Anda di halaman 1dari 16

PEREKONOMIAN INDONESIA PADA MASA ORDE LAMA DAN ORDE

BARU
Perekonomian Indonesia masa orde lama (1945-1966)
Pada awal kemerdekaan, pembangunan ekonomi Indonesia mengarah perubahan struktur
ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional, yang bertujuan untuk memajukan industri kecil
untuk memproduksi barang pengganti impor yang pada akhirnya diharapkan mengurangi tingkat
ketergantungan
luar
negri.
Sistem moneter tentang perbankan khususnya bank sentral masih berjalan seperti wajarnya. Hal
ini dibuktikan dengan adanya hak ekslusif untuk mencetak uang dan memegang tanggung jawab
perbankan untuk memelihara stabilitas nasional. Bank Indonesia mampu menjaga tingkat
kebebasan dari pengambilan keputusan politik.
Masa orde lama dimulai dari tanggal 17 Agustus 1945 saat Indonesia merdeka. Pada
saat itu,ke ad a an ek on o mi In do ne s i a me n g al a mi s ta gf l as i ( ar t in ya s t ag na s i
p ro du ks i a t au k eg ia t a n produksi terhenti pada tingkat inflasi yang tinggi).
Indonesia pernah mengalami sistem politik yang demokratis yakni pada periode 1949
sampai 1956. Pada tahun tersebut, terjadi konflik p o l i t i k y a n g b e r k e p a n j a n g a n
d i m a n a r a t a - r a t a u m u r k a b i n e t h a n y a d u a t a h u n s e h i n g g a pemerintah yang
berkuasa tidak fokus memikirkan masalah-masalah sosial dan ekonomi yangterjadi
pada saat itu. Selama periode 1950an struktur ekonomi Indonesia masih
peninggalan j a ma n k ol on ia l , s tr uk tu r i ni di s e bu t d ua l s oc ie t y d i ma na s t ru kt ur
d ua l is me m e ne r ap ka n diskriminasi dalam setiap kebijakannya baik yang langsung maupun
tidak langsung.Keadaan ekonomi Indonesia menjadi bertambah buruk dibandingkan
pada masa penjajahanBelanda.
Sejak tahun 1955, pembangunan ekonomi mulai meramba ke proyek-proyek besar. Hal ini
dikuatkan dengan keluarnya kebijakan Rencana Pembangunan Semesta Delapan Tahun (1961).
Kebijakan ini berisi rencana pendirian proyek-proyek besar dan beberapa proyek kecil untuk
mendukung proyek besar tersebut. Rencana ini mencakup sektor-sektor penting dan
menggunakan perhitungan modern. Namun sayangnya Rencana Pembangunan Semesta Delapan
Tahun ini tidak berjalan atau dapat dikatakan gagal karena beberapa sebab seperti adanya
kekurangan
devisa
untuk
menyuplai
modal
serta
kurangnya
tenaga
ahli.
Perekonomian Indonesia pada masa ini mengalami penurunan atau memburuk. Terjadinya
pengeluaran besar-besaran yang bukan ditujukan untuk pembangunan dan pertumnbuhan
ekonomi melainkan berupa pengeluaran militer untuk biaya konfrontasi Irian Barat, Impor beras,
proyek mercusuar, dan dana bebas (dana revolusi) untuk membalas jasa teman-teman dekat dari
rezim yang berkuasa. Perekonomian juga diperparah dengan terjadinya hiperinflasi yang
mencapai 650%. Selain itu Indonesia mulai dikucilkan dalam pergaulan internasional dan mulai
dekat dengan negara-negara komunis.
Perekonomian Indonesia masa orde baru (1966-1998)
Inflasi pada tahun 1966 mencapai 650%,dan defisit APBN lebih besar daripada seluruh jumlah
penerimaannya. Neraca pembayaran dengan luar negeri mengalami defisit yang besar, nilai tukar
rupiah tidak stabil (Gilarso, 1986:221) merupakan gambaran singkat betapa hancurnya
perekonomian kala itu yang harus dibangun lagi oleh masa orde baru atau juga bisa dikatakan
sebagi
titik
balik.

