Anda di halaman 1dari 7

A.

PENDAHULUAN
Di dalam sitematika filsafat salah satu tahapannya adalah etika, yang mempelajari
praktek perilaku manusia sebagai fenomena moral dari gejala-gejala. Filsafat etika atau
filsafat moral sebagai dasar berbagai etika bidang kehidupan memberi pegangan
universal mengenai moral prilaku yang baik, lurus dan tepat. Etika sebagai ilmu filsafat
memiliki alat analisa kritis terhadap peristiwa dan kejadian pengalaman manusia yang
menimbulkan benturan dalam diri manusia yaitu hati nurani, pikiran dan perbuatan.
Melalui pelajaran etika kita dapat menelaah tindakan prilaku moral dengan analisa dan
pikiran yang jernih dan lurus. Kajian etika dasar member uraian tentang kebebasan dan
tindakan moral.
B. PEMBAHASAN

Kebebasan Moral/Hati Nurani


Kebebasan eksistensil adalah kebebasan terberi pada manusia sehingga dapat
menggerakkan dirinya secara fisik dan psikis untuk mencapai apa yang dikehendakinya.
J.Paul Satre manusia bebas tak terbatas, sebab ia ditakdirkan bebas. Termasuk ketika
manusia dibatasi, tidakan mengatasi pembatasan adalah suatu bentuk kebebasan
eksistensial.
Kebebasan eksistensil bersifaf universal. Siapapun manusia di seluruh dunia,
apapun latar belakang pendidikannya, apapun rasnya memiliki kebebasan eksistensil,
kebebasan membuat keputusan dan bertindak secara sadar. Kebebasan eksistensil tidak
dapat dinyatakan sebagai suatu yang kongkrit apabila belum dipraktikkan oleh manusia
dalam bentuk action. Ketika sudah dipraktek maka kebebasan eksistensi menjadi
tindakan moral. Tindakan moral merupakan exercise paling tepat dari kemampuan
pengolahan dorongan suara hati dengan akal pikiran rasional terhadap kondisi dan situasi
yang dialami. Pengenalan dan pengertian tentan kebebasan membuat manusia dapat
dapat menemukan hakikat dirinya. Apabila terjadi persoalan etika, yang disebabkan
perbenturan dengan kebebasan orang lain sebuah analisa pikiran dan suara hati akan
melahirkan jawaban dan keputusan untuk berprilaku (action) yang tepat dan benar.
Kebebasan moral dapat menimbulkan masalah dan menjadi beban moral, saat
seseorang tidak melaksanakan tanggungjawab dan kewajibannya. Setiap memiliki peran,
status, posisi sebagai manusia yang hidup dengan manusia lain, maka ia memiliki
tanggung jawab. Seorang ibu dan ayah mempunyai tanggung jawab moral untuk
membesarkan, mengasihi dan memelihara anaknya. Pada titik ini kebebasan eksistensil
bukan dibatasi oleh kondisi atau situasi, namun pikiran dan suara hati yang menuntun
manusia melaksanakannya kewajibannya. Bisa saja seorang bapak menggabaikan
tanggung jawabnya dengan menelantarkan anaknya, sebagai bapak tentu ia akan
memiliki beban moral, dan apabila sudah ada hukum yang mengatur hal tersebut bapak
ini menghadapi masalah hukum. Seringkali beban moral menyebabkan problem moral
yang dalam pada individu sehingga menimbulkan stress dan penyakit, tak jarang problem
moral juga berlaku kolektif dan menjadi problem moralitas.
Kebebasan manusia tidak tak terbatas. Namun bisa terbatas atau dibatasi oleh
kondisi. Seorang tidak dapat bebas berekspresi disebabkan kondisi tinggal di Negara
dengan sistem otoriter, Secara individu orang tersebut tetap memiliki kebebasan
eksistensil, namun untuk mewujudkan keinginan berorganisasi ataupun mengeluarkan
pendapat tidak dapat dilaksanakan. Ini tentu berbeda dengan pembatasan perilaku yang
dibuat secara bersama-sama untuk kebutuhan dan kebaikan bersama yaitu melalui
peraturan perundangan, peraturan adat dan ajaran agama yang merupakan ekspresi
kebebasan sosial.
Kebebasan moral adalah ciri hakikat hidup menjadi manusia, khususnya manusia
normal dalam arti manusia tersebut tidak mempunyai hambatan fisik dan psikis misalnya
mental retarded dan atau dalam kondisi stroke. Ciri manusia dengan kebebasan moral
merupakan implementasi dari kemampuan manusia mengekspresikan dirinya dalam
