PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Demokrasi di Indonesia sudah berlangsung 18 tahun sejak tahun 2000 an.
Hingga tahun 2016 ini, demokrasi di Indonesia telah melewati berbagai proses yang
penuh dengan dinamika kehidupan demokrasi. Dalam periode 18 tahun ke belakang
telah banyak perubahan yang dialami Indonesia dalam menjalankan proses
demokratisasi ini, diantaranya adalah Amandemen UUD 1945, kebebasan pers,
kebebasan untuk mengeluarkan pendapat, dan lain-lain. Selain itu sekarang ini juga
terdapat banyak partai politik sebagai wadah untuk menyalurkan informasi dari
pemerintah menuju masyarakat begitu pula sebaliknya, dari masyarakat menuju
pemerintah.
Partai politik merupakan kelompok warga negara yang terorganisasikan, yang
bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan dengan memanfaatkan kekuasaannya
untuk memilih, bertujuan untuk menguasai pemerintahan dan menjalankan kebijakan
umum. Partai politik merupakan hasil pengorganisasian dari sekelompok orang agar
memperoleh kekuasaan untuk menjalankan program yang telah direncanakan.
Demokrasi adalah pemerintahan oleh semua orang yang merupakan kebalikan
dari konsep pemerintahan oleh satu orang (otokrasi). Sehingga dalam membangun
demokrasi ini diperlukan adanya partisipasi aktif dari masyarakat. Partisipasi tersebut
dapat terlihat dari pelaksanaan pemilu. Masyarakat dapat menggunakan haknya untuk
memilih sesuai dengan hati nurani.
Namun, sekarang ini banyak masyarakat yang enggan memilih atau lebih
tepatnya adalah golput. Salah satu faktornya adalah sekarang ini terlalu banyak partai
politik yang justru membuat masyarakat bingung karena hanya menyatakan janji-janji
palsu semata, tidak merealisasikan visi misi yang diutarakan terhadap masyarakat.
Partai politik sekarang lebih banyak mencari untuk kepentingan pribadi partai politik
itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
Sejauh ini peran parpol dalam membangun demokrasi belumlah sesuai dengan
yang seharusnya dilakukan. Parpol cenderung mencari keuntungan untuk parpol itu
sendiri. Sehingga dari permasalahan tersebut dapat kita rumuskan :
b. Sistem kepartaian
1. One-party system :
Berlaku pada rezim totaliterianisme. Contohnya Uni Soviet, China dan banyak
muncul pada bangsa Afrika dan Asia Mereka memiliki satu partai tunggal yang
mengontrol setiap level pemerintahan dan hanya memperbolehkan satu partai yang
legal.Pemilu dgn adanya partai sebagai klaim demokrasi sebagai pembenaran mereka
juga berpendapat bahwa apabila memiliki beberapa partai dikhawatirkan akan terjadi
chaos dan kekerasan.[3]
Di era reformasi dimana keran kebebasan kembali dibuka setelah lama dipasung ketika
masa Orde Baru berlangsung membuat banyak partai politik menjadi meningkat dalam
hal jumlah. Diakui atau tidak dalam era sekarang ini sistem yang menganut jumlah
partai yang banyak (multipartai) membuat kinerja negara yang menganut sistem
presidensil menjadi tidak efektif. Hal itu, terbukti dalam pemerintahan yang terbentuk
di masa reformasi, mulai dari pemerintahan BJ. Habibie, pemerintahan Abdurrahman
Wahid, dan pemerintahan Megawati sampai ke pemerintahan SBY jiilid 1 maupun jilid 2
dewasa ini. Keperluan mengakomodasikan kepentingan banyak partai politik untuk
menjamin dukungan mayoritas di parlemen sangat menyulitkan efektifitas
pemerintahan, termasuk pemerintahan SBY-Boediono yang ada sekarang.
Partai baru banyak bermunculan dengan wajah-wajah lama dari era perpolitikan
terdahulu atau bahkan merupakan sosok yang “dibuang” dari partai sebelumnya. Dalam
hal ini saya mencontohkah Partai Hanura dan Gerindra, dimana partai ini juga termasuk
partai baru yang cukup sukses didalam pemilu tahun 2009. Partai politik yang tergolong
baru juga tergolong mempunyai kans yang kuat untuk meraih massa dengan pandangan
baru yang mengatasnamakan kekecewaan publik terhadap kinerja parta politik yang
ada saat ini, karena memang sulit dibantah keadaan partai politik yang ada saat ini
semakin membuat publik kurang percaya dengan kredibilitas partai yang ada
mengingat banyaknya kasus yang membelit satu per satu partai yang ada saat ini.
Selain itu ada semacam trend fenomena yang terjadi dalam era reformasi sekarang ini
dimana banyak kita temukan antara lain :
·Politkus“Bajing Loncat”atau Kutu Loncat. Sering kita temukan beberapa politkus yang
pindah-pindah partai menurut selera dan analisis mereka terhadap peluang yang dapat
diraih untuk mencapai karier dalam dunia politik. Partai politik berganti-ganti nama.
Terjadinya perpindahan kader dari satu partai ke partai lainnya menunjukan pola
penerimaaan kader partai di Indonesia masih sangat lemah. Boleh dikatakan bahwa
partai belum memiliki sistem penerimaan kader partai yang baik. Pola penerimaan
kader yang harus dimulai dari bawah dan dilanjutkan dengan pendidikan kepartaian
yang berkesinambungan sering terabaikan. Pada sisi lain masuknya orang kesatu partai
tidak jarang karena ingin mendapat perlindungan baik itu bisnis ataupun jabatan.
Akibatnya kader yang masuk dengan murni dan mengawali dari tingkat paling rendah
serta memiliki kapabilitas yang tinggi sering terabaikan, karena kesempatan mereka
telah direbut oleh kader “kutu loncat”.