Anda di halaman 1dari 19

A.

Titik berat Repalita I-VII


Sejarah pembangunan pertanian berawal pada masa orde baru. Pada awal masa orde baru
pemerintahan menerima beban berat dari buruknya perekonomian orde lama. Tahun
1966-1968 merupakan tahun untuk rehabilitasi ekonomi. Pemerintah orde baru berusaha
keras untuk menurunkan inflasi dan menstabilkan harga. Dengan dikendalikannya inflasi,
stabilitas politik tercapai yang berpengaruh terhadap bantuan luar negeri yang mulai
terjamin dengan adanya IGGI. Maka sejak tahun 1969, Indonesia dapat memulai
membentuk rancangan pembangunan yang disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun
(REPELITA). Berikut penjelasan singkat tentang beberapa REPELITA.
1) Repalita I (1 April 1969 hingga 31 Maret 1974)
Repelita atau Rencana Pembangunan Lima Tahun yang dicanangkan oleh presiden
Soeharto pertama kali dilaksanakan pada tahun 1969 atau lebih dikenal sebagai
Repelita 1. Repelita I mulai dilaksanakan sejak tanggal 1 April 1969 hingga 31
Maret 1974. Repelita I ini merupakan landasan awal pembangunan pertanian di
orde baru. Tujuan yang ingin dicapai adalah pertumbuhan ekonomi 5% per tahun
dengan sasaran yang diutamakan adalah cukup pangan, cukup sandang, perbaikan
prasarana terutama untuk menunjang pertanian. Tentunya akan diikuti oleh adanya
perluasan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Tujuan Repelita I : Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus
meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya.
Titik berat Repelita I ini adalah pembangunan bidang pertanian sesuai dengan
tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan
bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil
pertanian. Pada repelita I ini muncul peristiwa Marali (Malapetaka Limabelas
Januari) terjadi pada tanggal 15-16 Januari 1947 bertepatan dengan kedatangan PM
Jepang Tanaka ke Indonesia. Peristiwa ini merupakan kelanjutan demonstrasi para
mahasiswa yang menuntut Jepang agar tidak melakukan dominasi ekonomi di
Indonesia sebab produk barang Jepang terlalu banyak beredar di Indonesia.
Terjadilah pengrusakan dan pembakaran barang-barang buatan Jepang.
2) Repelita II (1974-1979)
Dalam Repelita II ini mulai diperkenalkan tujuan demografi Program KB Nasional
yaitu menurunkan tingkat fertilitas sebesar 50% pada tahun 1990 dibandingkan
keadaan tahun 1971 ( konsekwensi system target dalam perencanaan yang semakin
tajam). Selain pengenalan tujuan Demografis, memasuki Repelita II ini terlihat
kreatifikasi berfikir yang mengagumkan dari pimpinan BKKBN dalam usaha
mengembangkan strategi pendekatan program guna mencapai tujuan. Mulai
periode ini pembinaan dan pendekatan program yang semula berorientasi pada
kesehatan mulai dipadukan dengan penggarapan bidang-bidang lain yang dikenal
dengan Pendekatan Integral yang ditujukan untuk :
Menurunkan tingkat kelahiran secara langsung dengan menggunakan
kontrasepsi.
Menurunkan tingkat kelahiran secara tidak langsung melalui pola
kebijaksanaan kependudukan yang intrgral (Beyond Family Planning) yang
dirinci lagi :
Usaha pelembagaan penerimaan ide KB melalui aparatur Pemerintah
Usaha pelembagaan penerimaan ide KB melalui mekanisme social
budaya yang hidup dalam masyarakat kita.
Menyadari bahwa pertumbuhan penduduk yang cepat di Indonesia adalah sebagai
akibat dari angka kelahiran yang tinggi dan itu bukan hasil kelahiran penduduk
pulau Jawa dan Bali saja, serta guna pemerataan tanggung jawab pembangunan
bangsa, maka mulai tahun 1974 (awal Repelita II ) Program KB Nasional
diperluas ke 10 propinsi di luar Jawa dan Bali yang kemudian dikenal dengan
wilayah Luar Jawa Bali (LJB) I . yaitu : D.I Aceh, Sumatera Utara, Sumatera
Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat,
Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan. Adapun sasaran-sasaran
Sebagaimana halnya dengan setiap tahap pembangunan maka tujuan Repelita II
ialah : pertama, meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat. kedua,
meletakkan landasan yang kuat untuk tahap pembangunan berikutnya.
Titik Berat Repelita II: Pada sektor pertanian dengan meningkatkan industri yang
mengolah bahan mentah menjadi bahan baku meletakkan landasan yang kuat bagi
tahap selanjutnya.
Sasaran Repelita II: Tersedianya pangan, sandang,perumahan, sarana dan
prasarana, mensejahterakan rakyat dan memperluas kesempatan kerja.
Tujuan Repelita II: Meningkatkan pembangunan di pulau-pulau selain Jawa, Bali
dan Madura, di antaranya melalui transmigrasi.
Pelaksanaan Pelita II cukup berhasil pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7%
per tahun. Pada awal pemerintahan Orde Baru laju inflasi mencapai 60% dan pada
akhir Pelita I laju inflasi turun menjadi 47%. Selanjutnya pada tahun keempat
Pelita II, inflasi turun menjadi 9,5%.
3) Repelita III (1 April 1979 hingga 31 Maret 1984).
Pada Repelita III prioritas utama pemerintahan dalam rencana pembangunan
perekonomian indonesia terletak pada sektor pertanian dimana sektor ini ditujukan
pada swasembada pangan . Selain itu juga dilakukan peningkatan pada sektor
industri yang mengelola bahan baku menjadi barang jadi. pada tahun 1979-1984
atau pada masa Repelita III pemerintah memfokuskan rencana pembangunan
perekonomian pada sektor pertanian yang menuju swasembada pangan dan industri
pengolahan bahan baku menjadi barang jadi. Di awali pertumbuhan ekonomi amat
tinggi pada tahun 1980-1981 (1981 : 11%) dan kemudian merosot menjadi 2,2
persen pada tahun 1982.Titik Berat Repelita III: Pada sektor pertanian menuju
swasembada pangan dan meningkatkan industri yang mengolah bahan baku
menjadi barang selanjutnya. Menekankan bidang industri padat karya untuk
