Anda di halaman 1dari 40

Pada pertengahan tahun 1997, terjadi krisis moneter yang melanda beberapa negara di kawasan

Asia, termasuk indonesia. Keberhasilan pembangunan yang telah dicapai pemerintah Orde Baru
menjadi goncang setelah dilanda badai, yakni adanya krisis moneter terus berlanjut ke krisis
ekonomi. Banyak perusahaan negara dan swasta yang tidak mampu membayar utang luar
negerinya. Demi efesiensi, banyak perusahaan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK),
yang berdampak meningkatnya angka pengangguran. Daya beli dan kualitas hidup rakyat
menurun. Demikian pula persediaan barang khususnya sembilan bahan pokok (sembako) di
pasar mulai menipis. Inilah gambaran kondisi ekonomi indonesia yang dihadapi pemerintah Orde
Baru di penghujung kekuasaan.

Jatuhnya pemerintah Orde Baru erat hubungannya dengan krisis politik, ekonomi, dan sosial.
Pemerintah Orede Baru tidak dapat mengatasi krisis yang terjadi di Indonesia sehingga
pemrintahannya berkahir. Jatuhnya pemrintah Orde Baru telah terasa setelah indonesia dilanda
krisis moneter tahun 1997. Sekaj tahun 1997 pemerintah tidak dapat mengatasi krisis moneter,
bahkan terus berlanjut ke krisis yang lain, seperti politik, ekonomi, sosial, dan moral. Adanya
krisis multidimensi Orde Baru.

Secara subtansial, berakhirnya pemerinatahan orde baru lebih di sebabkan karena


ketidakmampuan pemerintah dalam mengatasi persoalan bangsa dan negara.

Sebab-sebab berakhirnya orde baru adalah terbatasnya kemampuan pemerintah seperti :

Krisis moneter

Akibat :

 Ketergantungan Indonesia pada modal asing sangat tinggi


 Ketergantunagn Indonesia pada barang-barang impor
 Ketidak mampuan Indonesia dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari

Krisis ekonomi

Indikator :

 Lemahnya investasi sehingga dunia industri dan usaha mengalami keterpurukan


 Produktifitas dunia industrimengalami penurunan sehingga PHK menjadi satu-satunya
alternatif
 Angaka pengangguran tinggi sehingga pendapatan dan daya beli masyarakat menjadi
sangat rendah

Krisis politik

Sebagian besar masyarakat hanya ingin kehidupan yang tertib, tenang, damai, adil, makmur, dll.
Namun semua itu tidak bisa lepas dari pemerintahan Presiden Suharto. Oleh karena itu, jawaban
yang paling realistik adalah menuntut Presiden Suahrto untuk turun dari jabatannya.

Krisis sosial

Sebab-sebab ::

 Demonstrasi
 Kerusuhan
 Kekacauan
 Pembakaran
 Penjarahan
 Pengangguran
 PHK

Krisis hukum

Kekuasaan kehakiman yang merdeka dari kekuasaan pemerinath belum dapat di realisasikan.
Bahkan dalam praktiknya, kekuasaan kehakiman menjadi pelayanan lepentinagn para penguasa
dan kroni-kroninya.

Memang harus di akui bahwa sistem peradialan pada masa orde baru tidak dapat dijadiakn
barometeruntuk mewujudkan pemerintahan yantg bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN).

Di tengah gencarnya desakan mahasiswa agar Presiden Soeharto segera mengambil sikap untuk
melakukan reformasi dalam segala bidang. Presiden Soeharto menilai bahwa reformasi
hendaknya harus tetap konstruktif dan tidak terjebak dalam pemikiran dan sikap yang
mengganggu stabilitas. Pernyataan presiden Soeharto yang disampaikan Mendagri R. Hartono
bahwa jika ada keinginan reformasi di bidang politik harus mempersiapkan diri setelah tahun
2003. Apabila reformasi dilakukan maka dapat mengganggu stabilitas bangsa.

Di tengah masyarakat indonesia yang sedang sulit menghadapi krisis ekonomi, harga sembilan
bahan pokok terus melambung. Untuk mengatasi krisis, pemrintah mengambil inisiatif menaikan
harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Tarif Daya Listrik (TDL). Menteri pertambangan dan
energi (Mentamben) Kuntoro Mangkusubroto menjelaskan, berdasarkan Keppres no.69 / 1998,
mulai pukul 00.00 WIB tanggal 5 Mei 1998, harga BBM dinaikan antara 25 %-71%. Kenaikan
harga BBM menimbulkan keresahan rakyat indonesia. Harga-harga sembako dan kebutuhan lain
mengalami peningkatan tajam.

Melihat keadaan yang demikian, mahasiswa melakukan domonstrasi menuntut adanya reformasi
di segala bidang. Di Yogyakarta. Aksi mahasiswa berlangsung di kampus Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Insitut Seni Indonesia (ISI), dan Universitas Gajah Mada
(UGM), tidak ketinggalan juga , para pelajar SMU yang tergabung dalam Gabungan Aksi Pelajar
Cinta Indonesia (GAPCI) iktu melakukan aksi menuntut reformasi di gedung DPRD DIY.
Mereka menuntut pemerintah agar segera melakukan reformasi. Sudah tidak ada alasan lagi
untuk melakukannya setelah 2003. Demonstrasi juga berlangsung di beberapa kota di Indonesia.

Kegagalan PKI dalam upaya kudeta pada tahun 1965 menimbulkan dua permasalahan besar bagi
Indonesia. Pertama, carut-marutnya perekonomianIndonesia dengan inflasi sampai 600%.
Kedua, terjadinya konflik sosial akibat dendam pada PKI dan organisasi bawahannya. Kedua
permasalahan tersebut perlahan-lahan bisa diatasi dengan tampilnya Jenderal Soeharto. Orde
Baru pun lahir dengan tekad melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara
murni dan konsekuen. Selanjutnya, Orde Baru bertakhta dalam kehidupan bangsa Indonesia
selama 32 tahun. Mengapa Orde Baru bisa tumbang pada tahun 1998?
1. Peristiwa Penting Sepanjang Orde Baru
Sejarah Orde Baru dimulai tanggal 12 Maret 1967. Jenderal TNI Soeharto ditunjuk oleh MPR
sebagai pejabat presiden. Beliau menjalankan tugas kepresidenan yang telah diambil alih dari
Presiden Soekarno. Setahun kemudian Soeharto dipilih secara resmi sebagai presiden untuk
pertama kalinya sekaligus mengawali era Orde Baru . Orde Baru memimpin pemerintahan di
Indonesia selama lebih kurang 32 tahun. Soeharto tampil sebagai presiden tunggal selama tujuh
kali berturut-turut. Selama menjalankan tugas kepresidenan, beliau didampingi oleh wakil
presiden yang berbeda. Wakil presidennya adalah Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Adam
Malik, Umar Wirahadikusuma, Soedharmono, Try Sutrisno, dan B.J. Habibie. Pada periode
pemerintahan 1998–2003, Soeharto harus turun dari jabatannya karena desakan gerakan
reformasi. Kita bisa mencatat selama Orde Baru terjadi beberapa pelanggaran HAM dan
kebebasan pers. Sementara itu, Golkar dengan didukung ABRI dan birokrasi memenangkan
pemilu selama tujuh kali berturut-turut.
2. Perkembangan Ekonomi pada Masa Orde Baru
Soeharto perlu waktu sekitar dua belas tahun untuk meraih keberhasilan pembangunan dalam
bidang ekonomi dan kependudukan. Masa keemasan Orde Baru terjadi pada tahun 1976–1988.
Keberhasilan itu didukung melonjaknya harga minyak dunia, mengalirnya bantuan negara-
negara donor, dan efektifnya rencana pembangunan lima tahun (Repelita) I–III. Pada tahun
1980-an Indonesia adalah penghasil gas alam cair terbesar di dunia. Kedudukan Indonesia
sebagai negara antikomunis mempermudah bantuan Barat.
Pelaksanaan Repelita bisa tepat sasaran dan program. Upaya Orde Baru untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat berhasil pada periode itu. Pendapatan per kapita Indonesia naik dari US$70
pada tahun 1968 menjadi US$1.000 pada tahun 1996.
a. Prestasi Orde Baru
Prestasi yang perlu dicatat selama Orde Baru sebagai berikut. Program transmigrasi bisa
mengatasi kepadatan penduduk di Pulau Jawa dan membuka lahan-lahan baru di luar Pulau
Jawa. Program keluarga berencana (KB) mampu menekan laju pertumbuhan penduduk. Untuk
memberantas buta huruf, pemerintah membuat program bebas tiga buta (B3B). Pemerintah Orde
Baru juga sukses menerapkan Gerakan Wajib Belajar Wajar 9 Tahun dan Gerakan Nasional
Orang-Tua Asuh (GNOTA).Keberhasilan Soeharto menjaga stabilitas keamanan dalam negeri
mendorong masuknya investor asing. Mereka menanamkan modal di Indonesia sehingga
memperluas kesempatan kerja. Pemerintahan Orde Baru juga berhasil menggalakkan cinta atas
produk dalam negeri dan menumbuhkan rasa nasionalisme.
b. Swasembada Beras
Prestasi Orde Baru yang fenomenal adalah swasembada pangan pada tahun 1980-an. Usaha
mencapai swasembada beras berlangsung selama Repelita I dan Repelita II. Usaha ini
dilaksanakan melalui rehabilitasi saluran irigasi, pembangunan jaringan irigasi baru, penyediaan
fasilitas kredit, penerapan kebijaksanaan harga, serta pemanfaatan teknologi dan penyuluhan.
Repelita III menekankan usaha intensifikasi khusus (insus) pada tahun 1979. Misalnya, dengan
memperluas penggunaan benih varietas unggul, penggunaan pupuk secara optimal,
meningkatkan usaha pengendalian hama dan penyakit, serta meningkatkan pengelolaan air
irigasi. Atas usaha yang dilakukan sejak Repelita I, impor beras tidak dilaksanakan mulai tahun
1984 dan swasembada beras berhasil dicapai.
Untuk mempertahankan swasembada beras dilaksanakan suprainsus pada Repelita IV. Sistem ini
meningkatkan partisipasi kelompok tani. Programnya antara lain pembangunan dan
pemeliharaan sarana irigasi, pencetakan sawah, dan pengendalian hama terpadu. Pada tahun
pertama Repelita V, peningkatan produksi padi dilaksanakan dengan meningkatkan luas areal
suprainsus dan pencetakan sawah.
Dari tabel di atas kita bisa melihat produksi padi terus mengalami kenaikan. Dari 17,2 juta ton
pada tahun 1968 menjadi 41,7 juta ton pada akhir Repelita IV atau meningkat lebih dua kali.
Peningkatan produksi padi yang begitu pesat telah menghasilkan swasembada beras pada tahun
1984. Peningkatan produksi padi disebabkan meningkatnya hasil rata-rata padi per hektare. Sejak
awal Repelita I sampai akhirRepelita IV, hasil rata-rata per hektare meningkat dari 2,13 ton per
hektare (1968) menjadi 4,11 ton per hektare (1988). Peningkatan hasil rata-rata tersebut
disebabkan meningkatnya mutu usaha intensifikasi. Misalnya, pengelolaan air irigasi,
penyuluhan dan penyediaan fasilitas kredit, serasinya hubungan antara harga pupuk dan padi,
semakin baiknya prasarana dan distribusi pupuk, serta semakin efisiennya penggunaan pupuk.
Faktor lain yang menyebabkan kenaikan produksi padi adalah semakin luasnya areal panen,
terutama luas panen intensifikasi.
3. Berakhirnya Orde Baru dan Lahirnya Reformasi
Di balik kesuksesan pembangunan di depan, Orde Baru menyimpan beberapa kelemahan.
Selama masa pemerintahan Soeharto, praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) tumbuh
subur. Korupsi besar yang pertama terjadi tahun 1970-an ketika Pertamina dipegang Ibnu
Sutowo. Praktik korupsi menggurita hingga kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)
pada tahun 1998. Rasa ketidakadilan mencuat ketika kroni-kroni Soeharto yang diduga
bermasalah menduduki jabatan menteri Kabinet Pembangunan VII. Kasus-kasus korupsi tidak
pernah mendapat penyelesaian hukum secara adil.
Pembangunan Indonesia berorientasi pada pertumbuhan ekonomi sehingga menyebabkan
ketidakadilan dan kesenjangan sosial. Bahkan, antara pusat dan daerah terjadi kesenjangan
pembangunan karena sebagian besar kekayaan daerah disedot ke pusat. Akhirnya, muncul rasa
tidak puas di berbagai daerah, seperti di Aceh dan Papua. Di luar Jawa terjadi kecemburuan
sosial antara penduduk lokal dengan pendatang (transmigran) yang memperoleh tunjangan
pemerintah. Penghasilan yang tidak merata semakin memperparah kesenjangan sosial.
Pemerintah mengedepankan pendekatan keamanan dalam bidang sosial dan politik. Pemerintah
melarang kritik dan demonstrasi. Oposisi diharamkan rezim Orde Baru . Kebebasan pers
dibatasi dan diwarnai pemberedelan koran maupun majalah. Untuk menjaga keamanan atau
mengatasi kelompok separatis, pemerintah memakai kekerasan bersenjata. Misalnya, program
”Penembakan Misterius” (Petrus) atau Daerah Operasi Militer (DOM). Kelemahan tersebut
mencapai puncak pada tahun 1997–1998.
a. Dari Krisis Ekonomi ke Krisis Multidimensi (Segala Bidang)
Indonesia mengalami krisis ekonomi pada tahun 1997. Krisis moneter dan keuangan yang
semula terjadi di Thailand pada bulan Juli 1997 merembet ke Indonesia. Hal ini diperburuk
dengan kemarau terburuk dalam lima puluh tahun terakhir. Dari beberapa negara Asia, Indonesia
mengalami krisis paling parah. Solusi yang disarankan IMF justru memperparah krisis. IMF
memerintahkan penutupan enam belas bank swasta nasional pada 1 November 1997. Hal ini
memicu kebangkrutan bank dan negara. BPK menemukan penyimpangan dana sebesar Rp138
triliun atas penggunaan dana BLBI oleh ke-48 bank tersebut. Saat itu pemerintah menyalurkan
BLBI sekitar Rp700 triliun. Ini dilakukan berdasarkan perjanjian Indonesia dengan IMF dalam
mengatasi krisis. Sampai bulan Desember 1998, BI menyalurkan BLBI sebesar Rp147,7 triliun
kepada 48 bank.
Krisis ekonomi mengakibatkan rakyat menderita. Pengangguran melimpah dan harga kebutuhan
pokok melambung. Pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi di berbagai daerah. Daya beli
masyarakat menurun. Bahkan, hingga bulan Januari 1998 rupiah menembus angka Rp17.000,00
per dolar AS. Masyarakat menukarkan rupiah dengan dolar. Pemerintah mengeluarkan ”Gerakan
Cinta Rupiah”, tetapi tidak mampu memperbaiki keadaan. Krisis moneter tersebut telah
berkembang menjadi krisis multidimensi. Krisis ini ditandai adanya keterpurukan di segala
bidang kehidupan bangsa. Kepercayaan masyarakat kepada pemerintah semakin menurun.
Pemerintah kurang peka dalam menyelesaikan krisis dan kesulitan hidup rakyat. Kabinet
Pembangunan VII yang disusun Soeharto ternyata sebagian besar diisi oleh kroni dan tidak
berdasarkan keahliannya. Kondisi itulah yang melatarbelakangi munculnya gerakan reformasi.
b. Gerakan Reformasi
Munculnya gerakan reformasi dilatarbelakangi oleh terjadinya krisis multidimensi yang dihadapi
bangsa Indonesia. Semula gerakan ini hanya berupa demonstrasi di kampus-kampus di berbagai
daerah. Akan tetapi, para mahasiswa harus turun ke jalan karena aspirasi mereka tidak
mendapatkan jalan keluar. Gerakan reformasi tahun 1998 mempunyai enam agenda antara lain
suksesi kepemimpinan nasional, amendemen UUD 1945, pemberantasan KKN, penghapusan
dwifungsi ABRI, penegakan supremasi hukum, dan pelaksanaan otonomi daerah. Agenda utama
gerakan reformasi adalah turunnya Soeharto dari jabatan presiden. Berikut ini kronologi
beberapa peristiwa penting selama gerakan reformasi yang memuncak pada tahun 1998.
1) Demonstrasi Mahasiswa
Desakan atas pelaksanaan reformasi dalam kehidupan nasional dilakukan mahasiswa dan
kelompok proreformasi. Pada tanggal 7 Mei 1998 terjadi demonstrasi mahasiswa di Universitas
Jayabaya, Jakarta. Demonstrasi ini berakhir bentrok dengan aparat dan mengakibatkan 52
mahasiswa terluka. Sehari kemudian pada tanggal 8 Mei 1998 demonstrasi mahasiswa terjadi di
Yogyakarta (UGM dan sekitarnya). Demonstrasi ini juga berakhir bentrok dengan aparat dan
menewaskan seorang mahasiswa bernama Mozes Gatotkaca. Dalam kondisi ini, Presiden
Soeharto berangkat ke Mesir tanggal 9 Mei 1998 untuk menghadiri sidang G 15.
2) Peristiwa Trisakti
Tuntutan agar Presiden Soeharto mundur semakin kencang disuarakan mahasiswa di berbagai
tempat. Tidak jarang hal ini mengakibatkan bentrokan dengan aparat keamanan. Pada tanggal 12
Mei 1998 empat mahasiswa Universitas Trisakti, Jakarta tewas tertembak peluru aparat
keamanan saat demonstrasi menuntut Soeharto mundur. Mereka adalah Elang Mulya, Hery
Hertanto, Hendriawan Lesmana, dan Hafidhin Royan. Peristiwa Trisakti mengundang simpati
tokoh reformasi dan mahasiswa Indonesia.
3) Kerusuhan Mei 1998
Penembakan aparat di Universitas Trisakti itu menyulut demonstrasi yang lebih besar. Pada
tanggal 13 Mei 1998 terjadi kerusuhan, pembakaran, dan penjarahan di Jakarta dan Solo. Kondisi
ini memaksa Presiden Soeharto mempercepat kepulangannya dari Mesir. Sementara itu, mulai
tanggal 14 Mei 1998 demonstrasi mahasiswa semakin meluas. Bahkan, para demonstran mulai
menduduki gedung-gedung pemerintah di pusat dan daerah.
4) Pendudukan Gedung MPR/DPR
Mahasiswa Jakarta menjadikan gedung DPR/MPR sebagai pusat gerakan yang relatif aman.
Ratusan ribu mahasiswa menduduki gedung rakyat. Bahkan, mereka menduduki atap gedung
tersebut. Mereka berupaya menemui pimpinan MPR/DPR agar mengambil sikap yang tegas.
Akhirnya, tanggal 18 Mei 1998 Ketua MPR/DPR Harmoko meminta Soeharto turun dari
jabatannya sebagai presiden. Pernyataan Harmoko itu kemudian dibantah oleh Pangab Jenderal
TNI Wiranto dan mengatakannya sebagai pendapat pribadi.
Untuk mengatasi keadaan, Presiden Soeharto menjanjikan akan mempercepat pemilu. Hal ini
dinyatakan setelah Presiden Soeharto mengundang beberapa tokoh masyarakat seperti
Nurcholish Madjid dan Abdurrahman Wahid ke Istana Negara pada tanggal 19 Mei 1998. Akan
tetapi, upaya ini tidak mendapat sambutan rakyat.
5) Pembatalan Apel Kebangkitan Nasional
Momentum hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 1998 rencananya digunakan tokoh reformasi
Amien Rais untuk mengadakan doa bersama di sekitar Tugu Monas. Akan tetapi, beliau
membatalkan rencana apel dan doa bersama karena 80.000 tentara bersiaga di kawasan tersebut.
Di Yogyakarta, Surakarta, Medan, dan Bandung ribuan mahasiswa dan rakyat berdemonstrasi.
Ketua MPR/DPR Harmoko kembali meminta Soeharto mengundurkan diri pada hari Jumat
tanggal 22 Mei 1998 atau DPR/MPR akan terpaksa memilih presiden baru. Bersamaan dengan
itu, sebelas menteri Kabinet Pembangunan VII mengundurkan diri.
6) Pengunduran Diri Presiden Soeharto
Pada dini hari tanggal 21 Mei 1998 Amien Rais selaku Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah
menyatakan, ”Selamat tinggal pemerintahan lama dan selamat datang pemerintahan baru”. Ini
beliau lakukan setelah mendengar kepastian dari Yuzril Ihza Mahendra. Akhirnya, pada pukul
09.00 WIB Presiden Soeharto membacakan pernyataan pengunduran dirinya. Itulah beberapa
peristiwa penting menyangkut gerakan reformasi tahun 1998. Soeharto mengundurkan diri dari
jabatan presiden yang telah dipegang selama 32 tahun. Beliau mengucapkan terima kasih dan
mohon maaf kepada seluruh rakyat Indonesia. Beliau kemudian digantikan B.J. Habibie. Sejak
saat itu Indonesia memasuki era reformasi.

Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru


 Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada
1996 telah mencapai lebih dari AS$1.565[butuh rujukan]
 Sukses transmigrasi
 Sukses KB
 Sukses memerangi buta huruf
 Sukses swasembada pangan
 Pengangguran minimum
 Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
 Sukses Gerakan Wajib Belajar
 Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
 Sukses keamanan dalam negeri
 Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
 Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri
Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru
1. Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
2. Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan
antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar
disedot ke pusat
3. Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan,
terutama di Aceh dan Papua
4. Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh
tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya
5. Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya
dan si miskin)
6. Pelanggaran HAM kepada masyarakat non pribumi (terutama masyarakat Tionghoa)
7. Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
8. Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibredel
9. Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program
"Penembakan Misterius"
10. Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya)
11. Menurunnya kualitas birokrasi Indonesia yang terjangkit penyakit Asal Bapak Senang,
hal ini kesalahan paling fatal Orde Baru karena tanpa birokrasi yang efektif negara pasti
hancur.[butuh rujukan]
12. Menurunnya kualitas tentara karena level elit terlalu sibuk berpolitik sehingga kurang
memperhatikan kesejahteraan anak buah.
13. Pelaku ekonomi yang dominan adalah lebih dari 70% aset kekayaaan negara dipegang
oleh swasta
14. Dan lain sebagainya

Krisis finansial Asia


Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia (untuk lebih jelas
lihat: Krisis finansial Asia), disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga
minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh.[butuh rujukan] Rupiah jatuh, inflasi
meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang awalnya dipimpin
para mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang
meluas, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya
untuk masa bakti ketujuh.[butuh rujukan] Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J.
Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.

Pasca-Orde Baru
Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagai tanda akhirnya
Orde Baru, untuk kemudian digantikan "Era Reformasi".[butuh rujukan] Masih adanya tokoh-tokoh
penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada masa Reformasi ini sering membuat
beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru masih belum berakhir. Oleh karena itu Era
Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut sebagai "Era Pasca Orde Baru".
Meski diliputi oleh kerusuhan etnis dan lepasnya Timor Timur, transformasi dari Orde Baru ke
Era Reformasi berjalan relatif lancar dibandingkan negara lain seperti Uni Soviet dan
Yugoslavia.[butuh rujukan] Hal ini tak lepas dari peran Habibie yang berhasil meletakkan pondasi
baru yang terbukti lebih kokoh dan kuat menghadapi perubahan zaman.

Berbagai Peristiwa Penting di Bidang Politik pada Masa


Orde Baru
Dalam melaksanakan langkah-langkah politiknya, Letjen Soeharto berlandaskan pada
Supersemar. Agar dikemudian tidak menimbulkan masalah, maka Supersemar perlu diberi
landasan hukum. Oleh karena itu pada tanggal 20 Juni 1966 MPRS mengadakan sidang umum.
Berikut ini ketetapan MPRS hasil sidang umum tersebut.
1. Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966, tentang Pengesahan dan Pengukuhan Supersemar.
2. Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966, tentang Pemilihan Umum yang dilaksanakan selambat-
lambatnya tanggal 5 Juli 1968.
3. Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966, tentang penegasan kembali Landasan Kebijaksanaan
Politik Luar Negeri Indonesia yang bebas dan aktif.
4. Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966, tentang Pembentukan Kabinet Ampera.
5. Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/1966, tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia
(PKI), dan menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah Indonesia.
Dalam sidang ini, MPRS juga menolak pidato pertanggungjawaban Presiden Soekarno yang
berjudul “Nawaksara” (sembilan pasal), sebab pidato pertanggungjawaban Presiden Soekarno
tidak menyinggung masalah PKI atau peristiwa yang terjadi pada tanggal 30 September 1965.
Selanjutnya MPRS melaksanakan Sidang Istimewa tanggal 7 – 12 Maret 1967. Dalam Sidang
Istimewa ini MPRS menghasilkan empat Ketetapan penting berikut.
1. Ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 tentang pencabutan kekuasaan dari Presiden
Soekarno dan mengangkat Jenderal Soeharto sebagai Pejabat Presiden sampai dipilihnya
presiden oleh MPRS hasil Pemilu.
2. Ketetapan MPRS No. XXXIV/MPRS/1967 tentang peninjauan kembali Ketetapan MPRS No.
I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik Indonesia sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara.
3. Ketetapan MPRS No. XXXV/MPRS/1967 tentang pencabutan Ketetapan MPRS No.
XVII/MPRS/1966 tentang Pemimpin Besar Revolusi.
4. Ketetapan MPRS No. XXXVI/MPRS/1967 tentang pencabutan Ketetapan MPRS No.
XXVI/MPRS/1966 tentang pembentukan panitia penelitian ajaran-ajaran Pemimpin Besar
Revolusi Bung Karno.
Berdasarkan Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966 maka dibentuk Kabinet Ampera pada
tanggal 25 Juli 1966. Pembentukan Kabinet Ampera merupakan upaya mewujudkan Tritura yang
ketiga, yaitu perbaikan ekonomi. Tugas pokok Kabinet Ampera disebut Dwi Dharma yaitu
menciptakan stabilitas politik dan stabilitas ekonomi. Program kerjanya disebut Catur Karya,
yang isinya antara lain:
1. memperbaiki kehidupan rakyat terutama sandang dan pangan,
2. melaksanakan Pemilu,
3. melaksanakan politik luar negeri yang bebas dan aktif untuk kepentingan nasional, dan
4. melanjutkan perjuangan antiimperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan
manifestasinya.
Dengan dilantiknya Jenderal Soeharto sebagai presiden yang kedua (1967-1998), Indonesia
memasuki masa Orde Baru. Selama pemerintahan Orde Baru, stabilitas politik nasional dapat
terjaga. Lamanya pemerintahan Presiden Soeharto disebabkan oleh beberapa faktor berikut.
1. Presiden Soeharto mampu menjalin kerja sama dengan golongan militer dan cendekiawan.
2. Adanya kebijaksanaan pemerintah untuk memenangkan Golongan Karya (Golkar) dalam
setiap pemilu.
3. Adanya penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) sebagai gerakan
budaya yang ditujukan untuk membentuk manusia Pancasila, yang kemudian dikuatkan dengan
ketetapan MPR No II/MPR/1978.
Untuk mewujudkan kehidupan rakyat yang demokratis, maka diselenggarakan pemilihan umum.
Pemilu pertama pada masa pemerintahan Orde Baru dilaksanakan tahun 1971, dan diikuti oleh
sembilan partai politik dan satu Golongan karya. Sembilan partai peserta pemilu tahun 1971
tersebut adalah Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Murba, Nahdlatul Ulama
(NU), Partai Islam Persatuan Tarbiyah Islam (PI Perti), Partai Katolik, Partai Kristen Indonesia
(Parkindo), Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Nasional Indonesia (PNI), dan Partai
Syarikat Islam Indonesia (PSII). Organisasi golongan karya yang dapat ikut serta dalam pemilu
adalah Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar). Sejak pemilu tahun 1971 sampai
tahun 1997, kemenangan dalam pemilu selalu diraih oleh Golkar. Hal ini disebabkan Golongan
Karya mendapat dukungan dari kaum cendekiawan dan ABRI.
Untuk memperkuat kedudukan Golkar sebagai motor penggerak Orde Baru dan untuk
melanggengkan kekuasaan maka pada tahun 1973 diadakan fusi partai-partai politik. Fusi partai
dilaksanakan dalam dua tahap berikut.
1. Tanggal 5 Januari 1963 kelompok NU, Parmusi, PSII, dan Perti menggabungkan diri menjadi
Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
2. Tanggal 10 Januari 1963, kelompok Partai Katolik, Perkindo, PNI, dan IPKI menggabungkan
diri menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Di samping membina stabilitas politik dalam negeri, pemerintah Orde Baru juga mengadakan
perubahan-perubahan dalam politik luar negeri. Berikut ini upayaupaya pembaruan dalam politik
luar negeri.
1. Indonesia Kembali Menjadi Anggota PBB
Pada tanggal 28 September 1966 Indonesia kembali menjadi anggota PBB. Sebelumnya pada
masa Demokrasi Terpimpin Indonesia pernah keluar dari PBB sebab Malaysia diterima menjadi
anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Keaktifan Indonesia dalam PBB ditunjukkan ketika
Menteri Luar Negeri Adam Malik terpilih menjadi ketua Majelis Sidang Umum PBB untuk masa
sidang tahun 1974.
2. Membekukan hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Cina (RRC)
Sikap politik Indonesia yang membekukan hubungan diplomatik dengan RRC disebabkan pada
masa G 30 S/PKI, RRC membantu PKI dalam melaksanakan kudeta tersebut. RRC dianggap
terlalu mencampuri urusan dalam negeri Indonesia.
3. Normalisasi hubungan dengan Malaysia
Pada tanggal 11 Agustus 1966, Indonesia melaksanakan persetujuan normalisasi hubungan
dengan Malaysia yang pernah putus sejak tanggal 17 September 1963. Persetujuan normalisasi
ini merupakan hasil Persetujuan Bangkok tanggal 29 Mei sampai tanggal 1 Juni 1966.
Dalam pertemuan tersebut, delegasi Indonesia dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Adam Malik,
sementara Malaysia dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri/Menteri Luar Negeri Tun Abdul
Razak. Pertemuan tersebut menghasilkan keputusan yang disebut Persetujuan Bangkok
(Bangkok Agreement), isinya sebagai berikut.
a. Rakyat Sabah dan Serawak diberi kesempatan untuk menegaskan kembali keputusan yang
telah mereka ambil mengenai kedudukan mereka dalam Federasi Malaysia.
b. Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan diplomatik.
c. Tindakan permusuhan antara kedua belah pihak akan dihentikan.
4. Berperan dalam Pembentukan ASEAN
Peran aktif Indonesia juga ditunjukkan dengan menjadi salah satu negara pelopor berdirinya
ASEAN. Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik bersama menteri luar negeri/perdana
menteri Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand menandatangi kesepakatan yang disebut
Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967. Deklarasi tersebut menjadi awal berdirinya
organisasi ASEAN.

