Anda di halaman 1dari 25

Kebijakan ekonomi pada masa orde baru

1. Dikeluarkannya beberapa peraturan pada 3 oktober 1966


Kebijakan ini antara lain :

Menerapkan anggaran belanja berimbang (balanced budget). Fungsinya adalah untuk


mengurangi salah satu penyebab terjadinya inflasi

Menerapkan kebijakan untuk mengekang proses ekspansi kredit bagi usaha-usaha


sector produktif, seperti sector pangan, ekspor, prasarana dan industry

Menerapkan kebijakan penundaan pembayaran utang luar negeri (re-scheduling),


serta berusaha untuk mendapatkan pembiayaan atau kredit luar negeri baru

Menerapkan kebijakan penanaman modal asing untuk membuka kesempatan bagi


investor luar negeri untuk turut serta dalam pasar dan perekonomian Indonesia

2. Dikeluarkannya peraturan 10 februari 1967 tentang persoalan harga dan tariff


3. Dikeluarkannya peraturan 28 juli 1967. Kebijakan ini dikeluarkan untuk memberikan
stimulasi kepada para pengusaha agar mau menyerahkan sebagian dari hasil usahanya untuk
sektor pajak dan ekspor Indonesia
4. Menerapkan UU no.1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing
5. Mengesahkan dan menerapkan RUU APBN melalui UU no.13 tahun 1967

Soeharto juga menerapkan kebijakan ekonomi yang berorientasi luar negeri, yaitu
dengan melakukan permintaan pinjaman dari luar negeri

Indonesia juga tergabung ke dalam institusi ekonomi internasional, seperti


International Bank for Rescontruction and Development (IBRD), International
Monetary Fund (IMF), International Development Agency (IDA) dan Asian
Development Bank (ADB)

///////////////////////////////////////////////////////////////////
[Sejarah] Indonesia: Era Orde Baru - Thread Not Solved Yet
Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde
Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno.
Orde Baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi
Indonesia berkembang pesat meski hal ini dibarengi praktek korupsi yang merajalela di
negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.

Orde Baru
Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai
presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978,
1983, 1988, 1993, dan [[1998].
Politik
Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis
mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada
akhir masa jabatannya. Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai
tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur Administratif yang
didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. DPR dan MPR
tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer,
khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan Aspirasi rakyat sering
kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap
provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang
pembangunan antara pusat dan daerah.
Eksploitasi sumber daya
Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya
alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak
merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada
tahun 1970-an dan 1980-an.
Warga Tionghoa
Warga keturunan Tionghoa juga dilarang berekspresi. Sejak tahun 1967, warga keturunan
dianggap sebagai warga negara asing di Indonesia dan kedudukannya berada di bawah warga
pribumi, yang secara tidak langsung juga menghapus hak-hak Asasi mereka. Kesenian
Barongsai secara terbuka, perayaan hari raya Imlek, dan pemakaian Bahasa Mandarin
dilarang, meski kemudian hal ini diperjuangkan oleh komunitas china indonesia terutama dari
komunitas pengobatan china tradisional karena pelarangan sama sekali akan berdampak pada
resep obat yang mereka buat yang hanya bisa di tulis dengan bahasa mandarin. Mereka pergi
hingga ke Makhamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung indonesia waktu itu memberi izin
dengan catatan bahwa china indonesia bejanji tidak menghimpun kekuatan untuk
memberontak dan menggulingkan pemerintahan Indonesia. Untuk keberhasilan ini kita mesti
memberi penghormatan bagi Ikatan Naturopatis Indonesia ( I.N.I ) yang anggota dan
pengurus nya pada waktu itu memperjuangkan hal ini demi masyarakat china indonesia dan
kesehatan rakyat indonesia. Hingga china indonesia mempunyai sedikit kebebasan dalam
menggunakan bahasa Mandarin.[rujukan?]
Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarin yang diizinkan terbit adalah Harian Indonesia
yang sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Harian ini dikelola dan diawasi oleh
militer indonesia dalam hal ini adalah ABRI meski beberapa orang china indonesia bekerja
juga di sana. Agama tradisional Tionghoa dilarang. Akibatnya agama Konghucu kehilangan
pengakuan pemerintah.
Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya ketika itu mencapai
kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan

pengaruh komunisme di Tanah Air. Padahal, kenyataan berkata bahwa kebanyakan dari
mereka berprofesi sebagai pedagang, yang tentu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan
oleh komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan dilakukan [rujukan?].
Orang Tionghoa dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian lagi memilih untuk
menghindari dunia politik karena khawatir akan keselamatan dirinya.
Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru
* perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada
1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000
* sukses transmigrasi
* sukses KB
* sukses memerangi buta huruf
Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru
* semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
* pembangunan Indonesia yang tidak merata
* bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya
dan si miskin)
* kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
* kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibreidel
Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia (untuk lebih
jelas lihat: Krisis finansial Asia), disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga
minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, Inflasi
meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang awalnya
dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan
massa yang meluas, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR
melantiknya untuk masa Bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B.
J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.
*KONGA
I di kirim
Mundurnya
Soeharto
dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagai tanda
ke Mesir , tgl 8-1akhirnya
Orde
Baru,
untuk
kemudian digantikan "Era Reformasi".
1957.
*KONGA II & III

Masih adanya
dikirim tokoh-tokoh
ke Kongo , penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada masa
Reformasi
ini sering
membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru masih belum
thn 1960
dan 1962
*KONGA
IV & Vitu Era Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut sebagai "Era
berakhir.
Oleh karena
kirim Baru".
ke Vietnam ,
Pasca Orde
tahun
1973
.
///////////////////////////////////////////
*KONGA VI dikirim
ke Timur
Kebijakan Pemerintah Masa Orde baru
Tengah,tahun 1973

Kebijakan Dalam Negeri Pemerintah Orde Baru adalah tema yang akan
kita bahas pada subbab kali ini. Struktur perekonomian Indonesia pada
tahun 1950-1965 dalam keadaan kritis. Pemerintah Orde Baru meletakkan
landasan yang kuat dalam pelaksanaan pembangunan melalui tahapan
Repelita, keadaan kritis ditandai oleh hal-hal sebagai berikut Kebijakan

Pemerintah Masa Orde baru:

a. Sebagian besar penduduk bermata pencaharian di sektor pertanian


sehingga struktur perekonomian Indonesia lebih condong pada sektor
pertanian.

b. Komoditas ekspor Indonesia dari bahan mentah (hasil pertanian)


menghadapi persaingan di pasaran internasional, misalnya karet alam
dari Malaysia, gula tebu dari Meksiko, kopi dari Brasil, dan rempah-rempah
dari Zanzibar (Afrika), sehingga devisa negara sangat rendah dan tidak
mampu mengimpor bahan kebutuhan pokok masyarakat yang saat itu
belum dapat diproduksi di dalam negeri.

c. Tingkat investasi rendah dan kurangnya tenaga ahli di bidang industri,


sehingga industri dalam negeri kurang berkembang.

d. Tingkat pendapatan rata-rata penduduk Indonesia sangat rendah.