meningkatkan ekspor. Pertumbuhan perekonomian periode ini dihambat oleh resesi
dunia yang belum juga berakhir. Sementara itu nampak ada kecendrungan harga
minyak yang semakin menurun khususnya pada tahun-tahun terakhir Repelita III.
Menghadapi ekonomi dunia yang tidak menentu, usaha pemerintah diarahkan
untuk meningkatkan penerimaan pemerintah, baik dari penggalakan ekspor mapun
pajak-pajak dalam negeri.
4) Repelita IV (1 April 1984 hingga 31 Maret 1989)
Repelita IV Adalah peningkatan dari repelita III. Peningkatan usaha-usaha untuk
memperbaiki kesejahteraan rakyat, mendorong pembagian pendapatan yang lebih
adil dan merata, memperluas kesempatan kerja. Priorotasnya untuk melanjutkan
usaha memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat
menghasilkan mesin-mesin industri sendiri.
Titik Berat Repelita IV: Meletakkan titik berat pada sektor pertanian untuk
melanjutkan usaha-usaha menuju swasembada pangan dengan meningkatkan
industri yang dapat menghasilkan mesin- mesin industri sendiri, baik industri
ringan yang akan terus dikembangkan dalm repelita-repelita selanjutnya
meletakkan landasan yanag kuat bagi tahap selanjutnya.
Tujuan Repelita IV: Menciptakan lapangan kerja baru dan industri.
Terjadi resesi pada awal tahun 1980 yang berpengaruh terhadap perekonomian
Indonesia. Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal
sehingga kelangsungan pembangunan ekonomi dapat dipertahankan.
5) Repelita V (1 April 1989 hingga 31 Maret 1994)
pelaksanaan kebijaksanaan pembangunan tetap bertumpu pada Trilogi
Pembangunan dengan menekankan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya
menuju tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi serta stabilitas nasional yang sehat dan
dinamis. Ketiga unsur Trilogi Pembangunan tersebut saling mengait dan perlu
dikembangkan secara selaras, terpadu, dan saling memperkuat. Tujuan dari
Repelita V sesuai dengan GBHN tahun 1988 adalah pertama, meningkatkan taraf
hidup, kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rajyat yang makin merata dan adil.
kedua, meletakkan landasan yang kuat untuk tahap pemangunan berikutnya.
Prioritas pembangunan sesuai dengan pola umum pembangunan jangka panjang
pertama, maka dalam repelita v prioritas diletakkan pada pembangunan bidang
ekonomi dengan titik berat repelita v pada:
Sektor pertanian untuk memantapkan swasembada pangan dan
meningkatkan produksi hasil pertanian lainnya.
Sektor industri khususnya industri yang menghasilkan untuk ekspor,
industri yang banyak menyerap tenaga kerja, industri pengolahan hasil
pertanian, serta industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri.
Sejalan dengan prioritas pada pembangunan bidang ekonomi, maka pembangunan
dalam bidang politik, sosial-budaya, pertahanan keamanan dan lain-lain makin
ditingkatkan agar saling menunjang dengan pembangunan bidang ekonomi
sehingga lebih menjamin ketahanan nasional.
6) Repelita VI ((1 April 1994 31 Maret 1999)
Repelita VI mulai dilaksanakan sejak tanggal 1 April 1994 31 Maret 1999.
Pada Repelita VI titik beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi
yang berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan
kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang
sebagai penggerak utama pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis moneter
yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis
moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian
menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.
Memasuki era globalisasi yang dicirikan oleh persaingan perdagangan
internasional yang sangat ketat dan bebas, pembangunan pertanian semakin
dideregulasi melalui pengurangan subsidi, dukungan harga dan berbagai proteksi
lainnya. Kemampuan bersaing melalui proses produksi yang efisien merupakan
pijakan utama bagi kelangsungan hidup usahatani. Sehubungan dengan hal
tersebut, maka partisipasi dan kemampuan wirausaha petani merupakan faktor
kunci keberhasilan pembangunan pertanian. Pemerintahan pada Kabinet Indonesia
Bersatu telah menetapkan program pembangunannya dengan menggunakan strategi
tiga jalur (triple track strategy) sebagai manifestasi dari strategi pembangunan yang
lebih pro-growth, pro-employment dan pro-poor. Operasionalisasi konsep strategi
tiga jalur tersebut dirancang melalui hal-hal sebagai berikut:
o Peningkatan pertumbuhan ekonomi di atas 6,5% per tahun melalui
percepatan investasi dan ekspor.
o Pembenahan sektor riil untuk mampu menyerap tambahan angkatan kerja
dan menciptakan lapangan kerja baru.
o Revitalisasi pertanian dan perdesaan untuk berkontribusi pada
pengentasan kemiskinan.
Revitalisasi pertanian diartikan sebagai kesadaran untuk menempatkan kembali arti
penting sektor pertanian secara proporsional dan kontekstual, melalui 26
peningkatan kinerja sektor pertanian dalam pembangunan nasional dengan tidak
mengabaikan sektor lain. Revitalisasi pertanian dimaksudkan untuk menggalang
komitmen dan kerjasama seluruh stakeholder dan mengubah paradigma pola piker
masyarakat dalam melihat pertanian tidak hanya sekedar penghasil komoditas
untuk dikonsumsi. Pertanian harus dilihat sebagai sektor yang multi-fungsi dan
sumber kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia.
Pembangunan pertanian pada periode 2010-2014, Kementerian Pertanian
mencanangkan 4 (empat) target utama, yaitu sebagai berikut:
o Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan. Dalam rangka
peningkatan produksi pertanian pada periode lima tahun ke depan (2010-
2014), Kementerian Pertanian akan lebih fokus pada peningkatan 39
komoditas unggulan nasional. Komoditas unggulan nasional tersebut terdiri