Awal masa orde baru menerima beban berat dari buruknya perekonomian orde lama. Tahun
1966-1968 merupakan tahun untuk rehabilitasi ekonomi. Pemerintah orde baru berusaha keras
untuk menurunkan inflasi dan menstabilkan harga. Dengan dikendalikannya inflasi, stabilitas
politik tercapai ayng berpengaruh terhadap bantuan luar negeri yang mulai terjamin dengan
adanya IGGI. Maka sejak tahun 1969, Indonesia dapat memulai membentuk rancangan
pembangunan yang disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA). Berikut
penjelasan singkat tentang beberapa REPELITA:
A. REPELITA I (1967-1974)
mulai berlaku sejak tanggal 1april 1969. Tujuan yang ingin dicapai adalah pertumbuhan ekonomi
5% per tahun dengan sasaran yang diutamakan adalah cukup pangan, cukup sandang, perbaikan
prasarana terutama untuk menunjang pertanian. Tentunya akan diikuti oleh adanya perluasan
lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
B. REPALITA II (1974-1979)
Target pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 7,5% per tahun. Prioritas utamanya adalah sektor
pertanian yang merupakan dasar untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri dan
merupakan dasar tumbuhnya industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.
C. REPALITA III (1979-1984)
Prioritas tetaap pada pembangunan ekonomi yang dititikberatkan pada sector pertanian menuju
swasembada pangan, serta peningkatan industri yang mengolah bahan baku menjadi bahan jadi.
D. REPALITA IV (1984-1989)
Adalah peningkatan dari REPELITA III. Peningkatan usaha-usaha untuk memperbaiki
kesejahteraan rakyat, mendorong pembagian pendapatan yang lebih adil dan merata, memperluas
kesempatan kerja. Priorotasnya untuk melanjutkan usaha memantapkan swasembada pangan dan
meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri.
Jika ditarik kesimpulan maka pembangunan ekonomi menurut REPELITA adalah mengacu pada
sektor pertanian menuju swasembada pangan yang diikuti pertumbuhan industri bertahap.

Kelebihan Pada Masa Orde Baru:

perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada
1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000.

sukses transmigrasi.

sukses KB.

sukses memerangi buta huruf.

sukses swasembada pangan.

pengangguran minimum.

sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun).

sukses Gerakan Wajib Belajar.

sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh.

sukses keamanan dalam negeri.

Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia.

sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri.

Kekurangan Orde Baru

semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme.

pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan


antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar
disedot ke pusat.

munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan,


terutama di Aceh dan Papua.

kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh


tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya.

bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya
dan si miskin).

kritik dibungkam dan oposisi diharamkan.

kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibreidel.

penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program


"Penembakan Misterius" (petrus).

tidak ada rencana suksesi.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang masalah


Sebelum Republik Indonesia Serikat dinyatakan bubar, pada saat itu terjadi demo besar-

besaran menuntut pembuatan suatu Negara Kesatuan. Maka melalui perjanjian antara tiga negara
bagian, Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur
dihasilkan perjanjian pembentukan Negara Kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950.
Sejak 17 Agustus 1950, Negara Indonesia diperintah dengan menggunakan UndangUndang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 yang menganut sistem kabinet parlementer di
Indonesia. Kemudian munculah pergantian Perdana Menteri selama 7 kali dan hal tersebut sangat
mempengaruhi perpolitikan di Indonesia.
Setelah Indonesia Merdeka, ketimpangan ekonomi tidak separah ketika zaman penjajahan
namun tetap saja ada terjadi ketimpangan ekonomi, kemiskinan, dan ketidakadilan. Pada masa
orde baru juga terdapat beberapa perubahan dalam berbagai bidang seperti politik dan sosial

budaya yang terjadi di masyarakat indonesia. Maka ,dari permasalahan yang ada inilah akan
kami bahas dalam makalah ini.
1.2

Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka rumusan masalah yang ada yaitu :

1. Bagaimana Sejarah pada masa orde lama ?


2. Apa saja yang menarik pada masa orde lama di berbagai bidang ?

1.3

Tujuan Makalah
Dari rumusan masalah yang ada maka tujuan penulisan makalah ini yaitu :

1. Untuk mengetahui sejarah pada masa orde lama


2. Untuk mengetahui hal hal menarik pada masa orde lama di berbagai bidang

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Sejarah Pada Masa Orde Lama


Orde Lama adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soekarno di Indonesia. Ir.
Soekarno adalah presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945 1966. Ia
memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Ia
adalah penggali Pancasila. Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan
Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945. Soekarno menandatangani Surat
Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial, yang isinya berdasarkan versi yang
dikeluarkan Markas Besar Angkatan darat menugaskan Letnan Jenderal Soeharto untuk
mengamankan dan menjaga keamanan negara dan institusi kepresidenan. Supersemar menjadi
dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan
mengganti anggota-anggotanya yang duduk di parlemen. Setelah pertanggung jawabannya
ditolak Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada sidang umum ke empat tahun
1967, Presiden Soekarno diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden pada Sidang Istimewa

