Anda di halaman 1dari 9

Nama : Dessa Rachmadita Sabarati (12)

Kelas : XII IPS 5

Mapel : Sejarah Indonesia

Resume

KEHIDUPAN POLITIK DAN EKONOMI PADA MASA ORDE


BARU ( 2 )

B. Sistem Ekonomi pada Masa Orde Baru, yang meliputi :


1. Sistem Ekonomi Orde Baru
Pemerintahan orde baru memiliki slogan yang menunjukkan fokus utama mereka dalam
memberlakukan kebijakan ekonomi, yaitu Trilogi Pembangunan.

Trilogi pembangunan:

- Pertumbuhan Ekonomi yang Cukup Tinggi

- Pemerataan pembangunan yang hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.

- Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

Bukan tanpa dasar, Trilogi Pembangunan dibuat karena Indonesia mengalami inflasi yang sangat
tinggi pada awal tahun 1966, kurang lebih sebesar 650% setahun. beberapa kebijakan ekonomi yang
dikeluarkan pada masa orde baru adalah:

1. Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita)

Pada April 1969, pemerintah menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang
bertujuan untuk meningkatkan sarana ekonomi, kegiatan ekonomi serta kebutuhan sandang dan
pangan. Repelita ini akan dievaluasi selama lima tahun sekali.

a. Repelita I (1 April 1969-31 Maret 1974) Sasaran utama yang hendak dicapai adalah pangan,
sandang, papan, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Pertumbuhan ekonomi
berhasil naik 3 sampai 5,7% sedangkan tingkat inflasi menurun menjadi 47,8%.

Namun, kebijakan pada masa Repelita I dianggap menguntungkan investor Jepang dan golongan
orang-orang kaya saja. Hal ini memicu timbulnya peristiwa Malapetaka Lima Belas Januari (Malari).

b. Repelita II (1 April 1974 - 31 Maret 1979) menitikberatkan pada sektor pertanian dan industri yang
mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.

c. Repelita III (1 April 1979-31 Maret 1984) Pelita III menekankan pada Trilogi Pembangunan dengan
menekankan pada azas pemerataan, yaitu:

d. Repelita IV (1 April 1984 - 31 Maret 1989) menitikberatkan pada sektor pertanian menuju
swasembada pangan dengan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin sendiri.
e. Repelita V (1 April 1989-31 Maret 1994) menitikberatkan pada sektor pertanian untuk
memantapkan swasembada pangan, meningkatkan produksi pertanian, menyerap tenaga kerja, dan
mampu menghasilkan mesin-mesin sendiri.

f. Repelita VI dimulai pada tahun 1994, pembangunan berfokus pada pada sektor ekonomi, industri,
pertanian dan peningkatan sumber daya manusia.

2. Revolusi Hijau

Revolusi Hijau pada dasarnya adalah suatu perubahan cara bercocok tanam dari cara tradisional
(peasant) ke cara modern (farmers). Untuk meningkatkan produksi pertanian umumnya dilakukan
empat usaha pokok, yang terdiri dari:

a. Intensifikasi, yaitu penelitian, pengembangan, dan penerapan teknologi pertanian untuk


memanfaatkan lahan yang ada guna memperoleh hasil yang optimal; Perubahan ini dilakukan
melalui program Panca Usaha Tani yang terdiri dari:

- Pemilihan dan penggunaan bibit unggul atau varietas unggul.

- Pemupukan yang cukup

- Pengairan yang cukup

- Pemberantasan hama yang intensif

- Teknik penanaman yang baik

b. Ekstentifikasi, yaitu perluasan lahan pertanian untuk memperoleh hasil pertanian yang lebih
optimal

c. Diversifikasi (keanekaragaman usaha tani)

d. Rehabilitasi (pemulihan daya produktivitas sumber daya pertanian yang sudah kritis).