Tahun 1960-an hanya mencapai 70 dolar Amerika per tahun, lebih rendah
dari pendapatan rata-rata penduduk India, Bangladesh, dan Nigeria saat
itu.

e. Produksi Nasional Bruto (PDB) per tahun sangat rendah. Di sisi lain
pertumbuhan penduduk sangat tinggi (rata-rata 2,5% per tahun dalam
tahun 1950-an).

f. Indonesia sebagai pengimpor beras terbesar di dunia.


Kebijakan Pemerintah Masa Orde baru
g. Struktur perekonomian pada akhir tahun 1965, berada dalam keadaan
yang sangat merosot. Tingkat inflasi telah mencapai angka 65% dan
sarana ekonomi di daerah-daerah berada dalam keadaan rusak berat
karena ulah kaum PKI/BTI yang saat itu berkuasa dan dengan sengaja
ingin mengacaukan situasi ekonomi rakyat yang menentangnya.

Tugas pemerintah Orde Baru adalah menghentikan proses kemerosotan


ekonomi dan membina landasan yang kuat bagi pertumbuhan ekonomi ke

arah yang wajar. Dalam mengemban tugas utama tersebut, berbagai


kebijaksanaan telah diambil sebagaimana tertuang dalam program jangka
pendek berdasarkan Tap. MPRS No. XXII/MPRS/1966 yang diarahkan
kepada pengendalian inflasi dan usaha rehabilitasi sarana ekonomi,
peningkatan kegiatan ekonomi, dan pencukupan kebutuhan sandang.

Program jangka pendek ini diambil dengan pertimbangan apabila laju


inflasi telah dapat terkendalikan dan suatu tingkat stabilitas tercapai,
barulah dapat diharapkan pulihnya kegiatan ekonomi yang wajar serta
terbukanya kesempatan bagi peningkatan produksi. Dengan usaha keras
tercapai tingkat perekonomian yang stabil dalam waktu relatif singkat.
Sejak 1 April 1969 pemerintah telah meletakkan landasan
dimungkinkannya gerak tolak pembangunan dengan ditetapkannya
Repelita I. Dengan makin pulihnya situasi ekonomi, pada tahun 1969
bangsa Indonesia mulai melaksanakan pembangunan lima tahun yang
pertama.

Berbagai prasarana penting direhabilitasi serta iklim usaha dan investasi


dikembangkan. Pembangunan sektor pertanian diberi prioritas yang
sangat tinggi karena menjadi kunci bagi pemenuhan kebutuhan pangan
rakyat dan sumber kehidupan sebagian besar masyarakat. Repelita I
dapat dilaksanakan dan selesai dengan baik, bahkan berbagai kegiatan
pembangunan dipercepat sehingga dapat diikuti oleh Repelita
selanjutnya. Perhatian khusus pada sektor terbesar yang bermanfaat
menghidupi rakyat, yaitu sektor pertanian. Sektor pertanian harus
dibangun lebih dahulu, sektor ini harus ditingkatkan produktivitasnya.
Bertumpu pada sektor pertanian yang makin tangguh itu kemudian
barulah dibangun sektor-sektor lain.

Demikianlah pada tahap-tahap awal pembangunan, secara sadar bangsa


Indonesia memberikan prioritas yang sangat tinggi pada bidang
pertanian. Pembangunan yang dilaksanakan, yaitu membangun berbagai
prasarana pertanian, seperti irigasi dan perhubungan, cara-cara bertani,
dan teknologi pertanian yang diajarkan dan disebarluaskan kepada para
petani melalui kegiatan penyuluhan. Penyediaan sarana penunjang
utama, seperti pupuk, diamankan dengan membangun pabrik-pabrik
pupuk. Kebutuhan pembiayaan para petani disediakan melalui kredit
perbankan. Pemasaran hasil produksi mereka, kita berikan kepastian
melalui kebijakan harga dasar dan kebijakan stok beras.

Sumber: Tempo, 4 Juni 06


Gambar 1.3 Presiden Soeharto pada kunjungan kerja
Strategi yang memprioritaskan pembangunan di bidang pertanian dan
berkat ketekunan serta kerja keras bangsa Indonesia, khususnya para
petani, produksi pangan dapat terus ditingkatkan. Akhirnya, pada tahun
1984 bangsa Indonesia berhasil mencapai swasembada beras. Hal ini
merupakan titik balik yang sangat penting sebab dalam tahun 1970-an,
Indonesia merupakan negara pengimpor beras terbesar di dunia.
Bersamaan dengan itu tercipta pula lapangan kerja dan sumber mata
pencaharian bagi para petani. Swasembada beras itu sekaligus
memperkuat ketahanan nasional di bidang ekonomi, khususnya
pangan.Kebijakan Pemerintah Masa Orde baru

Dengan ditetapkannya Repelita I untuk periode 1969/19701973/1974,


merupakan awal pembangunan periode 25 tahun pertama (PJP I tahun
1969/ 1970-1993/1994). Pembangunan dalam periode PJP I dimulai
dengan pelaksanaan Repelita I dengan strategi dasar diarahkan pada
pencapaian stabilisasi nasional (ekonomi dan politik), pertumbuhan
ekonomi, serta menitikberatkan pada sektor pertanian dan industri yang
menunjang sektor pertanian. Ditempatkannya stabilitas dan pertumbuhan
ekonomi sebagai strategi dasar dalam Repelita I tersebut dengan
pertimbangan untuk melaksanakan Repelita sesuai dengan tahapantahapan yang telah ditentukan (diprioritaskan).

Demikian pula pertimbangan untuk menitikberatkan pembangunan pada


sektor pertanian dan industri yang menunjang sektor pertanian,
didasarkan pertimbangan bahwa Indonesia adalah negara bercorak
agraris yang sebagian besar penduduknya (65%-75%) bermata
pencaharian di bidang pertanian (termasuk kehutanan, perkebunan,
perikanan, dan peternakan). Ini berarti sektor pertanian memberi
sumbangan terbesar kepada penerimaan devisa dan lapangan kerja.
Mengingat pula bahwa sektor ini masih memiliki kapasitas lebih yang

belum dimanfaatkan. Oleh karena itu, salah satu indikasi yang


disimpulkan dalam Repelita I ini adalah perlunya pengarahan sumbersumber (resourceS ke sektor pertanian. Secara lebih khusus, hal ini berarti
meningkatkan produksi pangan dan ekspor.

