Anda di halaman 1dari 4

KEBIJAKAN EKONOMI ORDE BARU

Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru
menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir
dengan semangat “koreksi total” atas penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada masa
Orde Lama.

Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi
Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang
merajalela di negara ini.Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin
melebar.

Penataan Kehidupan Ekonomi


Untuk mengatasi keadaan ekonomi yang kacau sebagai peninggalan pemerintah Orde Lama,
pemerintah Orde Baru melakukan langkah-langkah:

a. Memperbaharui kebijakan ekonomi, keuangan, dan pembangunan. Kebijakan ini didasari oleh
Ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966.
b. MPRS mengeluarkan garis program pembangunan, yakni program penyelamatan,
programstabilisasi dan rehabilitasi.
Program pemerintah diarahkan pada upaya penyelamatan ekonomi nasional, terutama
stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Stabilisasi ekonomi berarti mengendalikan inflasi agar harga
barang-barang tidak melonjak terus. Rehabilitasi ekonomi adalah perbaikan secara fisik sarana dan
prasarana ekonomi. Hakikat dari kebijakan ini adalah pembinaan sistem ekonomi berencana yang
menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi ke arah terwujudnya masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila

Langkah-langkah yang diambil Kabinet Ampera yang mengacu pada Ketetapan MPRS tersebut
adalah:
1. Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang
menyebabkankemacetan ekonomi.
2. Debirokratisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian
3. Berorientasi pada kepentingan produsen kecil.

Peyebabkan terjandinya kemacetan ekonomi tersebut adalah:


1. Rendahnya penerimaan negara.
2. Tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran negara.
3. Terlalu banyak dan tidak efisiennya ekspansikreditbank.
4. Terlalu banyak tunggakan hutang luar negeri.
5. Penggunaan devisa bagi impor yang sering kurang berorientasi pada kebutuhan prasarana.
Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut, maka pemerintah Orde Baru
menempuh cara-cara :

a) Mengadakan operasi pajak.


b) Melaksanakan sistem pemungutan pajak baru, baik bagi pendapatan perorangan maupun
kekayaan dengan cara menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang.
c) Menghemat pengeluaran pemerintah (pengeluaran konsumtif dan rutin), serta
menghapuskan subsidi bagi perusahaan Negara.
d) Membatasi kredit bank dan menghapuskan kredit impor.

Program stabilsasi ini dilakukan dengan cara membendung laju inflasi. Dan pemerintah Orde Baru
berhasil membendung laju inflasi pada akhir tahun 1967-1968, tetapi harga bahan kebutuhan
pokok naik melonjak.Sesudah dibentuk Kabinet Pembangunan pada bulan Juli 1968, pemerintah
mengalihkan kebijakan ekonominya pada pengendalian yang ketat terhadap gerak harga barang
khususnya sandang, pangan, dan kurs valuta asing.Dampaknya ekonomi nasional relatif stabil,
sebab kenaikan harga bahan-bahan pokok dan valuta asing sejak tahun 1969 dapat dikendalikan
pemerintah.

Program rehabilitasi dilakukan dengan berusaha memulihkan kemampuan berproduksi.Selama


sepuluh tahun terakhir masa pemerintahan Orde Lama, Indonesia mengalami kelumpuhan dan
kerusakan pada prasarana social dan ekonomi.Lembaga perkreditan desa, gerakan koperasi, dan
perbankan disalahgunakan dan dijadikan alat kekuasaan oleh golongan dan kelompok kepentingan
tertentu. Dampaknya lembaga (negara) tidak dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyusun
perbaikan tata kehidupan rakyat.

1. Repelita I (1 April 1969 hingga 31 Maret 1974)


Titik Berat Repelita I : Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk
mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena
mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
Sasaran Repelita I : Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan
kerja, dan kesejahteraan rohani.
Tujuan Repelita I : Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar
bagi pembangunan dalam tahap berikutnya.
Muncul peristiwa Marali (Malapetaka Limabelas Januari) terjadi pada tanggal 15-16 Januari 1947
bertepatan dengan kedatangan PM Jepang Tanaka ke Indonesia. Peristiwa ini merupakan
kelanjutan demonstrasi para mahasiswa yang menuntut Jepang agar tidak melakukan dominasi
ekonomi di Indonesia sebab produk barang Jepang terlalu banyak beredar di Indonesia. Terjadilah
pengrusakan dan pembakaran barang-barang buatan Jepang.
2. Repelita II (1 April 1974 hingga 31 Maret 1979)
Titik Berat Repelita II: Pada sektor pertanian dengan meningkatkan industri yang
mengolah bahan mentah menjadi bahan baku meletakkan landasan yang kuat bagi tahap
selanjutnya. Sasaran Repelita II: Tersedianya pangan, sandang,perumahan, sarana dan prasarana,
mensejahterakan rakyat dan memperluas kesempatan kerja.Tujuan Repelita II: Meningkatkan
pembangunan di pulau-pulau selain Jawa, Bali dan Madura, di antaranya melalui transmigrasi.
Pelaksanaan Pelita II cukup berhasil pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7% per tahun. Pada
awal pemerintahan Orde Baru laju inflasi mencapai 60% dan pada akhir Pelita I laju inflasi turun
menjadi 47%. Selanjutnya pada tahun keempat Pelita II, inflasi turun menjadi 9,5%.

