Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

Pendahuluan

1.1 Latar belakang

Politik terbentuk karena adanya aspirasi-aspirasi dari masyarakat dimana masyarakat


atau setiap golongan ingin membentuk sebuah badan atau organisasi yang mampu membawa
kemajuan bagi Negara tersebut.Halini memerlukan spirit atau kekuatan yang mengundang
satu kesatuan untuk membentuk kehidupan berpolitik, di era sekarang sudah mendarah
daging di berbagai negara, khususnya Indonesia.Karena Indonesia menganut sistem
multipartai.Mereka yang berpolitik mempunyai visi dan misi masing-masing yang intinya
biasanya untuk kesejahteraan Negara.Kesejahteraan Negara yang mereka maksud juga
berbeda-beda, tergantung jenis partai politik yang mereka pakai.Ada yang menyangkut
agama, ekonomi, pembangunan, kesehatan, dan lain-lain.

Indonesia menganut system demokrasi, yang artinya dari rakyat, oleh rakyat, dan
untuk rakyat.Indonesia membebaskan bagi siapa saja yang ingin membuat partai
politik.Mereka atau setiap golongan yang telah berpolitik tersebut saling berebut suara
untuk mendapatkan perhatian masyarakat. Ada yang saling bekerja sama antara partai
politik yang satu dengan yang lainnya. Tetapi tidak sedikit pula yang saling menjatuhkan
politik yang satu dengan yang lainnya.

Karena sistem multipartai ini memiliki dua dampak, yaitu: Dampak positif; sistem
multipartai menunjukkan bahwa demokrasi di Indonesia berjalan dengan baik. Dampak
negative; sistem multipartai memberikan dampak persaingan yang tidak sehat. Oleh sebab itu
adanya sistem multipartai ini merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan
persaingan-persaingandan kesenjangan sosial di masyarakat.

1.2 Rumusan masalah

1) Bagaimana pembangunan politik di Indonesia pada masa multipartai?


2) Bagaiman penerapan sistem multipartai di Indonesia?

1
3) Bagaimana dampak dari sistem multipartai di Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan

1) Untuk memenuhi tugas mata kuliah pendidikan kewarganegaraan.


2) Untuk mengetahui pembangunan politik di Indonesia pada masa multipartai.
3) Untuk mengetahui dampak positif dan negative dari sistem multipartai di
Indonesia.

2
BAB 2

Pembahasan

2.1 Pengertian politik

Kata “politik” secara etimologis berasal dari bahasa Yunani “Politeia” yang
akar katanya adalah “Polis” yang berarti kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri,
yaitu Negara, dan “tela” yang berarti utusan.

Jadi politik dalam arti bebasnya adalah kesatuan masyarakat yang mengurus
sendiri masyarakatnya.

Dalam bahasa inggris ada kata “politics” dan “policy”. Politics berarti suatu
rangkaian azaz/prinsip, keadaan dan cara serta alat yang digunakan untuk mencapai
tujuan/cita-cita.

Policy berarti kebijaksanaan,atau penggunaaan pertimbangan-pertimbangan


yang dianggap dapat menjalin terlaksananya suatu usaha, cita-cita/keinginan/tujuan
yang dikehendaki.

Politics dan policy mempunyai hubungan timbal-balik yaitu:


Politics : memberikan azaz, jalan, cara dan medannya.
Policy : memberikan pertimbangan cara penggunaan azaz, jalan, cara dan medannya.
Politik dalam pengertian umum menyangkut proses penentuan tujuan dari
suatu sistem Negara dan bagaimana melaksanakanya untuk tujuan itu.
Dalam politik itu ada beberapa “konsep politik” yang dikenal, yaitu:

1. Budaya politik
1. Budaya politik partisipasi
Orang-orang yang melibatkan diri dalam kegiatan politik, paling tidak
dalam kegiatan pemilu.
2. Budaya politik subyek
Orang-orang yang secara pasif patuh terhadap pejabat pemerintah dan
Undang-undang, tetapi tidak melibatkan diri dalam politik atau hanya
memberikan suara dalam pemilu
3. Budaya politik parochial

3
Orang-orang yang sama sekali tidak menyadari atau mengabaikan
adanya pemerintah dan politik.
2. Struktur Politik
Susunan pengurusan yang umumnya dimiliki oleh sistem politik adalah :
a) Partai politik
b) Badan legislative
c) Eksekutif
d) Badan peradilan
3. Proses Politik
Kegiatan politik yang bersumber pada budaya politik dan dilakukan dalam
rangka struktur politik yang ada.
4. Partisipasi Politik
Kegiatan seseorang/sekelompok orang untuk ikut aktif dalam kehidupan politik
yaitu dengan jalan memilih pimpinan Negara secara langsung/tidak langsung
dengan mempengaruhi kebijaksanaan.

Dengan demikian politik membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan


Negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijaksanaan umum, dan alokasi sumber
daya.

