Anda di halaman 1dari 2

KASUS-KASUS PELANGGARAN HAK DAN KEWAJIBAN

Contoh bentuk kasus pelanggaran hak dan kewajiban :

Pelanggaran terhadap hak waarga negara:

1. Proses penegakan hukum masih belum optimal dilakukan, misalnya masih terjadi kasus salah
tangkap, perbedaan perlakuan oknum aparat penegak hukum terhadap para pelanggar hukum
dengan dasar kekayaan atau jabatan masih terjadi, dan sebagainya. Hal itu merupakan bukti
bahwa amanat Pasal 27 ayat 1 UUD 1945 belum sepenuhnya dilaksanakan.
2. Saat ini, tingkat kemiskinan dan angka pengangguran di negara kita masih cukup tinggi, padahal
Pasal 27 ayat 2 UUD 1945
3. Makin merebaknya kasus pelanggaran hak asasi manusia seperti pembunuhan, pemerkosaan,
kekerasan dalam rumah tangga, dan sebagainya. Padahal, Pasal 28A–28J UUD 1945 menjamin
keberadaan Hak Asasi Manusia.
4. Masih terjadinya tindak kekerasan mengatasnamakan agama, misalnya penyerangan tempat
peribadatan, padahal Pasal 29 ayat 2 UUD 1945

Pelanggaran terhadap kewajiban negara:

a. Membuang sampah sembarang


Diantara kasus pelanggaran yang lainnya, membuang sampah sembarangan adalah kasus
pelanggaran terhadap kewajiban negara yang paling sering ditemukan. Dimana kita sebagai warga
masyarakat Indonesia seharusnya tidak melakukan hal tersebut, karena dari tindakan tersebut dapat
menimbulkan dampak-dampak seperti: lingkungan menjadi kotor dan bau, banjir, bahkan dapat
merugikan diri sendiri dan orang lain. Solusi yang dapat saya berikan adalah seharusnya warga
masyarakat Indonesia tidak membuang sampah sembarang dan lebih mengintrospeksi/mengevalusi
diri sendiri bahwa perbuatannya bisa merugikan dirinya dan orang lain.
b. Tidak menaati peraturan lalu litas
Kasus pelanggaran lalu lintas juga sering terjadi dikalangan pengendara sepeda motor, mobil, atau
pengguna jalan lainnya. Contohnya seperti melawan arus yang dapat membahayakan orang lain,
melanggar lampu rambu lalu lintas berwarna merah, parker sembarang, dan sebagainya. Hal
tersebut merupakan salah satu kasus pelanggaran terhadap kewajiban warga negara dan juga
melanggar UU lalu lintas. Solusinya adalah sebagai warga negara mentaati peraturan yang telah
dibuat (UU Lalu lintas) dan dengan membawa kelengkapan surat-surat jika berkendara.
c. Tidak ikut serta dalam dalam pembelaan negara
Sesuai dengan Pasal 30 ayat 1 UUD 1945 menyatakn bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan
wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara”. Dimana bentuk perwujudan kita
sebagai pelajar/mahasiswa yaitu dengan belajar sungguh-sungguh serta taat akan hukum dan
aturan-aturan. Namun pada kenyatannaya, kebanyakan pelajar/mahasiswa tidak bersungguh-
sungguh dalam melaksanakan tugasnya, banyaknya perkelahian yang menimbulkan kekacauan di
masyarakat. Solusi untuk kasus ini adalah belajar dengan sungguh-sungguh, adanya Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan untuk lebih mendalami upaya bela negara.

Hak Asasi Yang Membuat Ketidakadilan dan Tidak Nyaman Dalam Kehidupan di Indonesia
contoh kasus yaitu Kerusuhan yang terjadi pada Mei 1998. Pada Mei 1998, terjadi peristiwa yang
disebut dengan Tragedi Trisakti pada 12 Mei dan Kerusuhan Massal pada 13-15 Mei di Jakarta dan
beberapa kota besar lainnya. Tragedi Trisakti ini memakan 4 korban jiwa yang semuanya merupakan
mahasiswa dari universitas Trisakti. Peristiwa kerusuhan massal 13-15 Mei 1998, adalah kemarahan
publik atas tindakan brutal aparat keamanan dalam peristiwa Trisakti, yang dialihkan kepada
masyarakat etnis tertentu. Amuk massa itu berlangsung sangat menyeramkan dan terjadi sepanjang
siang dan malam hari.
Atas kejadian tersebut, pemerintah membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang
merampungkan laporannya pada 23 Oktober 1998. TGPF menemukan fakta bahwa kerusuhan
tersebut diduga mengakibatkan lebih dari seribu orang meninggal akibat terjebak dalam bangunan
yang terbakar atau dibakar, ratusan orang luka-luka, penculikan terhadap beberapa orang,
pemerkosaan atau pelecehan seksual terhadap puluhan perempuan yang sebagian besar dari etnis
tertentu, serta ribuan bangunan dibakar. Tim Penyelidikan Komnas HAM menyimpulkan adanya
bukti permulaan yang cukup atas dugaan telah terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes
against humanity) dalam Tragedi Mei sebagaimana diatur dalam Pasal 9 UU tentang Pengadilan
HAM. Namun negara masih mengabaikan hak-hak korban atas kebenaran dan keadilan karena
ketidakjelasan proses hukum seusai penyelidikan Komnas HAM. Proses hukum atas Tragedi Trisakti
dan Tragedi Mei, yang mengambang dan berlarut-larut telah merugikan banyak pihak, terutama hak
para korban atas keadilan dan asas persamaan di depan hukum yang menjadi inti negara hukum.
Hak korban atas keadilan dan kepastian hukum telah diabaikan oleh negara selama bertahun-tahun.
Mereka tidak pernah tahu siapa yang bertanggung jawab atas Tragedi Trisakti dan Tragedi Mei yang
telah merampas hak-hak asasinya, termasuk yang paling mendasar, yaitu hak untuk hidup.

Anda mungkin juga menyukai