Adanya hubungan antarberbagai kegiatan ekonomi (inter-sectoral) maka


pertanian sebagai sektor pemimpin, diharapkan dapat menarik dan
mendorong sektor-sektor lainnya, antara lain sektor industri yang
menunjang sektor pertanian, seperti pabrik pupuk, insektisida serta
prasarana ekonomi lainnya, misalnya sarana angkutan dan jalan. Kegiatan
pembangunan selama Pelita I telah menunjukkan hasil-hasil yang cukup
menggembirakan, antara lain produksi beras telah meningkat dari 11,32
juta ton menjadi 14 juta ton; pertumbuhan ekonomi dari rata-rata 3%
menjadi 6,7% per tahun; pendapatan rata-rata penduduk (pendapatan per
kapita) dari 80 dolar Amerika dapat ditingkatkan menjadi 170 dolar
Amerika. Tingkat inflasi dapat ditekan menjadi 47,8% pada akhir Repelita I
(1973/1974).

Repelita II untuk periode 1974/1975-1978/1979 dengan strategi dasar


diarahkan pada pencapaian pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi,
stabilitas nasional, dan pemerataan pembangunan dengan penekanan
pada sektor pertanian dan peningkatan industri yang mengolah bahan
mentah menjadi bahan baku. Setelah Repelita II dilanjutkan dengan
Repelita III untuk periode 1979/ 1980-1983/1984, yakni dengan titik berat
pembangunan pada sektor pertanian menuju swasembada pangan dan
meningkatkan industri mengolah bahan baku menjadi bahan jadi. Repelita
III dilanjutkan dengan Repelita IV (1984/1985-1988/1989) dengan titik
berat pada sektor pertanian untuk memantapkan swasembada pangan
dan meningkatkan produksi hasil pertanian lainnya. Pembangunan sektor
industri meliputi industri yang menghasilkan barang ekspor, industri yang
banyak menyerap tenaga kerja, industri pengolahan hasil pertanian, dan
industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri. PJP I telah diakhiri
dengan Repelita V (1989/1990-1993/1994). Tahun 1973, Majelis
Permusyawaratan Rakyat merumuskan dan menetapkan GBHN pertama
merupakan strategi pembangunan nasional.
Demikian artikel "Kebijakan Pemerintah Masa Orde baru
////////////////////////////////////////
KONDISI EKONOMI INDONESIA PADA AWAL MASAORDE BARU

Di awal Orde Baru, Suharto berusaha keras membenahi


e k o n o m i Indonesia yang terpuruk, dan berhasil untuk beberapa lama.
K o n d i s i e k o n o m i Indonesia ketika Pak Harto pertama memerintah adalah
keadaan ekonomi dengani n f l a s i s a n g a t t i n g g i , 6 5 0 % s e t a h u n , " k a t a E m i l
S a l i m , m a n t a n m e n t e r i p a d a pemerintahan Suharto.O r a n g y a n g d u l u d i k e n a l
s e b a g a i s a l a h s e o r a n g E m i l S a l i m p e n a s e h a t ekonomi presiden
menambahkan langkah pertama yang diambil Suharto, yang b i s a d i k a t a k a n
b e r h a s i l , a d a l a h m e n g e n d a l i k a n i n f l a s i d a r i 6 5 0 % m e n j a d i d i bawah 15%
dalam waktu hanya dua tahun. Untuk menekan inflasi yang begitutinggi, Suharto
membuat kebijakan yang berbeda jauh dengan kebijakan Sukarno, pendahulunya.
Ini dia lakukan dengan menertibkan anggaran, menertibkan sektor perbankan,
mengembalikan ekonomi pasar, memperhatikan sektor ekonomi, dan merangkul
negara-negara barat untuk menarik modal.Setelah itu di keluarkan ketetapan MPRS
No.XXIII/MPRS/1966 tentangP e m b a r u a n K e b i j a k a n e k o n o m i , k e u a n g a n
d a n p e m b a n g u n a n . L a l u K a b i n e t AMPERA membuat kebijakan mengacu pada
Tap MPRS tersebut adalah sebagai berikut.1 . M e n d o b r a k k e m a c e t a n
e k o n o m i d a n m e m p e r b a i k i s e k t o r - s e k t o r y a n g menyebabkan kemacetan,
seperti :a. Rendahnya penerimaan Negara b. Tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran
Negarac. Terlalu banyak dan tidak produktifnya ekspansi kredit bank d. Terlalu banyak
tunggakan hutang luar negeri penggunaan devisa bagi
impor yang sering kurang berorientasi pada kebutuhan prasarana.2.Debirokratisasi untuk
memperlancar kegiatan perekonomian.3.Berorientasi pada kepentingan produsen
kecil
................................................
Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut maka
ditempuhcara:a . M e n g a d a k a n o p e r a s i p a j a k b . C a r a p e m u n g u t a n p a j a k b a r u
b a g i p e n d a p a t a n p e r o r a n g a n d a n k e k a y a a n dengan menghitung pajak sendiri dan
menghitung pajak orang.M e n u r u t E m i l S a l i m , S u h a r t o m e n e r a p k a n c a r a
m i l i t e r d a l a m m e n a n g a n i masalah ekonomi yang dihadapi Indonesia, yaitu
dengan mencanangkan sasarany a n g t e g a s . P e m e r i n t a h l a l u m e l a k u k a n
P o l a U m u m P e m b a n g u n a n J a n g k a Panjang (25-30 tahun) dilakukan
s e c a r a p e r i o d i k l i m a t a h u n a n y a n g d i s e b u t Pelita(Pembangunan Lima
Tahun) yang dengan melibatkan para teknokrat dari U n i v e r s i t a s I n d o n e s i a , d i a
b e r h a s i l m e m p e r o l e h p i n j a m a n d a r i n e g a r a - n e g a r a Barat dan lembaga
keuangan seperti IMF dan Bank Dunia.Liberalisasi perdagangan dan investasi
kemudian dibuka selebarnya. Inilahy a n g s e j a k a w a l d i p e r t a n y a k a n o l e h
K w i k K i a n G i e , y a n g m e n i l a i k e b i j a k a n ekonomi Suharto membuat Indonesia
terikat pada kekuatan modal asing.Pelita berlangsung dari Pelita I-Pelita VI.
1.
Pelita I (1 April 1969 31 Maret 1974)
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974
y a n g menjadi landasan awal pembangunan Orde Baru.