C. Kebijakan Ekonomi pada Masa Orde Baru


Pada masa Orde Baru, Indonesia melaksanakan pembangunan dalam berbagai aspek kehidupan.
Tujuannya adalah terciptanya masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spirituil
berdasarkan Pancasila. Pelaksanaan pembangunan bertumpu pada Trilogi Pembangunan, yang
isinya meliputi hal-hal berikut.
1. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju terciptanya keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
3. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Pembangunan nasional pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Berdasarkan Pola Dasar Pembangunan
Nasional disusun Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang yang meliputi kurun waktu 25-30
tahun. Pembangunan Jangka Panjang (PJP) 25 tahun pertama dimulai tahun 1969 – 1994.
Sasaran utama PJP I adalah terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat dan tercapainya struktur
ekonomi yang seimbang antara industri dan pertanian. Selain jangka panjang juga berjangka
pendek. Setiap tahap berjangka waktu lima tahun. Tujuan pembangunan dalam setiap pelita
adalah pertanian, yaitu meningkatnya penghasilan produsen pertanian sehingga mereka akan
terangsang untuk membeli barang kebutuhan sehari-hari yang dihasilkan oleh sektor industri.
Sampai tahun 1999, pelita di Indonesia sudah dilaksanakan sebanyak 6 kali. Untuk lebih jelasnya
lihat tabel 13.1.
Dalam membiayai pelaksanaan pembangunan, tentu dibutuhkan dana yang besar. Di samping
mengandalkan devisa dari ekspor nonmigas, pemerintah juga mencari bantuan kredit luar negeri.
Dalam hal ini, badan keuangan internasional IMF berperan penting. Dengan adanya
pembangunan tersebut, perekonomian Indonesia mencapai kemajuan. Meskipun demikian, laju
pertumbuhan ekonomi yang cukup besar hanya dinikmati para pengusaha besar yang dekat
dengan penguasa. Pertumbuhan ekonomi tidak dibarengi dengan pemerataan dan landasan
ekonomi yang mantap sehingga ketika terjadi krisis ekonomi dunia sekitar tahun 1997, Indonesia
tidak mampu bertahan sebab ekonomi Indonesia dibangun dalam fondasi yang rapuh. Bangsa
Indonesia mengalami krisis ekonomi dan krisis moneter yang cukup berat. Bantuan IMF ternyata
tidak mampu membangkitkan perekonomian nasional. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor
penyebab runtuhnya pemerintahan Orde Baru tahun 1998.

D. Runtuhnya Orde Baru dan Lahirnya Reformasi


1. Runtuhnya Orde Baru
Penyebab utama runtuhnya kekuasaan Orde Baru adalah adanya krisis moneter tahun 1997.
Sejak tahun 1997 kondisi ekonomi Indonesia terus memburuk seiring dengan krisis keuangan
yang melanda Asia. Keadaan terus memburuk. KKN semakin merajalela, sementara kemiskinan
rakyat terus meningkat. Terjadinya ketimpangan sosial yang sangat mencolok menyebabkan
munculnya kerusuhan sosial. Muncul demonstrasi yang digerakkan oleh mahasiswa. Tuntutan
utama kaum demonstran adalah perbaikan ekonomi dan reformasi total. Demonstrasi besar-
besaran dilakukan di Jakarta pada tanggal 12 Mei 1998. Pada saat itu terjadi peristiwa Trisakti,
yaitu me-ninggalnya empat mahasiswa Universitas Trisakti akibat bentrok dengan aparat
keamanan. Empat mahasiswa tersebut adalah Elang Mulya Lesmana, Hery Hariyanto,
Hendriawan, dan Hafidhin Royan. Keempat mahasiswa yang gugur tersebut kemudian diberi
gelar sebagai “Pahlawan Reformasi”. Menanggapi aksi reformasi tersebut, Presiden Soeharto
berjanji akan mereshuffle Kabinet Pembangunan VII menjadi Kabinet Reformasi. Selain itu juga
akan membentuk Komite Reformasi yang bertugas menyelesaikan UU Pemilu, UU Kepartaian,
UU Susduk MPR, DPR, dan DPRD, UU Antimonopoli, dan UU Antikorupsi. Dalam
perkembangannya, Komite Reformasi belum bisa terbentuk karena 14 menteri menolak untuk
diikutsertakan dalam Kabinet Reformasi. Adanya penolakan tersebut menyebabkan Presiden
Soeharto mundur dari jabatannya.
Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya
sebagai presiden RI dan menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa
ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde Reformasi.
2. Kondisi Politik pada Masa Pemerintahan Habibie
Ketika Habibie mengganti Soeharto sebagai presiden tanggal 21 Mei 1998, ada lima isu terbesar
yang harus dihadapinya, yaitu:
a. masa depan Reformasi;
b. masa depan ABRI;
c. masa depan daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dari Indonesia;
d. masa depan Soeharto, keluarganya, kekayaannya dan kroni-kroninya; serta
e. masa depan perekonomian dan kesejahteraan rakyat.
Berikut ini beberapa kebijakan yang berhasil dikeluarkan B.J. Habibie dalam rangka menanggapi
tuntutan reformasi dari masyarakat.
a. Kebijakan dalam bidang politik
Reformasi dalam bidang politik berhasil mengganti lima paket undang-undang masa Orde Baru
dengan tiga undang-undang politik yang lebih demokratis. Berikut ini tiga undang-undang
tersebut.
1) UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik.
2) UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.
3) UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan DPR/MPR.
b. Kebijakan dalam bidang ekonomi
Untuk memperbaiki perekonomian yang terpuruk, terutama dalam sektor perbankan, pemerintah
membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Selanjutnya pemerintah
mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak
Sehat, serta UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
c. Kebebasan menyampaikan pendapat dan pers
Kebebasan menyampaikan pendapat dalam masyarakat mulai terangkat kembali. Hal ini terlihat
dari munculnya partai-partai politik dari berbagai golongan dan ideologi. Masyarakat bisa
menyampaikan kritik secara terbuka kepada pemerintah. Di samping kebebasan dalam
menyatakan pendapat, kebebasan juga diberikan kepada pers. Reformasi dalam pers dilakukan
dengan cara menyederhanakan permohonan Surat Izin Usaha Penerbitan (SIUP).
d. Pelaksanaan Pemilu
Pada masa pemerintahan Habibie, berhasil diselenggarakan pemilu multipartai yang damai dan
pemilihan presiden yang demokratis. Pemilu tersebut diikuti oleh 48 partai politik. Keberhasilan
lain masa pemerintahan Habibie adalah penyelesaian masalah Timor Timur. Usaha Fretilin yang
memisahkan diri dari Indonesia mendapat respon. Pemerintah Habibie mengambil kebijakan
untuk melakukan jajak pendapat di Timor Timur. Referendum tersebut dilaksanakan pada
tanggal 30 Agustus 1999 di bawah pengawasan UNAMET. Hasil jajak pendapat tersebut
menunjukkan bahwa mayoritas rakyat Timor Timur lepas dari Indonesia. Sejak saat itu Timor
Timur lepas dari Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 2002 Timor Timur mendapat kemerdekaan
penuh dengan nama Republik Demokratik Timor Leste dengan presidennya yang pertama
Xanana Gusmao dari Partai Fretilin

PROSES BERAKHIRNYA PEMERINTAHAN ORDE BARU


MENUJU REFORMASI

Keberhasilan pemerintaha Orde Baru dalam melaksanakan pembangunan ekonomi, harus diakui
sebagai suatu prestasi besar bangsa Indonesia. Indikasi keberhasilan itu antara lain tingkat GNP
(Gross National Product) pada tahun 1977 mencapai US$1200 dengan pertumbuhan ekonomi
sebesar 7% dan inflasi di bawah 3%. Ditambah lagi dengan meningkatnya sarana dan prasaran
fisik infrastruktur yang dapat dinikmati oleh sebagian masyarakat Indonesia.

Namun, keberhasilan ekonomi maupun infrastruktur Orde Baru ternyata kurang diimbangi
dengan pembangunan mental (character building). Akibatnya terjadi krisis multidimensi yaitu:

1. Krisis Politik
Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya akan menimbulkan permasalahan politik.
Ada kesan kedaulatan rakyat berada di tangan sekelompok tertentu, bahkan lebih banyak
dipegang oleh para penguasa.

Keadaan seperti ni mengakibatkan munculnya rasa tidak percaya terhadap institusi pemerintah,
DPR, dan MPR. Ketidakpercayaan itulah yang menimbulkan munculnya gerakan reformasi.
Kaum reformis yang dipelopori oleh kalangan mahasiswa yang didukung oleh para dosen serta
para rektornya mengajukan tuntutan untuk mengganti presiden, reshulffe cabinet, dan menggelar
Sidang Istimewa MPR dan melaksanakan pemilihan umum secepatnya. Gerakan reformasi
menuntut untuk dilakukan reformasi total di segala bidang, termasuk keanggotaan DPR dan
MPR yang dipandang sarat dengan nuansa KKN.

Gerakan Reformasi juga menuntut agar dilakukan pembaharuan terhadap lima paket indang-
undang politik yang dianggap menjadi sumber ketidakadilan, di antaranya:

 UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum.


 UU No. 2 Tahun 1985 tentang Susunan, Kedudukan, Tugas dan Wewenang DPR/MPR.
 UU No. 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya.
 UU No. 5 tahun 1985 tentang Referendum.
 UU No. 8 tahun 1985 tentang Organisasi Massa.

Namun, setahun sebelum pemilihan umum yang diselenggarakan pada bulan Mei 1997, situasi
politik dalam negeri Indonesia mulai memanas. Pemerintah Orde Baru yang didukung oleh
Golongan Karya (Golkar) berusaha untuk memenangkan secara mutlak seperti pada pemilu
sebelumnya. Sementara itu, tekanan-tekana terhadap pemerintah Orde Baru di masyarakat
semakin berkembang baik dari kalangan politisi, cendikiawan, maupun kalangan kampus.

Keberadaan partai-partai politik yang ada di legislatif seperti Parta Persatuan Pambangunan
(PPP), Golongan Karya (Golkar), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI), dianngap tidak mampu
menampung dan memperjuangkan aspirasi rakyat. Krisis politik sebagai factor penyebab
terjadinya gerakan reformasi itu, menyebabkan munculnya tuntutan masyarakat yang
menghendaki reformasi baik dalam kehidupan masyarakt, maupun pemerintahan di Indonesia.
Masyarakat juga menginginkan agar dilaksanakan demokratisasi dalam kehidupan social,
ekonomi, dan politik. Di samping itu, masyarakat juga menginginkan aturan hukum ditegakkan
dengan sebenar-benarnya serta dihormatinya hak-hak asasi manusia.

Di dalam kehidupan politik, masyarakat beranggapan bahwa tekanan pemerintah terhadap


oposisi sangat besar, terutama terlihat dari perlakuan keras terhadap setiap orang atau kelompok
yang menentang atau memberikan kritik terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah.

2. Krisis Hukum

Pelaksanaan hukum pada masa pemerintahan Orde Baru terdapat banyak ketidakadilan.
Misalnya, kekuasaan kehakiman yang dinyatakan pada pasal 24 UUD 1945 bahwa kehakiman
memiliki kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pamerintah (ekskutif). Namun,
pada kenyataanya kekuasaan kehakiman berada di bawah kekuasaan eksekutif. Oleh karena itu,
pengadilan sangat sulit mewujudkan keadilan bagi rakyat, karena hakim harus melayani
kehendak penguasa. Bahkan hukum sering dijadikan sebagai alat pembenaran atas tindakan dan
kebijakan pemerintah. Seringkali terjadi rekayasa dalam proses peradilan, apabila peradilan itu
menyangkut diri penguasa, keluarga kerabat atau para pejabat Negara.

Sejak gerakan reformasi muncul, masalah hukum juga menjadi salah satu tuntutannya.
Masyarakat menghendaki adanya reformasi di bidang hukum agar dapat mendudukkan masalah-
masalah hukum pada kedudukan atau posisi yang sebenarnya. Reformasi hukum harus
secepatnya dilakukan karena merupakan tuntunan agar siap menyongsong era keterbukaan
ekonomi dan globalisasi.

