Anda di halaman 1dari 21

Dimensi Pembangunan

Era Orde Baru Soerharto


Kelompok 2
Arif wahyudi (1933111001)
Jazilah (1933111007)
Sandi Hermawan (1933111010)
Desmawati (1933111027)
Fahmi Nursami (19331110027)
Repelita atau Rencana Pembangunan Lima Tahun adalah satuan
perencanaan yang dibuat oleh pemerintahan Orde Baru di Indonesia

 Pelita I (1 April 1969 – 31 Maret 1974): Menekankan pada pembangunan bidang pertanian
 Pelita II (1 April 1974– 31 Maret 1979): Tersedianya pangan, sandang, perumahan,
sarana dan prasarana, menyejahterakan rakyat, dan memperluas kesempatan kerja
 Pelita III (1 April 1979 – 31 Maret 1984): Menekankan pada perwujudan Trilogi
Pembangunan di Indonesia
 Pelita IV (1 April 1984 – 31 Maret 1989): Menitik beratkan sektor pertanian menuju
swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin industri
sendiri
 Pelita V (1 April 1989 – 31 Maret 1994): Menitikberatkan pada sektor pertanian dan
industri
 Pelita VI (1 April 1994 – 31 Maret 1999): Masih menitikberatkan pembangunan pada
sektor bidang ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian serta
pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya.
Keberhasilan Di Era Soeharto
 Pembangunan Bidang Pertanian
Pada tahun 1969 era soeharto memulai pembangunan lima tahun (Pelita) I dalam
menangani tantangan masalah jumlah penduduk dan penyedian pangan pangan. Pada
saat itu penduduk Indonesia 120 juta jiwa dengan pertumbuhan 2,3 persen per tahun
dan sebagian besar di Jawa.
Keberhasilan dalam Pelita I yaitu:
 Produksi beras mengalami kenaikan rata-rata 4% setahun.
 Banyak berdiri industri pupuk, semen, dan tekstil.
 Perbaikan jalan raya.
 Banyak dibangun pusat-pusat tenaga listrik.
 Semakin majunya sektor pendidikan.
 Sektor pangan, sandang, perumahan, sarana dan prasarana, menyejahterakan
rakyat, dan memperluas kesempatan kerja
Pada tahun 1974 – 1979 (Repelita II) pertumbuhan produksi pangan melalui
kelembagaan metode produksi yang dikenal dengan revolusi hijau. Hingga menyediakan
berbagai insentif produksi bagi petani dari modal, teknologi, serta tingkat harga yang
merangsang produksi (melalui penetapan harga dasar gabah). Dalam upaya mencapai
program swasembada, program bimas mewujud dalam bentuk tekanan – tekanan keras
yang ditunjukkan bagi penduduk desa sekaligus di topang dengan organisasi produksi
yang secara ketat dikontrol oleh aparatus negara untuk menghasilkan lebih banyak
beras bagi penduduk perkotaan.

 Menekankan pada perwujudan Trilogi Pembangunan di Indonesia


Pada 31 Maret 1979, Pelita III mulai dilaksanakan. Titik berat pembangunan pada
pelita III adalah pembangunan sector pertanian menuju swasembada pangan
yang mengolah bahan baku menjadi bahan jadi. Sasaran pokok pelita III diarahkan
pada trilogi pembangunan dan delapan jalur pemerataan. Trilogi pembangunan
mencakup:
 Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju terwujudnya keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
 Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi
 Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
 Sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan
industri yang dapat menghasilkan mesin industri sendiri

Soeharto membangkitkan Indonesia dari keterpurukan ekonomi dari peninggalan


pemerintahan orde lama. Pada tahun 1967, Indonesia punya utang luar negeri
sebesar 700 juta dolar AS, dan Soeharto dibantu para pakar ekonomi, terutama
Soemitro Djojohadikoesoemo, yang merupakan ayah Prabowo Subianto. Soeharto
membalikkan keadaan yang berpuncak pada swasembada pangan pada 1984.
Tahun 1984, misalnya, Indonesia meraih swasembada pangan yang membuat
Soeharto mendapat kehormatan berpidato dalam Konferensi ke-23 Food and
Agriculture Organization (FAO) di Roma, Italia, pada 14 November 1985. Soeharto
juga memberikan bantuan 100.000 ton padi untuk korban kelaparan di Afrika.
Pada Pelita IV lebih dititik beratkan pada sektor pertanian menuju swasembada
pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin industri itu
sendiri. Hasil yang dicapai pada Pelita IV antara lain adanya Swasembada
Pangan. Pada tahun 1984 Indonesia berhasil memproduksi beras sebanyak 25,8
ton. Hasil-nya Indonesia berhasil swasembada beras. kesuksesan ini mendapatkan
penghargaan dari FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) pada tahun 1985.
 sektor pertanian dan industri serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya.