2.2 Pengertian partai politik

Beberapa ahli terkemuka mengemukakan pendapat mengenai pengertian partai politik

1. Sigmund Neumann
Partai politik adalah organisasi artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik yang
aktif dalam masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatian pada pengendalian
kekuasaan pemerintah, dan yang bersaing dengan beberapa kelompok lain yang
mempunyai pandangan yang berbeda-beda, untuk memperoleh dukungan rakyat.
Dengan demikian partai politik merupakan perantara besar yang menghubungkan
kekuatan–kekuatan dan ideologi-ideologi social dengan lembaga-lembaga pemerintah
yang resmi mengaitkannya dengan aksi politik di dalam masyarakat politik yang lebih
luas.

4
2. Roger F. Soltau

Partai politik adalah sekelompok warga negara yang sedikit banyaknya terorganisir,
yang bertindak sebagai satu kesatuan politik, yang dengan memanfaatkan kekuasaan
memilih, bertujuan menguasai pemerintah dan melaksanakan kebijakan umum
mereka.

3. Huszar dan Stevenson


Partai politik adalah sekelompok orang yang terorganisasi serta berusaha untuk
mengendalikan pemerintahan agar dapat melaksanakan program-programnya, dan
menempatkan atau mendudukkan anggota-anggotanya dalam jabatan pemerintahan.

2.3 Fungsi partai politik

Dalam negara demokrasi, partai politik memiliki beberapa fungsi sebagai berikut.

1. Sebagai sarana komunikasi politik


Dalam hal ini partai politik berfungsi sebagai media atau perantara antara rakyat
dengan pemerintah.Fungsi tersebut dilaksanakan dengan mendengarkan,
menggabungkan, dan merumuskan aspirasi yang berasal dari masyarakat, lalu
dituangkan dalam bentuk program partai. Perumusan dalam bentuk program tersebut
mencerminkan inti dari aspirasi yang berasal dari masyarakat untuk diperjuangkan
dalam proses pembuatan kebijaksanaan umum. Apabila fungsi ini tidak dapat
terlaksana, maka akibatnya aspirasi dan kepentingan masyarakat akan hilang, atau
bahkan dapat memunculkan konflik kepentingan antara masyarakat dengan
pemerintah. Dengan demikian, partai politik menjadi penyalur aspirasi yang datang
dari bawah (masyarakat).

2. Sebagai sarana sosialisasi politik


Dalam proses sosialisasi, partai politik berfungsi untuk menyebarluaskan dan
menerangkan serta mengajak masyarakat menghayati norma-norma dan nilai-nilai
politik. Melalui kegiatan ini partai politik ikut membina serta memantabkan norma-
norma dan nilai-nilai politik yang berlaku di masyarakat.Usaha sosialisasi dapat
diwujudkan melalui penerangan hak dan kewajiban warga negara, pentingnya ikut
pemilihan umum, menyelenggarakan kursus-kursus kader, dan lain sebagainya.

5
3. Sebagai sarana rekrutmen politik
Partai politik juga berfungsi untuk mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk
turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai (political
recruitment).Dengan demikian, partai politik turut serta dalam memperluas partisipasi
politik masyarakat.Contoh nyata dalam kehidupan bernegara adalah, adanya usaha
untuk mewariskan nilai-nilai dari generasi terdahulu kepada generasi muda melalui
rekrutmen dan pembinaan generasi muda.

4. Sebagai sarana pengatur konflik dalam masyarakat


Dalam suasana demokratis, persaingan dan perbedaan pendapat dalam masyarakat
merupakan hal yang wajar.Namun apabila sampai terjadi konflik, partai politik wajib
berusaha untuk mengatasinya.Dalam masyarakat yang sangat heterogen sifatnya,
perbedaan etnis, status, sosial ekonomi, ataupun agama, sangat mudah sekali
mengundang konflik.Konflik-konflik yang timbul semacam itu dapat diatasi dengan
bantuan partai politik, minimal dapat memperkecil akibat-akibat negatif yang timbul
dari konflik-konflik tersebut.

2.4 Pengertian multipartai

Suatu sistem dikatakan menganut multipartai,apabila di dalam wilayah Negara


tersebut terdapat lebih dari dua partai yang diakui secara konstitusional. Contoh Negara yang
menganut sistem multipartai, antara lain Indonesia, Filipina, Jepang, Malaysia,Belanda dan
Prancis.
Sistem multi partai adalah salah satu varian dari beberapa sistem kepartaian yang
berkembang di dunia modern saat ini. Kata kunci dari sistem multipartai tersebut adalah
jumlah partai politik yang tumbuh atau eksis yang mengikuti kompetisi mendapatkan
kekuasaan melalui pemilu, lebih dari dua partai politik.

Umumnya sistem ini dianggap cara paling efektif dalam merepresentasikan keinginan
rakyat yang beranekaragam ras, agama, atau suku. Dan lebih cocok dengan pluralitas budaya
dan politik di banding dwi partai. Sistem ini dalam kepemerintahan parlementer cenderung
menitikberatkan kekuasaan pada badan legislatif, hingga badan eksekutif sering berperan
lemah dan ragu-ragu.Sebab tidak ada satu partai yang cukup kuat untuk menduduki
kepemerintahan sendiri hingga memaksa untuk berkoalisi.