dari 7 komoditas tanaman pangan, 10 komoditas hortikultura, 15 komoditas
perkebunan, dan 7 komoditas peternakan.
o Peningkatan Diversifikasi Pangan. Diversifikasi pangan atau keragaman
konsumsi pangan merupakan salah satu strategi mencapai ketahanan
pangan. Sasaran percepatan keragaman konsumsi pangan adalah
tercapainya pola konsumsi pangan yang aman, bermutu, dan bergizi
seimbang yang dicerminkan oleh tercapainya skor Pola Pangan Harapan
(PPH) sekurang-kurangnya 93,3 pada tahun 2014. Konsumsi umbi-umbian,
sayuran, buah-buahan, pangan hewani ditingkatkan dengan mengutamakan
produksi lokal, sehingga konsumsi beras diharapkan turun sekitar 3% per
tahun.
o Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, dan Ekspor. Peningkatan nilai
tambah akan difokuskan pada dua hal yakni peningkatan kualitas dan
jumlah olahan produk pertanian untuk mendukung peningkatan daya saing
dan ekspor. Peningkatan kualitas produk pertanian (segar dan olahan)
diukur dari peningkatan jumlah produk pertanian yang mendapatkan
sertifikasi jaminan mutu (SNI, Organik, Good Agricultural Practices, Good
HandlingPractices, Good Manucfacturing Practices). Peningkatan daya
saing akan difokuskan pada pengembangan produk berbasis sumberdaya
local yang bisa meningkatkan pemenuhan permintaan untuk konsumsi
dalam negeri dan bisa mengurangi ketergantungan impor (substitusi impor).
Peningkatan ekspor akan difokuskan pada pengembangan produk yang
punya daya saing di pasar internasional, baik segar maupun olahan, yang
kebutuhan di pasar dalam negeri sudah tercukupi. Indikatornya adalah
pertumbuhan volume ekspor. Sedangkan indikator utama, strategi, dan
rencana aksi dalam rangka peningkatan nilai tambah, daya saing, dan
ekspor produk pertanian pada periode lima tahun ke depan (2010-2014).
o Peningkatan Kesejahteraan Petani. Unsur penting yang berpengaruh
terhadap tingkat kesejahteraan petani adalah tingkat pendapatan petani.
Walaupun demikian tidak selalu upaya peningkatan pendapatan petani
secara otomatis diikuti dengan peningkatan kesejahteraan petani, karena
kesejahteraan petani juga tergantung pada nilai pengeluaran yang harus
dibelanjakan keluarga petani serta faktor-faktor non-finansial seperti factor
sosial budaya. Walaupun demikian, sisi pendapatan petani merupakan sisi
yang terkait secara langsung dengan tugas pokok dan fungsi Kementerian
Pertanian. Oleh karena itu, dalam kerangka peningkatan kesejahteraan
petani, prioritas utama Kementerian Pertanian adalah upaya meningkatkan
pendapatan petani.
Titik beratnya yakni, masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang
berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan
kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang
sebagai penggerak utama pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis moneter
yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis
moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian
menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.
7) Repelita VII (Pembangunan Nasional)
Penyusunan repelita VII akan berpedoman kepada GBHN 1998 yang setelah
pemilihan umum nanti baru akan dirumuskan oleh para wakil rakyat. pelaksanaan
pembangunan nasional dan telah ditetapkan menjadi sasaran jangka panjang
adalah kemajuan, kemandirian, keadilan, dan peningkatan kesejahteraan.
Dalam Repelita VII, sasaran itu ingin dicapai dengan meletakkan titik berat
repelita vii pembangunan pada bidang ekonomi seiring dengan peningkatan
kualitas sumber daya manusia. Titik berat pembangunan ini memang berbeda
dengan tahapan pembangunan terdahulu yang hanya meletakkannya pada bidang
ekonomi. Namun, pergeseran paradigma itu sebenarnya menunjukkan
perkembangan kemajuan pembangunan. Kita menyadari bahwa pembangunan
tidak mungkin berjalan lancar apabila keadaan negara senantiasa kacau. Kita
ketahui pula bahwa suasana aman, tentram, stabil tetapi dinamis tidak datang
dengan sendirinya dan tidak dapat pula terjamin akan tetap terpelihara, namun
harus diciptakan melalui kerja keras dan upaya yang berkesinambungan. Dapat
diantisipasi bahwa dalam Repelita VII, suasana kehidupan politik nasional akan
makin diwarnai oleh keinginan untuk meningkatkan kualitas demokrasi, partisipasi
kearah perbaikan dan pembaharuan, serta kesadaran akan kemajemukan. Dengan
demikian menjaga stabilitas nasional merupakan pekerjaan yang rumit dan
memerlukan pendekatan-pendekatan yang canggih, sehingga ini merupakan pula
tantangan di masa yang akan datang.
Gambaran Masyarakat Indonesia pada Repelita VII.
Dalam Repelita VII, pertumbuhan ekonomi diproyeksikan cukup tinggi yaitu
rata-rata di atas 7% per tahun. Sementara itu laju pertumbuhan penduduk
diharapkan akan terus turun hingga mencapai 1,4% per tahun menjelang akhir
Repelita VII. Jika kedua sasaran tersebut dapat dicapai maka pendapatan per kapita
Indonesia tahun 2003 diharapkan akan meningkat menjadi hampir 1,8 kali lipat
dibanding dengan tahun 1993, atau menjadi sekitar US$1.400 berdasarkan harga
konstan US$ 1993 atau sekitar US$2.000 pada harga yang berlaku. Dengan sasaran
itu, kita akan memantapkan diri berada di kelas pendapatan menengah menurut
klasifikasi Bank Dunia. Masalah kemiskinan absolut yang sampai saat ini masih
merupakan pekerjaan rumah yang besar, diharapkan sebagian besar sudah dapat
teratasi pada akhir Repelita VII. Di samping itu, kawasan terbelakang dan terpencil
akan memperoleh perhatian khusus agar dapat melepaskan diri dari perangkap
keterbelakangan dan dapat turut maju sebagaimana kawasan lainnya yang telah
ebih dahulu berkembang. Untuk itu, perhatian lebih besar akan diberikan pada
investasi selain prasarana juga sumber daya manusia bagi daerah-daerah tersebut.

