Anda di halaman 1dari 9

Repelita atau Rencana Pembangunan Lima Tahun adalah satuan perencanaan

yang dibuat oleh pemerintah Orde Baru di Indonesia.


Repelita di kelompokan menjadi 6 bagian, yaitu :
 Repelita I (1969 – 1974) bertujuan memenuhi kebutuhan dasar dan infrastruktur
dengan penekanan pada bidang pertanian.
 Repelita II (1974 – 1979) bertujuan meningkatkan pembangunan di pulau-pulau
selain Jawa, Bali dan Madura, di antaranya melalui transmigrasi.
 Repelita III (1979 – 1984) menekankan bidang industri padat karya untuk
meningkatkan ekspor.
 Repelita IV (1984 – 1989) bertujuan menciptakan lapangan kerja baru dan
industri.
 Repelita V (1989 – 1994) menekankan bidang transportasi, komunikasi dan
pendidikan.

Pembangunan Nasional

Dilakukan pembagunan nasional pada masa Orde Baru dengan tujuan terciptanya
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Arah dan
kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala bidang. Pedoman
pembangunan nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan.
Inti dari kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat
dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil. Isi Trilogi Pembagunan adalah sebagai
berikut :

1. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan


sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.

3. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.


Pelaksanaannya pembangunan nasional dilakukan secara bertahap yaitu,

» Jangka panjang mencakup periode 25 sampai 30 tahun

» Jangka pendek mencakup periode 5 tahun (Pelita/Pembangunan Lima Tahun),


merupakan jabaran lebih rinci dari pembangunan jangka panjang sehingga tiap pelita
akan selalu saling berkaitan/berkesinambungan.

Selama masa Orde Baru terdapat 6 Pelita, yaitu :

1. Pelita I

Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi landasan
awal pembangunan Orde Baru.

Tujuan Pelita I : Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan
dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya.

Sasaran Pelita I : Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan


lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.

Titik Berat Pelita I : Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk
mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian,
karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.

Muncul peristiwa Marali (Malapetaka Limabelas Januari) terjadi pada tanggal 15-
16 Januari 1947 bertepatan dengan kedatangan PM Jepang Tanaka ke Indonesia.
Peristiwa ini merupakan kelanjutan demonstrasi para mahasiswa yang menuntut Jepang
agar tidak melakukan dominasi ekonomi di Indonesia sebab produk barang Jepang terlalu
banyak beredar di Indonesia. Terjadilah pengrusakan dan pembakaran barang-barang
buatan Jepang.
Pelita I dicanangkan pada tahun 1969, tepatnya pada tanggal 1 April. Pelita I
bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar
bagi pembangunan dalam tahap-tahap berikutnya, sedangkan sasaran yang hendak
dicapai ialah pangan, sandang, perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan
lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Poeponegoro & Notosusanto (2008:578)
mengatakan bahwa pemerintah menitik beratkan pada pembangunan di bidang pertanian,
sesuai dengan tujuan menggenjot pembangunan ekonomi melalui pembaruan bidang
pertanian karena sebagian besar penduduk hidup dari hasil pertanian.
Sanusi (2014:82) juga memaparkan bahwa dalam pelita I, pertanian dan irigasi
dimasukkan satu bab tersendiri dalam rincian rencana bidang-bidang. Dijelaskan dalam
rincian penjelasan bahwa tujuan hal ini adalah untuk peningkatan produksi pangan,
terutama beras. Berikut adalah kutipan kalimat yang terdapat dalam buku Pedomen
Repelita:
“Peningkatan produksi pangan bertujuan agar Indonesia dalam waktu lima tahun
jang akan datang tidak usah mengimpor beras lagi. Tudjuan lain ialah memperbaiki mutu
gizi pola konsumsi manusia Indonesia melalui peningkatan produksi pangan jang
mengandung chewani dan nabati, terutama ikan dan katjang-katjangan. Akibat positif dari
peningkatan produsi beras ialah bahwa lambat laun tidak perlu lagi mengimpor pangan,
sehingga dengan demikian, devisa jang langka itu dapat digunakan untuk mengimpor
barang modal dan bahan baku jang diperlukan untuk pembangunan sektor-sektor lain,
terutama sektor industri. Selandjutnja, peningkatan produksi pangan akan meningkatkan
taraf penghidupan para petani jang telah sekian lamanja hidup dalam serba kesengsaraan
dan kemiskinan.”