6
Runtuhnya orde baru sungguh sangat mencengangkan banyak pihak.Di tambah lagi
dengan munculnya kembali fenomena multi partai yang selama ini dianggap telah terkubur
setelah runtunya orde lama.Persoalan utama yang menyebabkan kegagalan sistem multipartai
pada periode 50-an adalah ketidakmampuan mereka menyadari arti penting koalisi.Koalisi
yang mereka bentuk pada waktu itu hanya sekedar mencari rekan partai untuk
mempertahankan kekuasaan kabinet.Oleh karena itu mereka banyak yang mengalami
kegagalan berkoalisi, dan kegagalan itu mengundang ketidaksabaran militer untuk melakukan
intervensi.Campur tangan militer tersebut meruntuhkan semua sendi sistem multipartai yang
dibngun pada era demokrasi liberal.

Ketika Soeharto lengser, maka Habibie mencanangkan diberlakukannya kembali


sistem multipartai. Setelah diberlakukannya kembali sistem multipartai tersebut, muncullah
banyak harapan bahwa sistem tersebut akan membantu menemukan jati diri partai politik.
Perubahan yang sangat mendadak tersebut menumbuhkan kegairahan politik yang luar biasa.
Selain itu, mendorong kembali semangat berpolitik yang nyaris padam akibat otoriterisme
orde baru. Munculnya partai politik yang baru dalam jumlah yang banyak adalah wujud
protes keras dari masyarakat politik yang tertekan selama puluhan tahun.

2.4.1 Sistem Multipartai Di Indonesia

Kemerdekaan berserikat, berkumpul, serta mengeluarkan pikiran dan pendapat


merupakan hak asasi manusia yang diakui dan dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.

Untuk memperkukuh kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan


pendapat merupakan bagian dari upaya untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang kuat
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur, serta demokratis dan berdasarkan hukum.

Hak asasi tersebut terwujud dalam institusi partai politik. Undang-Undang Nomor 2
tahun 2008 tentang Partai Politik mendefinisikan bahwa Partai Politik adalah organisasi yang
bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas
dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan
politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.

7
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa partai politik itu pada pokoknya memiliki
kedudukan dan peranan yang sentral dan penting dalam setiap sistem demokrasi.Tidak ada
negara demokrasi tanpa partai politik.Karena itu partai politik biasa disebut sebagai pilar
demokrasi, karena mereka memainkan peran yang penting sebagai penghubung antara
pemerintahan negara (the state) dengan warga negaranya (the citizen).

Indonesia menganut paham paham demokrasi yang artinya kekuasaan dari rakyat,
oleh rakyat, dan untuk rakyat.Yang selanjutnya dijalankan melalui mekanisme pelembagaan
yang bernama partai politik.Kemudian partai politik saling berkompetisi secara sehat untuk
memperebutkan kekuasaan pemerintahan negara melalui mekanisme pemilihan umum
legislatif dan pemilihan presiden dan wakil presiden.

Dalam demokrasi, partai politik merupakan pilar utama (bukan kedua atau ketiga),
karena pucuk kendali roda pemerintahan ada di tangan eksekutif, yaitu presiden dan wakil
presiden.Sebagaimana dirumuskan dirumuskan dalam UUD 1945 Pasal 6A ayat (2),
bahwacalon presiden dan calon wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau
gabungan partai politik.Artinya hak itu secara eksklusif─hanya partai politik yang disebut
UUD 1945─diberikan kepada partai politik.

Karena itulah, semua demokrasi membutuhkan partai politik yang kuat dan mapan
guna menyalurkan berbagai tuntutan warganya, memerintah demi kemaslahatan umum serta
memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.Sangat rasional argumentasinya jika upaya penguatan
partai politik dibangun oleh kesadaran bahwa partai politik merupakan pilar yang perlu dan
bahkan sangat penting untuk pembangunan demokrasi suatu bangsa.jadi, derajat
pelembagaan partai politik itu sangat menentukan kualitas demokratisasi kehidupan politik
suatu Negara.

2.5 Sistem Kepartaian

Menurut Prof. Miriam Budiharjo dalam buku Dasar-dasar Ilmu Politik yang ditulis
beliau, Klasifikasi Sistem Kepartaian dapat digolongkan menjadi :

1. Sistem Partai Tunggal


2. Sistem Dwi Partai
3. SIstem Multi Partai

8
Klasifikasi sistem kepartaian juga dapat digolongkan menurut komposisi dan fungsi
keanggotaannya menjadi partai massa dan partai kader. Apabila dilihat dari sifat dan
orientasi, maka parpol dapat digolongkan menjadi partai ideologi dan partai azas.

