(Lanjutan) KOMUNIKASI VERBAL DAN NON VERBAL DALAM KONSELING C. SIKAP-SIKAP ESENSIAL SEBUAH PERTOLONGAN KEMANUSIAAN
Pewawancara mempersiapkan tahapan bagi suatu
wawancara yang bermanfaat dengan sikap-sikap pengamatan aktif (active observing), arah fisik/badan kepada terwawancara, dan mendengarkan aktif (active listening). Sikap-sikap ini essential (sifat-sifat pokok) pada seluruh wawancara yang baik. 1) Pengamatan Aktif (Active Observing) Sebagai seorang pengamat profesional, anda akan melakukan pengecekkan dan kemudian mengecek kembali impresi anda, mencatat kondisi-kondisi yang terlihat membangkitkan perilaku tertentu. Kenali bias diri anda sendiri mungkin akan mempengaruhi persepsi anda, anda seharusnya mematangkan metode anda, lakukan pengecekkan lainnya pada observasi anda. a) Pengamatan Pesan-pesan Nonverbal Dengan cara sederhana, saat kita melakukan wawancara, kita menangkap sejumlah gelagat mengenai seseorang yang sedang kita dengarkan darinya adalah pesan-pesan nonverbal. Terwawancara dapat memberikan reaksi (gelagat tertentu) mengenai perasaan yang mungkin tidak dapat terucapkan melalui kekakuan gerak tubuh, genggaman tangan, telapak tangan yang basah, suara yang bergetar, wajah kemerahan malu-malu, terlihat sedih, kepala menunduk, dan gerak tubuh lainnya. YANG PERLU DIPERHATIKAN ! Pewawancara atau pekerja sosial dalam wawancara masing-masing berkomunikasi juga melalui perilaku nonverbal sebagaimana menggunakan kata - kata. Seorang pewawancara dapat memberikan kehangatan melalui sebuah jabatan-tangan, dengan terarah lurus ke depan terwawancara daripada bersandar ke belakang, dengan melakukan kontak mata, dengan senyuman dan tatapan perhatian. YANG PERLU DIHINDARI ! Seorang pewawancara juga dapat berperilaku tercela seperti : tidak tanggap terhadap berbagai gelagat yang terjadi, gelisah, terlambat memulai suatu wawancara, mengunyah permen karet, melupakan nama dan fakta penting mengenai situasi terwawancara, menyela wawancara untuk menjawab telepon atau berbicara dengan orang lain. b) Keterampilan Pengaturan Gerak (isyarat) Tubuh Seseorang yang akan memberikan pertolongan harus menunjukkan perhatiannya melalui isyarat-isyarat tubuhnya. Seorang penulis menyingkatnya dengan SOLER terhadap sikap-sikap ideal apa yang sebaiknya diperhitungkan yaitu : Sits facing; Open posture; Leans forward; Eye contact; Relatively relaxed (Egan, 1975). Duduk berhadapan, Sikap badan terbuka, Bersandar ke depan, Kontak mata, Relatif santai (DSBKR). Perilaku nonverbal seperti juga perilaku verbal seringkali banyak ragam dari satu budaya ke budaya lainnya. Bagi orang “Barat” (Amerika-Eropa) kotak mata mungkin menujukkan rasa perhatian dan kejujuran, tetapi bagi orang “Timur” (Asia- Indonesia) mungkin menunjukkan ketidaksopanan atau menantang. Dengan dua karakter budaya berbeda saja dapat memberikan makna pesan yang beragam. 