Di masa awal Orde Baru, sampai dengan pertengahan 1970 – an, strategi diwarnai oleh
“orientasi – keluar” mengintegrasikan ekonomi domestik ke dalam sistem internasional
berdasarkan prinsip “keunggulan komparatif”. Semangatnya adalah untuk melakukan
efesiensi. Kelangkaan berbagai jenis sumber daya di dalam negeri yang berpuncak pada
peristiwa malari dan tersedianya sumber daya akibat rejeki minyak pada tahun 1970-an
mendorong pemerintah untuk menerapkan “orientasi – kedalam”, yaitu pemerintah
sebagai manajer utama kegiatan investasi, produksi dan distribusi dengan
memanfaatkan sumber daya materiil dan manusia yang ada di Indonesia. Beberapa
sektor yang dianggap strategis seperti industri pesawat terbang dan kapal laut.
 Keberhasilan Era Soeharto lainnya
1. Swasembada pangan
2. Dolar Seharga Rp 378
3. Sangat Aman dan Nyaman
4. Semua harga kebutuhan relatif murah
5. Lapangan Pekerjaan Sangat Mudah
6. Menjadikan Pancasila sebagai garda terdepan Pembangunan Generasi Muda dalam
pendidikan Indonesia
7. Bidang Olahraga Indonesia di Masa Keemasannya
Keberhasilan Era Soeharto lainnya
1. Swasembada pangan
2. Dolar Seharga Rp 378
3. Sangat Aman dan Nyaman
4. Semua harga kebutuhan relatif murah
5. Lapangan Pekerjaan Sangat Mudah
6. Menjadikan Pancasila sebagai garda terdepan Pembangunan
Generasi Muda dalam pendidikan Indonesia
7. Bidang Olahraga Indonesia di Masa Keemasannya
KEGAGALAN PEMERINTAHAN ORDE BARU

1. Petrus atau penembakan misterius terkait dengan aksi kriminal (1981-1984), DOM
Papua (1969-1998), kasus Talangsari (1989), peristiwa Tanjung Priok (1984),
penembakan warga dalam pembangunan Waduk Nipah Madura (1993). hingga korban
penculikan aktivis dan kerusuhan pada Mei 1998 yang merubah wajah Indonesia di
masa depan.
2. Krisis moneter menghantam rupiah
Faktor kejatuhan ekonomi Indonesia juga berperan menjadi alasan lengsernya
Soeharto. Krisis finansial yang menghantam wilayah Asia, khususnya Indonesia,
menjadi tonggak bagi rakyat untuk mengganti pemimpin mereka. Daya beli menurun,
harga barang yang melonjak, membuat masyarakat berteriak menyuarakan reformasi.
Digeruduk oleh gerakan massa yang begitu besarnya, Presiden Soeharto pun akhirnya
menyatakan diri berhenti dari jabatan sebagai kepala negara.
3. Pelanggaran sosial masyarakat
contohnya; perampasan tanah rakyat Kedung Ombo (1985- 1989),
pengambilan tanah rakyat atas nama PT Perkebunan Nusantara (PTPN), kasus
pengambil alihan tanah masyarakat adat Dongi Sulawesi Selatan untuk
perusahaan Nikel, penggusuran rumah warga Bulukumba oleh PT Lonsum,
pencemaran dan kekerasan yang dilakukan oleh Indorayon di Porsea
Sumatera Utara, peristiwa pembakaran rumah warga, dan kekerasan
seksual yang dilakukan oleh PT Kelian Equal Mining di Kalimantan Timur.
Semuanya terjadi saat Presiden Soeharto masih berkuasa.