MPRS di tahun yang sama dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat Presiden Republik
Indonesia.
Orde Lama berlangsung dari tahun 1945 hingga 1968. Dalam jangka waktu tersebut,
Indonesia menggunakan bergantian sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi komando.Di saat
menggunakan sistem ekonomi liberal, Indonesia menggunakan sistem pemerintahan parlementer.
Presiden Soekarno di gulingkan waktu Indonesia menggunakan sistem ekonomi komando.
Pemerintahan Soekarno pada era 1960-an, masa ekonomi surut di Indonesia. Saat itu
harga-harga melambung tinggi, sehingga pada tahun 1966 mahasiswa turun ke jalan untuk
mencegah rakyat yang turun. Mereka menuntut Tritura. Jika saat itu rakyat yang turun, mungkin
akan terjadi people power seperti yang terjadi di Philipina.Pemerintahanj Rezim Militer (Orba)
cukup baik pada era 1970-an dan 1980-an, namun akhirnya kandas di penghujung 1990-an
karena ketimpangan dari pemerintah itu sendiri. Di pemerintahan Soekarno malah terjadi
pergantian sistem pemerintahan berkali-kali. Liberal, terpimpin, dan sebagainya mewarnai
politik Orde Lama. Rakyat muak akan keadaan tersebut. Pemberontakan PKI pun sebagian
dikarenakan oleh kebijakan Orde Lama. PKI berhaluan sosialisme/komunisme (Bisa disebut
Marxisme atau Leninisme) yang berdasarkan asas sama rata, jadi faktor pemberontakan tersebut
adalah ketidakadilan dari pemerintah Orde Lama.
Masa orde lama yaitu masa pemerintahan yg dimulai dari proklamasi kemerdekaan 17
agustus 1945 sampai masa terjadinya G30 S PKI. Dizaman orde lama partai yang ikut pemilu
sebanyak lebih dari 25 partai peserta pemilu. Masa orde lama ideologi partai berbeda antara yang
satu dengan lainnya, ada Nasionalis PNI-PARTINDO-IPKI-dll, Komunis PKI; Islam NUMASYUMI- PSII-PI PERI, Sosialis PSI-MURBA, Kristen PARKINDO dll. Pelaksanaan Pemilu
pada Orde Lama hampir sama seperti sekarang.
2.2

Orde Lama Di Berbagai Bidang

2.2.1 Bidang Ekonomi


a. Sistem Perekonomian
Setahun setelah pemerintahan Belanda mengakui kedaulatan RI, tepatnya pada tahun 1950,
obligasi Republik Indonesia dikeluarkan oleh pemerintah. Peristiwa ini menandai mulai aktifnya
kembali pasar modal Indonesia.
Didahului dengan diterbitkannya Undang-undang Darurat No. 13 tanggal 1 September 1951,
yang kelak ditetapkankan sebagai Undang-undang No. 15 tahun 1952 tentang Bursa, pemerintah

RI membuka kembali Bursa Efek di Jakarta pada tanggal 31 Juni 1952, setelah terhenti selama
12 tahun. Adapun penyelenggaraannya diserahkan kepada Perserikatan Perdagangan Uang dan
Efek-efek (PPUE) yang terdiri dari 3 bank negara dan beberapa makelar Efek lainnya dengan
Bank Indonesia sebagai penasihat.
Sejak itu Bursa Efek berkembang dengan pesat, meskipun Efek yang diperdagangkan adalah
Efek yang dikeluarkan sebelum Perang Dunia II. Aktivitas ini semakin meningkat sejak Bank
Industri Negara mengeluarkan pinjaman obligasi berturut-turut pada tahun 1954, 1955, dan 1956.
Para pembeli obligasi banyak warga negara Belanda, baik perorangan maupun badan hukum.
Semua anggota diperbolehkan melakukan transaksi abitrase dengan luar negeri terutama dengan
Amsterdam.
Namun keadaan ini hanya berlangsung sampai pada tahun 1958, karena mulai saat itu terlihat
kelesuan dan kemunduran perdagangan di Bursa. Hal ini diakibatkan politik konfrontasi yang
dilancarkan pemerintah RI terhadap Belanda sehingga mengganggu hubungan ekonomi kedua
negara dan mengakibatkan banyak warga negara Belanda meninggalkan Indonesia.
Perkembangan tersebut makin parah sejalan dengan memburuknya hubungan Republik
Indonesia dengan Belanda mengenai sengketa Irian Jaya dan memuncaknya aksi pengambilalihan semua perusahaan Belanda di Indonesia, sesuai dengan Undang-undang Nasionalisasi No.
86 Tahun 1958.
Kemudian disusul dengan instruksi dari Badan Nasionalisasi Perusahaan Belanda (BANAS)
pada tahun 1960, yaitu larangan bagi Bursa Efek Indonesia untuk memperdagangkan semua Efek
dari perusahaan Belanda yang beroperasi di Indonesia, termasuk semua Efek yang bernominasi
mata uang Belanda, makin memperparah perdagangan Efek di Indonesia.
Tingkat inflasi pada waktu itu yang cukup tinggi ketika itu, yakni mencapai lebih dari 300%,
makin menggoncang dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pasar uang dan pasar
modal, juga terhadap mata uang rupiah yang mencapai puncaknya pada tahun 1996.
Penurunan ini mengakibatkan nilai nominal saham dan obligasi menjadi rendah, sehingga
tidak menarik lagi bagi investor. Hal ini merupakan pasang surut Pasar Modal Indonesia pada
zaman Orde Lama.