berbagai tindakan yang dilakukan atau tidak dilakukan secara sadar dan terkait atau tidak
terkait dengan manusia lain. Di dalam filsafat tindakan disebut tindakan moral, tindakan
yang berimplikasi terhadap manusia lain atau dirinya sendiri.
Tindakan etis/moral manusia merupakan pengejawantahan kebebasan sejati.
Kebebasan yang terberi, kebebas moral universal. Kebebasan yang merupakan
kemampuan manusia menerima perintah suara hati nurani dan mengejawantahkannya
setelah melalui pergulatan dan analisa rasional dan bentukan kondisional. Kebebasan
moral selalu harus bernegosiasi dengan kebebasan social. Kebebasan social merupakan
suatu ekspresi bersama didalam menjaga dan melindungi kebebasan masing-masing
individu.
Seorang manusia dengan kebebasan moral dapat dengan berani melawan dengan
menangkis atau memukul balik ketika dia diancam peras atau ditodong. Seorang ini, sebut
saja Bima ditengah jalan diminta memberikan tas yang dibawanya oleh seorang lain
dengan ancaman akan dipukul. Lalu Bima menggunakan kemampuan pikirannya dan
strategi untuk melindungi diri dengan menendang orang yang menodongnya lalu lari.
Itulah aktualisasi kebebasan eksistensil individu,yang mengekspresikan dirinya tidak
menunggu polisi datang misalnya, atau orang lain lain menyelamatkannya. Kehendak
untuk aman melindungi diri dilakukan dengan melawan. Mungkin usai tindakan itu Bimo
akan merasakan sedikit beban moral, misalnya apakah orang yang ditendangnya
terluka dan sebagainya, beban moral merasa bersalah yang dapat diatasi dengan
mengedepankan hak manusia untuk terbebas dari tindakan criminal.
Tindakan orang melawan kejahatan adalah ekspresi kebebasan moral, sedangkan
tindakan menerima begitu saja dan menyerah merupakan gambaran hambatan moral
karena ketiadaan kebebasan yang menyebabkan ketiadaan kehendak. Ketika ia
melakukan perlawanan, ia berkehendak terbebas dari kekerasan, menjaga hak miliknya.
Sehingga dia tak hanya ingin menjaga hak miliknya tetapi melaksanakannya sebagai
kehendak menjaga hak miliknya.
Ada orang lain yang mungkin ingin melawan, namun hambatan takut,
menyebabkan ia tidak melawan dan menyerahkan barang miliknya dengan terpaksa
kepada penodong. Keingiannya tidak terlaksana sebagai kehendaknya sebagai tindakan.
Maka dengan menendang penodong adalah bukti Bima tersebut telah
mengimplemtasikan kebebasan moralnya, menunjukkan bahwa Bimo memiliki
kebebasan fisik-psikis.
Kompleksitas Moralitas Persoalan Masa Kini dan perlawanan social
Manusia mengimplementasikan kebebasan eksistensilnya dalam aksi moral yang
dikondisikan fisik dan psikis. Kebebasan moral yang teraktualisasi dalam prilaku individu
seringkali atas nama agama tertentu melakukan tindakan immoral: membunuh dan
mengusir orang dengan praktek keyakinan berbeda. Kejadian seperti disebabkan dan
karena moralitas masyarakat tidak memegang teguh etika yang bersifat universal.
Padahal agama adalah pegangan bagi terlaksananya etika bermasyarakat. Pemangku
wewenang berlaku immoral membuat moralitas aparat masyarakat pun rendah. Tindakan
manusia menakut-nakuti akhirnya tidak ada tindakan saling menghormati didalam
masyarakat, khususnya terhadap mereka yang bebeda keyakinan, padahal sifat hormat
menghormati adalah kebaikan universal dan pijakan moral masyarakat baik secara adat,
maupun hokum.Kondisi seperti ini dapat menimbulkan persoalan moral dimana
kebebasan eksistensil sulit diwujudkan karena terhambat oleh tekanan psikis dari orang
banyak atau sekelompok pihak. Meskipun moralitas universal menganggap bahwa
membunuh adalah prilaku buruk dan tidak baik, kondisi masyarakat yang didominasi
keyakinan tertentu menyebabkan moral baik yang universal menjadi tidak berlaku. Pada
kondisi tersebut moralitas masyarakat tidak lagi berdasarkan pada sesuatu yang bersifat
universal bahkan melawan hakikat kebebasan sosial. Kebebasan sosial sebagai
pembatasan yang wajar, agar kebebasan manusia terwujud dengan baik. Manusia tidak