Dalam Repelita I diusahakan untuk memperkecil perbedaan antara sumbangan


sektor agraria dengan ektor industri, dikarenakan ekonomi masyarakat Indonesia lebih
berat ke agraris. Hal ini menyebabkan sumbangan sektor agraria terhadap produksi
nasional lebih besar daripada sumbangan sektor-sektor industri. Untuk meningkatkan
sektor produksi serta mutu sektor pertanian diperlukan bahan-bahan baku yang dihasilkan
oleh sektor industri, sehingga sektor industri akan turut berkembang.
Selain mengembangkan di bidang pangan, proyek Repelita I ini mencakup di
bidang pendidikan pula. Hal tersebut dibuktikan dengan peningkatan tenaga kerja
terdidik baik dari tenaga kejuruan maupun tenaga teknik. Peningkatan tenaga kerja
terdidik tersebut diperuntukkan untuk membantu pemerintah dalam usaha-usaha
pembangunan. Tak hanya dari segi peningkatan tenaga kerja terdidik, usaha
pembangunan pula menyentuh di bidang kerohanian dengan penyediaan buku-buku
pelajaran, kitab-kitab suci dan pembangunan tempa-tempat ibadah. Dengan rencana
pembangunan tersebut, tentu diperlukan biaya. Itulah mengapa mulai digali sumber-
sumber keuangan tabungan pemerintah, kredit jangka menengah, dan kredit jangka
panjang dari perbankan maupun penanaman modal dan re-investasi oleh perusahaan
asing dan perusahaan negara, serta bantuan luar negeri berupa bantuan proyek dan
bantuan program (Poesponegoro & Notosusanto, 2008:579).
Bantuan selama proyek repelita I ini berjumlah Rp.288,2 miliar, digunakan untuk
pembangunan sektor-sektor listrik, perhubungan dan pariwisata, industri dan
pertambangan, pertanian, pendidikan, dan keluarga berencana. Bantuan program adalah
bantuan berupa beras, tepung terigu, gandum dan bulgur. Bantuan tersebut telah berhasil
membantu stabilisasi harga bahan pangan pokok. Selain itu, ada pula bantuan program
non-pangan, seperti kapas, benang tenun, dan pupuk. Jumlah uang untuk dana Repelita
ini diperkirakan sebesar Rp 1.420 miliar. Jumlah pembiayaan dari Anggaran
Pembangunan Negara adalah sebesar Rp 1.059 miliar, sedangkan pebiayaan di luar
anggaran berjumlah Rp. 361 miliar. Landasan yang dipakai adalah sumber keuangan
dalam negeri harus dimobilisasi sebanyak mungkin daripada sumber luar negeri, sumber-
sumber luar negeri hanya dibutuhkan untuk mengisis kekurangan yang masih diperlukan
(Poesponegoro & Notosusanto, 2008:579).
Selama Repelita I dilakukan rahabilitasi terhadap perkebunan dan pabrik-pabrik
pengolahan yang telah ada. Pembangunan kesehatan dicanangkan pula pembangunan
dalam bidang kesehatan untuk memberantas penyakit menular dan untuk meningkatkan
kesehatan yang menunjang program keluarga berencana. Oleh karenanya dilakukan
pembangunan rehabilitasi sarana kesehatan, yaitu Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak
(BKIA), balai pengobatan, pusat kesehatan masyarakat (puskesmas), dan rumah sakit
baik di provinsi maupun di kabupaten. Iklim ekonomi yang semakin membaik
mengundang para penanam modal dalam negeri dan juga penanam modal asing. Sektor
industri merupakan sektor yang paling menarik bagi penanaman modal dalam negeri
disusul oleh sektor kehutanan, pariwisata, pehubungan, dan perkebunan (Poesponegoro &
Notosusanto, 2008:580-582).