4. Media diawasi dan masyarakat dilarang berorganisasi


Seperti yang kita tahu, keberadaan media dan organisasi kemasyarakatan
diawasi ketat oleh rezim orde baru. Tak hanya geraknya dibatasi, media yang
nekat melawan kehendak pemerintah bakal dibredel. Alhasil, muncullah
kebijakan seperti larangan berorganisasi penetapan Normalisasi Kehidupan
Kampus/Badan koordinasi Kemahasiswaan (1978), dan pemberangusan organisasi
kemasyarakatan dengan UU Nomor 5 Tahun 1985 tentang Organisasi
kemasyarakatan
5. Kasus korupsi yang menguras negara
Tindak pidana pencurian uang negara rupanya telah dilakukan sejak rezim
Orde baru berkuasa. Dilansir dari nasional.republika.co.id, Presiden Soeharto
melakukan korupsi pada penggunaan Dana Reboisasi Departemen Kehutanan
dan pos bantuan presiden. Uang tersebut digunakan untuk membiayai tujuh
yayasan milik Soeharto, yakni Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan
Supersemar, Yayasan Dharma Bhakti Sosial, Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti,
Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, Yayasan Dana Gotong Royong
Kemanusiaan, dan Yayasan Trikora. Hasil temuan Transparency International
pada 2004 silam memperkirakan, ada sekitar 15-25 miliar dolar AS yang telah
dinikmati secara ilegal.
ASPEK VITAL
PRIORITAS YANG DIKERJAKAN
FAKTOR – FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEBERHASILAN

1. Investasi infrastruktur besar:


Di zaman Orde Baru, investasi infrastruktur dianggarkan 7 hingga 8
persen dari PDB. Saat ini kita baru menganggarkan 3 hingga 4 persen
dari PDB untuk infrastruktur
2. Pembangunan infrastruktur zaman Soeharto
pembangunan infrastruktur zaman Soeharto lebih
berkembang dikarenakan untuk dapat memaksimalkan infrastruktur yang
ada pada saat itu
3. Anggaran infrastruktur terserap maksimal:
` penyerapan anggaran infrastruktur pun lebih efektif pada masa
pemerintahan Soeharto ketimbang pemerintahan saat ini. Bahkan, anggaran
infrastruktur terserap hampir 80 persen pada masa Soeharto.
4. Pembangunan rusun era Soeharto lebih maju:
Presiden Soeharto membangun infrastruktur juga datang dari Menteri
Perumahan Rakyat (Menpera) Djan Faridz. Dia kagum pada Soeharto lantaran
pembangunan rumah susun (Rusun) di era orde baru jauh lebih maju.
FAKTOR – FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEGAGALAN :

1. Petrus ( Pelanggaran Ham ) :kelam sejarah Indonesia dimasa Orde Baru,


Militer secara “tersembunyi” pernah menyatakan perang terhadap
kejahatan, yang semestinya merupakan urusan polisi dan lembaga-lembaga
peradilan. Pernyataan itu muncul dalam bentuk pembinasaan para pelaku atau
yang disangka sebagai palaku, tindakan kejahatan pembinasaan
“Tersembunyi” yang berlangsung dari awal 1983 hingga awal 1985, yang
menelan lebih dari 10.000 jiwa, ini lazim disebut Penembak(an) misterius”
(“Petrus”).
2. Krisis Monter : Sekitar juli 1997 nilai tukar rupiah yang turun dari angka Rp
2.575 per USD menjadi Rp 2.603 per USD. Justru merosot tajam di angka Rp
5.000 per USD pada akhir desember, dan justru sangat terpuruk tajam di
angka Rp 16000 per USD pada maret 1998. Ini membuat seluruh masyarakat
di indonesia dan seluruh penanam modal merasa panik yang akhirnya membuat
mereka menarik semu saham yang telah ditanam di Indonesia. Keadaan
ekonomi yang kacau menyebabkan masalah dimana-mana stabilitas nasional
sungguh terguncang dan kacau.
3. Utang Luar negeri:Ditengah perekonomian yang dilanda krisis, utang dari
luar negeri yang dimiliki Indonesia semakin memperparah kondisi keuangan
Indonesia. Walaupun sesesungguhnya utang tersebut bukanlah utang
pemerintah saja namun juga utang yang dimiliki pihak swasta. Utang Indonesia
hingga 6 februari 1998 mencapai USD 63,462 milliar, sedangkan utang yang
dimiliki pihak swasta mencapai USD 73,962 milliar. Dengan melemahnya mata
uang rupiah terhadap dollar Amerika akibat krisis yang melanda Asia Pasifik,
utang luar negeri yang dimiliki pemerintah Indonesia yang kebanyakan
menggunakan mata uang tersebut semakin memperburuk keadaan ekonomi
Indonesia dan terjebak alam putaran utang yang seolah tak ada habisnya.

