Anda di halaman 1dari 2

Nama : Masita

Nim : E041201041
Mata Kuliah : Pemikiran Politik Barat A

Pemikiran Politik Alexis de Tocqueville

Alexis De Tocqueville Lahir di Perancis 29 Juli 1805 dan meninggal tahun 1859 di
Cannes. Ia lebih dikenal sebagai sosiolog pada abad ke sembilan belas dan namanya di
sejajarkan dengan Aguste Comte. Namun pemikirannya juga menyentuh persoalan politik dan
juga demokrasi.

Menurut Alexander Alexander de Tocqueville, masyarakat sipil merupakan


representasi kekuatan publik untuk membatasi kekuasaan negara. Demokrasi yang membentuk
kekuasaan administratif negara telah menjadi penjara bagi kebebasan masyarakat sipil karena
dengan adanya keabsahan suara Pemilu, maka negara dapat bertindak apapun atas nama
individu, dan menjadi ancaman bagi kebebasan individu. Oleh sebab itulah, Tocquieville
menghendaki agar masyarakat sipil sebagai asosiasi kumpulan dari berbagai asosiasi otonom
dan berperan sebagai pengawas kekuasaan negara.

Dalam konteks asosiasi otonom itu, Tocqueville melihat bahwa sistem demokrasi yang
mapan berpotensi membentuk rezim order yang membatasi kebebasan. Pemikiran ini berbeda
dengan pemikiran Hegel yang mengutamakan order. Bukan berarti ia tidak memandang
penting kebebasan, hanya saja ada kekhawatiran apabila kebebasan tanpa batas justru
menghancurkan eksistensi dari masyarakat sipil. Selain itu, negara tetap perlu memiliki
kedaulatan terhadap masyarakat, walaupun tetap perlu ada pembatasan wewenang negara
melalui hukum, dan hukum itu juga berlaku kepada masyarakat.

Pemikiran Tocqueville menggambarkan bahwa civility merupakan satu bentuk otoritas


sipil, yaitu kaidah moral yang melekat pada masyarakat sipil. Esensi dasar dari otoritas sipil
adalah otonom dan inovatif. Bahwa negara tetap perlu memiliki kedaulatan terhadap
masyarakat, walaupun tetap perlu ada pembatasan wewenang negara melalui hukum, dan
hukum itu juga berlaku kepada masyarakat. Oleh sebab itulah ketiga unsur civility tersebut
tetap menjadi penting, walaupun penekanan unsur –unsur terkait itu harus disesuaikan dengan
konteks ruang dan waktu. Selain itu, Tocquiville menilai bahwa hakikat kebebasan bukan
segalanya, atau tujuan, melainkan satu sarana untuk mencapai tujuan bersama, dengan
menguatkan civility.

Menurutnya, konflik sosial akan menghilang karena nantinya hanya akan ada satu pusat
kekuasaan negara yang tidak tertandingi oleh kelompok-kelompok lainnya. Ia juga khawatir
nantinya consensus bisa dilanggar oleh mass society. Apati, yang muncul karena ketiadaan
keanggotaan pada unit-unit sosial yang secara politik penting, memperlemah dan
menghancurkan consensus.

Anda mungkin juga menyukai