3. Krisis Ekonomi

Krisis moneter yang melanda Negara-negara di Asia Tenggara sejak bulan Juli 1996, juga
mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Krisi ekonomi Indonesia berawal dari
melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.

Ketika nilai tukar rupiah semakin melemah, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0%
dan berakibat pada iklim bisnis yang semakin bertambah lesu. Kondisi moneter Indonesia
mengalami keterpurukan yaitu dengan likuidasinya sejumlah bank pada akhir tahun 1997.

Dalam perkembangan berikutnya, nilai rupiah melemah dan menembus angka Rp 10000,- per
dollar AS. Kondisi ini semakin diperparah oleh para spekulan valuta asing baik dari dalam
maupun luar negeri yang memanfaatkan keuntungan sesaat, sehingga kondisi ekonomi nasional
semakin bartambah buruk.

Memasuki tahun anggaran 1998/1999, krisis moneter telah mempengaruhi aktivitas ekonomi
lainnya. Banyak perusahaan yang tidak mampu membayar utang luar negerinya yang telah jatuh
tempo. Bahkan, banyak perusahann yang mengurangi atau menghentikan sama sekali
kegiatannya. Angka pengangguran meningkat, sehingga daya beli dan kualitas hidup masyarakat
pun semakin bertambah rendah.

Kondisi perekonomian semakin memburuk karena pada akhir pada tahun 1997 persediaan
sembilan bahan pokok (sembako) di pasaran mulai menipis. Kelaparan dan kekurangan makanan
mulai melanda masyarakat, seperti di irian Barat, Nusa Tenggara Timur, dan termasuk di
beberapa daerah di Pulau jawa.

Factor lain yang menyebabkan krisi ekonomi Indonesia tidak terlepas dari masalah utang luar
negeri, penyimpangan terhadap Pasal 33 UUD 1945, dan pola pemerintahan yang sentralistik.

4. Krisis Kepercayaan

Krisis multidimensi yang melanda bangsa Indonesia telah mengurangi kepercayaan masyarakat
terhadap kepemimpinan Presiden Soeharto. Berbagai aksi damai dilakukan para mahasiswa dan
masyarakat. Demonstrasi yang dilakukan oleh para mahasiswa itu semakin bertambah gencar
setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggl 4
Mei 1998. puncak aksi para mahasiswa it terjadi tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti
Jakarta. Aksi mahasiswa yang semula damai itu berubah menjadi aksi kekerasan setelah
tertembaknya empat orang mahasiswa Trisakti yaitu Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto,
Hendriawan Lesmana, dan Hafihin Royan. Tidak sedikit para demonstran yang mengalami luka
ringan hingga luka parah akibat bentrokan dengan aparat yang berusaha membubarkan
demostrasi mahasiswa tersebut.

Tragedi Trisakti mendorong munculnya solidaritas kalangan kampus dan masyarakat yang
menentang kebijakan pemerintah yang dipandang tidak demokratis dan tidak merakyat. Tragedi
Trisakti juga menyulut aksi kerusuhan dan penjarahan tanggal 13 &14 Mei 1998 yang terjadi di
Jakarta dan sekitarnya. Selain itu, juga terjadi kerusuhan di beberapa wilayah lain di Indonesia.
Ketika terjadi aksi anarkis tersebut, ribuan tempat tinggal pertokoan, kantor, dan kendaraan-
kendaan terutama milik keturunn China dibakar. Bahkan banyak mayat-mayat yang telah
terbakar ditemukan di pusat-pusat pertokoan. Keadaan seperti ini juga menyebabkan kehidupan
masyarakat perkotaan diliputi oleh suasana kecemasan, rasa takut, dan tidak tentram.

Pada tanggal 15 Mei 1998 Presiden Soeharto kembali ke Indonesia setelah dua hari berada di
Mesir untuk menghadri KTT G-15. Masyarakat menuntut pertanggungjawaban atas peristiwa
Mei kelabu kepada Presiden Soeharto. Dan desakan agar Presiden Soeharto mengundurkan diri
semakin banyak disampaikan baik dari kalangan mahasiswa, pihak oposisi, bahkan dari orang-
orang terdekatnya.

Rencana kunjungan mahasiswa ke Gedung DPR/MPR untuk melakukan dialog dengan para
pemimpin DPR/MPR akhirnya berubah menjadi mimbar bebas. Mereka memilih untuk tetap
tinggal di gedung wakil rakyat tersebut sebelum tuntutan reformasi total dipenuhinya. Kehadiran
para mahasiswa di Gedung MPR/DPR itu mengundang lebih banyak lagi para mahasiswa untuk
datang ke gedung tersebut. Tekanan-tekanan para mahasiswa lewat demonstrasi agar Presiden
Soeharto mengundurkan diri akhirnya mendapat tanggapan dari Harmoko sebagai pimpinan
DPR/MPR. Pada tanggal 18 Mei 1998, pimpinan DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar
Presiden Soeharto mengundurkan diri. Malam harinya, pimpinan ABRI menganggap bahwa
himbauan itu merupakan pendapat individu pimpinan DPR/MPR yang disampaikan secara
kolektif. Ketidakjelasan sikap elite politik nasional telah mengundang semakin banyaknya
jumlah mahasiswa dan massa lainnya untuk datng ke Gedung DPR/MPR.

Kondisi dan situasi politik nasional yang panas telah mengakibatkan nilai tukar mata uang rupiah
terhadap dollar Amerika Serikat semakin lemah dikarenakan perekonomian terhenti akibat
adanya jaminan keamanan. Pada tanggal 19 Mei 1998 nilai tukar rupiah menembus angka
Rp15000,- per dollar AS. Untuk menyikapi hal ini, Presiden Soeharto mengadakan pertemuan
dengan tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat di Jakarta. Kemudian Presiden
mengumumkan tentang Dewan Reformasi, melakukan perubahan kabinet, segera melakukan
pemilihan umum dan tidak bersedia dicalonkan kembali sebagai presiden.

Dalam perkembangannya, upaya pembentukan Dewan Reformasi dan perubahan kabinet tidak
dapat dilakukan, karena sebagian besar mereka yang duduk dalam Dewan Reformasi itu menolak
masuk ke dalam dewan tersebut. Begitu pula seorang menteri Kabinet Pembangunan VII
menyatakan mengundurkan diri dari jabatannya.
Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan mengundurkan diri / berhenti
sebagai Presiden Republik Indonesia dan menyerahkan jabatan presiden kepada Wakil Presiden
Republik Indonesia, B.J. Habibie dan langsung diambil sumpahnya oleh Mahkanah Agung,
sebagai Presiden RRepublik Indonesia yang baru di Istana Negara.

1. A. Reformasi

Reformasi merupakan suatu perubahan tatanan perikehidupan lama dengan tatanan


perikehidupan yang baru dan secara hukum menuju ke arah perbaikan. Gerakan reformasi yang
terjadi di Indonesia tahu 1998 merupakan suatu gerakan untuk mengadakan pembaharuan dan
perubahan, terutama perbaikan dalam bidang politik, social, ekonomi, dn hukum.

Masalah yang sangat mendesak, adalah upaya untuk mengatasi kesulitan masyarakat banyak
tentang masalah kebutuhan pokok (sembako) dengan harga terjangkau oleh rakyat. Pada waktu
itu, harga kebutuhan pokok rakyat sempat melejit tinggi, bahkan warga masyarakat harus antri
untuk membelinya.

Beberapa agenda reformasi yang disuarakan para mahasiswa antara lain sebagai berikut.

 Adili Soeharto dan kroni-kroninya.


 Amandemen UUD 1945.
 Penghapusan Dwifungsi ABRI.
 Otonomi daerah yang seluas-luasnya.
 Supremasi hukum.
 Pemerintahan yang bersih dari KKN.

B.Berkuasanya Pemerintahan Reformasi

Mundurnya Suharto kemudian segera digantikan oleh B.J. Habibie yang sebelumnya
menjabat sebagai wakil Presiden namun, naiknya B.J.Habibie kekursi presiden RI tidak secara
bulat dapat diterima oleh semua kelompok masyarakat.

Dalam kurun waktu satu tahun, pemerintahan B.J.Habibie telah mengadakan pembaharuan
politik maupun ekonomi. Upaya-upaya pembaharuan tersebut, antara lain, Kebeasan pers,
pelepasan narapidana politik, kebebasan mendirikan partai politik, penyelenggaraan siding
istimewa MPR November 1998, pelaksanan pemilu 7 juni 1999, program rekafitulasi perbankan
pemisihan kepolisian dan TNI, dan memberikan otonomi yang luas bagi propinsi timor timur.

Untuk melegakan jalan menuju reformasi politik serta menyelesaikan sejumlah persoaalan yang
menyangkut hak asasi manusia dan supremasi hukum, maka pada 10-14 november 1998
dilaksanakan sidang istimewa MPR.
Pada 7 juni 1999, diselenggarakan pemilihan umum anggota DPR yang diikuti 48 partai.
Namun, hasil pemilu tersebut tetap belum bias mengakhiri peran TNI/Polri dalam politik formal
legislatif karena, fraksi TNI/Poli sudah mendapat jatah 38 kursi DPR.

Dari hasil pemilu anggota DPR itu disusunlah keanggotaan MPR yang berjumlah 700 orang
dengan komposisi 500 anggota berasal dari DPR dan 200 orang anggota berasal dari seleksi
utusan daerah dan utusan golongan. Penyusunan anggota MPR ini menghasilkan 11 fraksi.
Amien Rais ketua MPR, sedangkan Akbar Tandjung terpilih sebagai ketua DPR.

Pada 19 Oktober 1999, dilaksanakan Sidang Umum MPR untuk mengambil keputusan melalui
pemungutan suara terhadap pidato pertanggungjawaban Presiden B.J. Habibie yang telah
disampaikan pada 16 Oktober 1999. Hasil dari SU MPR tersebut menunjukkan 355 suara
menolak, 322 suara menerima, 9 suara abstain, dan 4 suara tidak sah. Salah satu faktor penting
yang mengakibatkan ditolaknya pidato pertanggungjawaban tersebut, yaitu indicator yang
digunakan dalam pidato tersebut dinilai tersebut dinilai kalangan pegamat ekonomi tidak akurat
dan cenderung manipulatif.

SU MPR diakhiri dengan melaksanakan pemilihan presiden dan wakil presiden yang akan
menggantikan pemerintahan B.J. Habibie. Dalam pemilihan tersebut, MPR menyeleksi tiga
kandidat presiden, yaitu Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri, dan Yusril
Ihza Mahendra. Namun, sebelum pemungutan suara dilakukan, Yusril menyatakan mundur dari
pencalonan. Hasilnya, Gusdur keluar sebagai pemenang dengan meraih 373 suara dan megawati
merebut 313 suara. Lima suara lainnya abstain. Adapun megawati menjadi wakil presiden RI
setelah sebelumnya mengumpulkan 396 suara dalam pemumutan suara mengalahkan Hamzah
haz yang hanya memperoleh 284 suara. Jendral Wiranto dan Akbar tanjung mengundurkan diri
dari pencalonan wakil presiden. Pelantikan Abdurahman wahid dilaksanakan pada 20 oktober
1999, sedangkan pelantikan megawati dilaksnakan pada 21 oktober 1999. Selain telah berhasil
mengangkat presiden dan wakil presiden yang baru, SU MPR yang berlangsung dari 1-21
oktober 1999, juga telah berhasil menetapkan 9 ketetapan MPR dan mengamdemen UUD 1945
untuk pertamakalinya.

Kabinet presiden Abdurahman wahid diberi nama Kabinet Persatuan Nasional. Komposisi
cabinet ini merupakan gabungan dari para tokoh propesiional dan para tokoh partai pendukung
pemerintahan koalisi. Pembentukan cabinet baru tersebut disambut baik oleh masyarakat.
Besarnya dukungan terhadap cabinet baru ini salah satunya bisa dilihat dari menguatnya nilai
tukar rupiah terhadap dolar AS hingga mencapai Rp. 7000,00.

Tidak jauh berbeda dengan pemerintahan sebelumnya, pemerintahan Abdurahman wahid juga
dihadapkan pada berbagai persoalan. Salah satu persoalan yang muncul adalah terjadinya
pertentangan dengan lembaga legislative. Dalam hal ini DPR mengeluarkan memorandum 1 dan
memorandum II kepada presiden yang berkenaan dengan masalah bruneigate dan buloggate 1.
Inti kedua memorandum tersebut iyalah peringatan agar presiden mengubah kinerja
pemerintahannya dan kembali terfokus pada program kerja pemerintahannya sesuai amanat
GBHN. Puncak pertentangan tersebut adalah pengagendaan sidang istimewa MPR pada 1-7
agustus 2001 yang akan meminta pertanggung jawaban presiden atas kinerja pemerintahannya.
Rencana SI MPR tersebut mengundang tanggapan yang pro dan kontra. Kalangan yang pro
menganggap SI MPR perlu diadakan sebagai sarana pertanggung jawaban presiden terhadap
kinerja pemerintahannya selama ini. Adapun kalangan yang kontra menganggap SI MPR illegal
dan tidak konstitusional sementara itu, untuk menyalesaikan masalah dengan lembaga
legislative, presiden Abdurahman wahid melakukan upaya komfromi politik dengan
menyelenggarakan pertemuan antar pimpinan partai politik pada 7 juli 2001. Namun, pertemuan
tersebut hanya dihadiri oleh pimpinan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Pada saat yang genting
tersebut, pada 20 juli 2001 pukul 17.45, presiden Abdurahman wahid mengangkat komisaris
Jendral (Pol) Chaerudin Ismail sebagai pemangku sementara jabatan Kapolri. Selanjutnya
presiden mengadakan konfrensi pers pada pukul 18.00. ia menyatakan bahwa apabila sampai 31
juli 2001 tidak ada penyelesaian masalah ia akan menetapkan Negara dalam keadaan darurat
konstitusi. Konfromi politik yang dimaksud ialah MPR sepakat tidak akan mengeluarkan
rancangan ketetapan MPR tentang pertanggung jawaban presiden dalam SI MPR.