B. Trilogi Pembangunan Nasional


Trilogi Pembangunan adalah wacana pembangunan nasional yang dicanangkan oleh
pemerintahan orde baru di Indonesia dalam sebagai landasan penentuan kebijakan
politik, ekonomi, dan sosial dalam melaksanakan pembangunan negara. Isi Trilogi
Pembagunan adalah sebagai berikut:
Pemerataan: pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Upaya pemerataan pembangunan
dan hasil-hasilnya tidak mungkin tercapai / terwujud tanpa adanya
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, sedangkan pertumbuhan ekonomi
yang cukup tinggi tidak mungkin dapat dicapai apabila tanpa adanya stabilitas
nasional yang sehat dan dinamis. Hal ini tercermin bahwa unsur-unsur dalam
trilogi pembangunan harus dikembangkan secara selaras, serasi, terpadu, dan
saling mengait.
Trilogi pembangunan Presiden Soeharto.
Berikut adalah isi Trilogi Pembangunan:
Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya
keadilan sosial bagi seluruh rakyat, Upaya pemerataan pembangunan dan
hasil-hasilnya tidak mungkin tercapai / terwujud tanpa adanya pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi, sedangkan pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi tidak mungkin dapat dicapai apabila tanpa adanya stabilitas nasional
yang sehat dan dinamis. Hal ini tercermin bahwa unsur-unsur dalam trilogi
pembangunan harus dikembangkan secara selaras, serasi, terpadu, dan saling
mengait. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya Pemerataan
pembangunan, berarti bahwa pembangunan itu harus dilaksanaan secara
merata di seluruh wilayah tanah air, serta hasil-hasilnya harus dapat dirasakan
oleh seluruh rakyat secara adil dan merata. Adil dan merata mengandung arti
bahwa setiap warga negara harus menerima hasil-hasil pembangunan sesuai
dengan nilai-nilai kemanusiaan, dan bagi yang mampu berperan lebih, harus
menerima hasilnya sesuai dengan darma bhaktinya kepada bangsa dan negara.
Dalam upaya memeratakan pembangunan dan kesejahteraan Nasional, Pak
Soeharto mencanangkan delapan jalur pemerataan yang akan menyalurkan
pembangunan dan kesejahteraan ke seluruh Nusantara. Delapan jalur tersebut
anatara lain:
Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat khususnya pangan,
sandang dan perumahan.
Pemerataan memperoleh kesempatan pendidikan dan pelayanan
kesehatan.
Pemerataan pembagian pendapatan.
Pemerataan kesempatan kerja
Pemerataan kesempatan berusaha
Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya
bagi generasi muda dan kaum wanita.
Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah Tanah Air.
Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
Pertumbuhan ekonomi nasional yang cukup tinggi, Pertumbuhan ekonomi
yang cukup tinggi dalam trilogi pembangunan mengandung makna bahwa: (a)
Pertumbuhan ekonomi harus lebih tinggi dari angka laju pertumbuhan
penduduk. (b) Upaya mengejar pertumbuhan ekonomi harus tetap
memperhatikan keadilan dan pemerataan. (c) Harus tetap dijaga keselarasan,
keserasian, dan keseimbangan dengan bidang-bidang pembangunan lainnya.
Pak Soeharto memang seorang pemimpin yang visioner, bahkan beliau bisa
melihat wajah Indonesia sampai 30 tahun kedepan. Rencana Pembangunan
lima tahunan yang kita kenal dengan Pelita I-VI adalah buktinya. Dengan
sangat tertata dan teratur Pak Harto menata taman Indonesia sampai menjadi
salah satu kekuatan Ekonomi yang disegani di Asia.
Kestabilan Nasional Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis, dimaksudkan
agar dalam pelaksanaan pembangunan itu:
a. Terdapat kondisi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
yang aman, tentram dan tertib yang tercipta karena berlakunya aturan
yang disepakati bersama.
b. Dalam kondisi stabilitas nasional terdapat iklim yang mendorong
berkembangnya kreativitas masyarakat dalam pembangunan bangsa
dan negara. Di dalam pelaksanaan pembangunan selalu diperhatikan
asas pemerataan yang menuju terciptanya keadilan sosial bagi seluruh
rakyat indonesia dengan melanjutkan, memperluas, dan memberikan
kedalaman pada pelaksanaan delapan jalur pemerataan yang selama ini
telah ditempuh pemerintah.
Tiga point ini adalah semboyan yang sangat mengakar dalam 32 tahun
kepemimpinan Pak Harto. Setelah beliau menciptakan stabilitas Nasional yang
merupakan lingkungan yang baik untuk tumbuhnya perekonomian, beliau menarik
para investor asing untuk merangsang pertumbuhan perekonomian Nasional.
Setelah perekonomian tumbuh, kesejahteraan diratakan ke seluruh pelosok
Nusantara.

