Anda di halaman 1dari 4

SANG PENGHAMBAT KEMAJUAN

Negara Indonesia memiliki keunikan tersendiri dimana negara Indonesia memiliki


jumlah penduduk terbanyak nomor 4 di dunia setelah cina, amerika dan india. Indonesia juga
dikenal sebagai negara maritim yang memiliki luas laut terluar dan terpanjang berbatas
dengan berbagai negara, selat, dan samudera. Dan tidak kalah penting Indonesia adalah
negara yang memiliki jumlah pulau terbanyak di dunia dan disebutkan sebagai negara
kepulauan. Begitu pula dengan populasi masyarakat yang begitu banyak beragam macam,
memiliki suku, agama, budaya dan adat istiadat yang berbeda dari ujung barat sumatera
sampai ujung timur papua.

Dari segi ketersediaan tenaga kerja, Indonesia memiliki banyak sekali tenaga kerja.
Dimana Badan Pusat Statistik (BPS) memproyesikan jumlah penduduk Indonesia mencapai
275,77 juta jiwa pada 2022. Dari jumlah tersebut Dari jumlah tersebut, sebanyak 190,98 juta
jiwa (69,25%) masuk kategori usia produktif (usia 15-64 tahun); sedangkan 84,8 juta jiwa
(30,75%) tergolong usia tidak produktif. Selain itu, dengan jumlah penduduk yang sangat
banyak, hal ini bisa dimanfaatkan sebagai sarana pangsa pasar di Indonesia.

Indonesia juga memiliki tanah yang luas dibandingkan negara tetangganya. Dan bisa
dimanfaatkan di bidang agrikultur. pertanian di Indonesia beragam dan penting bagi
perekonomian. Meskipun sektor ini menghadapi tantangan, upaya berkelanjutan yang
dilakukan oleh pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan bertujuan untuk mengatasi
permasalahan terkait keberlanjutan, adopsi teknologi, dan produktivitas untuk memastikan
kelangsungan sektor ini dalam jangka panjang.

Namun, dari sekian banyak keuntungan kenapa masih saja tidak bisa menjadi negara
maju layaknya negara tetangganya? Tentu saja banyak faktor yang menyebabkan Indonesia
menjadi sekarang ini. Kalo ditelaah lebih lanjut dari segi historis, Pada masa kepemimpinan
Soekarno kala itu, Indonesia masih berjuang dalam melawan agres-agresi yang dilakukan oleh
Belanda dan setelah masalah itu, Indonesia masih tidak fokus membangun negara
dikarenakan banyak pemberontakan yang terjadi oleh rakyatnya sendiri. Masalah pun
berlanjut, Dimana pemerintahan yang dibangun Soekarno sendiri tidak memiliki ketetapan
yang ditandai dengan susunan kabinet kerja yang selalu berubah yang dilatarbelakangi negara
membagun pemerintahan Parlementer dan menyebabkan berbagai kelompok saling bersaing
merebut kekuatan politik dan ingin memaksakan pandangan mereka pada negara tersebut.
Rencana Soekarno dalam membangun negeri juga bisa dikatakan tidak sesuai target. Contoh
kasusnya adalah Jepang setelah kekalahan memberikan uang pampasana perang sebesar 223
juta USD dan uang tersebut malah dialokasikan untuk proyek-proyek Pembangunan. Dari
serangkaian kejadian diatas mengarahkan ke kejadian hiperinflasi dengan persentase tertinggi,
yaitu 650%.