Dalam demokrasi, partai berada dan beroperasi dalam suatu sistem kepartaian
tertentu.Setiap partai merupakan bagian dari sistem kepartaian yang diterapkan di suatu
negara.dalam suatu sistem tertentu, partai berinteraksi dengan sekurang-kurangnya satu partai
lain atau lebih sesuai dengan konstruksi relasi regulasi yang diberlakukan. Sistem kepartaian
memberikan gambaran tentang struktur persaingan di antara sesama partai politik dalam
upaya meraih kekuasaan dalam pemerintahan.Sistem kepartaian yang melembaga cenderung
meningkatkan stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan.

Untuk melihat sistem kepartaian suatu negara, ada dua pendekatan yang dikenal
secara umum. Pertama, melihat partai sebagai unit-unit dan sebagai satu kesatuan yang
terlepas dari kesatuan-kesatuan lain. Pendekatan numerik ini pernah dikembangkan Maurice
Duverger (1950-an), ilmuwan politik kebangsaan Prancis. Menurut Duverger, sistem
kepartaian dapat dilihat dari pola perilaku dan interaksi antarsejumlah partai dalam suatu
sistem politik, yang dapat digolongkan menjadi tiga unit, yakni sistem partai tunggal, sistem
dwi partai, dan sistem multipartai.

Selain itu, cara lain dapat dijadikan pendekatan yaitu teori yang dikembangkan
Giovani Sartori (1976), ilmuwan politik Italia. Menurut Sartori, sistem kepartaian tidak dapat
digolongkan menurut jumlah partai atau unit-unit, melainkan jarak ideologi antara partai-
partai yang ada, yang didasarkan pada tiga hal, yaitu jumlah kutub (polar), jarak diantara
kutub (bipolar), dan arah perilaku politiknya. Sartori juga mengklasifikasikan sistem
kepartaian menjadi tiga, yaitu pluralisme sederhana, pluralisme moderat, dan pluralisme
ekstrem.Kedua pendekatan ini bisa digunakan untuk melihat sistem kepartain Indonesia di
masa lalu, kini, dan mendatang.

Dalam sejarahnya, Indonesia telah mempraktikkan sistem kepartaian berdasarkan


pada sistem multipartai. Meski dalam derajat dan kualitas yang berbeda.Pada pemilu pertama
tahun 1955sebagai tonggak kehidupan politik pasca kemerdekaan hingga
sekarangmenghasilkan lima partai besar: PNI, Masyumi, NU, PKI, dan PSI. Jumlah partai
yang berlaga dalam pemilu itu lebih dari 29 partai, ditambah independen.Dengan sistem

9
pemilu proporsional, menghasilkan anggota legislatif yang imbang antara Jawa dan Luar
Jawa. Pemilu dekade 1950-an 1960-an adalah sistem multipartai tanpa ada pemenang
mayoritas. Namun, di era demokrasi parlementer tersebut telah terjadi tingkat kompetisi yang
tinggi.

Memasuki era demokrasi parlementer yang ditandai dengan dikeluarkannya Dekrit


Presiden yang tujuannya untuk mengakhiri konflik ideologi antarpatai.Pada masa itu, sistem
kepartaian menerapkan sistem multipartai, namun tidak terjadi kompetisi.

Memasuki dekade 1970-an sampai Pemiliu 1971, Indonesia masih menganut sistem
multipartai sederhana (pluralisme sederhana). Waktu itu ada sembilan partai politik yang
tersisa dari Pemilu 1955.Kesembilan partai ditambah Golkar, ikut berlaga dalam Pemilu
1971.Fenomena menarik dalam Pemilu 1971 ini adalah faktor kemenangan Golkar yang
sangat spektakuler di luar dugaan banyak orang. Padahal kalangan partai tidak yakin akan
memenangkan pemilu. Hal itu didasari pada dua hal, yaitu ABRI tidak ikut pemilu dan
Golkar belum berpengalaman dalam pemilu.Tetapi, setelah pemilu digelar, ternyata justru
bertolak belakang, Golkar menang mutlak lebih dari 63%.Kemenangan itu menandakan
Indonesia memasuki era baru, yaitu Orde Baru.
Pada era orde baru, sistem kepartaian masih disebut sistem multipartai sederhana,
namun antarpartai tidak terjadi persaingan.Karena Golkar menjadi partai hegemoni.Sehingga
ada pendapat bahwa secara riil sistem kepartaian menjurus ke sistem partai tunggal (single
entry). Kenapa?Karena Golkar hanya berjuang demi status quo.

Pada masa reformasi, Indonesia kembali menerapkan sistem multipartai.Hal ini dapat
dipahami karena selama puluhan tahun kebebasan berekspresi dan berserikat serta berkumpul
dikekang.Sehingga ketika reformasi memberikan ruang kebebasan, hasrat para politisi untuk
mendirikan partai politik tersalurkan. Sebagai sebuah proses pembelajaran, fenomena
menjamurnya partai politik mestinya dilihat sebagai sesuatu yang wajar di tengah masyarakat
yang sedang mengalami euforia politik.