Tindakan ini mengundang reaksi dari MPR yang menganggap pengangkatan tersebut melanggar
haluan Negara dan membahayakan keselamatan Negara. Presiden dinilai telah menciptakan
dualisme kepemimpinan ditubuh polri. Malalm itu juga, pukul 21.10, MPR mengadakan rapat
pimpinan. Rapat tersebut memutuskan mempercepat SI MPR menjadi 21 juli 2001 pukul 10.00
dan mengundang presiden untuk memberikan pertanggunga jawabannya pada 23 juli 2001.

Menanggapi tindakan tersebut, presiden menjawab dengan menegaskan bahwa ia tidak akan
datang dalm SI MPR yang dipercepat karena sidang itu melanggar tatatertib MPR sehingga tidak
sah dan illegal. Presiden juga menegaskan dirinya tidak akan mengundurkan diri dari jabatannya
karena ia harus mempertaruhkan UUD 1945. Meskipun demikian, presiden tetap mengharapkan
terjadinya komfromi politik secara damai.

Sementara itu, sejumlah pimpinan partai poliitik datang kekediaman wakil presiden pada 22 juli
2001. Pertemuan tersebut merupakan upaya memberikan dorongan moril kepada Megawati
Sukarno Putri, untuk maju ke tampuk kepeminpinan nasional. Perkembangan tersebut
mendorong presiden Abdurahman wahid mengeluarkan dekrit pada 23 juli 2001 pukul 01.10
malam. Pada 23 juli 2001, pukul 08.00, SI MPR memutuskan bahwa dekrit yang dikeluarkan
presiden telah melanggar haluan Negara. Hal ini diperkuat oleh fatwa dari Mahkamah agung
yang dibacakan langsung pada sidang tersebut.

Melalui persidangan yang rumit akaibat berbagai interupsi tentang teknik perumusan masalah,
delapan dari sepuluh fraksi MPR yang beranggotakan 599 orang akhirnya setuju dengan
pemberhentian Abdurahman Wahid dari kursi Presiden dan mengangkat Megawati Sukarno Putri
sebagai presiden. Pengangkatan tersebut didasarkan pada Tap MPR No. III/MPR/2001. Masa
jabatannya terhitung dari mulai diucapkannya sumpah jabatan sampai dengan habis sisa
jabatannya pada 2004. Pada, 9 agustus 2001, presiden akhirnya mengumumkan komposisi
kabinetnya yang di berinama Kabinet Gotong Royong. Adapun Hamzah Haz terpilih sebagai
wakil presiden setelah memperoleh suara terbanyak dalam pemungutan suara yang dilakukan
dengan system voting secara tertutup pada tanggal 26 juli 2001.

1. C. Hubungan Masa Orde Baru dengan Masa Kini (Reformasi)


Pemerintah dan seluruh masyarakat harus mengambil pelajaran dari masa orde baru dan berusaha
memperbaiki kesalahan,keburukan, dan kekurangan pada masa orde baru seperti, pengekangan
terhadap kebebasan berpendapat, ketidakadilan dalam hukum, dan ambruknya prekonomian.

1. 1. Politik

Pada masa orde baru kebebasan berpendapat dikekang. Sedangkan pada masa reformasi, orang
bebas mengemukakan pendapatnya dimuka umum baik dalam rapat-rapat umum maupun unjuk
rasa atau demonstrasi. Namun, tentu saja harus sesuai dengan aturan yang berlaku.

Pada masa orde baru pola pemerintahan bersifat sentralistis. Sedangkan pada masa reformasi
pola pemerintahan menjadi disentralistis, hal ini menimbulkan kepuasan pemerintah daerah dan
rakyat di daerah terhadap pemerintah pusat. Karena hal ini akan lebih adil dan akan
mempercepat pemerataan dan pembangunan di daerah.

1. 2. Hukum

Pada masa orde baru hukum seakan menjadi milik para penguasa, hukum dijalankan tidak adil
dan carut marut tapi, pada masa reformasi hukum mulai ditata dengan baik dan tidak memihak.
Pemerintah pun menunjukan keseriusannya dalam bidang hukum salah satunya dengan
membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hasil dari pembentukan KPK ini sudah
terlihat dengan banyaknya para koruptor yang ditangkap.

1. 3. Ekonomi

Pemerintah pada masa reformasi berupaya memperbaiki kesejahteraan rakyat pasca krisis
moneter pada masa akhir kekuasaan orde baru dengan menggarap lima sector kebijakan yaitu:

1. Perluasan lapangan kerja secara terus-menerus melalui infestasi dalam dan luar negeri
seefisien mungkin .
2. Penyediaan barang-barang kebutuhan pokok sehari-hari untuk memenuhi permintaan
pada harga yang terjangkau.
3. Penyediaan fasilitas umum seperti rumah, air minum, listrik, bahan bakar, komunikasi,
angkutan dengan harga yang terjangkau.
4. Penyediaan ruang sekolah, guru dan buku-buku untuk pendidikan umum dengan harga
terjangkau.
5. Peyediaan klinik, dokter dan obat-obatan untuk kesehatan umum dengan harga yang
terjangkau pula.

Sejak jatuhnya Suharto dan naiknya Habibie menjadi presiden, terpilihnya presiden Abdurahman
wahid dan Megawati sukarno putri yang naik menggantikan Gus Dur bertugas untuk
meningkattkan kesejahteraan kehidupanm rakyat dengan meningkatkan kehidupan ekonomi
masyarakat. Namun, dengan kondisi perekonoomian Negara yang ditinggalkan oleh
pemerintahan Suharto, tidak mungkin dapat diatasi oleh seorang presiden dalam waktu yang
singkat. Oleh sebab itu, untuk mengatasi krisis, presiden sebagai pemegang kekuasaan
pemerintahan RI, memerlukan penyelesaian secara bertahap berdasarkan skala prioritas. Bahkan,
dalam upaya penyelesaian krisis ekonomi setiap komponen bangsa memiliki peran dan
tanggungjawab yang sama.

DAFTAR PUSTAKA

Supriatna,Nana, M.Ed.,Dr., 2009.Perkembangan Masyarakat Indonesia. Bandung: Jurusan


Pendidikan IPS FPIPS UPI.

Badrika,Wayan I, M.SI.,Drs., 2006.Sejarah. Jakarta: Erlangga.

Kartodirjo, Sartono. 1975. Sejarah Nasional. Jakarta: Widjaja.

http://www.crayonpedia.org/

http://www.Sejarah Indonesia.com/

http://Kategori Orde Baru.com/

Berakhirnya Orde Baru: Krisis Ekonomi dan Gerakan


Reformasi
Perjalanan sejarah Orde Baru yang panjang, Indonesia dapat melaksanakan pembangunan dan
mendapat kepercayaan dari dalam maupun luar negeri. Rakyat Indonesia yang menderita sejak
tahun 1960- an dapat meningkat kesejahteraannya. Akan tetapi keberhasilan pembangunan pada
waktu itu tidak merata karena terjadi kesenjangan sosial ekonomi yang mencolok antara si kaya
dan si miskin. Bahkan Orde Baru ingin mempertahankan kekuasaannya terus menerus dengan
berbagai cara. Hal ini menimbulkan berbagai efek negatif. Berbagai bentuk penyelewengan
terhadap nilai- nilai Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945 itu disebabkan oleh adanya
tindak korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Sejak pertengahan tahun 1996 situasi politik di
Indonesia memanas. Golongan Karya yang berkeinginan menjadi mayoritas tunggal (Single
Majority) mendapat tekanan dari masyarakat. Masyarakat menuntut adanya perubahan di bidang
politik, ekonomi, demokratisasi dalam kehidupan sosial serta dihormatinya hak asasi manusia.
Hasil Pemilihan Umum 1997 yang dimenangkan Golkar dan menguasai DPR dan MPR banyak
mengandung unsur nepotisme. Terpilihnya Jenderal Purnawirawan Soeharto sebagai Presiden RI
banyak mendapat reaksi masyarakat. Sedangkan pembentukan Kabinet Pembangunan VII
dianggap berbau Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN).

Pada saat memanasnya gelombang aksi politik tersebut Indonesia dilanda krisis ekonomi sejak
pertengahan tahun 1997 sebagai pengaruh krisis moneter yang melanda wilayah Asia Tenggara.
Harga-harga kebutuhan pokok dan bahan pangan membumbung tinggi dan daya beli rakyat
rendah. Para pekerja di perusahaan banyak yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
sehingga semakin menambah pengangguran. Hal ini diperparah lagi dengan tindakan para
konglomerat yang menyalahgunakan posisinya sebagai pelaku pembangunan ekonomi. Mereka
menambah hutang tanpa kontrol dari pemerintah dan masyarakat. Akibatnya perekonomian
mengalami krisis, nilai rupiah terhadap dollar merosot tajam hampir Rp.15.000,00 per dollar AS.
Perbankan kita menjadi bangkrut dan banyak yang dilikuidasi. Pemerintah banyak mengeluarkan
uang dana untuk Kredit Likuidasi Bank Indonesia (KLBI) sehingga beban pemerintah sangat
berat. Dengan demikian kondisi ekonomi di Indonesia semakin parah.

melihat kondisi bangsa Indonesia yang merosot di berbagai bidang tersebut maka para
mahasiswa mempelopori demonstrasi memprotes kebijakan pemerintah Orde Baru dengan
menentang berbagai praktek korupsi, kolusi nepotisme (KKN). Kemarahan rakyat terhadap
pemerintah memuncak pada bulan Mei 1998 dengan menuntut diadakannya reformasi atau
perubahan di segala bidang baik bidang politik, ekonomi maupun hukum. Gerakan reformasi ini
merupakan gerakan untuk menumbangkan kekuasaan Orde Baru yang telah mengendalikan
pemerintahan selama 32 tahun. Pada awal Maret 1998 Kabinet Pembangunan VIII dilantik, akan
tetapi kabinet ini tidak membawa perubahan ke arah kemajuan. Oleh karena itu rakyat
menghendaki perubahan ke arah yang lebih baik di berbagai bidang kehidupan baik bidang
politik, ekonomi, hukum maupun sosial budaya. Pada awal Mei 1998 mahasiswa mempelopori
unjuk rasa menuntut dihapuskannya KKN, penurunan harga-harga kebutuhan pokok, dan
Soeharto turun dari jabatan Presiden. Ketika para mahasiswa melakukan demonstrasi pada
tanggal 12 Mei 1998 terjadilah bentrokan dengan aparat kemananan. Dalam peristiwa ini
beberapa mahasiswa Trisakti cidera dan bahkan tewas. Di antara mahasiswa Trisakti yang tewas
adalah Elang Mulya Lesmana, Hery Hartanto, Hendriawan Sie, dan Hafidhin Royan.
Pada tanggal 13-14 Mei 1998 di Jakarta dan sekitarnya terjadi kerusuhan massa dengan
membakar pusat-pusat pertokoan dan melakukan penjarahan. Pada tanggal 19 Mei 1998 puluhan
ribu mahasiswa menduduki gedung DPR/MPR. Mereka menuntut Soeharto turun dari jabatan
presiden akan tetapi Presiden Soeharto hanya hanya mereshufle kabinet. Hal ini tidak
menyurutkan tuntutan dari masyarakat. Pada tanggal 20 Mei 1998 Soeharto memanggil tokoh-
tokoh masyarakat untuk memperbaiki keadaan dengan membentuk Kabinet Reformasi yang akan
dipimpin oleh Soeharto sendiri. Tokoh-tokoh masyarakat tidak menanggapi usul Soeharto
tersebut. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyerahkan kekuasaannya
kepada wakilnya, B.J. Habibie. Selanjutnya B.J. Habibie dilantik sebagai Presiden RI
menggantikan Soeharto. Pada masa pemerintahan B.J. Habibie kehidupan politik mengalami
perubahan, kebebasan berserikat telah dibuka terbukti banyak berdiri partai politik. Pada bulan
November 1998 dilaksanakan Sidang Istimewa MPR yang menghasilkan beberapa keputusan di
antaranya adalah tentang pelilihan umum secepatnya. Selanjutnya Pemilihan Umum setelah
berakhirnya Orde Baru dilaksanakan pada tanggal 7 Juni 1998 yang diikuti oleh 48 partai politik.
Pada Pemilu kali ini suara terbanyak diraih oleh Partai Demokrasi Perjuangan (PDIP). Dalam
Sidang Umum MPR yang dilaksanakan pada bulan Oktober 1999 terpilihlah K.H. Abdurrahman
Wahid sebagai Presiden RI dan Megawati Sukarno Putri sebagai Wakil Presiden.
Masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid tidak berlangsung lama dan diwarnai
pertentangan dengan lembaga legislatif. Karena keadaan dianggap membahayakan keselamatan
negara maka MPR mengadakan Sidang Istimewa pada tanggal 21 Juli 2001. Hasil sidang
tersebut memutuskan memberhentikan Presiden Abdurrahman sebagai Presiden dan melantik
Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden Indonesia. Masa jabatan Presiden Megawati
Soekarnoputri hingga pemilihan umum yang direncanakan pada tahun 2004. Kepemimpinan
Presiden Megawati Soekarnoputri didampingi oleh Hamzah Haz yang terpilih sebagai voting
(pemungutan suara). Pada masa pemerintahan Presiden Megawati ada kemajuan dari luar
maupun dari dalam negeri. Akan tetapi dengan adanya kesulitan ekonomi sejak tahun 1997, pada
masa pemerintahan ini belum bisa memulihkan keadaan seperti sebelum krisis ekonomi. Masa
pemerintahan Presiden Megawati berakhir sampai diselenggarakannya Pemilihan Umum tahun
2004. Pada tanggal 5 April 2004 dilaksanakan pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Pusat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada tingkat propinsi dan pada
tingkat kota atau kabupaten. Adapun hasil pemilu legislatif pada tingkat pusat sebagai berikut.

Tabel 14.1 Perolehan Suara Pemilu 2004


Pemilihan Umum untuk memilih presiden secara langsung dilaksanakan dua kali putara. Putaran
pertama pada tanggal 5 Juli 2004 dan putaran kedua pada tanggal 20 September 2004. Terpilih
sebagai presiden adalah Susilo Bambang Yudhoyono dan sebagai wakil presiden Jusuf Kalla.
Pemilihan Presiden dan wakil presiden oleh rakyat secara langsung ini merupakan pertama kali
dalam sejarah di Indonesia. Sistem ini merupakan salah satu hasil dari gerakan reformasi di
Indonesia.

http://pernakperniksejarah.blogspot.co.id/2013/09/proses-berakhirnya-pemerintah-orde-
baru.html
Masa Pemerintahan B.J Habibie
Turunnya Soeharto dari jabatan kepresidenan pada tanggal 21 Mei 1998 menjadi awal lahirnya
era Reformasi di Indonesia. Perkembangan politik ketika itu ditandai dengan pergantian presiden
di Indonesia. Seperti telah di bahas pada Kronologi reformasi indonesia tahun 1998,
bahwa Segera setelah Soeharto mengundurkan diri, Mahkamah Agung mengambil sumpah
Baharuddin Jusuf Habibie sebagai presiden.

Masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie berlangsung dari tanggal 21 Mei 1998 sampai 20
Oktober 1999. Pengangkatan Habibie sebagai presiden ini memunculkan kontroversi di
masyarakat. Pihak yang pro menganggap pengangkatan Habibie sudah konstitusional, sedangkan
pihak yang kontra menganggap bahwa Habibie sebagai kelanjutan dari era Soeharto dan
pengangkatannya dianggap tidak konstitusional.

Pengambilan sumpah beliau sebagai presiden dilakukan di Credential Room, Istana Merdeka.
Dalam pidato yang pertama setelah pengangkatannya, B.J. Habibie menyampaikan hal-hal
sebagai berikut :
1. Mohon dukungan dari seluruh rakyat Indonesia.
2. Akan melakukan reformasi secara bertahap dan konstitusional di segala bidang.
3. Akan meningkatkan kehidupan politik pemerintahan yang bersih dan bebas dari praktik-
praktik KKN.
4. Akan menyusun kabinet yang sesuai dengan tuntutan zaman.

Berikut langkah-langkah yang dilakukan Presiden B.J. Habibie untuk mengatasi keadaan yang
carut-marut dan menciptakan Indonesia baru yang bebas KKN.
1. Membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan
Kabinet Reformasi Pembangunan dibentuk pada tanggal 22 Mei 1998, terdiri atas unsur-unsur
perwakilan dari ABRI, Golkar, PPP, dan PDI. Pada tanggal 25 Mei 1998 diadakan pertemuan
pertama. Pertemuan ini berhasil membentuk komite untuk merancang undang-undang politik
yang lebih longgar, merencanakan pemilu dalam waktu satu tahun dan menyetujui masa jabatan
presiden dua periode. Upaya ini mendapat sambutan positif dari masyarakat.

2. Perbaikan bidang ekonomi


Berikut langkah-langkah yang dilakukan B.J. Habibie agar bangsa Indonesia dapat segera keluar
dari krisis ekonomi.
a. Melakukan rekapitulasi perbankan.
b. Merekonstruksi perekonomian nasional.
c. Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat di bawah Rp 10.000,00.
d. Melikuidasi beberapa bank bermasalah.
e. Melaksanakan reformasi ekonomi seperti yang disyaratkan IMF.

3. Melakukan reformasi di bidang politik


Reformasi di bidang politik yang dilakukan adalah dengan memberikan kebebasan kepada rakyat
Indonesia untuk membentuk partai-partai politik, serta rencana pelaksanaan pemilu yang
diharapkan menghasilkan lembaga tinggi negara yang benar-benar representatif.

B.J. Habibie membebaskan narapidana politik seperti Sri Bintang Pamungkas (mantan anggota
DPR yang dipenjara karena mengkritik Presiden Soeharto) dan Muchtar Pakpahan (pemimpin
buruh yang dituduh memicu kerusuhan di Medan tahun 1994). Beliau juga mencabut larangan
berdirinya serikat-serikat buruh independen. Amnesti pembebasan Sri Bintang Pamungkas dan
Muchtar Pakpahan dikukuhkan dalam keppres No. 80 Tahun 1998.

4. Kebebasan menyampaikan pendapat


Presiden B.J. Habibie mengeluarkan kebijakan untuk membuat Tim Gabungan Pencari Fakta
(TGPF). Tugasnya adalah mencari segala sesuatu yang berhubungan dengan kerusuhan 13-14
Mei 1998 di Jakarta. Ketuanya adalah Marzuki Darusman.

Presiden juga mengeluarkan satu kebijakan yang tertuang dalam undang-undang No. 9 Tahun
1998 yang berisi tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan Tata Cara
Berdemonstrasi. Bentuk penyampaian pendapat di muka umum dapat berupa unjuk rasa atau
demonstrasi, pawai, rapat umum, dan mimbar bebas.
Ketentuan tersebut dinyatakan pada pasal 9 (2) UU No. 9 Tahun 1998. Presiden B.J. Habibie
juga mencabut UU No. II/PNPS/1963 tentang Pemberantasan Aksi Subversi dengan
mengeluarkan UU No. 26 Tahun 1999.

5. Pelaksanaan Sidang Istimewa MPR 1998


Untuk mengatasi krisis politik berkepanjangan, maka diadakan sidang istimewa MPR yang
berlangsung dari tanggal 10-13 November 1998. Menjelang diselenggarakan sidang tersebut
terjadi aksi unjuk rasa para mahasiswa dan organisasi sosial politik.

Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan dilaksanakan pengamanan. Jumlah aparat
yang dikerahkan yaitu polisi dan TNI mencapai 150 SSK (Satuan Setingkat Kompi). Untuk
pertama kalinya pengamanan Sidang Istimewa MPR melibatkan warta sipil yang dikenal dengan
nama Pam Swakarsa. Anggota Pam Swakarsa terdiri dari Forum Umat Islam Penegak Keadilan
dan Konstitusi (Furkon) dengan basis di Masjid Istiqlal, organisasi kepemudaan seperti Pemuda
Pancasila, Banser (GP Ansor), AMPI, FKPPI, dan Kelompok Pendekar Banten.

Dengan adanya tekanan massa yang terus-menerus, akhirnya pada tanggal 13 November 1998
Sidang Istimewa MPR 1998 ditutup. Sidang Istimewa MPR berakhir dengan menghasilkan 12
ketetapan yang diwarnai voting dan aksi walk out. Mengenai kedua belas ketetapan tersebut
selengkapnya silahkan baca di 12 ketetapan Sidang Istimewa MPR 1998

Dari 12 ketetapan tersebut, terdapat empat ketetapan yang memperlihatkan adanya upaya untuk
mengakomodasi tuntutan reformasi. 4 ketetapan tersebut adalah :

 Ketetapan MPR No. VIII Tahun 1998 yang memungkinkan UUD 1945 dapat
diamandemen.
 Ketetapan MPR No. XII Tahun 1998 mengenai Pencabutan Ketetapan MPR No. IV
Tahun 1993 tentang Pemberian Tugas dan Wewenang Khusus Kepada Presiden/
Mandataris MPR dalam Rangka Menyukseskan Pembangunan Nasional sebagai
Pengamalan Pancasila.
 Ketetapan MPR No. XIII Tahun 1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan
Wakil Presiden Maksimal Dua Periode.
 Ketetapan MPR No.VIII Tahun 1998 yang menyatakan Pancasila tidak lagi dijadikan
sebagai asas tunggal. Seluruh organisasi sosial dan politik tidak wajib menjadikan
Pancasila sebagai satu-satunya asas organisasi.

6. Pemilihan umum tahun 1999


Pemilu pertama setelah reformasi bergulir diadakan pada tanggal 7 Juni 1999. Penyelenggaraan
pemilu ini dianggap paling demokratis bila dibandingkan dengan pemilu-pemilu sebelumnya.
Pemilu ini dilaksanakan dengan prinsip luber dan jurdil. Pemilu ini diikuti oleh 48 partai politik
yang telah lolos verifikasi dan memenuhi syarat menjadi OPP (Organisasi Peserta Pemilu) dari
141 partai politik yang mendaftar di Departemen Dalam Negeri.

Pemenang pertama pemilu tahun 1999 adalah PDIP (Megawati Soekarnoputri) yang memperoleh
33,76% suara, posisi kedua diduduki Golkar dengan 22,46% suara, PKB (K.H. Abdurrahman
Wahid) dengan 12,62% suara. Urutan kekempat adalah PPP dengan 10,71% suara, dan
dilanjutkan dengan PAN (Amien Rais) dengan 7,12% suara. Sisa suara tersebar ke-43 partai
lainnya. Hasil pemilu ini menunjukkan tidak ada satu partai pun yang memperoleh suara mutlak.

MPR yang terbentuk melalui hasil pemilu 1999 berhasil menetapkan GBHN, melakukan
amandemen pertama terhadap UUD 1945, serta presiden dan wakil presiden. Pada tanggal 20
Oktober 1999 MPR berhasil memilih K.H. Abdurrahman Wahid sebagai presiden keempat RI
dan sehari kemudian memilih Megawati Soekarnoputri sebagai wakil presiden.

Perkembangan Politik Setelah 21 Mei 1998

Perkembangan Politik Setelah 21 Mei 1998 ( bag 1 )

Berikut hal-hal penting mengenai reformasi di Indonesia setelah 27 Mei 1998

1.Sebab Terjadinya Reformasi

Ada banyak factor yang menyebabkan munculnya Reformasi di Indonesia yang di sebabkan olehadanya
ke tidak adilan di berbagai bidang kehidupan.hal tersebut dapat di lihat sebagai berikut,

a. Munculnya penyelewengan dan penyimpangan yang dilakukan pemerintah order baru terhadap
pancasila dan UUD 1945,seperti adanya budaya KKN (Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme)
penyelewengan dan penyimpangan tersebut direkayasa untuk melindungi kepentingan
penguasa dan merugikan kepentingan rakyat..

b. Pemerintah orde baru tidak secara murni, konsisten, dan konsekuen dalam melaksanakan
pancasila dan UUD 1945 yang diwujudkan dengan munculnya status quo atau mempertahankan
kekuasaannya dengan mengunakan kemenangan Golkar dalam beberapa periode.
c. Pemerintah orde baru bersifat dictator dan militeristik sehinga menekan dan mengekang
kebebasan rakyat dalam mengemukakan aspirasinya.

d. Munculnya krisis ekonomi yang berupa krisis moneter yang menyebabkan kurs mata uang
rupiah rendah terhadap kurs mata uang dollar, sehingga menimbulkan ketidakstabilan
ekonomi, misalnya harga barang pokok naik tetapi langka tersedia di pasaran, akibatnya banyak
masyarakat tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Kondisi perekonomian dalam
negeri Indonesia yang tidak begitu menggembirakan ditambah penyakit korupsi, kolusi, dan
nepotisme telah menyebabkan kondisi ekonomi menjadi makin lemah. Kepercayaan luar negeri
terhadap indonesia makin merosot. Di lain pihak,utang luar negeri makin
menumpuk.pemerintah dan perusahaan tidak mampu membayar utang-utang itu. Pemutusan
hubungan kerja (PHK) terjadi di berbagai perusahaan. Hal ini menambah kesulitan di bidang
moneter dan perekonomian nasional.

e. Munculnya krisis politik yang berupa krisis kepercayaan terhadap pemerintah yang di anggap
tidak mampu untuk memimpin dan memberikan kesejateraan bagi masyarakat, sehingga rakyat
tidak lagi percaya terhadap pemerintah yang menyebabkan kehormatan dan kewibawaan
pemerintah orde baru merosot di mata rakyat. Pada waktu itu, keputusan –keputusan politik
boleh dikatakan sangat di pengaruhi dan di kendalikan oleh lembaga kepresidena. MPR yang
secara de jure memegang kedaulatan rakyat,tetapi secara de facto justru presiden lebih
berkuasa.pemilu ke-4 pada tanggal 9 juni 1992, soeharto kembali dipilih sebagai presiden dan
Try Sutrisno terpilih sebagai wakil presiden. Tahun 1996 kondisi politik di Indonesia makin
meningkat sebab tahun berikutnya, yakni 1997 akan di adakan pemilu. Golkar berusaha keras
untuk mempertahankan mayoritas tunggal di DPR-MPR RI, sementara PPP dan PDI juga
mempersiapkan diri untuk meningkatkan jumlah suaranya. Namun pada saat itu posisi PDI
kurang menguntungkan karena terjadi konflik intern partai, yaitu pertentangan kubu PDI pro
megawati dengan kubu PDI pro suryadi.tanggal 27 juli 1996 terjadi penyerbuan kantor pusat PDI
yang masih di tempati PDI pro megawati oleh PDI pro suryadi.dalam penyerbuan ini banyak
jatuh korban.hal tersebut memengaruhi kehidupan politik secara nasional.mucul banyak kritikan
terhadap pemerintah. Tahun 1996 menjelang pilu tahun 1997 kondisi politik terus-menerus
bergejolak. Timbul beberapa kerusuhan di berbagai daerah. Tahun 1997 di langsungkan pemilu
yang ke -7 di Indonesia.Golkar muncul sebagai pemenang mutlakterpilih sebagai ketua DPR-MPR
RI adalah harmoko.soeharto terpilih kembali sebagai presiden dan B.J. Habibie sebagai wakil
presiden terpilihnya kembali presiden soeharto menunjukan soeharto sebagai orang yang paling
kuat dalam perpolitikan di Indonesia.kritik dan tuntutan perubahan yang di suarakan oleh para
akademis, mahasiswa dan LSM ( Lembaga Swadaya Masyarakat ) terus bergema. Tuntutan itu
antara lain di cabutnya undang-undang politik yang sangat membelengu masyarakat. Sekalipun
pemerintah bertindak keras terhadap sikap penentang pemerintah, tetapi gerakan menuntun
perubahan terus berlagsung.

f. Munculnya demontrasi secara besar-besaran yang dilakukan mahasiswa di bagai daerah yang
menuntut soeharto mengundurkan diri. Demontrasi tersebut di barengi dengan adanya
penjarah yang di lakukan oleh masyarakat umum, sehingga keamanan dalam masyarakat
terganggu dan banyak masyarakat lainya yang mengungsi untuk mencari perlindungan dan
pengamanan. Kondisi dan berbagai krisis yang terjadi pada masa orde baru telah menyebabkan
krisis multidimensional.hampir semua bidang kehidupan masyarakat terkena dampak
krisis.rakyat mulai kehilangan kepercayaan terhapat pemerintah. Hal itu terjadi karena dalam
kenyataan pemerintah tidak mampu mengatasi berbagai masalah dan krisis yang sedang
melanda terpilihnya kembali soeharto sebagai presiden RI pada tahun 1998 telah memperluas
gerakan protes dan tuntutan perubahan. Rakyat tidak percaya lagi dengan kepemimpinan
presiden soeharto.demonstrasi dan aksi damai untuk menuntut perubahan serta tekanan agar
presiden soeharto mengundurkan diri terjadi mana-mana. Apalahi setelah pengumuman
pemerintah yang akan menaikan BBM dan ongkos agkutan pada tanggal 4 mei 1998 makin
meningkatkan gerakan protes antipemerintah.tuntutan yang di ajukan oleh demonstrasi yang
terjadi di Jakarta dan berbagai daerah adalah,

1) Berantas KKN

2) Turunkan soeharto

3) Hapuskan dwifunsi ABRI

g. Munculnya krisis social sehingga menyebabkan terjadinya ancaman perusuhan dan aksi
kekerasan yang di lakukan oleh masyarakat luas yang bersifat serentak menuntut pengunduran
diri presiden soeharto. Puncak aksi demonstrasi mahasiswa terjadi pada tanggal 12 mei 1998
yang di pusatkan di universitas trisakti Jakarta.dalam demonstrasi ini,terjadi bentrokan antara
para demonstran dan pihak aparat keamana. Akibatnya jatuh beberapa korban tertembak
empat mahasiswa tewas tertembak. Empat maha siswa yang di maksud adalah elang mulya
lesmana,herry hartanto, hendrawan lesmana, dan hafidhin royan.. tragedy di universitas trisakti
dan kenaikan BBM tersebut telah melahirkan kekompakan di antara berbagai komponen
masyarakat untuk bersama-sama menentang pemerintahan. Menyusul kemudian terjadi
kerusuhan dan penjarahan di Jakarta dan sekitarnya pada tanggal 13 dan 14 mei 1998.
rumah,pertokoan, perkantoran, dan kendaraan, terutama milik keturunan cina banyak yang di
bakar.