C. Triprogram Pembangunan Sulawesi Selatan.


1. Perubahan pola pikir masyarakat, Pola pikir manusia menentukan arah
kemana manusia itu akan melangkah. Dipercaya atau tidak, segala yang kita
capai itu dipengaruhi oleh pola pikir, yang mempengaruhi kebiasaan. Untuk
itulah perlu adanya perubahan mindset atau pola pikir yang selama ini masih
negativisme. Dengan melakukan perubahan pola pikir, akan mudah melakukan
pembangunan. Dimana perubahan pola pikir ini seperti :
Merubah pola pikir masyarakat dari malas ke produktivitas, Kemalasan
adalah musuh produktivitas. Jika kita malas, tidak ada cara lain kita bisa
mencapai hal-hal yang berarti. Kita mungkin menunda-nunda melakukan
sesuatu, atau bahkan jika kita melakukannya, kita melakukannya dengan
setengah hati. Hasil berkualitas tinggi tidak akan tercapai dengan cara-cara
seperti itu. Perubahan pola pikir diharapkan dapat merubah kebiasaan
masyarakat dari konsumtif menjadi produktif. Merubah mental rakyat dari
malas menjadi kerja keras, koruptif menjadi jujur, Dengan demikian, kita
bisa dapatkan pemerintahan yang bermoral, pemerintahan yang
berkarakter, pemerintahan yang berintegritas.
Dari satu usaha menjadi banyak usah, mengubah pola pikir masyarakat
menjadi kreatif yakni Kemampuan manusia untuk membayangkan dan
menemukan sesuatu yang baru. Sebuah kemapuan untuk mengeneralisir
ide baru dengan cara mengkombinasikan, mengubah, ataupun dengan
merekayasa ide yang sudah ada.
Dari pola pikir pertanian menjadi industri, Di negara agraris yang masih
mengandalakan tenaga manusia untuk melakukan pekerjaan, menuntut
agar masyarakat bekerjasama. Sedangkan di negara industri, banyak
muncul alat-alat modern yang akan memudahkan cara kerja manusia.
Sebagai contoh, pada masyarakat agraris untuk mengerjakan sawah seluas
25 hektare membutuhkan tenaga 50 orang, mereka harus bekerjasama 2
orang untuk menyelesaikan satu hektare sawah. Namun setelah adanya
alat bantu modern, seperti alat bajak dengan tenaga mesin, hanya
membutuhkan tenaga 25 orang saja dan mereka hanya cukup bekerja
sendiri dengan bantuan alat. Hal ini tentu menyebabkan hilangnya sifat
kolektiv pada masyarakat dan menimbulkan sifat individualis. Mereka
akan bekerja sendiri untuk memenuhi kebutuhan pribadi. Perubahan sikap
pada masyarakat ini merupakan dampak negatif dari perubahan
masyarakat agraris menuju industri.
2. Pengwilayahan komunitas, menyangkut potensi wilayah daerah
(mengelompokkan dengan melihat potensi wilayahnya) dalam rangka
mendorong peningkatan atau percepatan income masyarakat (pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Selatan dan devisa Sulawesi Selatan, khususnya pada
pariwisata, pertambangan). Sebagai contoh : pengwilayahan (mamminasata)
yakni Makassar, Sungguminasa, Gowa, Takalar, Maros, dan Malino
membangun pariwisata yang terpadu. Pewilayahan komoditas menunjuk pada
lahan-lahan mana yang cocok untuk pengembangan tanaman perkebunan guna
menunjang pengembangan industri dalam negeri. Di wilayah mana saja di
Sulsel yang tanah-tanah pertaniannya cocok untuk dikembangkan tanaman
coklat, cengkeh, kopi, merica, tebu dan lain-lain. Juga di wilayah mana saja di
Sulsel yang harus mempertahankan tanaman pangan untuk ketahanan pangan
dalam swasembada beras. Kecocokan antara kemampuan lahan dengan jenis
tanaman yang akan dikembangkan berdampak positif pada efisiensi teknik dan
efisiensi harga faktor produksi, pengurangan biaya pupuk misalnya. Semuanya
tertuju untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Sulsel yang mayoritas
petani.
3. Petik Olah Jual, Pemerintah Sulawesi Selatan telah menghimbau bahwasanya
agar seluruh petani di SulSel meninggalkan cara tradisional, dan menggunakan
konsep petik olah jual dan meninggalkan pola lama, yaitu petik dan jual,
Karena apabila olah tersebut masih dipertahankan maka kemakmuran para
petani, dipastikan akan jalan ditempat. Hasil-hasil pertanian, perkebunan, dan
perikanan yang dipasarkan diharapkan tidak mentah, namun telah diolah.
Pemerintah juga harus bekerja sama dengan kepala daerah menyediakan
wadah bagi para petani misalkan mendatangkan investor, yang bisa
berhubungan langsung para petani. Sulsel memang bak induk ayam di
lumbung padi. Maksudnya, potensi alam sudah tersedia tinggal bagaimana
menarik investor dan memberdayakan sumber-sumber yang ada. Berikut
adalah lima komoditi dominan barang ekspor dari Pelabuhan Makassar yakni
coklat dengan negara tujuan Eropa, Amerika, Singapura; dedak dengan negara
tujuan Korea Selatan dan Jepang; tapioka dengan negara tujuan Cina,
Amerika, Eropa. Di era pak Ahmad Amiruddin, mencanangkan program
perubahan pola pikir dan program petik olah jual, suatu program yang
mengantar masyarakat Sulsel yang mayoritas petani ini agar dalam usaha
pertaniannya berorientasi pasar. Agar para petani mulai berpikir tentang
tanaman komoditi ekspor, tanaman bahan industri yang bisa laku di pasar luar
negeri dengan harga yang menguntungkan. Program yang menghendaki agar
petani tidak menjual hasil pertaniannya dalam bentuk mentah-mentah sebelum
diolah, agar harganya lebih tinggi, meningkatkan nilai tambah komoditi
petani.