Tujuan Pelita I :U n t u k m e n i n g k a t k a n t a r a f h i d u p r a k y a t d a n s e k a l i g u s
m e l e t a k k a n d a s a r - d a s a r b a g i p e m b a n g u n a n d a l a m t a h a p berikutnya
.

Sasaran Pelita I :Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan


rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohan
................................................................................

Titik Berat Pelita I :Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan


untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan b i d a n g
p e r t a n i a n , k a r e n a m a y o r i t a s p e n d u d u k I n d o n e s i a m a s i h hidup dari hasil
pertanian.Muncul
peristiwa Marali
(Malapetaka Limabelas Januari)t e r j a d i p a d a t a n g g a l 1 5 - 1 6 J a n u a r i
1947 bertepatan dengankedatangan PM Jepang Tanaka ke
I n d o n e s i a . P e r i s t i w a i n i merupakan kelanjutan demonstrasi para mahasiswa
yang menuntutJ e p a n g a g a r t i d a k m e l a k u k a n d o m i n a s i e k o n o m i d i
I n d o n e s i a sebab produk barang Jepang terlalu banyak beredar di
Indonesia.Ter j a d i l a h p e n g r u s a k a n d a n p e m b a k a r a n b a r a n g - b a r a n g
b u a t a n Jepang.
2.
Pelita II (1 April 1974 31 Maret 1979)
Sasaran yang hendak di capai pada masa ini adalah
p a n g a n , sandang, perumahan, sarana dan prasarana,
mensejahterakanr a k ya t , d a n m e m p e r l u a s l a p a n g a n k e r j a .
P e l i t a I I b e r h a s i l meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata
p e n d u d u k 7 % setahun. Perbaikan dalam hal irigasi. Di bidang industri juga
terjadik e n a i k n a p r o d u k s i . L a l u b a n y a k j a l a n d a n j e m b a t a n y a n g
d i rehabilitasi dan di bangun.
3.
Pelita III (1 April 1979 31 Maret 1984)
Pelita III lebih menekankan pada Trilogi Pembangunan
yang b e r t u j u a n t e r c i p t a n y a m a s y a r a k a t y a n g a d i l d a n
m a k m u r b e r d a s a r k a n P a n c a s i l a d a n U U D 1 9 4 5 . Ar a h d a n
kebijaksanaanekonominya adalah pembangunan pada segala bidang.
Pedoman pembangunan nasionalnya adalah
Trilogi Pembangunan
dan
Delapan Jalur Pemerataan
.
Inti
dari kedua pedoman tersebu
/...........................
adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan
ekonomi yang stabil.
Isi Trilogi Pembagunan
adalah sebagai berikut.
1.

Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan


sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.2 . P e r t u m b u h a n e k o n o m i y a n g
c u k u p t i n g g i . 3.Stabilitas nasional yang sehat dan
dinamis.
4.
Pelita IV (1 April 1984 31 Maret 1989)
Pada Pelita IV lebih dititik beratkan pada sektor pertanian menuju s w a s e m b a d a
p a n g a n d a n m e n i n g k a t k a n o n d u s t r i y a n g d a p a t menghasilkan mesin
industri itu sendiri. Hasil yang dicapai pada P e l i t a I V a n t a r a l a i n
s w a s e m b a d a p a n g a n . P a d a t a h u n 1 9 8 4 Indonesia berhasil
memproduksi beras sebanyak 25,8 ton. Hasil- n y a I n d o n e s i a b e r h a s i l
s w a s e m b a d a b e r a s . k e s u k s e s a n i n i mendapatkan penghargaan
d a r i F A O ( O r g a n i s a s i P a n g a n d a n Pertanian Dunia) pada tahun 1985. hal ini
merupakan prestasi besar b a g i I n d o n e s i a . S e l a i n s w a s e m b a d a p a n g a n , p a d a
P e l i t a I V j u g a dilakukan Program KB dan Rumah untuk keluarga.
5.
Pelita V (1 April 1989 31 Maret 1994)
Pada Pelita V ini, lebih menitik beratkan pada sektor pertanian dan i n d u s t r i
untuk memantapakan swasembada pangan
d a n meningkatkan produksi pertanian lainnya serta
m e n g h a s i l k a n barang ekspor.Pelita V adalah akhir dari pola pembangunan
jangka panjang tahap p e r t a m a . L a l u d i l a n j u t k a n p e m b a n g u n a n j a n g k a
p a n j a n g k e d u a , yaitu dengan mengadakan Pelita VI yang di harapkan akan
mulaim e m a s u k i p r o s e s t i n g g a l l a n d a s I n d o n e s i a u n t u k
memacu
...........................................
/////////////////////////////////
Kebijakan Ekonomi pada Masa Orde Baru

Kebijakan Ekonomi pada Masa Orde Baru


Pada masa Orde Baru, Indonesia melaksanakan pembangunan dalam
berbagai aspek kehidupan. Tujuannya adalah terciptanya masyarakat adil dan
makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila. Pelaksanaan
pembangunan bertumpu pada Trilogi Pembangunan, yang isinya meliputi hal-hal
berikut.
1. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju terciptanya keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
3. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Pembangunan nasional pada hakikatnya adalah pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya.
Berdasarkan Pola Dasar Pembangunan Nasional disusun Pola Umum
Pembangunan Jangka Panjang yang meliputi kurun waktu 25-30 tahun.
Pembangunan Jangka Panjang (PJP) 25 tahun pertama dimulai tahun 1969
1994. Sasaran utama PJP I adalah terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat dan
tercapainya struktur ekonomi yang seimbang antara industri dan pertanian.

Selain jangka panjang juga berjangka pendek. Setiap tahap berjangka waktu lima
tahun. Tujuan pembangunan dalam setiap pelita adalah pertanian, yaitu
meningkatnya penghasilan produsen pertanian sehingga mereka akan
terangsang untuk membeli barang kebutuhan sehari-hari yang dihasilkan oleh
sektor industri. Sampai tahun 1999, pelita di Indonesia sudah dilaksanakan
sebanyak 6 kali. Untuk lebih jelasnya lihat tabel 13.1.