Etnis tersebut menjadi korban amukan massa saat terjadinya kerusuhan tanggal 13 dan 14 mei 1998 itu
kebetulan presiden soeharto sedang berada di mesir. Tuntutan agar soeharto mundur makin gencar. Ini
semua menunjukan bahwa pemerintah orede baru di bawah presiden soeharto tidak lagi mendapatkan
kepercayaan dari rakyat Indonesia meginginkan adanya perubahan dan reformasi dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.

h. Masalah penegakan hokum.

Pada masa orde baru, terdapat banyak ketidak adilan dalam pelaksanaan hokum. Peradilan bias di
perjual belikan, bahkan dapat dikatakan “ siapa yang kuat dialah yang menang”.hukum telah menjadi
alat para penguasa sehingga rakyat sulit mendapatkan keadilan.

Setiap terjadi perkara antara rakyat kecil dan pecabat, jarang sekali rakyat menang. Hokum sedah
banyak direkayasa oleh lembaga yang semestinya menegakan hokum.

2.Tujuan reformasi
a.Reformasi bertujuan tercapainya demokratisasi
b.Reformasi ekonomi bertujuan meningkatkan tercapainya masyarakat.
c.Refprmasi hokum bertujuan tercapainya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia
d.Reformasi social beryujuan terwujudnya integrasi bangsa Indonesia.

3.Faktor Pendorong Terjadinya Reformasi


a.Faktor politik meliputi hal-hal berikut,

1. Adanya KKN(Korupsi ,kolusi,dan Nepotisme)dalam kehidupan pemerintahan.


2. Adanya rasa tidak percaya kepada pemerintaha Orde Baru yang penuh dengan

nepotisme dan kronisme serta merajalelanya korupsi.

3. Kekuasaan Orde Baru yang penuh dengan nepotisme dan kronisme serta merajalelanya korupsi.
4. Adanya keinginan demokratisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
5. Mahasiswa menginginkan perubahan.

b.Faktor ekonomi , meliputi hal-hal berikut.

1) Adanya krisis mata uang rupiah.


2) Naiknya harga barang-barang kebutuhan masyarakat

3) Sulitnya mendapatkan barang-barang kebutuhan pokok.

4.Dasar Reformasi

a.Didasari oleh nilai-nilai pancasila dan UUD 1945.

b.Pola piker yang objektif.

c.Segala sesuatu dikelola secara terbuka atau transparan.

d.Menerima kritiksecara terbuka untuk kepentingan umun.

e.Jujur dalam melaksanakan tugas.

f. Adanya keseimbangan antara perkembangan iptek dengan iman dan ketakwaan

terhadap tuhan yang maha esa

5.Subtansi Agenda Reformasi

a.Subtansi agenda reformasi politik

Subtansi agenda reformasi politik adalah sebagai berikut,


1) Reformasi di bidang ideologi negara dan konsitusi.

2) Pemberdayaan DPR, MPR , maksudnya agar lembaga perwakilan rakyat benar-melaksanakan fungsi
perwakilan sebagai aspek kedaulatan rakyat dengan langkah sebagai berikut,

a) Anggota DPR harus benar – benar dipilih dalam pemilu yang jurdil.

b) Perlu diadakan tata tertib DPR menghambat kinerja DPR.

c) Memberdayakan MPR.

d) Perlu pemisahan jabatan antara ketua MPR dan DPR.

3) Reformasi lembaga kepresidenan dan cabinet meliputi hal-hal berikut.

a) Menghapus kewenangan khusus presiden yang berbentuk keputusan presiden dan intruksi presiden.

b) Membatasi penggunaan hak prerogratif.

c) Menyusun kode etik kepresidenan.

4) Pembaharuan kehidupan politik yaitu memberdayaan partai politik untuk menegakkan kedaulatan
rakyat, dengan dikembangkan simtem multipartai yang demokratis tanpa intervensi pemerintahan.

5) Penyelenggaraan pemilu.

6) Birokrasi sipil, mengarah pada terciptanya institusi birokrasi yang netral dan professional yang tidak
memihak.

7) Militer dan dwifungsi ABRI, mengarah pada pengurangan peran social politik secara bertahap sampai
akhirnya hilang sama sekali, sehingga ABRI berkonsentrasi pada fungsi hankam.

8) Sistem pemerintah daerah, dengan sasaran memberdayakan otonomi daerah dengan asas desentralisasi.

b. Agenda reformasi bidang ekonomi

1) Penyehatan ekonomi dan kesejahteraan pada bidang perbankan, perdagangan, dan koperasi serta
pinjam luar negeri untuk perbaikan ekonomi.

2) Penghapusan monopoli dan oligopoli.

3) Mencari solusi yang konstruktif dalam mengatasi utang luar negeri.

c. Agenda reformasi bidang hukum

1) Terciptanya keadilan atas dasar HAM.


2) Dibentuk peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan tuntunan reformasi. Misalnya bidang
ekonomi dikeluarkan UU kepailitan , dihapuskan UU subversi, dan sesuai semangat HAM dilepaskan
napol-tapol (amnesti-abolisi).

d. Agenda reformasi bidang hukum

Agenda reformasi bidang hukum di fokuskan pada intergrasi nasional.

e. Agenda reformasi bidang pendidikan

Agenda reformasi dibidang pendidikan ditujukan terutama pada masalah kurikulum yang harus di tinjau
paling sedikit lima tahunan.

f. Hambatan pelaksanaan reformasi politik

1) Hambatan cultural yaitu mengingat pergantian kepemimpinan nasional dari soeharto ke habibie tidak
diiringi pergantian rezim yang berarti, sebagian besar anggota cabinet, gubernur.

2) Hambatan legitimasi yaitu pemerintah habibie karena belum merupakan hasil pemilu.

3) Hambatan struktual yaitu berkaitan dengan krisis ekonomi yang berlarut-larut yang berdampak
bertambahnya rakyat yang hidup dalam kemiskinan.

4) Munculnya berbagai tuntutan otonomi daerah, yang jika tidak ditangani secara baik akan menibulkan
disentregasi bangsa.

5) Adanya kesan kurang kuat dalam menegakkan hukum terhadap praktik penyimpanan politik ekonomi
rezim lama seperti praktik KKN.

6) Terkotak-kotaknya elite politik, maka di butuhkan kesadaran untuk bersama-sama menciptakan


kondisi politik yang mantap agar transformasi politik berjalan lancar.

6. Pemerintahan pada masa reformasi

Pemilihan umum di laksanakan pada 7 juni 1999. dari seratus lebih partai yang terdaftar, hanya 48 partai
politik yang dinyatakan memenuhi persyaratan untuk mengikuti pemilihan umum. Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDI perjuangan), Partai Golongan Karya (patai golkar), Partai Kebangkitan Bangsa,
(PKB), Partai Persatuan Pembangunan, (PPP), dan Partai Amanat Nasional, (PAN) merupakan lima
penyusun keanggotaan MPR dan Akbar tanjung sebagaian ketua DPR RI.

a. Pemerintahan B.J. Habibie


Setelah soeharto mengundurkan diri menjadi presiden pada tanggal 21 Mei 1998, maka kekuasaan
Presiden diberikan pada wakilnya yaitu B.J habibie untuk meneruskan pemerintahannya B.J Habibie
secara resmi di angkat menjadi presiden pada tanggal 21 mei 1998 yang memiliki tugas mengatasi krisis
ekonomi yang melanda Indonesia dan menciptakan pemerintahan yang bersih dari praktik korupsi,
kolusi, nepotisme.

Pembaruan yang di lakukan pada pemerintahan B.J Habibie antara lain.

1. bidang ekonomi

untuk menyelesaikan krisis moneter dan perbaikan ekonomi Indonesia B.J habibie melakukan langkah-
langkah sebagai berikut.

a. Melakukan restrukturisasi dan rekapitulasi perbanka melalui pembentukan BPPN dan unit pengelola
aset negara.

b. Melikuidasi beberapa bank yang bermasalah.

c. Menaikan nilai tukar rupiah terhadap dollar amerika hingga Rp.10.000.00

d. Mengimplentasikan reformasi ekonomi yan diisyartakan IMF

e. Membentuk lembaga pemantau dan penyelesaian masalah utang luar negeri.

f. Mengesahkan UU no 5 tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan yang tidak sehat.

g. Mengesahkan UU n0 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen

2) Bidang Politik
a) Memberi kebebasan kepada rakyat untuk menyalurkan aspirasinya sehingga banyak bermunculan partai-
partai politik baru yakni sebanyak 45 parpol.
b) Membebaskan narapidana politik seperti Sri Bintang Pamungkas dan Moch. Pakpahan.
c) Mencabut larangan berdirinya serikat-serikat buruh independen.
d) Membentuk tiga undang-undang yang demokratis yaitu,
(1) UU No. 2 tajiun 1999 tentang Partai Politik.

(2) UU No. 3 tahun 1999 tentang Pemilu.

(3) UU No. 4 tahun 1999 tentang Susduk DPR/MPR.

e) Menetapkan 12 ketetapan MPR dan ada 4 ketetapan yang mencerminkan jawaban dari tuntutan Reformasi
yaitu,
(1) Tap No. VIII/MPR/1998 tentang PencabutanTap No. IV/MPR/1983 tentang Referendum.

(2) Tap No. XVIIl/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap No. ll/MPR/1978 tentang Pancasila
sebagai Asas Tunggal.

(3) Tap No. XIl/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap No. V/MPR/1998 tentang Presiden
Mendapat Mandat dari MPR untuk Memiliki Hak-Hak dan Kebijakan di Luar Batas
Perundang-undangan.

(4) Tap No. Xlll/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil
Presiden Maksimal Hanya Dua Kali Periode.

3) Bidang Pers
Dilakukan pencabutan pembredelan pers dan penyederhanaan permohonan SIUPP untuk

memberikan kebebasan terhadap pers, sehingga muncul berbagai macam media massa

cetak, baik surat kabar maupun majalah.

4) Bidang Hukum
Untuk melakukan reformasi hukum, ada beberapa hal yang dilakukan pada masa pemerintah B.J.Habibie yaitu,

a) Melakukan rekonstruksi atau pembongkaran watak hukum Orde Baru, baik berupa undang-
undang, peraturan pemerintah, maupun peraturan menteri.

b) Melahirkan 69 undang-undang.

c) Penataan ulang struktur kekuasaan kehakiman.


5) Bidang Hankam
Di bidang Hahkam diadakan pembaharuan dengan cara melakukan pemisahan Poiri dan ABRI.

6) Pembentukan Kabinet
Presiden B.J. Habibie membentuk kabinet baru yang diberi nama Reformasi Pembangunan yang terdiri atas
16 menteri, yang meliputi perwakilan dari ABRI, Golkar, PPP, dan PDI.

7) Kebebasan Menyampaikan Pendapat


Presiden B.J. Habibie memberikan kebebasan dalam menyampaikan pendapat di depan umum, baik dalam
rapat maupun unjuk rasa. Dan untuk mengatasi terhadap pelanggaran dalam penyampaian pendapat
ditindak dengan UU No. 28 tahun 1998.

8) Masalah Dwifungsi ABRI


Ada beberapa perubahan yang muncul pada pemerintahan B.J. Habibie yaitu,

a) Jumlah anggota ABRI yang duduk di kursi MPR dikurangi, dari 75 orang menjadi 38
orang.

b) Polri memisahkan diri dari TNI dan menjadi Kepolisian Negara.

c) ABRI diubah menjadi TNI yang terdiri dari Angkatan Udara, Darat, dan Laut.
9) Pemilihan Umum 1999
Untuk melaksanakan pemilu yang diamanatkan oleh MPR, BJ. Habibie mengadakan

beberapa perubahan yaitu,

a) Menggunakan Asas Luber dan Jurdil (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil).
b) Mencabut 5 paket undang-undang tentang politik yaitu undang-undang tentang Pemilu; Susunan,
Kedudukan, Tugas, dan Wewenang DPR/MPR; Partai Politik dan Golkar; Referendum; serta Organisasi
Massa.
c) Menetapkan 3 undang-undang politik baru yaitu Undang-Undang Partai Politik; Pemilihan Umum; dan Susunan
serta Kedudukan MPR, DPR dan DPRD.
d) Badan pelaksana pemilihan umum dilakukan oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum) yang terdiri atas wakil dari
pemerintahan dan partai politik peserta pemilihan umum.
Di samping pembaharuan-pembaharuan di atas, pada masa pemerintahan Presiden Habibie juga dijumpai
adanya permasalahan-permasalahan baru yang muncul seperti,

1) Berbagai masalah pelanggaran HAM bermunculan.

2) Masalah Tragedi Trisakti yang tidak terselesaikan dan masalah Semanggi I dan II.