Selama masa orde lama, berbagai sistem ekonomi telah mewarnai perekonomian Indonesia,
antara lain :
1. Sistem ekonomi Pancasila & Ekonomi Demokrasi Awal
Berdirinya RI
2. Liberal

: Awal 1950an 1957an


3. Sistem Etatisme

: Awal 1958an ordebaru

Selama masa tersebut, telah dibentuk beberapa program dan rencana perekonomian guna
meningkatkan kualitas perekonomian di Indonesia. Diantara program program tersebut adalah :
a.

Program Banteng tahun 1950, yang bertujuan membantu pengusaha pribumi


b. Program / Sumitro Plan tahun 1951
c. Rencana Lima Tahun Pertama, tahun 1955 -1960
d. Rencana Delapan Tahun
Namun demikian kesemua program dan rencana tersebut tidak memberikan hasil yang berarti
bagi perekonomian Indonesia. Beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan adalah :

a.

Program-program tersebut disusun oleh tokoh-tokoh yang relatif bukan bidangnya, namun oleh
tokoh politik, dengan demikian keputusan-keputusan yang dibuat cenderung menitik beratkan
pada masalah politik, dan bukannya masalah ekonomi. Hal ini dapat dimengerti mengingat pada
masa-masa ini kepentingan politik tampak lebih dominan, seperti mengembalikan negara
Indonesia ke negara kesatuan, usaha mengembalikan Irian Barat, menumpas pemberontakan di
daerah-daerah, dan masalah politik sejenisnya. Akibat lanjut dari keadaan di atas, dana negara
yang seharusnya dialokasikan untuk kepentingan kegiatan ekonomi, justru dialokasikan untuk
kepentingan politik dan perang.
b. Faktor berikutnya adalah, terlalu pendeknya masa kerja setiap kabinet yang dibentuk
( sistem parlementer saat itu ). Tercatat tidak kurang dari 13 kali kabinet berganti saat itu.
Akibatnya program-program dan rencana ekonomi yang telah disusun masing-masing
kabinet tidak dapat dijalankan dengan tuntas, kalau tidak ingin disebut tidak sempat
berjalan.

c. Disamping itu program dan rencana yang disusun kurang memperhatikan potensi dan
aspirasi dari berbagai pihak. Disamping kutusan individu/ pribadi, dan partai lebih
dominan dari pada kepentingan pemerintah dan negara.
d. Adanya kecenderungan terpengaruh untuk menggunakan sistem perekonomian yang
tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Indoneisa ( liberalis, 1950 -1957 ) dan etatisme
( 1958 -1965 ). Akibat yang ditimbulkan dari sitem etatisme yang pernah terjadi di
Indonesia pada periode tersebut dapat dilihat pada bukti-bukti berikut :
1. Semakin rusaknya sarana-sarana produksi dan komunikasi, yang membawa dampak
menurunnya nilai eksport kita.
2. Hutang luar negeri yang justru dipergunakan untuk proyek Mercu Suar.
3. Defisit anggaran negara yang makin besar, dan justru ditutup dengan mencetak uang
baru, sehingga inflasi yang tinggi tidak dapat dicegah kembali.
4. Keadaan tersebut masih diperparanh dengan laju pertumbuhan penduduk ( 2,8 % ) yang
lebih besar dari laju pertumbuhan ekonomi saat itu, yakni sebesar 2,2 %.
b. Tokoh Tokoh
Berikut ini adalah tokoh tokoh Negara yang berperan dalam perekonomian di Indonesia
selama masa orde lama, antara lain :
1.

Kabinet Hatta : reformasi moneter melalui devaluasi mata uang nasional yang pada saat itu
masih gulden dan pemotongan uang sebesar 50% atas semua uang kertas yang beredar pada
bulan Maret 1950 yang dikeluarkan oleh De Javasche Bank yang bernilai nominal lebih dari 2,50
gulden Indonesia
2. Kabinet Natsir : untuk pertama kalinya dirumuskan suatu perencanaan pembangunan
ekonomi, yang disebut Rencana Urgensi Perekonomian (RUP)
3. Kabinet Sukiman : Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia (BI) dan
penghapusan system kurs berganda

4. Kabinet Wilopo : Untuk pertama kalinya memperkenalkan konsep anggaran berimbang


dalam APBN, memperketat impor, malakukan rasionalisasi angkatan bersenjata
melalui medernisasi dan pengurang jumlah personil, dan pengiritan pengeluaran
pemerintah
5. Pada masa Kabinet Ami I, hanya dua langkah konkret yang dilakukan dalam bidang
ekonomi, yakni pembatasan impor dan kebijakan uang ketat
6. Kabinet Burhanuddin, tindakan-tindakan ekonomi penting yang dilakukan termasuk
diantaranya adalah liberalisasi impor, kebijkan uang ketat untuk menekan laju uang
beredar, dan penyempurnaan Program Benteng, mengeluarkan kebijakan yang
memperbolehkan modal (investasi) asing masuk ke Indonesia, pemberian bantuan khusus
kepada pengusaha-pengusaha pribumi, dan pembatalan (secara sepihak) persetujuan
Konferensi Meja Bundar sebagai usaha untuk menghilangkan system ekonomi kolonial
atau menghapuskan dominasi perusahaan-perusahaan Belanda dalam perekonomian
Indonesia
7. Kabinet Ali I, praktis tidak ada langkah-langkah yang berarti, selain mencanangkan
sebuah rencana pembangunan baru dengan nama Rencana Lima Tahun 1956-1960
8. Pada masa Kabinet Djuanda : dilakukan pengambilan (nasionalisasi) perusahaanperusahaan Belanda
c.