Pada Pemilu 1999, yang menggunakan sistem proporsional dengan daftar calon
tertutup (stelsel daftar) diikuti 48 partai peserta pemilu.Jumlah partai sekitar 140 buah, tetapi
lolos verifikasi hanya 48 partai.Dari jumlah itu, keluar enam partai besar pemenang pemilu,

10
yakni PDI-P, Golkar, PPP, PKB, PAN, dan PBB.Sistem kepartaiannya multipartai, dan tidak
ada partai pemenang pemilu yang memperoleh suara mayoritas.

Setelah dua kali pemilihan umum paska reformasi dengan sistem multipartai,
Indonesia bisa belajar banyak. Proses evaluasi diri perlu dilakukan, baik partai-partai politik,
maupun sistem yang diterapkan. Apakah partai-partai pasca reformasi telah berperan sebagai
pilar demokrasi yang mendorong demokrasi kita lebih efektif dan pemerintahan yang stabil,
atau sebaliknya.Sistem kepartaian secara ideal harus mendorong pemerintahan yang stabil
dan demokrasi yang semakin efektif.Bila tidak, maka tentu ada yang salah dengan sistem
yang diterapkan.

Pemilu 2004 adalah pesta rakyat yang sangat bersejarah bagi Indonesia.Pasalnya,
untuk pertama kalinya Indonesia menyelenggarakan pemilu secara langsung.Keberhasilan
pemilu secara langsung telah mendaulat Indonesia sebagai negara paling demokrasi ketiga di
dunia setelah Amerika dan India.

Setelah dua kali pemilu paska reformasi dengan sistem multipartai, Indonesia bisa
belajar banyak. Proses evaluasi diri perlu dilakukan, baik partai-partai politik, maupun sistem
yang diterapkan. Apakah partai-partai paska reformasi telah berperan sebagai pilar demokrasi
yang mendorong demokrasi kita lebih efektif dan pemerintahan yang stabil, atau
sebaliknya.Sistem kepartaian secara ideal harus mendorong pemerintahan yang stabil dan
demokrasi yang semakin efektif. Bila tidak, maka tentu ada yang salah dengan sistem yang
diterapkan

2.6 Dampak sistem multipartai

2.6.1 Konflik kepentingan di dalam sistem multipartai

Di era Demokrasi Liberal, sistem multipartai sangat mendukung terciptanya


kehidupan demokrasi di Indonesia. Partai-partai politik yang jumlahnya sangat banyak
berperan penting dalam kelancaran proses demokratisasi. Partai politik sebagai
saranakomunikasi politik, berperan penting dalam penyaluran kepentingan pada pemerintah.

11
Empat partai besar saat itu mencerminkan begitu besarnya niat dari setiap massa
partai untuk disalurkan aspirasinya. Empat partai besar tersebut adalah PNI (Partai Nasional
Indonesia) yang mencoba menyalurkan aspirasi kaum nasionalis, Masyumi dan NU
(Nahdlatul Ulama) menjadi wadah bagi umat Islam untuk menyalurkan kepentingannya, serta
PKI (Partai Komunis Indonesia) yang merupakan wadah politik dari kaum Komunis yang
saat itu juga menjadi bagian yang berpengaruh pada masyarakat Indonesia. (Bersumber pada
akhir pembahasan yang menggambarkan peta kekuatan partai-partai politik dengan mengacu
pada hasil Pemilu 1955).

Pada kenyataannya peranan setiap partai dalam menyalurkan aspirasi pendukung


masing-masing, dihadapkan kepada dua pilihan,yaitu berusaha untuk menggabungkan
kepentingan-kepentingan dari seluruh partai atau memperjuangkan kepentingan masing-
masing dimana konsekuensinya adalah terjadinya banyak konflik antar partai. Ideologi dari
masing-masing partai yang sangat mempengaruhi jenis kepentingan yang mereka
perjuangkan terkadang menjadi alat untuk saling menjatuhkan.

Konflik antarpartai yang didasari oleh perbedaan ideology kemungkinan besar


dipengaruhi oleh sosialisasi politik yang diperoleh para pendukung partai dari partai politik
masing-masing.Partai politik sebagai sarana sosialisasi politik bertanggung jawab untuk
semaksimal mungkin memberikan pemahaman mengenai ideologi dari partai tersebut kepada
masyarakat sehingga terbentuk sikap dan orientasi politik yang didasari oleh ideologi
tersebut.Setiap partai politik berusaha untuk mempengaruhi setiap individu agar mau
bersikap dan mempunyai orientasi pikiran yang sesuai dengan ideologi partai tersebut.