D. Teori Pembangunan Tahap-Tahap Pembangunan Ekonomi Menurut W. W


Rostow:

W.W. Rostow merupakan seorang ekonom Amerika Serikat yang menjadi Bapak Teori
Pembangunan dan Pertumbuhan. Teorinya mempengaruhi model pembangunan di
hampir semua Dunia Ketiga. Pikiran Rostow pada dasarnya dikembangkan dalam
konteks perang dingin serta membendung pengaruh sosialisme. Itulah makanya, pikiran
Rostow pertama dituangkan dalam makalah yang secara jelas sebagai manifesto non-
komunis. Dalam tulisan yang berjudul The Stages of Economic Growth: A Non-
Communist Manifesto, Rostow membentangkan pandangannya tentang modernisasi
yang dianggapnya sebagai cara untuk membendung semangat sosialisme. Menurut
Rostow proses pembangunan ekonomi bisa dibedakan kedalam lima tahap. Lima tahap
tersebut adalah karakteristik perubahan keadaan ekonomi, social dan politik yang terjadi.

Menurut Rostow pembangunan ekonomi atau proses tranformasi suatu masyarakat


tradisional menjadi masyarakat modern merupakan proses yang multidimensional.
Pembangunan ekonomi bukan berarti hanya perubahan struktur ekonomi suatu Negara
tetapi juga ditunjukan oleh peranan sector pertanian dan peranan sector industry. Proses
pembangunan ekonomi menurut W.W Rostow bisa dibedakan dalam 5 tahap, yaitu :

1. Masyarakat Tradisional
Sistem ekonomi yang mendominasi masyarakat tradisional adalah pertanian,
dengan cara-cara bertani yang tradisional. Produktivitas kerja manusia lebih
rendah bila dibandingkan dengan tahapan pertumbuhan berikutnya.
Masyarakat ini dicirikan oleh struktur hirarkis sehingga mobilitas sosial dan
vertikal rendah. Pada masyarakat tradisional ilmu pengetahuan belum begitu
banyak dikuasai, karena masyarakat pada saat itu, masih mempercayai
kepercayaan-kepercayaan tentang kekuatan diluar kekuasaan menusia atau hal
gaib. Ciri-ciri tahap masyarakat tradisional adalah sebagai berikut:
Fungsi Produksi terbatas, cara produksi masih primitif, dan tingkat
produktifitas masyarakat rendah.
Struktur sosial bersifat hierarkis, yaitu kedudukan masyarakat tidak
berbeda dengan nenek moyang mereka.
Kegiatan politik dan pemerintahan di daerah-daerah berada di tangan
tuan tanah.
Contohnya; Suku Baduy di Jawa Barat. Orang Kanekes atau orang Baduy
adalah suatu kelompok masyarakat adat Sunda di wilayah Kabupaten Lebak,
Banten. Orang Kanekes 'dalam' tidak mengenal budaya tulis. Menurut
kepercayaan yang mereka anut, orang Kanekes mengaku keturunan dari Batara
Cikal, salah satu dari tujuh dewa atau batara yang diutus ke bumi. Asal usul
tersebut sering pula dihubungkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang
pertama. Menurut kepercayaan mereka, Adam dan keturunannya, termasuk
warga Kanekes mempunyai tugas bertapa atau asketik (mandita) untuk
menjaga harmoni dunia.
2. Pra-kondisi tinggal landas.
Tahap prasyarat tinggal landas ini didefinisikan Rostow sebagai suatu
masa transisi dimana masyarakat mempersiapkan dirinya untuk mencapai
pertumbuhan atas kekuatan sendiri (self-sustainable growth). Menurut Rostow,
pada tahap ini dan sesudhnya pertumbuhan ekonomi akan terjadi secara
otomatis. Rostow sangat menekankan perlunya perubahan-perubahan yang
multidimensional, karena ia tak yakin akan kebenaran pandangan yang
menyatakan bahwa pembangunan akan dapat dengan mudah dicipkatan hanya
jika jumlah tabungan ditingkatkan. Menurut pendapat tersebut tingkat
tabungan yang tinggi akan mengakibatkan tingkat investasi tinggi pula
sehingga mempercepat pertumbuhan ekonomi yang dicerminkan oleh
kenaikan pendapatan nasional. tahap prakondisi untuk lepas landas memiliki
ciri-ciri:
masyarakat sedang mengalami perubahan di segala bidang,
termasuk ekonomi, sosial dan politik.
masyarakat mulai mengenal teknologi untuk meningkatkan
produktivitas.
ada kecenderungan untuk mulai menabung di lembaga keuangan.
kegiatan ekonomi masyarakat mulai bergeser ke arah kemajuan.
Contohnya; Seperti yang terjadi di jepang ,dengan di bukanya masyarakat ini
pada saat itu terjadi nya peningkatan tabungan masyarakat ,kemudian
tabungan itu dipakai untuk melakukan investasi pada sector-sektor produktif
yang menguntungkan,misalnya pendidikan ,investasi yang dilakukan baik
perorangan maupun oleh Negara , maka terbentuklah Negara tradisional yang
sentralistis . Singkatnya, usaha dalam meningkatkan produksi mulai bergerak
pada saat itu.
3. Tinggal landas (Lepas Landas/Take Off)
Pada tahap tinggal landas, pertumbuhan ekonomi selalu terjadi. Pada
awal tahap ini terjadi perubahan yang drastis dalam masyarakat seperti seperti
revolusi politik, terciptanya kemajuan yang pesat dalam inovasi, atau berupa
terbukanya pasar baru. Sebagai akibat dari perubahan-perubahan tersebut
secara teratur akan tercipta inovasi-inovasi dan peningkatan investasi.
Investasi yang semakin tinggi ini akan mempercepat laju pertumbuhan
pendapatan nasional dan melebihi tingkat pertumbuhan penduduk. Denga
demikian tingjat pendapatan perkapita semakin besar. Untuk mengetahui
apakah sesuatu negara sudah mencapai tahap tinggal landas atau belum,
Rostow mengemukakan tiga ciri dari masa tinggal landas yaitu:
Berlakunya kenaikan dalam penanaman modal yang produktif dari 5
persen atau kurang menjadi 10 persen dari Produk Nasional Netto
atau NNP.
Berlakunya perkembangan satu atau beberapa sektor industri dengan
tingkat laju perkembangan yang tinggi.
Adanya atau segera terciptanya suatu rangka dasar politik, sosial, dan
kelembagaan yang bisa menciptakan perkembangan sektor modern
dan eksternalitas ekonomi yang bisa menyebabkan pertumbuhan
ekonomi terus terjadi.
Contohnya: Budidaya jamur tiram putih yaitu, proses pengomposan, proses
pembungkusan, proses sterilisasi, teknik penanama bibit (inokulasi),
pemeliharaan dan inkubasi,pembukaan polibek, pemanenan jamur. Budidaya
jamur yang dapat dimakan (edible mushroom) merupakan salah satu cara
mengatasi kekurangan pangan dan gizi serta menganekaragamkan pola
komsumsi pangan rakyat. Dari analisa menunjukkan bahwa kandungan
mineral jamur lebih tinggi daripada gading sapi dan domba, bahkan hampir
dua kali lipat jumlah garam mineral dalam sayuran. Jumlah proteinnya dua
kali lipat protein asparagus, kol, kentang dan empat kali lipat daripada tomat
dan wortel serta enam kali lipat dari jeruk. Selain itu jamur juga mengandung
zat besi, tembaga, kalium dan kapur, kaya vitamin B dan D, sejumlah enzim
tripsin yang berperan sangat penting pada proses pencernaan, kalor dan
kolesterolnya rendah.