Usaha - Usaha Yang Dilakukan Untuk Mengatasi Kesulitan Ekonomi


1. Bangsa kita melakukan Program Pinjaman oleh menteri keuangan IR.
2. Upaya melakukan blokade dengan menawarkan bantuan padi sebanyak
500.000 ton ke india (karena india merupakan Negara yang
mempunyai nasib sama seperti Indonesia yang pernah di jajah) dan
india menyerahkan obat-obatan ke Indonesia.

3. Konferensi Ekonomi pada bulan februari 1946, yang tujuannya untuk memperoleh kesepakatan
yang bulat ketika menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesar, seperti : masalah
produksi, makanan, sandang.

4. Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi ) pada tanggal 19 januari 1947.
Upaya- upaya tersebut tahun ke tahun terus dilakukan untuk merubah perekonomian
Indonesia sedikit demi sedikit . Dan Pada saat Demokrasi Terpimpin sekitar tahun 1959-1967 .
Sebagai akibat dari dekrit Presiden 5 Juli 1959 Indonesia menjalankan sistem demokrasi
terpimpin yang isinya segala sesuatu baik stuktur ekonomi indonesia diatur sepenuhnya oleh
pemerintah. Hal ini di lakukan agar dapat membawa kemakmuran masyarakat indonesia . akan
tetapi, kebijakan ini blum dapat memperbaiki keadaan kondisi di negara ini. hal ini di lihat
ketika pemerintah menjadikan uang Rp 1.000 menjadi Rp. 1 Sehingga uang rupiah baru mestinya
dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10
kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah
meningkatkan angka inflasi.
2.2.2

Bidang Sosial dan Budaya


Pasca proklamasi kemerdekaan banyak terjadi perubahan sosial yang ada di dalam
kehidupan masyarakat Indonesia pada khususnya. Dikarenakan sebelum kemerdekaan di
proklamirkan, didalam kehidupan bangsa Indonesia ini telah terjadi diskriminasi rasial dengan
membagi kelas-kelas masyarakat. Yang mana masyarakat di Indonesia sebelum kemerdekaan di
dominasi oleh warga eropa dan jepang, sehingga warga pribumi hanyalah masyarakat rendahan
yang kebanyakan hanya menjadi budak dari bangsawan atau penguasa.
Tetapi setelah 17 agustus 1945 segala bentuk diskriminasi rasial dihapuskan dari bumi
bangsa Indonesia dan semua warga negara Indonesia dinyatakan memiliki hak dan kewajiban
yang sama dalam segala bidang.Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang telah dicanangkan sejak
awal adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan adanya landasan itulah yang menjadikan
misi utama yaitu menitik beratkan pembangunan awal dibidang pendidikan yang mana telah di
pelopori oleh Ki Hajar Dewantara yang mana di cetuskan menjadi Bapak pendidikan yang juga
menjabat sebagai menteri pendidikan pada masa pasca kemerdekaan 1945.

2.2.3

Bidang Politik
Kondisi dunia politik bangsa Indonesia pasca proklamasi kemerdekaan, banyak sekali
mengalami perubahan dan pembaharuan di segala aspek. Sebagian besar melakukan pembenahan
di dalam tubuh pemerintahan yang mana sebelumnya dipimpin oleh bangsa jepang yang
menduduki bangsa Indonesia setelah Belanda. Pertama-tama melakukan rapat PPKI yang
dilaksanakan pada tanggal 18 agustus 1945. Agenda pertama adalah menunjuk presiden dan

wakil presiden serta mengesahkan dasar negara yaitu UUD Negara. Kemudian rapat terus
berlanjut dengan agenda agenda yang lebih luas yaitu pembentukan alat-alat perlengkapan
negara seperti Komite Nasional, Kabinet Pertama RI, pembagian wilayah RI atas 8 Propinsi
beserta pada gubernurnya, penetapan PNI sebagai satu-satunya partai politik di Indonesia,
pembentukan BKR/TKR, dan lain-lain. Tetapi banyaknya hambatan dan kurangnya pengalaman
dalam perjalanan pembangunan yang akan dihadapi, maka jalannya pemerintahan menjadi
tersendat dan tidak seluruhnya sesuai rencana dan cita-cita yang telah di rencanangkan.

DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia_%281959%E2%80%931965%29
http://nisrinarizki.blogspot.com/2013/01/kondisi-kehidupanekonomipolitiksosial.html
http://urfidiaz.blogspot.com/2013/01/sejarah-orde-lama.html
http://www.pustakasekolah.com/sejarah-orde-lama-demokrasi-terpimpin.html

Sejarah Perbankan di Indonesia sejak jaman Orde Baru

Sejarah Perbankan di Indonesia pada Periode 1966 - 1983


Tugas pokok Kabinet Ampera adalah melaksanakan program stabilisasi dan rehabilitasi yang
berkonsentrasi pada pengendalian inflasi, pencukupan penghidupan pangan, rehabilitasi
prasarana ekonomi, peningkatan ekspor, dan pencukupan kebutuhan sandang.
Penataan kembali perbankan dilakukan melalui Undang-Undang (UU) No. 14/1967 tentang
pokok-pokok perbankan tanggal 30 Desember 1967. Pada awal orde baru, secara umum kondisi
perbankan swasta nasional masih sangat memprihatinkan. Hal tersebut antara lain karena jumlah
bank swasta hingga pertengahan tahun 1971 sudah terlalu banyak dan sebagian besar terdiri atas
bank bank kecil yang sangat lemah dalam permodalan dan manajemen. BI dengan dukungan
pemerintah pada kurun 19711972 melaksanakan kebijakan Program Penertiban Bank Swasta
Nasional dengan sasaran mengurangi jumlah bank swasta nasional dan memperkuat bank yang
ingin tetap melanjutkan kegiatannya. Penertiban tersebut terfokus pada dua pokok usaha yaitu
penghentian pemberian izin baru dan penyederhanaan jumlah bank melalui merger dengan
reward dan enforcement.

Guna peningkatan mobilisasi dan masyarakat, BI memperkenalkan TABANAS (Tabungan


Pembangunan Nasional) dan TASKA (Tabungan Asuransi Berjangka) pada tahun 1970 yang
melengkapi Deposito Inpres 1968.Selain itu, BI juga menyediakan dana melalui Kredit
Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) yang diberikan kepada bank pemerintah untuk membiayai
program kredit dalam rangka mobilisasi dana masyarakat.Program KLBI semakin dipertajam
dengan menggalakkan usaha kecil seperti KIK/KMKP (Kredit Investasi Kecil/Kredit Modal
Kerja Permanen), Kredit Investasi dan Kredit Mahasiswa Indonesia. Dengan langkah tersebut, BI
telah mengambil posisi sebagai penyedia dana terbesar dalam pembangunan ekonomi di luar
dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan penyedia subsidi
bagi perekonomian dalam bentuk kredit dengan bunga yang cukup rendah. Sebagai pelengkap
lembaga perbankan, dalam pembiayaan ekonomi diperlukan lembaga keuangan non-bank. Untuk
itu, pada tahun 1972, BI memprakarsai terbentuknya 12 Lembaga Keuangan Bukan Bank
(LKBB) tipe pembangunan dan 10 LKBB tipe investasi. Pada periode ini, untuk pertama kalinya
dalam sejarah perbankan Indonesia, bank diklasifikasikan berdasarkan tingkat kesehatan bank,
yaitu:
1.
Predikat
sehat
2.
Cukup
sehat
3.
Kurang
sehat.
Mulai tahun 1975, industri perbankan Indonesia telah menjadi industri yang hampir
seluruh aspek kegiatannya diatur oleh pemerintah dan BI. Pada periode ini, tidak satupun bank
harus diawasi secara khusus karena bermasalah atau harus dilikuidasi. Upaya untuk melakukan
persaingan yang sehat juga hampir tidak ada, tata cara transaksi perbankan masih dilakukan
dengan cara tradisional sejak bertahun-tahun, demikian juga dengan produk perbankan yang
ditawarkan hampir tidak mengalami peningkatan. Selanjutnya tahun 1969 izin tersebut dibuka
kembali.
Persyaratan
utama
bagi
pendirian
bank
adalah
:
1) kecukupan modal yang disesuaikan dengan kota tempat kedudukan bank yang bersangkutan
2)
Daerah
tempat
pendirian
bank
masih
membutuhkan
bank
3) Badan Hukum harus berbentuk PT yang saham-sahamnya harus atas nama serta.
4)
Seluruh
Pemegang
Saham
dan
Pimpinannya
harus
WNI.
Ringkas kata, arah pengawasan bank pada periode ini lebih tertuju pada pemberdayaan
perbankan sebagai agen pembangunan dalam rangka pencukupan pangan, sandang dan
pengembangan ekonomi kerakyatan.