2. Pelita II
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1974 hingga 31 Maret 1979. Sasaran
utamanya adalah
1. Tersedianya pangan dan sandang yang serba cukup dengan mutu yang lebih baik.
2. Tersediannya bahan-bahan perumahan dan fasilitas-fasilitas lain yang diperlukan,
terutama untuk kepentingan rakyat banyak.
3. Keadaan prasarana yang semakin meluas dan sempurna.
4. Kesejahteran rakyat dan meluasnya kesempatan kerja.
Target utama dari Repelita II ini mencakup peningkatan beberapa sektor seperti pertanian
4,6 %, industri 13 %, pertambangan 10,1 %, bangunan 9,2 % dan sektor-sektor lainnya
sekitar 7,7 %. Dengan laju pertumbuhan tersebut, akan menjadi landasan yang lebih kuat
sehingga pertumbuhan dapat membuka lapangan pekerjaan yang cakupannya lebih
luas.Tak hanya sebagai kelanjutan dari Repelita I, Repelita II ini pula menambah lagi
rancangan pembangunannya seperti adanya program Transmigrasi dan padat karya.
Untuk program transmigrasi ini teruntukkan bagi penduduk yang bermukim di wilayah
Jawa, Bali dan Lombok akan dipindahkan terutama di daerah-daerah seperti Sumatera
Selatan, Kalimantan Tenggara, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah (Poesponegoro
& Notosusanto, 2008:583).
Program baru dari Pelita II adakah Program Pembangunan Daerah Tingkat I. Melalui
Pembangunan tersebut disalurkan dana pembangunan bagi daerah tingkat I. Sedangkan
pelaksanaannya diserahkan kepada pemerintah daerah, dan pemerintah pusat hanya
memberi pengarahan secara umum., serta bantuan dalam pemasaran melalui
pembangunan pasar-pasar inpres (Instruksi Presiden). Pada tahun-tahun terakhir Repelita
II pemerintah telah memberikan dana pembangunan daerah-daerah sebanyak Rp 358
miliar rupiah. Langkah lain yang berhasil di bidang pertanian yaitu perbaikan dan
penyempurnaan irigasi, kira-kira 500 ribu ha, pembangunan jaringan irigasi baru lebih
kurang 500 ribu ha, dan pengaturan serta pengembangan sungai dan ra lebih kurang 600
ribu ha (Poesponegoro & Notosusanto, 2008:583).
Pelaksanaan dari Repelita II ini tentu mengalami beberapa macam tantangan, yang
pertama yaitu adanya kemerosotan ekonomi di negara-negara industri yang menyebabkan
berkurangnya hasil produksi di Indonesia. Di lain sisi, inflasi yang terjadi di negara-
negara industri menyebabkan naiknya harga barang-barang modal yang diperlukan untuk
pembangunan. Kemudian yang kedua disebabkan oleh krisis Pertamina. Walaupun harga
minyak dipasar dunia naik, hal itu tidak membawa manfaat sebagaimana diharapkan
sebab terpaksa dipakai untuk menutupi hutang-hutang pertamina. Musim kemarau yang
panjang selama beberapa tahun dan hama wereng menyebabkan merosotnya hasil padi.
Walaupun demikian repelita II tetap masih bisa dilaksanakan, terbukti dengan
pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7% pertahun. Pada awal pemerintahan Orde
Bari (1966) laju inflasi

3. Pelita III
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 hingga 31 Maret 1984. Pelita III
pembangunan masih berdasarkan pada Trilogi Pembangunan dengan penekanan lebih
menonjol pada segi pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan, yaitu:

» Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya sandang, pangan, dan


perumahan.
» Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
» Pemerataan pembagian pendapatan
» Pemerataan kesempatan kerja
» Pemerataan kesempatan berusaha
» Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi
muda dan kaum perempuan
» Pemerataan penyebaran pembagunan di seluruh wilayah tanah air
» Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
Seperti yang telah terjabarkan sebelumnya, masalah pangan masih menjadi fokus
utama dari pemerintah dalam usaha pembangunan lima tahunnya. Usaha yang ditempuh
agar persediaan dan konsumsi terus meningkat yakni dengan meningkatkan kegiatan
intensifikasi, penganekaragaman dan perluasan kegiatan pertanian. Di bidang lainnya
pula mendapat perhatian, seperti di bidang sandang dan adanya pembangunan perumahan
rakyat (Poesponegoro & Notosusanto, 2008:585).
Di bidang pendidikan pemerintah menitikberatkan pada perluasan pendidikan
dasar, serta peningkatan pendidikan teknik dan kejuruhan pada semua tingkat. Kemudian
pada bidang kesehatan perbaikan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan
pemberantasan penyakit menular, penyakit masyarakat, peningkatan gizi, peningkatan
sanitasi lingkungan, perlindungan terhadap bahaya narkotika, penyediaaan obat-obatan
yang semakin merata dan terbeli oleh rakyat, penyediaan tenaga medis dan para medis.
Pembangunan pusat kesehatan masyarakat (PUSKESMAS) di kota-kota kecamatan dan
di desa-desa juga ditingkatkan (Poesponegoro & Notosusanto, 2008:586).
Selama Repelita III kesempatan kerja akan diperluas antara lain melalui Proyek Padat
Karya Guna Baru dengan sasaran utama memperluas kesempatan kerja produktif dalam
pembangunan atau rehabilitasi sarana ekonomi. Selama Repelita III untuk mengatasi
masalah kependudukan dan kesempatan kerja ialah meningkatkan program transmigrasi.
Selain itu diutamakan pula pembangunan daerah-daerah yang terbelakang, daerah-daerah
minus dan daerah-daerah yang padat penduduknya (Poesponegoro & Notosusanto,
2008:587).
Selanjutnya pemerintah mengeluarkan kebijakan April 1974 yang mengharuskan
Bank Indonesia mengikuti dan menganalisis secara terus menerus serta mendalami
berbagai variabel, seperti neraca pembayaran, dampaka moneter dari APBN, serta laju
inflasi dan laju pertumbuhan ekonomi guna menentukan apakah program moneter perlu
disesuaikan dalam 1 tahun anggaran. Kemudian untuk menunjang terus berlangsungnya
pembangunan pemerintah mengeluarkan Pakjun 1983 (Paket Juni). Paket ini merupakan
rangkaian pertama dan langkah-langkah diregulasi diberbagai bidang seperti keuangan
dan perdagangan, yang mendapat sambutan baik di kalangan usaha (Poesponegoro &
Notosusanto, 2008:587)
4. Pelita IV
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1984 hingga 31 Maret 1989. Titik beratnya
adalah sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang
dapat menghasilkan mesin industri sendiri. Terjadi resesi pada awal tahun 1980 yang
berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Pemerintah akhirnya mengeluarkan
kebijakan moneter dan fiskal sehingga kelangsungan pembangunan ekonomi dapat
dipertahankan.

5. Pelita V
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994. Titik beratnya
pada sektor pertanian dan industri. Indonesia memiki kondisi ekonomi yang cukup baik
dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,8 % per tahun. Posisi perdagangan luar negeri
memperlihatkan gambaran yang menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik
dibanding sebelumnya.

6. Pelita VI
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1994 hingga 31 Maret 1999. Titik beratnya
masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan
pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai
pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama pembangunan. Pada
periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk
Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu
perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.

Hasil yang masih bisa dilihat setelah adanya pelita pada masa Orde Baru dalam
pandangan kereziman adalah :
Adanya pertumbuhan ekonomi justru menjadikan orang yang kaya makin kaya
seiring dengan kebutuhan akan modal yang kian pesat dan sebaliknya, orang yang miskin
makin miskin karena faktor produksinya diserap secara tidak seimbang. Hal demikianlah
yang bisa menerangkan kenapa setelah 10 tahun pembangunan ekonomi Indonesia di era
Orde Baru melalui serangkaian Pelita I dan II (1969 – 1979) telah membukakan mata
bahwa kemiskinan di Indonesia sebagai dampak ketimpangan sosial dan ketidakmerataan
hasil pembangunan masih terlihat.
Adanya pemerataan hasil pembangunan ekonomi di Indonesia yang mana
pembangunan ekonomi merupakan salah satu pilar tumbuhnya rezim Orde Baru.
Pemerintah Orde Baru bukannya tidak berusaha mengatasi ketidaksesuaian rencana dan
hasil pembangunan ekonomi berupa ketimpangan dan belum meratanya hasil
pembangunan. Sejak Pelita III (1979 – 1984) terjadi perubahan pokok. Trilogi
Pembangunan yang pada mulanya, urutannya ialah pertumbuhan, pemerataan, dan
stabilitas. Kemudian sejak Pelita tersebut diubah menjadi pemerataan, pertumbuhan, dan
stabilitas. Disusul pula dengan pencanangan dua pokok kebijaksanaan pembangunan,
yaitu: (1) mengurangi jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan; dan (2)
melaksanakan delapan jalur pemerataan yang meliputi pemerataan pembagian
pendapatan, penyebaran pembangunan di seluruh daerah, kesempatan memperoleh
pendidikan, kesehatan, kesempatan kerja, berusaha, berpartisipasi dalam kegiatan
pembangunan dan kesempatan memperoleh keadilan.

Anda mungkin juga menyukai