dapat mewujudkan kehendakan secara mutlak karena manusia hidup bersama manusia
lain.
Kondisi masyarakat dunia dan Indonesia setiap individunya tidaklah memiliki
kebebasan mutlak, kebebasan dibatasi secara wajar oleh aturan. Aturan itu sendiri
merupakan konsensus bersama untuk menghormati kebebasan satu sama lain yang
bersepakat untuk membuat peraturan yang ditujukan untuk kebaikan bersama.
Moralitas masyarakat kini dipengaruhi oleh kondisi globalisasi ekonomi, social,
politik dan budaya yang secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi manusia
dalam menentukan refleksi diri atas kebebasannya. Peraturan yang merupakan bagian
dari pengatur kebebasan individu, kini seringkali tidak mampu menjangkau problem
moral, dan hukum.
Budaya dalam bentuk gaya hidup mempengaruhi antara lain masyarakat
konsumtif dan mengikuti trend. Serangan menderu pada manusia mendatangkan godaan
psikis. Implementasi kebebasan antara lain terwujud kehendak dalam tindakan misalnya
membeli Blackberry, Ipad, sepeda, motor atau mobil. Keinginan mewujudkan kehendak
ini seringkali menimbulkan problematik moral bagi kalangan remaja. Media massa
televisi dan media digital turut mempengaruhi moral manusia dalam prakteknya
dominan mengedepankan kebebasan individual. Kebebasan individual yang dominan
seringkali tidak membutuhkan tanggungjawab, karena tindakan yang dilakukan bersifat
pribadi dan tidak berkorelasi atau bertabrakan dengan kebebasan orang lain, misalnya
seorang anak yang mendapatkan hadiah mobil dari orang tuanya yang kaya raya senilai
17 milyar. Bagaimana kita mengukur moral dan etikanya? Tidak ada yang bersifat
immoral dari tindakan orang kaya tersebut, namun seharusnya bisa menimbulkan beban
moral mengingat tindakannya orang kaya tersebut dihadiahkan berlawanan dengan sifat
empati yang merupakan etika moral manusia.
Semantara itu teknologi informasi dan digital sebagai ruang yang paling
memberikan kebebasan manusia dalam mengekspresikan dirinya, artinya hampir tidak
terjangkau oleh hukum formil maupun moral agama. Pemanfaatkan perangkat teknologi
informsi atau digital oleh telah mempengaruhi moral universal, khususnya mengenai
kejujuran. Namun dikarenakan ketidak jujuran berlangsung dan berlaku secara wajar di
dunia maya, disebabkan tidak ada beban tanggung jawab dari dunia maya tersebut.
Seseorang bisa saja mengaku bernama A di dalam facebook, dan menuliskan jenis
kelaminnya Perempuan padahal laki-laki. Bagaimana kita mengukur kebebasan moral
pada orang tersebut, tentunya dikembalikan pada kesadaran dan suara hati orang
tersebu.
C. PENUTUP
Pada saat ini diberbagai belahan dunia, para pihak berwenang mengatur
kebebasan manusia (Kepala Negara, Aparatur, organisasinya PBB dll) justru tidak
melakukan tanggungjawab menjaga dan mengatur moralitas malahan melakukan
tindakan immoral (perang, invasi, eksploitasi dsb). Contoh tersebut menunjukkan bahwa
kebebasan berkehendak manusia bisa bertingkat dan bergradasi, bagi seorang dengan
posisi tinggi, misalnya Kepala Negara maka kehendak untuk mengimplementasikan
kebebasan lebih luas, dan seringkali melampaui kebebasan social yang bersifat universal.
Walaupun kebebasan manusia berkehendak sebebas-bebasnya tidak dapat tidak dapat
diimplementasikan karena mahluk sosial. Sederhana, setiap manusia kebebasan
eksistensil maka manusia yang satu dengan yang lain akan berhadapan untuk
menghormati masing-masing kebebasan yang dimilikinya. Implementasi kebebasan
itulah yang menjadi ciri dan hakikat manusia yang menjalankan etika dan bermoral.

D. DAFTAR PUSTAKA
Zubair, Achmad Charris. 1987. Kuliah Etika. Jakarta: Rajawali Pers.
Nata, Abuddin. 2015. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Rajawali Pers
KEBEBASAN SUARA HATI DAN PERLAWANAN
SOSIAL

Disusun oleh :

Ashari kara

E111 15 007

ILMU POLITIK
POLITIK PEMERINTAHAN

ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2016/2017

Anda mungkin juga menyukai