Karena itu suatu hal yang wajar apabila terjadi konflik diantara Masyumi dan NU,
karena proses sosialisasi politik yang mereka terima berbeda. Terlebih lagi bila dua partai
yang berideologi berbeda akan sangat besar potensi konflik yang ada pada proses
menjalankan peran masing-masing, contohnya antara PNI dengan Masyumi yang berbeda
dalam hal yang menyangkut peran Islam dalam negara. PNI menuduh Masyumi
menggunakan simbol-simbol Islam untuk menentang simbol-simbol nasionalis.Masyumi
menyangkal tuduhan ini dengan menyatakan bahwa perjuangan partai untuk “negara
berdasarkan Islam”itu bertentangan dengan Pancasila. Contoh lain antara PKI dengan tiga
partai lainnya. PKI dengan semboyannya, yakni : “PNI partai priyayi, Masyumi dan NU

12
partai santri, tetapi PKI partai rakyat”, mencoba mencari pengaruh dengan mengatas
namakan diri sebagai partai yang memperjuangkan hak-hak rakyat.

Konflik-konflik diatas jelas membuat situasi politik menjadi tidak stabil dan itu
memang merupakan konsekuensi dari banyaknya partai pada saat itu. Fungsi lain dari partai
politik yang juga dapat menyebabkan terjadinya konflik antar partai adalah sebagai wadah
rekruitmen politik. Terkadang setiap partai politik cenderung mempunyai sasaran tersendiri
berupa kelompok-kelompok sosial untuk direkrut menjadi anggota partai yang turut aktif
dalam kegiatan politik partai.

Kecendrungan ini berdampak kepada adanya suatu pengidentikkan suatu partai


dengan sebuah kelompok sosial didalam masyarakat.Contohnya PKI yang identik dengan
kelompok petani, karena memang sasaran utama dari rekruitmen politik yang dilakukan oleh
PKI adalah kalangan petani.Masyumi identik dengan kelompok Islam modernis yang
seringkali bertentangan dengan kelompok Islam konservatif yang identik dengan NU.Dan
PNI pun dengan konsep nasionalismenya di identikkan dengan kaum elit pemerintah yang
mempunyai prinsip mempertahankan jiwa-jiwa nasional.Adanya pemisahan secara ekstrim
kelompok-kelompok sosial ini dapat memancing terjadinya konflik antar kelompok sosial
tersebut sehingga sulit tercapai suatu integrasi secara sosial.Sama halnya dengan sulitnya
tercipta integrasi politik disebabkan adanya konflik antar partai politik yang ada.

2.6.2 Fungsi partai politik yang tidak terlaksana

Selanjutnya, fungsi partai politik sebagai sarana pengatur konflik sepertinya tidak
dapat diperankan secara sempurna oleh partai-partai poltik yang ada pada era Demokrasi
Liberal.Hal ini dapat dibuktikan dengan merujuk pada kenyataan yang terjadi pada saat
itu.Partai politik tidak memprioritaskan programnya kepada usaha untuk tercapainya integrasi
nasional, melainkan berusaha untuk mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing.

Ke-empat fungsi partai yang diperankan oleh partai-partai politik pada sistem multi
partai sungguh cenderung mengacu pada terjadinya konflik. Namun hal ini tidak membuat
sistem multi partai menjadi tidak relevan di suatu negara demokrasi, karena bila merujuk
kepada definisi partai politik yang di kemukakan oleh Sigmund Neumann, maka apapun
sistem yang digunakan, tetap tidak akan dapat merubah sifat dari partai politik itu sendiri,

13
yaitu berusaha untuk meraih kekuasaan dan merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan
antar partai yang mempunyai pandangan yang berbeda-beda.

Oleh karena itu, usaha yang dapat dilakukan untuk meminimalisasikan potensi konflik
adalah dengan mengadakan perubahan yang menyangkut cara-cara merebut dan
mempertahankan kekuasaan, mencari dukungan dengan meninggalkan cara-cara yang
mengarah kepada anarkisme, seperti tuduhan-tuduhan, tudingan-tudingan, dan lain-lain.Cara-
cara yang digunakan hendaknya bersifat lebih kompromistis melalui jalur-jalur dialogis,
sehingga perbedaan yang memang suatu hal yang wajar dalam kehidupan demokrasi tidak
menjadi dasar dari timbulnya perpecahan, melainkan menjadi landasan terciptanya integrasi
nasional yang mantap.

Beralih pada konteks Indonesia dampak dari sistem multipartai Membangun kembali
Indonesia yang demokratis dapat dilakukan melalui sistem keparataian yang sehat dan pemilu
yang transparan.Sistem pemilu multipartai dan UU politik yang demokratis menunjukkan
kesungguhan pemerintahan Habibie. Demokrasi di masa transisi tanpa adanya sumber daya
manusia yang kuat akan mengakibatkan masuknya pengaruh asing dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Ini adalah tantangan yang cukup berat juga dalam demokrasi yang
tengah menapak.

Tahun 1999 tentang Partai Politik dan UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan
Umum sebagai Tuntutan Fundamental Reformasi yang melahirkan Pemilihan Umum secara
Multi Partai. Lahirnya Lembaga Legislatif yang merupakan representasi dari Oleh sebab itu
perlu selalu disadari dan dipahami bersama bahwa bangsaIndonesia ini memang bentuk dari
suku-suku bangsa yang memiliki budaya yang beraneka ragam.Langkah utama yang perlu
ditempuh dalam rangka membangun kehidupan bagi Namun, tidak berarti dalam sistem
sosial-politik yang tidak dapat disangkal bahwa dampak praktek korupsi telah mengakar
dalam kehidupan sosial-politik-ekonomi di Indonesia.

