (obat, penyakit, dan terapi) terus berkembang pesat dari waktu ke waktu,
sehingga kita perlu meng-update pengetahuan dan kemampuan agar tidak ketinggalan.
Oleh karena itu semangat belajar dalam diri kita harus selalu membara dan berkobar.
7. Teacher, artinya seorang farmasis/ apoteker dituntut agar dapat menjadi seorang
pendidik/ akademisi/ edukator bagi pasien, masyarakat, maupun tenaga kesehatan
lainnya terkait ilmu farmasi dan kesehatan, baik itu menjadi seorang guru, dosen,
ataupun sebagai seorang farmasis atau apoteker yang menyampaikan informasi
kepada pasien, masyarakat, dan tenaga kesehatan lain yang membutuhkan informasi.
Oleh karena itu seorang farmasi harus memiliki pengetahuan lebih dari yang lain,
makanya seorang farmasis atau apoteker dituntut untuk belajar sepanjang waktu agar
dapat menjadi seorang pendidik.
8. Research, artinya seorang farmasis/ apoteker merupakan seorang peneliti terutama
dalam penemuan dan pengembangan obat-obatan yang lebih baik. Disamping itu
farmasi juga dapat meneliti aspek lainnya misal data konsumsi obat, kerasionalan
obat, pengembangan formula, penemuan sediaan baru (obat, alat kesehatan, dan
kosmetik).
9. Entrepreneur, artinya seorang farmasis/ apoteker diharapkan menjadi wirausahawan
dalam mengembangkan kemandirian serta membantu mensejahterakan masyarakat.
Misalnya dengan mendirikan perusahaan obat, kosmetik, makanan, minuman, alat
kesehatan, baik skala kecil maupun skala besar, mendirikan apotek, serta bisnis
tanaman obat dan lai sebagainya.
Oleh karena itu seorang Farmasis harus memiliki kompetensi yang lebih agar dapat
memenuhi perannya di masyarakat dan juga agar dapat mengharumkan nama farmasi di
pandangan masyarakat. Saya berharap semoga lulusan farmasi atau apoteker kedepannya bisa
lebih baik dari sekarang sehingga kita bisa mewujudkan indonesia sehat tahun 2025 yang
akan datang. Agar para farmasis dapat merealisasikan hal tersebut maka perlu adanya
kesadaran dalam diri pribadi masing-masing untuk menjadi lebih baik, karena jika pribadi
sudah baik maka dengan sendirinya masyarakat akan segan terhadap kita. Dengan begitu
Indonesia sehat dapat kita realisasikan dengan mudah tanpa hambatan yang berarti. Semoga
dengan ini kita semua dapat sadar akan potensi yang ada dalam diri kita masing-masing dan
kita dapat memanfaatkan potensi tersebut agar menjadi lebih baik, bukan hanya untuk diri
sendiri namun juga untuk orang lain, untuk masyarakat, keluarga, terutama bagi nusa dan
bangsa. Aku bangga jadi farmasi dan akan selalu setia hingga akhir.

Sumber : https://www.kompasiana.com/dhandykashar/5a5d1d0cf133444f1d5d7f02/peran-farmasi-

dalam-menyongsong-indonesia-sehat-tahun-2025?page=all

Anda mungkin juga menyukai