Sejarah Perbankan di Indonesia pada Periode 1983 1997


Kondisi perekonomian pada akhir periode 1982/1983 kurang menguntungkan karena
kemampuan pemerintah untuk menopang dana pembangunan semakin berkurang. Pada 1983,
tahap awal deregulasi (upaya untuk membangun suatu sistem perbankan yang sehat, efisien, dan
tangguh) perbankan dimulai dengan penghapusan kredit, bank bebas menetapkan suku bunga
kredit, tabungan, dan deposito, serta menghentikan pemberian Kredit Likuiditas Bank Indonesia
(KLBI)
yang
berkaitan
dengan
pengembangan
koperasi
dan
ekspor.
Tahap awal deregulasi berhasil menumbuhkan iklim persaingan antar bank. Banyak bank swasta,
mengambil inisiatif dalam menentukan arah perkembangan usahanya. Seiring itu, BI

memperkuat sistem pengawasan bank melalui penyusunan dan pemeliharaan blacklist yang
diberi nama resmi Daftar Orang-Orang yang Melakukan Perbuatan Tercela (DOT) mereka yang
masuk dalam daftar ini tidak boleh lagi berkecimpung dalam dunia perbankan.
Tahun 1988 pemerintah bersama BI mengeluarkan Paket Kebijakan Deregulasi Perbankan
1988 (Pakto 88) yang menjadi titik balik dari kebijakan penertiban perbankan 19711972.
Pemberian izin usaha bank baru yang dihentikan sejak tahun 1971 dibuka kembali oleh Pakto 88.
Demikian dengan ijin pembukaan kantor cabang atau pendirian BPR menjadi lebih dipermudah
dengan persyaratan modal ringan. Namun demikian, Pakto 88 mempunyai efek dalam bentuk
penyalahgunaan kebebasan dan kemudahan perbankan dalam bank devisa, yang menghambat
terciptanya sistem perbankan yang sehat. Tahun 1990-an, BI mengeluarkan Paket Kebijakan
Februari 1991 yang berisi ketentuan yang mewajibkan bank berhati-hati dalam pengelolaannya.
Pada 1992 dikeluarkan UU Perbankan menggantikan UU No. 14/1967.
Pada periode 1992-1993, perbankan nasional menghadapi permasalahan yaitu meningkatnya
kredit macet yang menimbulkan beban kerugian pada bank dan berdampak keengganan bank
untuk melakukan ekspansi kredit karena ketatnya ketentuan dalam Pakfeb 1991. Maka,
dikeluarkanlah Pakmei 1993 yang melonggarkan ketentuan kehati-hatian yang sebelumnya
ditetapkan dalam Pakfeb 1991. Berikutnya, sejak 1994 perekonomian Indonesia mengalami
booming economy dengan sektor properti sebagai pilihan utama. Keadaan itu menjadi daya tarik
bagi
investor
asing.
Pakmei 1993 ternyata memberikan hasil pertumbuhan kredit perbankan dalam waktu singkat.
Kredit perbankan dalam jumlah besar mengalir deras ke berbagai sektor usaha meski BI telah
berusaha membatasi. Keadan ekonomi mulai memanas dan inflasi meningkat.
Sejarah
Perbankan
di
Indonesia
masa
Krisis
Moneter
Mulai pertengahan tahun 1997, krisis ekonomi moneter menerpa Indonesia. Nilai tukar rupiah
melemah, sistem pembayaran terancam macet, dan banyak utang luar negeri yang tak
terselesaikan. Krisis telah menimbulkan kesulitan likuiditas yang luar biasa akibat hancurnya
Pasar Uang antar Bank (PUAB). Sebagai lender of the last resort BI harus membantu
mempertahankan kestabilan sistem perbankan dan pembayaran untuk mempertahankan
kelangsungan ekonomi nasional. Nilai tukar Rupiah terus merosot tajam, pemerintah melakukan
tindakan pengetatan Rupiah melalui kenaikan suku bunga yang sangat tinggi dan pengalihan
dana BUMN/yayasan dari bank-bank ke BI (SBI) serta pengetatan anggaran Pemerintah.
Ternyata kebijakan tersebut menyebabkan suku bunga pasar uang melambung tinggi dan
likuiditas perbankan menjadi kering yang menimbulkan bank kesulitan likuiditas. Segera setelah
itu masyarakat mengalami kepanikan dan kepercayaan mereka terhadap perbankan mulai
menurun. Maka terjadi penarikan dana perbankan secara besar-besaran, akibatnya sistem
pembayaran terancam macet dan kelangsungan ekonomi nasional tergocang. Pada Oktober 1997,
pemerintah mengundang IMF untuk membantu program pemulihan krisis di Indonesia melalui
LoI (Letter of Intent). Pemerintah menyatakan akan menjamin pembayaran kembali kepada para
deposan.
Memasuki 1998 keadaan ekonomi semakin memburuk, nilai Rupiah terhadap Dollar tertekan
hingga Rp 16.000 disebabkan pasokan barang yang menurun dengan tajam karena kegitan
produksi berkurang dan jalur distribusi terganggu karena rusaknya sentra-sentra perdagangan
karena kerusuhan Mei 1998. Pada 15 Januari 1998 Pemerintah mempercepat program stabilisasi