Masalah pokok yang dihadapi ialah bagaimana demokrasi mewujudkan dirinya dalam
berbagai sisi kehidupan berbangsa dan bernegara.Tercatat sudah 4 kaliIndonesia berganti-
ganti demokrasi, bahkan sudah beberapa kali pula kabinet silih berganti.Sistem politik pada
masa demokrasi liberal telah mendorong untuk lahirnya partai–partai politik, karena

14
dalam system kepartaian menganut system multi partai.Maka, PNI dan Masyumi lah yang
menjalankan pemerintahan melalui kerancuan dalam sistem ketatanegaraan.

Perkembangan format politik di era multipartai memberikan dampak PolitikIndonesia


= Tolak Carik Desa Jadi Dukun Politik = Kehidupan
Dampak Lahirnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Kehidupan Politik dengan sistem multipartai
dengan jumlah peserta 48 partai politik sah dalam konstelasi politikIndonesia

2.6.3 Dampak positif dan negatif multipartai

Sistem multi partai yang berlaku di Indonesia, mempunyai dampak positif yang
menunjukkan keberhasilan demokrasi di Indonesia, namun multipartai ini juga memiliki
dmpak negatif yang sangat mengancam keutuhan berbangsa dan bernegara khususnya bagi
Negara Indonesia. Secara singkat dampak positif dan negatif multipartai di sebutkan sebagai
berikut :

Dampak positif multipartai :


1) Suasana demokrasi mulai bersemi di Indonesia. Pemberian izin untuk membentuk
partai membuktikan setiap warga Negara mempunyai hak untuk terjun dalam dunia
politik. Hal itu juga berarti bahwa kemerdekaan berbicara, termasuk mengkritik
pemerintah, diizinkan di Indonesia.
2) Dalam suasana yang demokratis, sebenarnya kekuasaan presiden dan pemerintah
pusat yang terlalu kuat dapat dikurangi dan rakyat merupakan pemegang kekuasaan
yang diwakili DPR/Parlemen.
3) Penduduk sipil mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk dapat duduk dan
mengambil bagian dalam pemerintahan.
4) Inspirasi rakyat mampu menciptakan suatu partai
5) Adanya oposisi antara partai satu dan yang lainnya

Dampak negatifnya :
1) Menimbulkan persaingan tidak sehat
2) Paling menjatuhkan antara partai satu dan yang lainnya
3) Dapat menghambat kelancaran semua program kerja pemerintah.

15
4) Partai-partai politik dalam arti tidak sehat yang melakukan money politic (lobi-lobi) dan
memberikan uangkepada rakyat agar memilih partai tersebut. Dari sini lah sifat-sifat para
pemerintah yang akan korupsi muncul.
5) Berujung pada permusuhan dan perpecahan di antara partai satu dan yang lainnya.
6) Pemerintah tidak fokus lagi terhadap rakyat, melainkan fokus bagaimana cara
mempertahankan kekuasaan.
7) Adanya konflik SARA.
8) Kekuatan Partai politik satu dengan yang lainnya tidak akan terlalu jauh, sehingga
muaranya akan kearah bagi-bagi kekuasaan.
9) Pemerintahan akan semakin Gemuk sebagai akibat dari banyaknya kepentingan partai
yang harus diakomodir dan sulit menempatkan orang yang "benar ditempat yang benar".
10) Biaya Politik yang sangat besar, karena adanya subsidi pemerintah kepada partai-partai.
Sebagai contoh ringan dalam pembuatan kartu suara, kalau partainya seperti sekarang
ini, kemungkinan kartu suara akan selebar Tabloid dibanding dengan sedikit partai. Dari
sisi ini saja sudah diboroskan keuangan Negara yang cukup besar.
11) Logika "lingkaran setan", semakin banyak partai semakin banyak pilihan. Semakin
banyak pilihan, akan semakin sulit memilih. Semakin sulit memilih semakin banyak
yang tidak memilih. Semakin banyak Golput, semakin mundur arti sebuah demokrasi.
Jadi Semakin Banyak Partai =Semakin Jelek Kualitas Demokrasi nya. Diakui atau tidak
logika ini, anda bisa lihat sendiri carut marut partai politik di Indonesia.
12) Banyak Uang yang di investasikan pada hal-hal yang "kurang produktiv" bagi
masyarakat banyak. Sebagi contoh ringan saja, anda boleh lihat, hitung dan analisa
sendiri, berapa rupiah yang dihamburkan hanya untuk membuat sticker, baliho, spanduk,
bendera dan iklan politik

2.7 Kedudukan presiden dalam sistem multipartai

Salah satu persoalan yang paling fundamental dalam sistem multipartai yang baru di
tumbuhkan sejak pertengahan tahun 1998 yang lalu adalah kedudukan presiden dalam sistem
partai tersebut.
Kedudukan presiden dalam konteks multipartai ternyata kurang mendapat tanggapan
cukup serius dari kalangan partai poltik, tokoh-tokoh informal , maupun politisi yang sedang
memerintah.