Setelahnya Soeharto mengambil alih kursi pemimpin negara. Pada awal masa Orde
Baru, program ekonomi pemerintah lebih banyak tertuju kepada upaya penyelamatan
ekonomi nasional terutama upaya mengatasi inflasi, penyelamatan keuangan negara, dan
pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Dalam melaksanakan program ekonomi, pemerintah
menetapkan kebijakn ekonomi jangka pendek dan jangka panjang.
Program jangka pendek pendek dalam rangka penyelamatan ekonomi nasional
diwujudkan dengan stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Pada awal tahun 1966, tingkat inflasi
mencapai 650%. Maka, pemerintah tidak dapat melakukan pembangunan dengan segera,
tetapi harus melakukan stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi terlebih dahulu. Stabilisasi yang
dimaksud adalah pengendalian inflasi supaya harga-harga tidak melonjak terus secara cepat.
Rehabilitasi yang dimaksud adalah rehabilitasi fisik terhadap prasarana- prasarana dan alat-
alat produksi yang banyak mengalami kerusakan. Stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi yang
dilakukan membuahkan hasil yang cukup baik. Tingkat inflasi yang semula mencapai 650
persen berhasil ditekan menjadi 120 persen pada tahun 1967 dan 80persen pada 1968.
Keadaan ekonomi Indonesia terus membaik, hingga pada tahun 1969, pemerintah siap
melaksanakan program jangka panjang.
Pembangunan jangka panjang dilakukan secara periodik lima tahunan yang disebut
Pelita (Pembangunan Lima Tahun). Untuk Pelita I yang dilaksanakan pada tahun 1969-1974
memiliki sasaran yang hendak dicapai meliputi pangan, sandang, perbaikan prasarana,
perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Pelita I lebih
menitikberatkan pada sektor pertanian. Dan hasil yang dicapai berupa Produksi beras telah
meningkat dari 11,32 juta ton menjadi 14 juta ton Pertumbuhan ekonomi dari rata-rata
3persen menjadi 6,7 persen per tahun Pendapatan rata-rata penduduk (pendapatan per kapita)
dari 80 USD dapat ditingkatkan menjadi 170 USD Tingkat inflasi dapat ditekan menjadi 47,8
persen pada akhir Pelita I (1973/1974). Pelita II (1 April 1974 - 31 Maret 1979) Sasaran yang
hendak dicapai pada masa ini adalah pangan, sandang, perumahan, sarana dan prasarana,
menyejahterakan rakyat, dan memperluas lapangan kerja. Pelita II berhasil meningkatkan
pertumbuhan ekonomi rata- rata penduduk 7 persen setahun. Tingkat inflasi berhasil ditekan
hingga 9,5 persen. Pada sektor pertanian, telah dilakukan perbaikan dan pembangunan
jaringan irigasi baru.
Pelita III (1 April 1979-31 Maret 1984) Pelita III lebih menekankan pada Trilogi
Pembangunan yang bertujuan terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945. Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada
segala bidang. Pedoman pembangunan nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan
Jalur Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi semua lapisan
masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil. Pelita III ini menitikberatkan pada
sektor pertanian menuju swasembada pangan, serta meningkatkan industri yang mengolah
bahan baku menjadi barang jadi. Produksi beras diperkirakan mencapai 20,6 juta ton pada
tahun 1983. Baca juga: Politik Luar Negeri Indonesia Masa Orde Baru Pelita IV (1 April 1984
– 31 Maret 1989) Pelita IV menitikberatkan pada sektor pertanian untuk melanjutkan usaha
menuju swasembada pangan, serta meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-
mesin industri sendiri, baik industri berat maupun industri ringan. Hasil yang dicapai pada
Pelita IV di antaranya adalah swasembada pangan dengan produksi beras mencapai 25,8 juta
ton pada tahun 1984. Kesuksesan ini mendapatkan penghargaan dari FAO (Organisasi Pangan
dan Pertanian) pada tahun 1985.
Pelita V (1 April 1989–31 Maret 1994) Pelita V menitikberatkan pada sektor pertanian
dan industri untuk menetapkan swasembada pangan dan meningkatkan produksi hasil
pertanian lainnya dan sektor industri khususnya industri yang menghasilkan barang ekspor,
industri yang banyak menyerap tenaga kerja, industri pengolahan hasil pertanian, serta
industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri. Pelita V adalah periode terakhir dari
pembangunan jangka panjang tahap pertama. Lalu, dilanjutkan pembangunan jangka panjang
tahap kedua. Baca juga: Kondisi Politik masa Orde Baru Pelita VI Pelita VI merupakan awal
pembangunan jangka panjang tahap kedua. Pelita VI lebih menitikberatkan pada sektor
ekonomi, industri, pertanian, serta pembangunan, dan peningkatan kualitas sumber daya
manusia sebagai pendukungnya. Direncanakan, Pelita VI dilaksanakan mulai tanggal 1 April
1994 dan berakhir pada tanggal 31 Maret 1999. Namun, pada tahun 1997 Indonesia dilanda
krisis keuangan yang berlanjut menjadi krisis ekonomi dan akhirnya menjadi krisis
kepercayaan terhadap pemerintah. Akibatnya, Pelita VI tidak dapat dilanjutkan sesuai dengan
yang direncanakan.
Dari sekian banyak program yang cemerlang mengapa masih terjadi krisis ekonomi?
Hal ini terjadi akibat Pemerintah untuk menurunkan suku bunga deposito dan kredit jangka
pendek terutama ekspor dan perdagangan dalam negeri pada Desember 1974 guna mendorong
pertumbuhan ekonomi, tetapi pelonggaran itu justru menimbulkan tekanan inflatoir sehingga
mengakibatkan lemahnya daya saing produk Indonesia di luar negeri karena nilai rupiah
menjadi over valued. Loncat hingga ke penghujung pemerintahan Orde Baru ketika mulai
terjadi tanda-tanda krisis ekonomi sejak 1997. Gelombang dimulai dari Thailand, meskipun
Indonesia saat itu belum terlihat gejala krisisnya. Saat itu banyak dari perusahaan nasional
yang memiliki utang di luar negeri. Rupiah mulai melemah pada Agustus 1997. Dunia usaha
mulai panik.
Memasuki pertengahan 1997 Indonesia pun meninggalkan sistem kurs terkendali.
Penyebabnya, cadangan devisa Indonesia rontok karena terus-terusan menjaga dolar AS bisa
bertahan di Rp 2.000-2.500. Setelah memakai kurs mengambang, dolar AS secara perlahan
mulai merangkak ke Rp 4.000 di akhir 1997, lanjut ke Rp 6.000 di awal 1998. Setelah sempat
mencapai Rp 13.000, dolar AS sedikit menjinak dan kembali menyentuh Rp 8.000 pada April
1998. Di Mei 1998 Indonesia memasuki periode kelam. Penembakan mahasiswa, kerusuhan
massa, dan kejatuhan Orde Baru membuat rupiah 'terkapar' lagi. Dolar AS menyentuh titik
tertinggi sepanjang masa di Rp 16.650 pada Juni 1998. Anjloknya nilai tukar dan geger
ekonomi membuat inflasi 1998 melambung menjadi 77,63%. Pertumbuhan ekonomi di 1998
bahkan -13%.
Setelah ditelaah dari segi historis. Mari telaah dari segi budaya, Dimana kegiatan
korupsi telah melekat di negara NKRI tercinta ini. Korupsi ini telah menjadi buah bibir yang
tak lekat hilang dari pemerintahan Indonesia. Apabila telah disaksikan kebijakan orde baru
diatas, salah satu penyebab terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998 tidak lain dan tidak
bukan adalah korupsi. Pemerintahan Soeharto juga dikenal karena tingginya tingkat korupsi.
Keluarga dan rekan-rekannya diduga terlibat dalam korupsi yang melibatkan penyalahgunaan
dana negara dan penggulingan sumber daya alam yang menguntungkan kelompok tertentu.
Sejatinya jika tindakan penegakan hukum seharusnya bisa menjadi jalan keluar untuk
pemberantasan korupsi di Indonesia. Tentunya dengan asas yang utama dalam hukum adalah
reward and punishment dengan pengertian orang yang menaati hukum harus dihargai dan
orang yang melanggar hukum harus dihukum.