Dalam membiayai pelaksanaan pembangunan, tentu dibutuhkan dana


yang besar. Di samping mengandalkan devisa dari ekspor nonmigas, pemerintah
juga mencari bantuan kredit luar negeri. Dalam hal ini, badan keuangan
internasional IMF berperan penting. Dengan adanya pembangunan tersebut,
perekonomian Indonesia mencapai kemajuan. Meskipun demikian, laju
pertumbuhan ekonomi yang cukup besar hanya dinikmati para pengusaha besar
yang dekat dengan penguasa.
Pertumbuhan ekonomi tidak dibarengi dengan pemerataan dan landasan
ekonomi yang mantap sehingga ketika terjadi krisis ekonomi dunia sekitar tahun
1997, Indonesia tidak mampu bertahan sebab ekonomi Indonesia dibangun
dalam fondasi yang rapuh. Bangsa Indonesia mengalami krisis ekonomi dan
krisis moneter yang cukup berat. Bantuan IMF ternyata tidak mampu
membangkitkan perekonomian nasional. Hal inilah yang menjadi salah satu
faktor penyebab runtuhnya pemerintahan Orde Baru tahun 1998.

//////////////////////////

Perkembangan Perekonomian
Indonesia Pada Masa Orde Baru

KEHIDUPAN EKONOMI MASA ORDE BARU


Pada masa Demokrasi Terpimpin, negara bersama aparat ekonominya mendominasi
seluruh kegiatan ekonomi sehingga mematikan potensi dan kreasi unit-unit ekonomi swasta.
Sehingga, pada permulaan Orde Baru program pemerintah berorientasi pada usaha
penyelamatan ekonomi nasional terutama pada usaha mengendalikan tingkat inflasi,
penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Tindakan
pemerintah ini dilakukan karena adanya kenaikan harga pada awal tahun 1966 yang
menunjukkan tingkat inflasi kurang lebih 650 % setahun. Hal itu menjadi penyebab kurang
lancarnya program pembangunan yang telah direncanakan pemerintah. Oleh karena itu
pemerintah menempuh cara sebagai berikut.
1.

Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi


Keadaan ekonomi yang kacau
Terpimpin,pemerintah menempuh cara :

sebagai

peninggalan

masa

Demokrasi

Mengeluarkan Ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaruan Kebijakan


ekonomi, keuangan dan pembangunan.
MPRS mengeluarkan garis program pembangunan, yakni program penyelamatan, program
stabilitas dan rehabilitasi, serta program pembangunan.
Program pemerintah diarahkan pada upaya penyelamatan ekonomi nasional terutama
stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Stabilisasi berarti mengendalikan inflasi agar harga
barang-barang tidak melonjak terus. Sedangkan rehabilitasi adalah perbaikan secara fisik
sarana dan prasarana ekonomi. Hakikat dari kebijakan ini adalah pembinaan sistem
ekonomi berencana yang menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi ke arah
terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

Langkah-langkah yang diambil Kabinet AMPERA mengacu pada Tap MPRS


tersebut adalah sebagai berikut:
1) Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan
kemacetan, seperti :
rendahnya penerimaan negara

tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran negara


terlalu banyak dan tidak produktifnya ekspansi kredit bank
terlalu banyak tunggakan hutang luar negeri
penggunaan devisa bagi impor yang sering kurang berorientasi pada kebutuhan prasarana.
2)

Debirokratisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian.

3)

Berorientasi pada kepentingan produsen kecil.

Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut maka ditempuh cara:


Mengadakan operasi pajak
Cara pemungutan pajak baru bagi pendapatan perorangan dan kekayaan dengan
menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang.
Penghematan pengeluaran pemerintah (pengeluaran konsumtif dan rutin), serta
menghapuskan subsidi bagi perusahaan negara.
Membatasi kredit bank dan menghapuskan kredit impor.

Program Stabilisasi dilakukan dengan cara membendung laju inflasi.


Hasilnya bertolak belakang dengan perbaikan inflasi sebab harga bahan kebutuhan pokok
melonjak namun inflasi berhasil dibendung (pada tahun akhir 1967- awal 1968)
Sesudah kabinet Pembangunan dibentuk pada bulan Juli 1968 berdasarkan Tap MPRS
No.XLI/MPRS/1968, kebijakan ekonomi pemerintah dialihkan pada pengendalian yang
ketat terhadap gerak harga barang khususnya sandang, pangan, dan kurs valuta asing. Sejak
saat itu kestabilan ekonomi nasional relatif tercapai sebab sejak 1969 kenaikan harga bahanbahan pokok dan valuta asing dapat diatasi.

Program Rehabilitasi dilakukan dengan berusaha memulihkan kemampuan


berproduksi.
Selama 10 tahun mengalami kelumpuhan dan kerusakan pada prasarana ekonomi dan
sosial. Lembaga perkreditan desa, gerakan koprasi, perbankan disalah gunakan dan
dijadikan alat kekuasaan oleh golongan dan kepentingan tertentu. Dampaknya lembaga
tidak dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyusun dan perbaikan tata hidup
masyarakat.

2.

Kerja Sama Luar Negeri

Keadaan ekonomi Indonesia pasca Orde Lama sangat parah, hutangnya mencapai 2,3-2,7
miliar sehingga pemerintah Indonesia meminta negara-negara kreditor untuk dapat
menunda pembayaran kembali utang Indonesia. Pemerintah mengikuti perundingan dengan
negara-negara kreditor di Tokyo Jepang pada 19-20 September 1966 yang menanggapi baik
usaha pemerintah Indonesia bahwa devisa ekspornya akan digunakan untuk pembayaran
utang yang selanjutnya akan dipakai untuk mengimpor bahan-bahan baku. Perundingan
dilanjutkan di Paris, Perancis dan dicapai kesepakatan sebagai berikut.
Utang-utang Indonesia yang
pembayarannya hingga tahun 1972-1979.

seharusnya

dibayar

tahun

1968

ditunda

Utang-utang Indonesia yang seharusnya dibayar tahun 1969 dan 1970


dipertimbangkan untuk ditunda juga pembayarannya.
Perundingan dilanjutkan di Amsterdam, Belanda pada tanggal 23-24 Februari 1967.
Perundingan itu bertujuan membicarakan kebutuhan Indonesia akan bantuan luar negeri
serta kemungkinan pemberian bantuan dengan syarat lunak yang selanjutnya dikenal
dengan IGGI (Inter Governmental Group for Indonesia). Melalui pertemuan itu pemerintah
Indonesia berhasil mengusahakan bantuan luar negeri. Indonesia mendapatkan
penangguhan dan keringanan syarat-syarat pembayaran utangnya.

3.

Pembangunan Nasional
Dilakukan pembagunan nasional pada masa Orde Baru dengan tujuan terciptanya
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Arah dan
kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala bidang. Pedoman
pembangunan nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan.
Inti dari kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat
dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil. Isi Trilogi Pembagunan adalah sebagai
berikut.
1.

Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial


bagi seluruh rakyat Indonesia.

