Pada permulaan perkembanganya di negara barat seperti inggris dan prancis kegiatan politik
pada mulanya dipusatkan pada kelompok-kelompok politik dalam parlemen. Kegiatan ini
mula-mula bersifat elitist dan aristokratis, mempertahankan kepentingan kaum bangsawan
terhadap tuntutan-tuntutan raja. Dengan meluasnya hak pilih, kegiatan politik juga
berkembang di luar parlemen dengan terbentuknya panitia-panitia pemilihan yang mengatur
pengumpulan suara para pendukungnya menjerang masa pemilihan umum. Dalam
perkembangan selanjutnya di dunia Barat timbul pula partai yang lahir di luar parlemen.
Partai-partai ini bersandar pada suatu pandangan hidup atau ideologi tertentu seperti
Sosialisme, Kristen Demokrat, dan sebagainya. Di negara-negara jajahan partai-partai politik
sering didirikan dalam rangka pergerakan nasional di luar dewan perwakilan rakyat kolonial.
Maka dari itu dikatakan bahwa fungsi partai politik berbeda sekali dengan partai dalam
negara yang demokratis. Kalau dalam negara demokrasi partai mengatur keinginan dan
aspirasi golongan-golongan dalam masyarakat, maka partai komunis berfungsi untuk
mengendalikan semua aspek kehidupan secara monolithic
KLASIFIKASI PARTAI
Klasifikasi partai dapat dilakukan dengan berbagai cara. Bisa dilihat dari segi komposisi dan
fungsl keanggotaannya. secara umum dapat dibagi dalam dua jenis yaitu partai massa dan
partai kader. Partai massa mengutamakan kekuatan berdasarkan keunggulan jumlah anggota.
Kelemahan dari partai massa ialah bahwa masing-masing aliran atau kelompok yang
bernaung di bawah partai massa cenderung untuk memaksakan kepentingan masing-masing,
terutama pada saat-saat krisis. Klasifikasi Iainnya dapat dilakukan dari segi sifat dan
orientasi, dalam hal mana partai-partai dapat dibagi dalam dua jenis yaitu partai lindungan
(patronage party) dan partai ideologi atau partai azas (Weltanschauungs Partei atau
programmatlc party).
Partai lindungan umumnya memiliki organisasi nasional yang kendor, disiplin yang lemah
dan biasanya tidak terlalu mementingkan pemungutan iuran secara teratur. Partai ideologi
atau partai azas (Sosialisme, Fasisme, Komunisme, Kristen-Demokrat) biasanya mempunyai
pandangan hidup yang digariskan dalam kebijaksanaan pimpinan dan berpedoman pada
disiplin partai yang kuat dan mengikat.
Pembagian di atas sering dianggap kurang memuaskan oleh karena dalam setiap partai ada
unsur lindungan serta pembagian rezeki di samping pandangan hidup tertentu. Maka dari itu
ada sarjana yang lebih cenderung untuk menggunakan klasifikasi yang dikemukakan antara
lain oleh Maurice Duverger dalam bukunya yang terkenal Political Parties, yaitu sistim
partai-tunggal (one-party system), sistim dwi-partai (two-party system) dan sistim multi
partai (multi-party system).
1. Sistim Partai-tunggal
sistim partai-tunggal merupakan istilah yang menyangkal diri sendiri (contradictio in
terminis) sebab menurut pandangan ini suatu sistim selalu mengandung lebih dari satu
unsur. partai-partai yang ada harus menerima pimpinan dari partai yang dominan dan
tidak dibenarkan bersaing secara merdeka melawan partai itu. Kecenderungan untuk
mengambil pola sistim partai tunggal disebabkan karena di negara-negara baru pimpinan
sering dihadapkan dengan masalah bagaimana mengintegrasikan pelbagai golongan,
daerah serta suku bangsa yang berbeda corak sosial dan pandangan hidupnya. Negara
yang paling berhasil untuk meniadakan partai-partai lain ialah Uni Soviet.
2. Sistim dwi-partai
biasanya diartikan adanya dua partai atau adanya beberapa partai tetapi dengan peranan
dominan dari dua partai. Sistim dwi-partai pernah disebut "a convepient system for
contented people" dan memang kenyataannya ialah bahwa sistim dwipartai dapat berjalan
baik apabila terpenuhi tiga syarat; yaitu komposisi masyarakat adalah homogeen (social
homogeinity), konsen- sus dalam masyarakat mengenai azas dan tujuan sosial yang
pokok (political consensus) adalah kuat, dan adanya kontinuitas sejarah (historical
continuity). Sistim dwi-partai umumnya diperkuat dengan digunakannya sistim pemilihan
single-member constituency (Sistim Distrik) di mana dalam setiap daerah pemilihan
hanya dapat dipilih satu wakil saja.
3. Sistim multi-partai
Umumnya dianggap bahwa keanekaragaman dalam komposisi masyarakat menjurus ke
berkembangnya sistim multi-partai. Di mana perbedaan ras, agama, atau suku bangsa
adalah kuat, golongan-golongan masyarakat lebih cenderung untuk menyalurkan ikatan-
ikatan terbatas (primordial) tadi dalam satu wadah saja. Di lain fihak partai-partai oposisi
pun kurang memainkan peranan yang jelas oleh karena sewaktu-waktu masing-masing
partai dapat diajak untuk duduk dalam pemerintahan koalisi baru. Pola multi-partai
umumnya diperkuat oleh sistim pemilihan Perwakilan Berimbang (Proportional
Representation) yang memberi kesempatan luas bagi pertumbuhan partai-partai dan
golongan-golongan kecil.