4. Menuju Kedewasaan.

Setelah lepas landas akan terjadi proses kemajuan yang terus bergerak
ke depan, meskipun kadang-kadang terjadi pasang surut. Pendapatan asional
selalu di investasikan kembali sebesar 10% sampai 20%, untuk mengatasi
persoalan pertambahan penduduk. Kedewasaan pembangunan ditandai oleh
investasi yang terus-menerus antara 40 hingga 60 persen. Dalam tahap ini
mulai bermunculan industri dengan teknologi baru, misalnya industri kimia
atau industri listrik. Ini merupakan konsekuensi dari kemakmuran ekonomi
dan sosial. Pada umumnya, tahapan ini dimulai sekitar 60 tahun setelah tinggal
landas. Di Eropa, tahapan ini berlangsung sejak tahun 1900. Kedewasaan
dimulai ketika perkembangan industry terjadi tidak saja meliputi teknik-tiknik
produksi, tetapi juga dalam aneka barang yang diproduksi. Yang diproduksikan
bukan saja terbatas pada barang konsumsi, tetapi juga barang modal. Rostow
menyinggung ciri-ciri yang bersifat non-ekonomi dari masyarakat yang telah
mencapai tahap gerakan ke arah kedewasaan dan yang hampir memasuki tahap
berikutnya. Ciri-ciri tersebut adalah:

Struktur dan keahlian tenaga kerja mengalami perubahan. Peranan


sektor industri bertambah penting, sedang sektor pertanian menurun.
Kemahiran dan kepandaian para pekerja bertambah tinggi.
Sifat kepemimpinan dalam perusahaan mengalami perubahan. Peranan
manajer profesional kian bertambah penting dan menggantikan
kedudukan pengusaha yang merangkap jadi pemilik.
Masyarakat secara keseluruhan merasa bosan dengan keajaiban yang
diciptakan oleh industrialisasi. Dan kritik-kritik terhadapnya mulai
timbul.

Contohnya: Misalnya saja ekspor dan impor batik di Indonesia, batik di


indonsia mempunyai potensi dan kualitas yang bagus jika dibandingkan
dengan impor batik yang ada di Indonesia, kebanyakan dari Negara Malaysia
dan Negara Srilanka, jadi ekspor batik Indonesia lebih berkualitas dari impor
batik yang ada di Indonesia.