3. Repelita III (1 April 1979 hingga 31 Maret 1984)


Titik Berat Repelita III: Pada sektor pertanian menuju swasembada pangan dan
meningkatkan industri yang mengolah bahan baku menjadi barang selanjutnya. Menekankan
bidang industri padat karya untuk meningkatkan ekspor. Pertumbuhan perekonomian periode ini
dihambat oleh resesi dunia yang belum juga berakhir. Sementara itu nampak ada kecendrungan
harga minyak yang semakin menurun khususnya pada tahun-tahun terakhir Repelita III.
Menghadapi ekonomi dunia yang tidak menentu, usaha pemerintah diarahkan untuk meningkatkan
penerimaan pemerintah, baik dari penggalakan ekspor mapun pajak-pajak dalam negeri.

4. Repelita IV (1 April 1984 hingga 31 Maret 1989)


Titik Berat Repelita IV: Pada sektor pertanian untuk melanjutkan usaha-usaha menuju
swasembada pangan dengan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin- mesin
industri sendiri, baik industri ringan yang akan terus dikembangkan dalm repelita-repelita
selanjutnya meletakkan landasan yanag kuat bagi tahap selanjutnya. Tujuan Repelita IV:
Menciptakan lapangan kerja baru dan industri. Terjadi resesi pada awal tahun 1980 yang
berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan
moneter dan fiskal sehingga kelangsungan pembangunan ekonomi dapat dipertahankan.

5. Repelita V (1 April 1989 hingga 31 Maret 1994)


Menekankan bidang transportasi, komunikasi dan pendidikan.Pelaksanaan kebijaksanaan
pembangunan tetap bertumpu pada Trilogi Pembangunan dengan menekankan pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya menuju tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi serta stabilitas nasional yang sehat dan
dinamis. Ketiga unsur Trilogi Pembangunan tersebut saling mengait dan perlu dikembangkan
secara selaras, terpadu, dan saling memperkuat. Tujuan dari Repelita V sesuai dengan GBHN
tahun 1988 adalah pertama, meningkatkan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan seluruh
rakyat yang makin merata dan adil; kedua, meletakkan landasan yang kuat untuk tahap
pemangunan berikutnya.
Dampak Positif :
1. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena setiap program pembangunan pemerintah
terencana dengan baik dan hasilnya pun dapat terlihat secara konkrit.
2. Indonesia mengubah status dari negara pengimpor beras terbesar menjadi bangsa yang
memenuhi kebutuhan beras sendiri (swasembada beras).
3. Penurunan angka kemiskinan yang diikuti dengan perbaikan kesejahteraan rakyat.
4. Penurunan angka kematian bayi dan angka partisipasi pendidikan dasar yang semakin
meningkat.
5. Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada
1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000.
6. Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
7. Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri
8. Pengangguran minimum
9.
Dampak Negatif :
1. kenaikan harga pada awal tahun 1966 yang menunjukkan tingkat inflasi kurang lebih 650
% setahun. Hal itu menjadi penyebab kurang lancarnya program pembangunan yang telah
direncanakan pemerintah.
2. Perbedaan ekonomi antardaerah, antargolongan pekerjaan, antarkelompok dalam
masyarakat terasa semakin tajam.
3. Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial)
4. Menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang erat dengan KKN (Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme)
5. Pembagunan yang dilakukan hasilnya hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil
kalangan masyarakat, pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata.
6. Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan
politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.
7. Meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat tapi secara fundamental pembangunan
ekonomi sangat rapuh.
8. Pembagunan tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang
justru menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian.
Faktor inilahh yang selantunya ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian
nasional Indonesia menjelang akhir tahun 1997.
9. Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan
antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar
disedot ke pusat
10. Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan,
terutama di Aceh dan Papua
11. Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh
tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya

Anda mungkin juga menyukai