2.

Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.

3.

Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.


Pelaksanaannya pembangunan nasional dilakukan secara bertahap yaitu,

Jangka panjang mencakup periode 25 sampai 30 tahun


Jangka pendek mencakup periode 5 tahun (Pelita/Pembangunan Lima Tahun), merupakan
jabaran lebih rinci dari pembangunan jangka panjang sehingga tiap pelita akan selalu saling
berkaitan/berkesinambungan.

Selama masa Orde Baru terdapat 6 Pelita, yaitu :

1.

Pelita I
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi landasan awal
pembangunan Orde Baru.

Pelita I

: Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi
pembangunan dalam tahap berikutnya.

n Pelita I

: Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan
kesejahteraan rohani.

erat Pelita I : Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan
ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk
Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
Muncul peristiwa Marali (Malapetaka Limabelas Januari) terjadi pada tanggal 15-16 Januari
1947 bertepatan dengan kedatangan PM Jepang Tanaka ke Indonesia. Peristiwa ini
merupakan kelanjutan demonstrasi para mahasiswa yang menuntut Jepang agar tidak
melakukan dominasi ekonomi di Indonesia sebab produk barang Jepang terlalu banyak
beredar di Indonesia. Terjadilah pengrusakan dan pembakaran barang-barang buatan
Jepang.
2.

Pelita II
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1974 hingga 31 Maret 1979. Sasaran utamanya adalah
tersedianya pangan, sandang,perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan
rakyat dan memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita II cukup berhasil
pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7% per tahun. Pada awal pemerintahan Orde
Baru laju inflasi mencapai 60% dan pada akhir Pelita I laju inflasi turun menjadi 47%.
Selanjutnya pada tahun keempat Pelita II, inflasi turun menjadi 9,5%.

3.

Pelita III
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 hingga 31 Maret 1984. Pelita III pembangunan
masih berdasarkan pada Trilogi Pembangunan dengan penekanan lebih menonjol pada segi
pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan, yaitu:

Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya sandang,


pangan, dan perumahan.
Pemerataan
kesehatan.

kesempatan

memperoleh

pendidikan

dan

pelayanan

Pemerataan pembagian pendapatan


Pemerataan kesempatan kerja
Pemerataan kesempatan berusaha
Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya
bagi generasi muda dan kaum perempuan
Pemerataan penyebaran pembagunan di seluruh wilayah tanah air

Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.


4.

Pelita IV
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1984 hingga 31 Maret 1989. Titik beratnya adalah sektor
pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat
menghasilkan mesin industri sendiri. Terjadi resesi pada awal tahun 1980 yang
berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Pemerintah akhirnya mengeluarkan
kebijakan moneter dan fiskal sehingga kelangsungan pembangunan ekonomi dapat
dipertahankan.

5.

Pelita V
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994. titik beratnya pada sektor
pertanian dan industri. Indonesia memiki kondisi ekonomi yang cukup baik dengan
pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,8 % per tahun. Posisi perdagangan luar negeri
memperlihatkan gambaran yang menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik dibanding
sebelumnya.

6.

Pelita VI
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1994 hingga 31 Maret 1999. titik beratnya masih pada
pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian serta
pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya.
Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama pembangunan. Pada periode ini terjadi
krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena
krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian
menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.

IV.

Dampak Kebijakan Politik dan Ekonomi masa Orde Baru


Dampak positif dari kebijakan politik pemerintah Orba :
Pemerintah mampu membangun pondasi yang kuat bagi kekusaan lembaga kepresidenan
yang membuat semakin kuatnya peran negara dalam masyarakat.
Situasi keamanan pada masa Orde Baru relatif aman dan terjaga dengan baik karena
pemerintah mampu mengatasi semua tindakan dan sikap yang dianggap bertentangan
dengan Pancasila.
Dilakukan peleburan partai dimaksudkan agar pemerintah dapat mengontrol parpol.
Dampak negatif dari kebijakan politik pemerintah Orba:
Terbentuk pemerintahan orde baru yang bersifat otoriter, dominatif, dan sentralistis.
Otoritarianisme merambah segenap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara termasuk kehidupan politik yang sangat merugikan rakyat.
Pemerintah Orde Baru gagal memberikan pelajaran berdemokrasi yang baik dan benar
kepada rakyat Indonesia. Golkar menjadi alat politik untuk mencapai stabilitas yang

diinginkan, sementara 2 partai lainnya hanya sebagai boneka agar tercipta citra sebagai
negara demokrasi.
Sistem perwakilan bersifat semu bahkan hanya dijadikan topeng untuk melanggengkan
sebuah kekuasaan secara sepihak. Dalam setiap pemilhan presiden melalui MPR Suharto
selalu terpilih.

Demokratisasi yang terbentuk didasarkan pada KKN(Korupsi, Kolusi, dan


Nepotisme)sehingga banyak wakil rakyat yang duduk di MPR/DPR yang tidak mengenal
rakyat dan daerah yang diwakilinya.

Kebijakan politik teramat birokratis, tidak demokratis, dan cenderung KKN.


Dwifungsi ABRI terlalu mengakar masuk ke sendi-sendi kehidupan berbangsa dan
bernegara bahkan pada bidang-bidang yang seharusnya masyarakat yang berperan besar
terisi oleh personel TNI dan Polri. Dunia bisnis tidak luput dari intervensi TNI/Polri.
Kondisi politik lebih payah dengan adanya upaya penegakan hukum yang sangat lemah.
Dimana hukum hanya diciptakan untuk keuntungan pemerintah yang berkuasa sehingga
tidak mampu mengadili para konglomerat yang telah menghabisi uang rakyat.

Dampak Positif Kebijakan ekonomi Orde Baru :


Pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena setiap program pembangunan pemerintah
terencana dengan baik dan hasilnyapun dapat terlihat secara konkrit.
Indonesia mengubah status dari negara pengimpor beras terbesar menjadi bangsa yang
memenuhi kebutuhan beras sendiri (swasembada beras).
Penurunan angka kemiskinan yang diikuti dengan perbaikan kesejahteraan rakyat.
Penurunan angka kematian bayi dan angka partisipasi pendidikan dasar yang semakin
meningkat.

Dampak Negatif Kebijakan ekonomi Orde Baru :


Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam

Perbedaan ekonomi antardaerah, antargolongan pekerjaan, antarkelompok dalam


masyarakat terasa semakin tajam.

Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial)


Menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang erat dengan KKN (Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme)
Pembagunan yang dilakukan hasilnya hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan
masyarakat, pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata.

Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan


politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.
Meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat tapi secara fundamental pembangunan
ekonomi sangat rapuh.
Pembagunan tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang
justru menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian.
Faktor inilahh yang selantunya ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian nasional
Indonesia menjelang akhir tahun 1997.

Sumber : www.google.com

Diposkan oleh yayay sulistiyani yayuy di 10:12


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)

collection

http://secreet.blogspot.com

http://twitter.com

http://facebook.com

http://baak.gunadarma.ac.id

http://ilab.gunadarma.ac.id

http://# http://wartawarga.gunadarma.ac.id

http://studentsite.gunadarma.ac.id

http://gunadarma.ac.id

waktu adalah uang


kita bernyanyi..

Music Playlist at MixPod.com

Pengikut
Arsip Blog

2012 (12)

2011 (37)

Desember (1)

November (4)

Oktober (3)

Juni (9)

Mei (9)

Perkembangan Perekonomian Indonesia Pada Masa Orde...

MODERNISASI PERTANIAN

Cara Mengatasi Jerawat

My Only One Lyrics

cerpen tentang ibu

Perkembangan Perekonomian di Indonesi Masa Depan

Inflasi

Pengangguran

Uang dan Pembiayaan Pembangunan

April (9)

Maret (1)

Februari (1)

2010 (10)

Mengenai Saya

yayay sulistiyani yayuy


asik di buat curhat. hehe
Lihat profil lengkapku

////////////////////////////////////////
KEBIJAKAN POLITIK LUAR NEGERI MASA ORDE BARU PELITA I, II DAN III

Pada masa orde baru (Pelita I,II dan III) ada beberapa Kebijakan Luar Negeri yang
dilakukan pemerintah, yaitu :

1) Kembali kepada Politik Luar Negeri Bebas Aktif

Politik luar negeri Indonesia pada masa yang condong kepada salah satu blok
pada masa Demokrasi Terpimpin merupakan pengalaman pahit bagi bangsa
Indonesia. Oleh karena itu Orde Baru bertekad untuk untuk mengoreksi bentukbentuk penyelewengan politik luar negeri Indonesia pada masa Orde Lama.
Politik luar negeri yang memihak kepada salah satu blok dinyatakan salah oleh
MPRS (kemudian MPR). Indonesia harus kembali ke politik luar negeri yang bebas
dan aktif serta tidak memencilkan diri. Sebagai landasan kebijakan politik luar
negeri Orde Baru telah ditetapkan dalam Tap No. XII/ MPRS / 1966. Menurut
rumusan yang telah ditetapkan MPRS, maka jelaslah bahwa politik luar negeri RI

secara keseluruhan mengabdikan diri kepada kepentingan nasional. Sesuai


dengan kepentingan nasional, maka politik luar negeri RI yang bebas dan aktif
tidak dibenarkan memihak kepada salah satu blok ideologi yang ada. Namun
bukanlah politik yang netral, tetapi suatu politik luar negeri yang tidak mengikat
diri pada salah satu blok ataupun pakta militer..

2) Kembali menjadi anggota PBB


Pada 28 September 1950 Indonesia memasuki PBB dan tercatat menjadi
anggota yang ke-60. Banyak manfaat yang diperoleh bangsa Indonesia semenjak
menjadi anggota PBB. Berbagai bantuan dan jasa baik PBB telah dinikmati
bangsa Indonesia :
a. PBB turut berperan menyelesaikan pertikaian Indonesia - Belanda dalam
Perang Kemerdekaan
(1945- 1950) dengan mengirimkan KTN dan UNCI.
b.

PBB berjasa menyelesaikan


denganmengirim misi

pengembalian

Irian

Barat

ke

pangkuan

RI

UNTEA.
c. PBB banyak memberikan bantuan dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya
melalui organisasi
khusus, seperti IMF, UNESCO, WHO, dan sebagainya.

Namun, hubungan yang harmonis antara Indonesia dan PBB menjadi


terganggu sejak Indonesia menyatakan diri keluar dari keanggotaan PBB pada 7
Januari 1965.
Persoalannya, usul Indonesia agar Malaysia tidak diterima sebagai anggota
tidak tetap Dewan Keamanan PBB tidak membuahkan hasil. Kenyataannya,
Malaysia tetap diterima sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.
Sejak keluar dari keanggotaan PBB, Indonesia praktis terkucil dari
pergaulan internasional. Kenyamanan dan kebersamaan hidup dengan bangsa
lain tidak dapat dirasakan lagi. Begitu pula pembangunan negara menjadi
terhambat sehingga berakibat pada kesengsaraan rakyat.

Menyadari adanya kerugian itu, maka pemerintah Orde Baru memutuskan


untuk masuk kembali menjadi anggota PBB. Pada tanggal 3 Juni 1966 akhirnya
disepakati bahwa Indonesia harus kembali menjadi anggota PBB dan badanbadan internasional lainnya.
Indonesia secara resmi akhirnya kembali menjadi anggota PBB sejak
tanggal 28 Desember 1966. Indonesia tetap diterima kembali sebagai anggota
PBB yang ke-60. Kembalinya Indonesia mendapat sambutan baik dari sejumlah
negara Asia bahkan dari pihak PBB sendiri hal ini ditunjukkan dengan
ditunjuknya Adam Malik sebagai Ketua Majelis Umum PBB untuk masa sidang
tahun 1974.

3) Normalisasi hubungan dengan negara Singapura & Malaysia


a) Normalisasi hubungan dengan Singapura

Sebelum pemulihan hubungan dengan Malaysia Indonesia telah


memulihkan hubungan dengan Singapura dengan perantaraan Habibur Rachman
(Dubes Pakistan untuk Myanmar). Pemerintah Indonesia menyampikan nota
pengakuan terhadap Republik Singapura pada tanggal 2 Juni 1966 yang
disampikan pada Perdana Menteri Lee Kuan Yew. Akhirnya pemerintah
Singapurapun menyampikan nota jawaban kesediaan untuk mengadakan
hubungan diplomatik.
b) Normalisasi hubungan dengan Malaysia
Normalisasi hubungan Indonesia dan Malaysia dimulai dengan diadakan
perundingan di Bangkok pada 29 Mei-1 Juni 1966 yang menghasilkan perjanjian
Bangkok, yang berisi:

Rakyat Sabah diberi kesempatan menegaskan kembali keputusan


yang telah mereka ambil mengenai kedudukan mereka dalam Federasi
Malaysia.

Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan


diplomatik.Tindakan permusuhan antara kedua belah pihak akan
dihentikan.