5. Era konsumsi tinggi

Ini merupakan tahapan terakhir dari lima tahap model pembangunan


Rostow. Pada tahap ini, sebagian besar masyarakat hidup makmur. Orang-
orang yang hidup di masyarakat itu mendapat kemakmuran dan
keseberagaman sekaligus. Menurut Rostow, saat ini masyarakat yang sedang
berada dalam tahapan ini adalah masyarakat Barat atau Utara. Pada tahap ini
perhatian masyarakat sudah lebih menekankan pada masalah-masalah yang
berkaitan dengan konsumsi dan kesejahteraan masyarakat bukan lagi kepada
masalah produksi. Terdapat 3 ciri-ciri pada tahap ini yakni:

Angkatan kerja memiliki jaminan yang lebih baik


Tersedianya konsumsi bagi rakyat yang semakin memadai.
Negara mencari perluasan kekuatan di mata dunia.
E. Kesimpulan Kelompok 4 (Hambatan-hambatan Perekonomian/
Pembangunan Nasional.

Berdasarkan Konsep Dualisme dapat dibedakan dalam beberapa macam yaitu:

o Dualisme Sosial, arti ekonomi masyarakat memiliki tiga ciri yaitu: semangat
sosial, bentuk organisasi, dan teknologi yang mendominasinya. Saling
ketergantungan dan saling keterkaitan antara ketiga ciri tersebut disebut sistem
sosial atau gaya sosial. Suatu masyarakat disebut masyarakat yang homogen
jika didalamnya hanya terdapat satu sistem sosial. Tetapi, dalam suatu
masyarakat bisa juga terdapat dua sistem soaial atau lebih. Masyarakat seperti
itu disebut masyarakat duatistik atau majemuk. Di dalam masyarakat yang
dualistik, ada dua sistem sosial yang wujud secara berdampingan di mana
yang satu tidak dapat sepenuhnya menguasai yang lainnya, demikian
sebaliknya. Keadaan dualistik tersebut disebabkan oleh adanya sistem sosial
yang lebih moderen terutama berasal dad negara-negara Barat yang kemudian
berkembang di negara lain sebagai akibat dari adanya penjajahan dan
perdagangan internasional sejak abad yang lalu.
o Dualisme Teknologi, yaitu suatu keadaan di mana di dalam suatu kegiatan
ekonomi tertentu digunakan teknik produksi dan organisasi produksi yang
modern yang sangat berbeda dengan kegiatan ekonomi lainnya dan pada
akhirnya akan mengakibatkan perbedaan tingkat produktivitas yang sangat
besar. Kegiatan-kegiatan ekonomi yang tergolong dalam sektor moderen
antara lain: industri minyak, industri pertambangan lainnya, perkebunan yang
diusahakan secara besar-besaran, industri-industri pengolahan, transportasi,
dan sebagainya. Sedangkan kegiatan-kegiatan ekonomi yang teknologinya
rendah antara lain: pertanian pangan, industri rumah tangga, pertanian barang
ekspor yang menggunakan metoda dan organisasi produksi yang tradisional,
dan lain-lain.
o Dualisme Finansial, Pasar uang yang terorganisir dengan baik terdiri dari
bank-bank komersial dan lembaga-lembaga keuangan non-bank. Lembaga ini
terdapat di pusat-pusat bisnis dan kota-kota besar, serta memiliki tujuan untuk
menyediakan pinjaman kepada perusahaan yang bergerak dalam bidang
perkebunan tanaman ekspor dan pertambangan. Namun setelah NSB mencapai
kemerdekaan, pemerintah mengadakan usaha yang sifatnya mendorong
lembaga-lembaga keuangan modern untuk memberikan pinjaman kepada
sektor ekonomi lainnya, terutama sektor industri dan pertanian rakyat.
o Dualisme Regional, ketidakseimbangan tingkat pembangunan antar berbagai
daerah dalam satu negara. Konsep dualisme regional ini tidak hanya terjadi di
NSB saja. Perbedaannya, ketidakseimbangan yang terjadi pada negara maju
tidaklah separah yang terjadi di NSB. Dualisme regional ini memusatkan
perhatiannya pada masalah kesenjangan yang terjadi pada kesejahteraan antar
daerah.

Lingkaran kemisikinan yang tak berujung pangkal, Para ahli ekonomi pembangunan
dengan konsep lingkaran setan kemiskinan yang tidak berujung pangkal mengatakan
bahwa penduduk di pedesaan terperangkap dalam lingkaran tersebut. Lingkaran tersebut
mencakup pendapatan yang rendah, tabungan rendah, serta produktifitas yang rendah.
Oleh karena itu lingkaran kemiskinan tersebut harus ditinjau dari perspektif yang lebih
luas yaitu dalam bentuk sistem sosial secara keseluruhan dalam masyarakat yang
bersangkutan. Sistem sosial yang dimaksud adalah hubungan interdepensasi/keterkaitan
antara faktor-faktor ekonomis dengan faktor-faktor non ekonomis. Faktor ekonomis adalah
sikap dan perilaku masyarakat dalam menghadapi kehidupan, dalam menghadapi
pekerjaan (misal cara bertani), birokrasi pemerintahan, pola-pola pertalian keuarga dan
agama serta adat istiadat dilingkungan mereka.
Misalkan: Apabila setelah panen raya, masyarakat desa biasanya menghabiskan
/menghambur-hamburkan uang dengan membeli barang-barang konsumtif, bukan
produktif. Dan sikap masyarakat cenderung sulit menerima perubahan dari luar, contonya
tidak mau dinasihati untul menabung.

Tugas

PEREKONOMIAN INDONESIA
( Titik Berat Repelita I-VII, Trilogi Pembangunan Nasional
Triprogram Pembangunan Sulawesi Selatan dan Teori
Pembangunan Tahap-Tahap Pembangunan
Ekonomi Menurut W. W Rostow)

OLEH :

NAMA : NURUL MUCHLISAH SULAIMAN


STB : 02320120063
KELAS/RUANG : AW 4/ NB 403
JAM : 13.00 15.00

FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2014

Anda mungkin juga menyukai