16
Terpusatnya kekuasaan ketangan presiden, maka pemilihan presiden dilakukan secara
langsung oleh rakyat.Haltersebut memberi kesempatan sebesar-besarnya bagi rakyat untuk
menentukan sendiri presiden mereka tanpa terhalang oleh birokrasi partai politik.

Pola pemilihan ini membuat presiden tunduk pada keinginan rakyat.Artinya, jika
rakyat sudah tidak menghendaki maka presiden tidak dapat dipilih kembali setelah
menyelesaikan masa jabatan yang bersifat periodik dan tetap.Masa jabatan sekali pun bersifat
tetap (dalam jangka waktu tertentu) dapat dibatasi hingga dua kali.

Ketidaksesuaian praktik multipartai dengan sistem presidensial yang dianut oleh


Indonesia bermula sejak tidak terpilihnya Megawati Soekarnoputri sebagai presiden tahun
1999 yang lalu.Sejak itu dimulailah "kekeliruan" bahwa partai tidak perlu menang Pemilu
untuk bisa mendapatkan kursi presiden.

Sistem pemerintahan presidensial atau disebut juga dengan sistem kongresional


adalah sistem pemerintahan dimana badan eksekutif dan legislatif memiliki kedudukan yang
independen.Kedua badan tersebut tidak berhubungan secara langsung seperti dalam sistem
pemerintahan parlementer.Mereka dipilih oleh rakyat secara terpisah.Sistem presidensial
tidak mengenal adanya lembaga pemegang supremasi tertinggi.

Kedaulatan negara dipisahkan (separation of power) menjadi tiga cabang kekuasaan,


yakni legislatif, eksekutif, dan yudikatif, yang secara ideal diformulasikan sebagai ”Trias
Politica” oleh Montesquieu. Presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat untuk
masa kerja yang lamanya ditentukan konstitusi.Konsentrasi kekuasaan ada pada presiden
sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.Dalam sistem presidensial para menteri
adalah pembantu presiden yang diangkat dan bertanggung jawab kepada presiden.

Namun dengan adanya sistem multipartai kedudukan presiden dalam konteks


multipartai ternyata kurang mendapat tanggapan cukup serius dari kalangan partai poltik,
tokoh-tokoh informal , maupun politisi yang sedang memerintah

17
BAB 3

Penutup

3.1 Kesimpulan

Sistem multipartai memang menjadi ciri khas dari sistem pemerintahan parlementer di
era Demokrasi Liberal.Saat itu, peran partai politik dalam mempengaruhi situasi politik
nasional sangat menonjol.Baik tidaknya pengaruh yang diberikan oleh partai politik terhadap
situasi nasional tergantung bagaimana partai politik tersebut menjalankan fungsinya sebagai
sebuah partai politik.

Dampak positif dari pertumbuhan partai yang sedemikian luar biasa akan memberikan
suasana keterbukaan yang berarti bahwa masyarakat benar-benar menikmati keterbukaan ini
dan memanfaatkannya lewat pembentukan partai-partai politik. Sementara dampak
negatifnya, tidak sedikit para aktifis partai secara mendadak berubah dari warga negara biasa
menjadi politisi dalam waktu yang sangat singkat.Dimana tingkat keawaman mereka dalam
berpolitik masih terlalu tebal sehingga mereka tidak bisa mengelola partai politik tersebut.

Dalam sistem multipartai, pemilihan presiden dilakukan secara langsung oleh


rakyat.Masa jabatan sekali pun bersifat tetap (dalam jangka waktu tertentu) dapat dibatasi
hingga dua kali.

3.2 Saran
1. Para elite-elite partai harusnya lebih dapat meningkatkan kualitas partainya agar sistem
multipartai dapat berjalan dengan baik.
2. Seharusnya para elite-elite partai memiliki kesadaran yang kuat akan adanya iklim
keterbukaan sebagai akibat adanya sistem multi partai dan memanfaatkan keterbukaan
tersebut menuju sebuah partai yang rasional.
3. Partai politik seharusnya dituntut untuk memahami makna pemerintahan koalisi sebagai
persyaratan mutlak dan tak dapat ditawar-tawar dari sistem multipartai.

18
Daftar Pustaka

Budiardjo, Miriam.1985. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta. Gramedia

Chotib, dkk. 2007. Kewarganegaraan Kelas XI. Jakarta. Yudhistira

Pragolo, Heru. 2014. Pendidikan Kewarganegaraan. Surabaya. Media Ilmu

L, Retno. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan Kelas X. Jakarta. Erlangga.

Nurliana,Nana. 2008. Sejarah Kelas IX. Jakarta. Grasindo

http://ummisalamah90.blogspot.com/

http://sistempemerintahan-indonesia.blogspot.com

19

Anda mungkin juga menyukai