2) Mendengarkan Aktif (active listening) seorang pewawancara harus menguasai keterampilan yang sangat penting (crucial) keterampilan mendengarkan aktif agar mampu membaca kepribadian dan situasi dari setiap orang dengan kompleksitasnya. Agar dapat membaca emosi dibalik kata-kata dan memperoleh sedekat mungkin arti sebenarnya yang mereka ucapkan, kita harus mendengarkan dengan hati-hati setiap kata dan kemudian mengingat apa telah mereka katakan. Sejak orang masuk ke dalam ruang lembaga pelayanan, pewawancara harus mendengarkan arti ‘halus’ (dibaliknya) dengan cara apa terwawancara berkata- kata atau mungkin tidak berkata-kata. Ketika terwawancara berubah dengan cepat dan secara kasar topik pembicaraan pindah ke topik yang lain, hal itu menunjukkan bahwa, mungkin topiknya adalah sesuatu yang menyakitkan (membuatnya sedih). Ketidakkonsistenan dan kehampaan dalam pembicaraan mungkin menunjukkan kebingungan atau kecemasan. Pengulangan keterangan terhadap suatu masalah mungkin menunjukkan suatu perhatian yang besar terhadap topik tsb. D. NILAI-NILAI (SIKAP) UTAMA PEWAWANCARA
Carl Rogers (1957) adalah yang pertama kali
mengusulkan nilai-nilai penting ini yaitu menghormati nilai-nilai empati, kehangatan, rasa hormat, dan kejujuran sebagai kondisi esensial bagi berhasilnya suatu hubungan pertolongan yang dilakukan oleh pekerja sosial, konselor dan psikoterapis . a. Empati Empati adalah kemampuan mengidentifikasi diri anda sendiri dengan perasan dan pemikiran, menunda keputusan anda sesaat dan untuk merasakan dengan cara orang lain. Empati muncul dari dasar rasa kemanusiaan kita. b. Rasa Hormat Rasa hormat (respek) adalah suatu kualitas yang paling orang pahami dalam hubungan sosial sehari-hari. Kita semua memerlukan penghormatan dari orang lain dan umumnya kita berupaya menghormati orang lain. Kita menghormati mereka sesuai dengan keunikannya dan menghormati hak-haknya atas perasaan dan keinginan mereka yang mungkin berbeda dengan diri kita sendiri. c. Kejujuran Melayani dengan penuh keterbukaan adalah model pelayanan terhadap klien. Dengan bersedia mendiskusikan perasaan pribadinya, penolong membangkitkan klien untuk menanggapinya dengan cara yang sama. Klien juga mau terbuka dan belajar bersikap jujur juga. (D’Augelli, D’Augelli & Danish, 1981, pp. 58-59). d. Membangun Keakraban-Hubungan Jika anda menunjukkan kejujuran dan kehangatan, anda mempunyai suatu dasar yang solid sebagai syarat mengembangkan suatu hubungan yang akrab, kualitas kepercayaan yang sulit dipahami yang dapat tumbuh diantara dua orang. Membangun kepercayaan secara khusus penting pada awal mula suatu wawancara, ketika seseorang yang datang membutuhkan pertolongan nampak khawatir mengenai kemunculan dirinya terhadap orang yang belum dikenalnya. Kita membangun kepercayaan dengan cara penuh kejujuran sesuai dengan tanggapan kita terhadap perasaan dan pemikiran terwawancara, biarkan ia mengetahui bahwa kita benar-benar mendengarkan dan memperhatikannya. Pewawancara mesti menyadari akan perasaannya bahwa terwawancara mungkin memerlukan wawancara pertolongan dan dengan demikian adalah penting membuat beberapa persiapan untuk wawancara. Meninjau kembali terhadap kasus-kasus sejenis, pewawancara mungkin akan mengajukan sejumlah pertanyaan dan dengan sejumlah topik yang melingkupinya. Pada pertemuan aktual, pewawancara mengenalkan dirinya dengan menyebut nama dan jabatannya yang menggambarkan fungsi kerjanya. Pewawancara mempersilakan terwawancara duduk pada suatu sudut dari posisinya (daripada terhalang meja) dan memulai perbincangan dengan rangkaian obrolan ringan ‘mencairkan kekakuan’. Tetap mempertahankan obrolan ringan secara minimum untuk memastikan bahwa pertemuan tersebut tidak disalahartikan seperti sebuah upacara sosial, pewawancara