dan reformasi ekonomi dengan LoI kedua. LoI kedua diikuti dengan LoI ketiga 8 April 1998
yang mencakup program stabilisasi Rupiah, pembekuan 7 bank dan penempatan nya pada BPPN
serta penyelsaian hutang swasta dengan Pemerintah sebagai mediator. Kemudian LoI keempat
pada 25 Juni 1998 yang mencakup revisi atas target-target ekonomi dan penyediaan Jaringan
Pengaman Sosial (JPS). Selain mengatasi krisis moneter, pemerintah juga juga membantu
menyelesaikan pinjaman luar negeri sektor swasta. Diantaranya pemerintah membentuk Tim
Penyelesaian Utang Luar Negeri Swasta (TPULNS) yang menghasilkan kesepakatan di Frankfurt
pada 4 Juni 1998 tentang penyelesaian utang luar negeri swasta. Masih dalam upaya yang serupa,
pemerintah membentuk Indonesian Restructuring Assets (INDRA) yang bertugas melindungi
debitur Indonesia dari resiko perubahan nilai tukar pada jumlah hutangnya. Kemudian pada 9
September 1998 pemerintah membentuk Prakarsa Jakarta untuk menyediakan akses bagi
perusahaan agar dapat mendapatkan modal baru guna menggerakkan kembali usahanya.
Langkah tersebut diambil sebagai bagian dari program restrukturisasi dan rekapitulasi
perbankan.

Sejarah Perbankan di Indonesia Pasca Krisis Moneter


Untuk memulihkan perekonomian nasional, pemerintah melimpahkan kewenangan yang lebih
luas dan tegas kepada Bank Indonesia sebagai Bank Sentral untuk menjalankan fungsinya selaku
otoritas moneter. Ditegaskan dalam UU No.23 tahun 1999 yang mengandung dua hal penting,
yakni :
1. Independensi Bank Indonesia tanpa campur tangan pemerintah maupun pihak-pihak lainnya
dalam
menetapkan
kebijakan
moneter
dan
keuangan
2.
Tujuan Bank Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah
Kondisi
Pasca
Krisis
Ekonomi
:
a.
Selesainya
penyusunan
Arsitektur
Perbankan
Indonesia
(API)
b. Serangkaian rencana dan komitmen pemerintah, DPR, dan Bank Indonesia untuk membentuk
atau
menyusun:

Lembaga
penjamin
simpanan

Lembaga
pengawas
perbankan
yang
independen

Otoritas
jasa
keuangan
c. Kinerja perbankan yang lebih baik, yang mengarah kepada praktik:

Manajemen
pengelolaan
risiko
yang
lebih
baik

Struktur
perbankan
nasional
yang
lebih
baik

Penerapan
prinsip
kehati-hatian
(prudential
banking)
yang
konsisten
Upaya untuk menata kembali sistem perbankan dan keuangan yang sehat agar dapat menopang
perekonomian nasional.

Perbankan di Indonesia Pasca Krisis Moneter hingga


sekarang

Berbagai perkembangan positif pada sektor perbankan sejak dilaksanakannya program


stabilisasi antara lain tampak pada pemberian kredit yang mulai meningkat pada inovasi produk
yang mulai berjalan. Sementara itu setiap perbankan memiliki periode masing-masing untuk
terus
meningkatkan
dan
menjadi
yang
terbaik
untuk
masyarakat,
Kondisi perbankan di Indonesia semakin membaik meski tekanan krisis keuangan global
semakin terasa. Hal tersebut terlihat dari berkurangnya keketatan likuiditas perbankan dan
tumbuhnya total kredit perbankan. Perekonomian Indonesia masih mengalami pasang-surut,
pemerintah melakukan kebijakan deregulasi dan debirokratisasi yang dijalankan secara bertahap
pada sektor keuangan dan perekonomian. Salah satu maksud dari kebijakan deregulasi dan
debirokratisasi adalah upaya untuk membangun suatu sistem perbankan yang sehat, efisien, dan
tangguh.
Langkah Memperkuat kerangka penting yang dilakukan sehubungan dengan itu adalah:
1. Pengaturan dengan menyusun rencana implementasi yang jelas untuk memenuhi 25 Basel
Core Principles for Effective Banking Supervision yang menjadi standard
2. Meningkatkan internasional bagi pengawasan bank infrastruktur sistem pembayaran dengan
mengembangkan
Real
3. Menerapkan bank guarantee scheme untuk Time Gross Settlements (RTGS) melindungi
simpanan
4. Merekstrukturisasi kredit masyarakat di bank macet, baik yang dilakukan oleh BPPN,
Prakarsa
Jakarta
maupun
Indonesian
Debt
Restrukturing
5. Melaksanakan program Agency (INDRA) privatisasi dan divestasi untuk bankbank BUMN
dan bankbank yang Meningkatkan persyaratan modal bagi pendirian bank baru.
sumber :
www.bi.go.id/NR/rdonlyres/.../SejarahPerbankanPeriode19831997.pdf
http://fakta-sejarah.blogspot.com/2009/02/moneter-indonesia.html

Anda mungkin juga menyukai