3) Masalah Bank Bali.

4) Pertikaian antarkelompok yang disebabkan oleh SARA yang mengancam stabilitas politik.

5) Status hukummantan Presiden Scenario yang belum juga jelas.

6) LepasnyaTimor-Timur dari wilayah NKRI.

Masalah-masalah tersebut di atas menyebabkan pemerintahan B.J. Habibie dianggap negatif dan MPR
menolak pertanggungjawaban Presiden pada Oktober 1999, sehingga B.J. Habibie mengundurkan diri dari
pencalonan presiden

Pristiwa-pristiwa penting yang terjadi pada masa kepemimpinan Presiden Habibie adalah sebagai
berikut.
1. Pelaksanaan Pemilu 1999 Keluarnya kebijakan kebebasan berekspresi ditandai dengan main
banyaknya partai politik baru yang terdiri. Partai-partai plitik tersebut bersiap menyambut
datangnya pemilu bebas pertama dalam kurun waktu 44 tahun. Pemilu 1999 bertujuan untuk
memilih anggota MPR, DPR, dan DPRD. Sementara itu, pemilihan Presiden dan wakilnya masih
dilakukan oleh anggota MPR. Pemilu tahun 1999 diikuti oleh 48 partai. Kampanyenya secara
resmi dimulai pada tanggal 19 Mei 1999. Pada pemilu 1999, muncul lima partai besar yaitu,
Partai Demokrat Indonesia Perjuangan (PDIP), Golongan Karya (Golkar), Partai Persatuan
Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Amanat Nasional (PAN),.
Suara terbanyak diraih oleh partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Sebelum
berlangsungnya pemilu, para tokoh pemimpin Indonesia melakukan pertemuan di kediaman
K.H. Abdurrahman Wahid di Ciganjur. Para tokoh tersebut adalah K.H. Aburrahman Wahid
(Gus Dur), Megawati Sukarnoputri, Amien Rais, dan Sri Sultan Hamengku Buwana X.
Selanjutnya, pertemuan ini dikenal sebagai pertemuan kelompok Ciganjur. Pertemuan ini
menghasilkan seruan moral agar para pemimpin lebih memikirkan nasib bangsa dan negara.

2. Pembebasan Tahanan Politik Pemerintahan B.J. Habibie mengambil prakarsa untuk


melakukan koreksi. Sejumlah tahanan politik dilepaskan. Tiga hari setelah menjabat sebagai
presiden, Habibie membebaskan Sri Bintang Pamungkas dan Muchtar Pakpahan. Tahanan politik
dilepaskan secara bergelombang.akan tetapi, Budiman Sujatmiko dan beberapa petinggi Partai
Rakyat Demokrat (PRD) yang ditahan oleh pemerintah Orde Baru baru dibebaskan pada masa
Presiden K.H. Abdurrahman Wahid.

3. Lepasnya Timor Timur Sejarah kelam yang terjadi pada masa pemerintahan Presiden B.J.
Habibie adalah Timor Timur dari Indonesia. Pada tanggal 3 Februari 1999, pemerintahan B.J.
Habibie mengeluarkan opsi terhadap masalah timor timur. Opsi pertama menerima otonomi
khusus atau tetap menjadi wilayah RI. Opsi kedua Merdeka dari wilayah Indonesia. Untuk
memutuskan masalah timor timur tersebut, diadakan jajak pendapat yang diikuti oleh seluruh
rakyat timor timur. Menurut hasil jajak pendapat yang dilaksanakan pada 30 Agustus 1999
sebanyak 78.5% rakyat timor timur memilih untuk memisahkan diri atau merdeka dari indonesia.
Pada nulan oktober 1999 MPR membatalkan dekret 1976 yang berisi tentang integrasi timor
timur ke wilayah Indonesia. Selanjutnya otorita transisi PBB (UNTAET), mengambil alih
tanggung jawab untuk memerintah timor timur sehingga kemerdekaan penuh mencapai pada Mei
2002.

4. Munculnya Beberapa Kerusuhan dan Gerakan Separatis Kerusuhan terjadi menyangkut


kerusuhan antar etnis dan antar agama. Kerusuhan antar etnis misalnya kerusuhan antar etnis di
cilacap dan di jember, serta kekerasan terhadap kaum pendatang madura dikalimantan barat.
Kerusuhan serupa juga terjadi dikampung-kampung dan dikota-kota diwilayah Indonesia.
Serangkaian peristiwa tragis terjadi di Jawa Timur dari Malang Sampai Banyuwangi pada akhir
tahun 1998. Tersebar isu adanya segerombolan orang yang berpakaian ala Ninja mengancam
ketentraman penduduk. Selain itu, muncul ancaman sihir hitam (Santet) di wilayah Jawa Timur
Dan Ciamis. Beberapa kerushan terburuk terjadi pada konflik antar agama di Ambon. Kerusuhan
bersifat sparatis juga terjadi di Aceh dan Papua. Pada bulan Juli 1998, para demonstran Papua
mengibarkan bendera organisasi papua merdeka (OPM) di Biak. Pada bulan Mei 1999 oara
demonstran dari masyarakat papua barat menuntut kemerdekaan bagi tanah kemerdekaan
mereka. Akan tetapi tuntutan tersebut tidk mendapatkan duukungan dari kekuatan-kekuatan lain.
Kerusuhan terburuk di Papua terjadi pada bulan september 1999. Dalam kerusuhan tersebut,
penduduk setempat membakar gedung DPRD berseta gedung-gedung lain dan kendaraan
bermotor.

5. Sidang Umum (SU) MPR 1999 Pada bulan Oktober 1999, MPR mengadakan sidang umum.
Sesuai hasil keputusan SU Amin Rais terpilih dan ditetapakan sebagai ketua MPR menyisihkan
Matori Abdul Jalil dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Adapun akbar tanjung terpilih sebagai
ketua DPR. Pada saat pemilihan Presiden ada 3 tokoh yang mungkin sebagai calon presiden
ketiga tokoh tersebut adalah KH. Abdurrahman Wahid dari partai kebangkitan bangsa (PKB),
Megawati sokarno putri dari partai demokrasi indonesia perjuangan (PDIP), dan Yusril Ihza
Mahendra dari partai bulan bintang (PBB). Namun Yusril Ihza mahendra mengundurkan diri
sebelum diadakn pemungutan suara oleh anggota MPR. Pada saat pemungutan suara KH.
Abdurrahman Wahid mengungguli Megawati Sukarno putri dalam pemungutan suara.
Berdasarkan hasil tersebut KH. Abdurrahman Wahid ditetapkan menjadi wakil Presiden RI
mengalahkan Hamzah Haz dari partai persatuan pembangunan (PPP) dalam pemilihan wakil
presiden.[2] Pembaharuan yang dilakukan oleh B.J. Habibie antara lain,
1.) Bidang Ekonomi Untuk menyelesaikan krisis moneter dan perbaikan ekonomi Indonesia, B.J.
Habibie melakukan langkah-langkah sebagai berikut : · Merekapitulasi perbankan. · Melikuidasi
beberapa bank yang bermasalah. · Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika serikat
hingga dibawah Rp.10.000,-. · Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh
IMF. · Merekonstruksi perekonomian Indonesia. · Membentuk lembaga pemantau dan
penyelesaian masalah utang luar negeri. · Mengesahkan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan
Praktik. Monopoli dan Persaingan yang Tidak Sehat. · Mengesahkan UU No. 8 tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen.
2.) Bidang Politik · Memberi kebebasan pada rakyat untuk menyalurkan aspirasinya sehingga
banyak bermunculan partai-partai politik yang baru sebanyak 45 parpol. · Membebaskan
narapidana politik seperti Sri Bintang Pamungkas dan Moch. Pakpahan. · Mencabut larangan
berdirinya serikat-serikat buruh independen. · Membentuk tiga undang-undang demokratis yaitu,
(1) UU No. 2 tahun 1999 tentang Partai Politik (2) UU No. 3 tahun 1999 tentang Pemilu (3) UU
No. 4 tahun 1999 tentang Susduk DPR/MPR · Menetapkan 12 ketetapan MPR dan ada 4
ketetapan yang mencerminkan jawaban dari tuntutan reformasi yaitu, (1) Tap No.
VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap No. IV/MPR/1983 tentang Referendum. (2) Tap No.
XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap No. II/MPR/1978 tentang Pancasila Sebagai Asas
Tunggal. (3) Tap No. XII/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap No. V/MPR/1998 tentang Presiden
Mendapat Mandat dari MPR untuk Memiliki Hak-Hak dan Kebijakan di Luar Batas Perundang-
undangan. (4) Tap No. XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil
Presiden Maksimal Hanya Dua Kali Periode.
3.) Bidang Pers Dilakukan pencabutan pembredelan pers dan penyederhanaan permohonan
SIUUP untuk memberikan kebebasan terhadap pers, sehungga muncul berbagai macam media
massa cetak, baik surat kabar maupun majalah.
4.) Bidang Hukum Untuk melakukan refomasi hukum, ada beberapa hal yang dilakukan dalam
pemerintahan B.J. Habibie yaitu, a) Melakukan rekonstruksi atau pembongkaran watak hukum
Orde Baru, baik berupa Undang-Undang, peraturan pemerintah, maupun peraturan menteri. b)
Melahirkan 69 Undang-undang. c) Penataan ulang struktur kekuasaan Kehakiman.
5.) Bidang Hankam Di bidang Hankam diadakan pembaharuan dengan cara melakukan
pemisahan Polri dan ABRI.
6.) Pembentukan Kabinet Presiden B.J. Habibie membentuk kabinet baru yang diberi nama
Reformasi Pembangunan yang terdiri atas 16 menteri, yang meliputi perwakilan dari ABRI,
GOLKAR, PPP, dan PDI.
7.) Kebebasan Menyampaikan pendapat Presiden B.J. Habibie memberikan kebebasan dalam
menyampaikan pendapat di depan umum, baik dalam rapat maupun unjuk rasa. Dan mengatasi
terhadap pelanggaran dalam penyampaian pendapat ditindak dengan UU No. 28 tahun 1998.
8.) Masalah Dwifungsi ABRI Ada beberapa perubahan yang muncul pada pemerintahan B.J.
Habibie, yaitu : · Jumlah anggota ABRI yang duduk di kursi MPR dikurangi, dari 75 orang
menjadi 35 orang · Polri memisahkan diri dari TNI dan menjadi Kepolisian Negara · ABRI
diubah menjadi TNI yang terdiri dari Angkatan Udara, Darat, dan Laut.
9.) Pemilihan Umum 1999 Untuk melaksanakan Pemilu yang diamanatkan oleh MPR, B.J.
Habibie mengadakan beberapa perubahan yaitu, a) Menggunakan asas Luber dan Jurdil
(langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil) b) Mencabut 5 paket undang-undang tentang
politik yaitu undang-undang tentang Pemilu; Susunan, Kedudukan, Tugas, dan Wewenang
MPR/DPR; Partai Politik dan Golkar; Referendum; serta Organisasi Massa c) Menetapkan 3
undang-undang politik baru yaitu Undang-undang Partai Politik; Pemilihan Umum; dan Susunan
serta kedudukan MPR, DPR, dan DPRD d) Badan pelaksana pemilihan umum dilakukan oleh
KPU (Komisi Pemilihan Umum) yang terdiri atas wakil dari pemerintahan dan partai politik
serta pemilihan umum.[3] Kegagalan Pemerintahan Presiden BJ.Habibie yaitu :
1. Diakhir kepemimpinannya nilai tukar rupiah kembali meroket
2. Tidak dapat meyakinkan investor untuk tetap berinvestasi di indonesia.
3. Kebijakan yang di lakukan tidak dapat memulihkan perekonomian indonesia dari krisis.
Perekonomian di Indonesia pada masa pemerintahan reformasi
Pada masa krisis ekonomi, ditandai dengan tumbangnya pemerintahan Orde Baru kemudian
disusul dengan era Reformasi yang dimulai oleh pemerintahan Presiden Habibie. Pada masa ini
tidak hanya hal ketatanegaraan yang mengalami perubahan, namun juga kebijakan ekonomi.
Sehingga apa yang telah stabil dijalankan selama 32 tahun, terpaksa mengalami perubahan guna
menyesuaikan dengan keadaan.
1. Masa Kepemimpinan B.J. Habibie
Pada awal pemerintahan reformasi, masyarakat umum dan kalangan pengusaha dan
investor, termasuk investor asing, menaruh pengharapan besar terhadap kemampuan dan
kesungguhan pemerintah untuk membangkitkan kembali perekonomian nasional dan
menuntaskan semua permasalahan yang ada di dalam negeri warisan rezim orde baru, seperti
korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN); supremasi hukum; hak asasi manusia (HAM); Tragedi
Trisakti dan Semanggi I dan II; peranan ABRI di dalam politik; masalah disintegrasi; dan
lainnya.
Masa pemerintahan Habibie ditandai dengan dimulainya kerjasama dengan Dana
Moneter Internasional untuk membantu dalam proses pemulihan ekonomi. Selain itu, Habibie
juga melonggarkan pengawasan terhadap media massa dan kebebasan berekspresi.
Di bidang ekonomi, ia berhasil memotong nilai tukar rupiah terhadap dollar masih
berkisar antara Rp 10.000 – Rp 15.000. Namun pada akhir pemerintahannya, terutama setelah
pertanggungjawabannya ditolak MPR, nilai tukar rupiah meroket naik pada level Rp 6500 per
dolar AS nilai yang tidak akan pernah dicapai lagi di era pemerintahan selanjutnya. Selain itu, ia
juga memulai menerapkan independensi Bank Indonesia agar lebih fokus mengurusi
perekonomian. Untuk menyelesaikan krisis moneter dan perbaikan ekonomi Indonesia, BJ
Habibie melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
• Melakukan restrukturisasi dan rekapitulasi perbankan melalui pembentukan BPPN (Badan
Penyehatan Perbankan Nasional) dan unit Pengelola Aset Negara
• Melikuidasi beberapa bank yang bermasalah
• Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar hingga di bawah Rp. 10.000,00
• Membentuk lembaga pemantau dan penyelesaian masalah utang luar negeri
• Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang disyaratkan IMF
• Mengesahkan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan yang
Tidak Sehat
• Mengesahkan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pemerintahan presiden B.J.
Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan manuver-manuver yang cukup tajam
dalam bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan stabilitas
politik.

Anda mungkin juga menyukai