mengawali wawancara formal dengan mengajukan sebuah pertanyaan terbuka yang mencoba mengumpulkan informasi mengenai alasan kedatangan terwawancara. Sejumlah perilaku khusus yang harus dimiliki pewawancara untuk pencapaian suatu hubungan yang positif: a.Suatu sikap penerimaan dan penghargaan; b.Komit terhadap kerahasiaan dan penentuan nasib-sendiri terwawancara; c.Menunjukkan suatu pengertian empatik; d.Ekspresi secara jujur; e.Komunikasi yang hangat, menarik, dan penuh perhatian; f.Menghormati terwawancara sebagai individu yang unik. Penerimaan (acceptance) menunjukkan suatu tanggapan netral terhadap perasaan-perasaan, sikap- sikap, atau perilaku yang mungkin ingin terwawancara utarakan kepada pewawancara. Tujuan pewawancara adalah untuk memahami, tidak untuk menyalahkan. “The object of acceptance is not good or bad, but the real; the individual as he actually is, not as we wish him to be or think he should be” (Biestek, 1957, p.70). Tujuan dari penerimaan adalah bukan masalah baik atau buruk, tetapi secara fakta, individu sebagaimana adanya, bukan berdasarkan keinginan atau harapan kita. Kerahasiaan (confidentiality) adalah menetapkan tidak ada ‘rahasia’ terwawancara yang ditutup-tutupi tanpa seijin dari dia (klien). Pewawancara mesti mengetahui dengan jelas, bahwa bagaimanapun, kerahasiaan bukan suatu hal yang absolut, dan bahwa pertolongan secara profesional secara hukum dijamin dalam hal yang berkaitan dengan keselamatan orang lain. Dengan kata lain bahwa kerahasiaan itu akan berakhir ketika mulai membahayakan orang lain. Menghormati hak menentukan nasibnya sendiri (self- determination) mengisyaratkan bahwa pada akhirnya klienlah yang mengendalikan putusannya, bahwa terwawancara mempunyai hak dan kapasitas untuk menentukan kehidupan sendiri. Tekanannya adalah pada saling pengertian dalam wawancara dan menghormati kebebasan dan otonomi klien. Berbeda dengan simpati (sympahty), yang menunjukkan adanya perasaan ‘terhadap’ seseorang lain, empati (emphaty) menunjukkan suatu perasaan ‘dengan cara’ seseorang. Saat berempati, pewawancara sama-sama merasakan perasaan terwawancara dan konsekuensinya adalah berada dalam posisi yang baik untuk memahami perasaan- perasaan dan kerangka berfikir kliennya. Jika pewawancara bersikap ikhlas/tulus (genuine) dan sungguh-sungguh (authentic), dia akan bertindak tanpa pretensi dan secara tulus, jujur, terbuka, dan berterus- terang. Dengan keikhlasannya pewawancara dapat menceritakan informasi tentang dirinya tanpa berusaha menutupinya. Sikap-sikap perhatian (interest), kehangatan (warmth) dan kepercayaan (trust) menunjukkan rasa penghargaan. Rasa hormat pewawancara memantapkan penghargaan positif terhadap terwawancara dengan memperlihatkan perhatiannya terhadap kebutuhan-kebutuhan klien, dengan menunjukkan rasa ‘sayang’ terhadap klein, dengan mendengarkan secara sungguh-sungguh. Pewawancara mencoba mengindividialisasikan (individualize) terwawancara, menghargai keunikannya.
Kepribadian: Pengantar ilmu kepribadian: apa itu kepribadian dan bagaimana menemukan melalui psikologi ilmiah bagaimana kepribadian mempengaruhi kehidupan kita
ILMU PERUBAHAN DALAM 4 LANGKAH: Strategi dan teknik operasional untuk memahami bagaimana menghasilkan perubahan signifikan dalam hidup Anda dan mempertahankannya dari waktu ke waktu