Seolah hal tersulit untuk mencari sebab mengapa korupsi masih berulang terjadi di Indonesia,
berikut ini disarikan beberapa hal yang bisa menjadi penyebabnya adalah:

1. Ketika hukumnya lemah maka tersiptalah pemikiran bagi para oknum pelaku untuk
melakukan tindak korupsi karena tidak adanya efek jera ataupun takut akan hukum
serta penggunaan kekuasaan yang mengintervensi proses pengadilan membuat para
koruptor semakin leluasa melakukan korupsi.
2. Menjadi sebuah realitas kasus, secanggih apapun sistem jika masih ada KKN maka
sistem akan menjadi mandul dan hukum menjadi pandang bulu.
3. Korupsi sangat sulit diberantas di Indonesia karena jika ditinjau dari sisi historisnya
para penjajah dan pendahulu sudah menampilkan serta mengajarkan kita perilaku
koruptif.
4. Sistem Birokrasi yang lambat dan berbelit-belit menciptakan celah bagi para oknum
untuk meraup keuntungan dengan meminta imbalan kepada masyarakat dalam upaya
mempercepat urusan.

Menurut Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Pasundan Anthon F. Susanto,


lemahnya etik dan moral penegak hukum jadi penyebab pemberantasan korupsi di Indonesia
sulit ditegakkan. "Korupsi di Indonesia tidak bisa diberantas karena sistem penegakan hukum
saat ini pondasinya masih berbasis nalar barat. Yang artinya belum dengan nalar Indonesia,"
ujar Anthin usai menyampaikan orasi ilmiah berjudul Kosmologi Religius Ilmu hukum
Indonesia dalam pengukuhannya sebagai Guru Besar Unpas Fakultas Hukum, di Aula
Kampus Tamansari Unpas, Jalan Tamansari, Bandung, Sabtu (21/10/2023).
Menurutnya, pemberantasan korupsi bukan hanya konsep sistem peradilan modern,
namun juga harus dikembangkan nilai etis, moralitas, keagamaan, sebagai fondasi. "Apalagi
penegak hukum kita yang dinilai masih bisa dibeli jadi menjadi masalah, pondasi moralitas
dan etika penegak hukum yang menjadi masalah. Ini yang harus dikedepankan. Jadi ketika
moralitas dan etika penegak hukum kita kuat, maka menjadi pondasi kuat, insya Allah
penegakan hukum dan korupsi akan berjalan dengan sangat baik," terangnya.

Anda mungkin juga menyukai