4. Penyimpangan UUD
Menurut UUD 1945, terutama dalam pasal 33 bahwa sistem perekonomian
dijalankan dengan asas demokrasi ekonomi. Namun dalam kenyataannya yang
terjadi justru dikusai oleh sebagian orang saja yakni para konglomerat dan
terjadi monopoli ekonomi, atau dengan kata lain sistem ekonomi yang dijalankan
merupakan sistem kapitalis.
5. Pola Pemerintahan Terpusat
Sistem pemerintahan yang terpusat pada satu tempat yakni di Jakarta
sebagai pusat pemerintahan membuat segala pemerintah pusat memegang
peranan penting dalam mengatur masyarakat secara keseluruhan. Namun disisi
lain membuat pembangunan tidak merata yang akhirnya mengakibatkan
kesenjangan. Dampaknya seperti yang terjadi di Irian jaya, penduduk lokal
merasa dianak tirikan sebab sumber daya alamnya diambil secara besar-
besaran dan di bawa semua ke pemerintah pusat tanpa meninggalkan manfaat
apapun.
6. Masalah Polit
Sistem politik di Indonesia pada masa orde baru yang sarat dengan
KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme). Pada masa orde baru,
kekuatan politik pun dibatasi. Seperti terlihat pada penyederhanaan
partai politik yang hanya menjadi tiga partai saja yakni PPP, PDI dan
Golongan Karya. Dengan dalih untuk menciptakan stabilitas dan
keamanan bangsa dan negara yang lebih terjaga. Ini menyebabkan
banyak aspirasi rakyat yang seolah terbungkam dan secara tidak
langsung wajib menuruti kehendak penguasa tanpa boleh membantah.
Adanya dualisme fungsi ABRI yang menjadi kekuatan utama
pemerintahan orde baru. Ini sangat bertentangan dengan sejarah lahirnya
Pancasilasejarah lahirnya Pancasila yang selama ini di junjung tinggi
oleh seluruh rakyat Indonesia. Misalnya saja ada seorang yang
mengkritik kebijakan pemerintah pada masa orde baru saat itu,
konsekuensinya adalah hukuman penjara karena dianggap menciptakan
keresahan dan mengganggu stabilitas negara. Ini hanya upaya
pemerintahan untuk tetap menjaga eksistensinya pada masyarakat.
7. Tragedi Trisakti
Aksi demo yang dilakukan oleh mahasiswa trisakti beserta dosen dan staf
kampus yang diikuti oleh lebih dari 10.000 mahasiswa dan digelar pada 12 mei
1988 yang pada intinya meminta pemerintah melakukan reformasi disegala
bidang baik pemerintahan, ekonomi maupun politik yang  menginginkan
diadakannya sidang istimewa MPR. Namun aksi damai ini dinodai dengan adanya
penembakan oleh aparat terhadap empat mahasiswa Trisakti yakni
Hendriawan Sie, Heri Hartanto, Elang Mulya Lesmana, dan Hafidin Royan.
Yang memicu aksi kekerasan meluas di berbagai penjuru wilyah saat itu. Dan
semakin membuat Indonesia jatuh terpuruk dalam krisis yang seolah tanpa
akhir, yang menjadi catatan terburuk dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.
9. Sosial
Keadaan sosial masyarakat yang majemuk menghadirkan masalah yang
kompleks. Pembangunan yang tidak merata pada sebagian besar masyarakat
pun menjadi pemicu terjadinya diskriminasi. Masalah sosial ini bersumber dari
kesenjangan sosial yang ada dimasyarakat, terutama dengan adanya program
transmigrasi. Meningkatnya transmigrasi penduduk pulau jawa ke wilayah pulau
kalimantan, sulawesi dan irian jaya yang difasilitasi oleh pemerintah ternyata
memiliki dampak negatif.
Penduduk lokal merasa termajinalkan dan menjadi sebuah kecemburuan
sosial yang pada akhirnya mencetuskan konflik terbuka diantara para
transmigran asal pulau jawa dengan penduduk lokal. Dan program transmigrasi
tersebut memunculkan sentimen yang menganggap program tersebut sebagai
program jawanisasi oleh pemerintah pusat.
KESIMPULAN
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai