Anda di halaman 1dari 3

Kebijakan Pembangunan (Pelita I Pelita VI)

REPELITA atau Rencana Pembangunan Lima Tahun adalah satuan perencanaan yang dibuat
oleh pemerintah orde baru di Indonesia.
Pelita berlangsung dari Pelita I-Pelita VI.

1. REPELITA I (1 April 1969 31 Maret 1974)


TUJUAN : Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar
bagi pembangunan yang menekankan pada bidang pertanian untuk memenuhi kebutuhan
dasar dalam tahap berikutnya.
SASARAN : pangan, sandang, perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan
kerja, dan kesejahteraan rohani. Titik berat Pelita I adalah pembangunan bidang pertanian
sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan
bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
KEBIJAKAN :
a) Memberikan bibit unggul kepada petani dan melakukan beberapa eksperimen untuk
b) Mendapatkan bibit unggul yang tahan hama tersebut.
c) Memperbaiki infrastuktur yang digunakan oleh sektor pertanian seperti jalan raya,
sarana irigasi sawah dan pasar yang menjadi tempat dijualnya hasil pertanian.
d) Melakukan transmigrasi agar lahan yang berada di kalimantan, sulawesi, maluku dan
papua dapat diolah agar menjadi lahan yang mengahasilkan bagi perekonomian.

2. REPELITA II (1 April 1974 31 Maret 1979)


TUJUAN : untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat dan meletakkan
landasan yang kuat untuk tahap pembangunan berikutnya.
SASARAN : Pengembangan sektor pertanian yang merupakan dasar untuk memenuhi
kebutuhan pangan dalam negeri dan merupakan dasar tumbuhnya industri yang mengolah
bahan mentah menjadi bahan baku. Selain itu sasaran Repelita II ini juga perluasan lapangan
kerja.
KEBIJAKAN :
a) Pemerataan kesempatan kerja,
b) Pengembangan golongan ekonomi lemah dalam rangka pemerataan kesempatan
berusaha,
c) Pengembangan koperasi,
d) Transmigrasi
e) Investasi Pemerintah yang dilaksanakan melalui anggaran pembangunan negara.
f) Menerapkan prinsip anggaran berimbang
g) Pengadaan program padat karya

3. REPELITA III (1 April 1979 - 31 Maret 1984)

Titik Berat Repelita III: Pada sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan
industri yang mengolah bahan baku menjadi barang selanjutnya. Menekankan bidang industri
padat
karya
untuk
meningkatkan
ekspor.
Pertumbuhan perekonomian periode ini dihambat oleh resesi dunia yang belum juga berakhir.
Sementara itu nampak ada kecendrungan harga minyak yang semakin menurun khususnya
pada tahun-tahun terakhir Repelita III. Menghadapi ekonomi dunia yang tidak menentu,
usaha pemerintah diarahkan untuk meningkatkan penerimaan pemerintah, baik dari
penggalakan ekspor mapun pajak-pajak dalam negeri.
Dalam Repelita III unsur pemerataan lebih ditekankan dengan tetap memperhatikan "logi"
lainnya melalui kebijaksanaan delapan jalur pemerataan yang intinya adalah:
Pemerataan kebutuhan pokok rakyat , terutama pangan, sandang, dan perumahan.
Pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, pelayanan kesehatan.
Pemerataan pembagian pendapatan.
Pemerataan perluasan kesempatan kerja.
Pemerataan usaha, khususnya bagi golongan ekonomi lemah.
Pemerataan kesempatan berpartisipasi, khususnya bagi generasi muda dan kaum
wanita.
Pemerataan pembangunan antar daerah.
Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.

4. REPELITA IV (1 April 1984 31 Maret 1989)


Pada periode Pelita IV ini, swasembada pangan dalam sektor pertanian berhasil dicapai.
Terbukti dengan berhasilnya Indonesia memproduksi beras 25,8 ton pada tahun 1984 dan
mendapatkan penghargaan di FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) pada tahun
1985.
Berikut adalah beberapa contoh kebijakan pemerintah untuk periode ini :
1.
Kebijakan INPRES no.5 tahun 1985 yaitu meningkatkan ekspor nonmigas dan
pengurangan biaya tinggi dengan :

Pemberantasan pungutan liar (pungli)


Memberantas dan menghapus biaya-biaya siluman
Mempermudah prosedur kepabeanan

2.
Paket Kebijakan 6 Mei (PAKEM), yaitu mendorong sektor swasta di bidang ekspor dan
penanam modal.
3.
Paket Devaluasi 1986, karena jatuhnya harga minyak dunia yang didukung dengan
kebijakan pinjaman luar negri.
4.
Paket Kebijakan 25 Oktober 1986, deregulasi bidang perdagagan, moneter, dan
penanam modal dengan cara :

Penurunan bea masuk impor untuk komoditi bahan penolong dan bahan baku
Proteksi produksi yang lebih efisien
Kebijakan penanam modal

5. REPELITA V (1 April 1989 31 Maret 1994)


Pelita V ini merupakan pelita terakhir dari keseluruhan program pembangunan jangka
panjang pertama (PPJP 1). Pelita V merupakan masa tinggal landas untuk memasuki program
pembangunan jangka panjang kedua (PPJP II), yang akan dimulai pada pelita VI pada april
1999.
Titik berat pelita V adalah meningkatkan sector pertanian untuk memantapkan swasembada
pangan dan meningkatkan prduksi hasil pertanian laiinya serta sector industri, khususnya
industry yang menghasilkan barang untuk ekspor, industry yang banyak tenaga kerja, industri
pengolahan hasil pertaian, dan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri
menuju terwujudnya struktur ekonomi yang seimbang antara industry dengan pertanian, baik
dari segi nilai tambah maupun dari segi penyeraan tenaga kerja.

6. REPELITA VI (1 April 1994 31 Maret 1999)


Pada akhir pelita V diharapkan akan mampu menciptakan landasan yang kukuh untuk
mengawali pelaksanaan pelita VI dan memasuki proses tinggal landas menuju pelaksanaan
program pembangunan jangka panjang kedua (PPJP II) . Titik berat pelita VI diarahkan pada
pembangunan sector-sektor ekonomi dengan keterkaitan antara industri dan pertanian serta
bidang pembangunan lainnya dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Sasaran pembangunan industry dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun VI sebagai bagian
dari sasaran bidang ekonomi sesuai amanat GBHN 1993 adalah tertata dan mantapnya
industry nasional yang mengarah pada penguatan, pendalaman, peningkatan, perluasan, dan
penyebaran industry ke seluruh wilayah Indonesia, dan makin kukuhnya struktur industry
dengan peningkatan keterkaitan antara industry hulu, industry antara, dan industry hilir serta
antara industry besar, industry menengah, industry kecil, dan industry rakyat. Serta
keterkaitan antara sector industry dengan sector ekonomi lainnya. Pelita VI yang diharapkan
menjadi proses lepas landas Indonesia kea rah yang lebih baik lagi, malah menjadi gagal
landas, Indonesia dilanda krisis ekonomi yang sulit diatasi pada akhir tahun 1997.
Namun, pelaksanaan PPJP II tidak berjalan lancar akibat krisis ekonomi dan moneter
melanda Indonesia. Inflasi yang tinggi akibat krisis ekonomi menyebabkan terjadinya gejolak
social yang mengarah pada pertentangan terhadap pemerintah orde baru. Kenaikan tariff
BBM pada 1997 merupakan awal gerakan pengkoreksian rakyat dan mahasiswa terhadap
pemerintahan orde baru. Sejak saat itu terjadilah gelombang demonstrasi, kerusuhan,
penjarahan, dan pembakaran di ibu kota Jakarta yag kemudian menyebar ke seluruh wilayah
di tanah air .

Anda mungkin juga menyukai