Peresmian persetujuan pemulihan hubungan Indonesia-Malaysia oleh


Adam Malik dan Tun Abdul Razak dilakukan di Jakarta tanggal 11 agustus
1966 dan ditandatangani persetujuan Jakarta (Jakarta Accord). Hal ini
dilanjutkan dengan penempatan perwakilan pemerintahan di masingmasing negara..

4) Pendirian ASEAN (Association of South-East Asian Nations)


Indonesia menjadi pemrakarsa didirikannya organisasi ASEAN pada tanggal
8 Agustus 1967. Latar belakang didirikan Organisasi ASEAN adalah adanya
kebutuhan untuk menjalin hubungan kerja sama dengan negara-negara secara
regional dengan negara-negara yang ada di kawasan Asia Tenggara.
Tujuan awal didirikan ASEAN adalah untuk membendung perluasan
paham komunisme setelah negara komunis Vietnam menyerang Kamboja.
Hubungan kerjasama yang terjalin adalah dalam bidang politik, ekonomi,
sosial, dan budaya. Adapun negara yang tergabung dalam ASEAN adalah
Indonesia, Thailand, Malysia, Singapura, dan Filipina.

5) Integrasi Wilayah Timor-Timor ke Wilayah Indonesia


Timor- Timur merupakan wilayah koloni Portugis sejak abad ke-16 tapi
kurang diperhatikan oleh pemerintah pusat di Portugis sebab jarak yang cukup
jauh. Tahun 1975 terjadi kekacauan politik di Timor-Timur antar partai politik

yang tak terselesaikan sementara itu pemerintah Portugis memilih untuk


meninggalkan Timor-Timur. Kekacauan tersebut membuat sebagian masyarakat
Timor-Timur yang diwakili para pemimpin partai politik memilih untuk menjadi
bagian Republik Indonesia yang disambut baik oleh pemerintah Indonesia.
Secara resmi akhirnya Timor-Timur menjadi bagian Indonesia pada bulan Juli
1976 dan dijadikan provinsi ke-27. Tetapi ada juga partai politik yang tidak setuju
menjadi bagian Indonesia ialah partai Fretilin. Hingga akhirnya tahun 1999 masa
pemerintahan Presiden Habibie melakukan jajak pendapat untuk menentukan
status Timor-Timur. Berdasarkan jajak pendapat tersebut maka Timor-Timur
secara resmi keluar dari Negara Kesatuan republik Indonesia dan membentuk
negara tersendiri dengan nama Republik Demokrasi Timor Lorosae atau Timur
Leste.

Diposkan oleh ChaChiChuCheChoNnisaA di 7:39:00 AM


Label: School Task
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar

/////////////////////

Perkembangan Bidang Politik pada Masa Orde Baru


30 Maret 2010
tags: Indonesia, Orde Baru, Politik

Sebagai konsekuensi dari isi Supersemar yang di antaranya berbunyi mengambil segala
tindakan yang dianggap perlu, untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan. Langkah
pertama yang dilakukan adalah membubarkan dan pelarangan PKI, termasuk ormasormasnya dari tingkat pusat sampai daerah.
Langkah berikutnya tanggal 18 Maret 1966 yaitu pengamanan dan penangkapan terhadap
lima belas mentri Kabinet Dwikora yang terlibat dalam persitiwa di tahun 1965. Kelimabelas
mentri tersebut adalah : Dr. Soebandrio, Dr. Chairul Saleh, Ir. Setiadi Reksoprodjo, Sumardjo,
Oei Tju Tat, SH., Ir. Surachman, Yusuf Muda Dalam, Armunanto, Sutomo Martopradoto, A.
Astrawinata,SH., Mayor Jenderal Achmadi, Drs. Moh. Achadi, Letnan Kolonel Sjafei, J.K.
Tumakaka, dan Mayor Jendral Dr. Soemarno.
Langkah berikutnya adalah pada tanggal 25 Juli 1966 tentang pembentukan Kabinet Ampera
sebagai pengganti Kabinet Dwikora. Adapun tugas pokok dari Kabinet Ampera dikenal
dengan nama Dwidharma yaitu dalam rangka mewujudkan stabilitas politik dan ekonomi.
Dalam melaksanakan tugas ini maka penjabarannya tertuang dalam program Kabinet Ampera
yang dikenal dengan nama Catur Karya, meliputi:

1. memperbaiki perikehidupan rakyat, terutama dalam bidang sandang dan


pangan;
2. melaksanakan pemilihan umum dalam batas waktu seperti tercantum
dalam Ketatapan MPRS No.XI/MPRS/1966;
3. melaksanaka politik luar negeri yang bebas dan aktif untuk kepentingan
nasional sesuai dengan Ketatapan MPRS No.XI/MPRS/1966, dan;
4. melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala
bentuk dan manifestasinya.

Dan pada tanggal 11 Agustus 1966 melaksanakan persetujuan normalisasi hubungan dengan
Malaysia, yang pernah putus sejak 17 September 1963. Persetujuan normalisasi hubungan
tersebut merupakan hasil perundingan Bangkok (29 Mei 1 Juni 1966).
Dalam sidang umum MPRS tanggal 20 Juni 1966 Soekarno diminta menyampaikan pidato
pertanggungjawabannya terkait dengan peristiwa yang terjadi pada tanggal 1 Oktober 1965.
Dalam pertanggungjawaban ini Soekarno berpidato dengan nama NAWAKSARA yang
artinya sembilan pasal.
Pidato Presiden Soekarno tersebut diatas tidak dapat diterima oleh MPRS, sehingga MPRS
memberikan waktu kepada Presiden Soekarno untuk menyempurnakan lagi pada tanggal 10
januari 1967 yang disebut PELENGKAP NAWAKSARA yang dituangkan dalam Surat
Presiden Republik Indonesia No. 01/Pres/1967. Disini nampak terjadi pergeseran peranan
MPRS di hadapan pemegang Supersemar yang tidak sesuai dengan UUD tahun 1945.
Dalam Sidang Istimewa ini MPRS menghasilkan 4 ketetapan, diantaranya Ketetapan MPRS
No. XXXIII/MPRS/1967 tentang pencabutan kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden
Soekarno dan mengangkat Jenderal Soeharto pemegang Tap MPRS No. IX/MPRS/1966
sebagai Pejabat Presiden hingga dipilihnya Presiden oleh MPR hasil Pemilu. Dan pada
tanggal 27 Maret 1968 dilakukan pelantikan Jendral Soeharto pengemban Tap MPRS No.
IX/MPRS/1966 sebagai Presiden Republik Indonesia yang kedua.
Rate this:
Share this:

StumbleUpon

Digg

Reddit

Like this:

Suka
Be the first to like this.

Anda mungkin juga menyukai