2. Program pembangunan nasional Orde Baru


a. Program Jangka Pendek

Presiden Soeharto pada awal pemerintahannya dihadapkan pada masalah yang cukup sulit dibidang
ekonomi. Berbagai permasalahan terjadi seperti inflasi yang mencapai 650% berakibat melonjaknya
harga-harga kebutuhan. Selain itu alat-alat produksi mengalami kerusakan terutama di sektor
pertanian. Permasalah tersebut berakibat pada kurangnya tingkat kesejahteraan masyarakat
Indonesia. Rehabilitas dan stabilitas ekonomi menjadi kebijakan awal pemerintahan Orde Baru
dalam memulihkan kondisi tersebut. Rehabilitas maksudnya perbaikan fisik terhadap prasarana-
prasarana dan alat produksi. Dan stabilitas dimaksudkan pengendalian inflasi supaya harga tidak
melonjak terus menerus.

Program stabilitas dan rehabilitas ekonomi yang dilakukan pemerintahan Orde Baru menumbuhkan
hasil yang cukup baik. Tingkat inflasi semula mencapai 650% berhasil ditekan menjadi 120 pada
tahun 1969. Kerusakan sarana prasaran mulai diperbaiki dan diremajakan. Pemerintah Orde Baru
siap melaksanakan program jangka panjang khususnya dibidang pertanian.
b. Program Jangka Panjang

Pada 1 April 1969, pemerintah menciptakan landasan untuk pembangunan yang disebut sebagai
Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Repelita I (1969) tersebut fokus pada rehabilitasi
prasarana penting dan pengembangan iklim usaha dan investasi. Repelita II (1974-1979) dan
Repelita III (1979-1984) fokus pada pencapaian pertumbuhan ekonomi, stabilitas nasional, dan
pemerataan pembangunan dengan penekanan pada sektor pertanian dan industri yang mengolah
bahan mentah menjadi bahan baku. Fokus Repelita IV (1984-1989) dan Repelita V (1989-1994),
selain berusaha mempertahankan kemajuan di sektor pertanian, juga mulai bergerak
menitikberatkan pada sektor industri khususnya industri yang menghasilkan barang ekspor, industri
yang menyerap tenaga kerja, industri pengolahan hasil pertanian, dan industri yang dapat
menghasilkan mesinmesin industri.

3. Pemerintah Orde Baru


Lahirnya masa pemerintahan Orde Baru muncul setelah dikeluarkannya surat perintah 11 Maret
1966 hingga 1998. Soeharto diangkat sebagai presiden menggantikan Soekarno. Pada masa orde
baru ini untuk pemerintahannya adalah presidensial dengan bentuk pemerintahnya republik. UUD
1945 sebagai dasar konstitusi. Dilansir dari Encyclopaedia Britannica (2015), masa Orde Baru
pemerintah menekankan pada stabilitas nasional dalam program politiknya dan rehabilitas ekonomi
serta berkepribadian dan dalam bidang sosial budaya. Pada era ini demokrasi di Indonesia
mengalami kemajuan yang cukup signifikan. Hasil kebijakan ekonomi terlihat, inflansi menurun dan
mata uang nasional stabil. Meski mengalami perkembangan, namun kekuasaan dipegang penuh oleh
presiden. Salah satu penyebab runtuhnya era orde baru adanya krisis moneter pada 1997.

Sejak tahun itu kondisi ekonomi Indonesia terus memburuk, ini juga melanda negara-negara lain.
Kondisi itu membuat KKN tinggi dan kemiskinan meningkat. Terjadi ketimpangan yang mencolok.
Akhirnya tumbuh gerakan berdemokrasi menuntut perbaikan ekonomi dan reformasi total. Era Orde
Baru ini berakhir pada Juli 1998 setelah Soeharto mengundurkan diri sebagai presiden. Kemudian
muncul era reformasi.

4. Penanaman modal
Krisis Moneter menghantam Asia pada 1997, tak terkecuali Indonesia. Pada bulan Juli 1997 otoritas
moneter Indonesia memperluas perdagangan mata uang rupiah yang semula hanya 8 persen
menjadi 12 persen. Kemudian pada 14 Agustus 1997, rupiah diserang secara hebat, sehingga nilai
rupiah pun semakin melemah. Rupiah dan Bursa Efek Jakarta menyentuh titik terendah mereka
pada bulan September 1997. Utang perusahaan semakin meningkat, terjadi inflasi, dan peningkatan
besar harga bahan pangan. Melemahnya sektor keuangan di Indonesia ini semakin membuat
kondisi perekonomian di Indonesia merosot, terlebih saat krisis sudah terjadi. Demi mengatasi krisis
ini, Indonesia pun mengajukan pinjaman langsung ke bank asing. Namun, cara ini tidak menjamin
Indonesia terlepas dari krisis moneter, justru krisis tetap meluas, karena faktor utama terjadinya
krisis bukan dari sektor perbankan. Terjadi demonstrasi besar-besaran yang memprotes pemerintah.
Bahkan kerusuhan dan penjarahan berlangsung di mana-mana. Situasi yang sangat panas ini
akhirnya membuat Presiden Soeharto mundur pada 12 Mei 1998.
C. Akhir Masa Pemerintahan Orde Baru
Puncaknya dari demonstrasi mahasiswa terjadi pada tanggal 19–21 Mei 1998 di depan Gedung
DPR/MPR Jakarta. sampai tanggal 21 Mei 1998 di Istanah Merdeka Presiden Soeharto mundur dari
jabatannya dan sekaligus pengambilan sumpah jabatan oleh BJ. Habibie sebagai presiden ke 3
Indonesia.

D. Tokoh - Tokoh yang berperan pada masa Pemerintahan Orde Baru


1. Adam Malik
Ia merupakan personifikasi utuh dari kedekatan antara diplomasi dan media massa. Jangan kaget,
kalau pria otodidak yang secara formal hanya tamatan SD (HIS) ini pernah menjadi Ketua Sidang
Majelis Umum PBB ke-26 di New York dan merupakan salah satu pendiri LKBN Antara. Kemahirannya
memadukan diplomasi dan media massa menghantarkannya menimba berbagai pengalaman
sebagai duta besar, menteri, Ketua DPR hingga menjadi wakil presiden.

Sang wartawan, politisi, dan diplomat kawakan, putera bangsa berdarah Batak bermarga Batubara,
ini juga dikenal sebagai salah satu pelaku dan pengubah sejarah yang berperan penting dalam proses
kemerdekaan Indonesia hingga proses pengisian kemerdekaan dalam dua rezim pemerintahan
Soekarno dan Soeharto.

Pria cerdik berpostur kecil yang dijuluki 'si kancil' ini dilahirkan di Pematang Siantar, Sumatra Utara,
22 Juli 1917 dari pasangan Haji Abdul Malik Batubara dan Salamah Lubis. Semenjak kecil ia gemar
menonton film koboi, membaca, dan fotografi. Setelah lulus HIS, sang ayah menyuruhnya memimpin
toko 'Murah', di seberang bioskop Deli. Di sela-sela kesibukan barunya itu, ia banyak membaca
berbagai buku yang memperkaya pengetahuan dan wawasannya.

Ketika usianya masih belasan tahun, ia pernah ditahan polisi Dinas Intel Politik di Sipirok 1934 dan
dihukum dua bulan penjara karena melanggar larangan berkumpul. Adam Malik pada usia 17 tahun
telah menjadi ketua Partindo di Pematang Siantar (1934- 1935) untuk ikut aktif memperjuangkan
kemerdekaan bangsanya. Keinginannya untuk maju dan berbakti kepada bangsa mendorong Adam
Malik merantau ke Jakarta.

Pada usia 20 tahun, Adam Malik bersama dengan Soemanang, Sipahutar, Armin Pane, Abdul Hakim,
dan Pandu Kartawiguna, memelopori berdirinya kantor berita Antara tahun 1937 berkantor di JI.
Pinangsia 38 Jakarta Kota. Dengan modal satu meja tulis tua, satu mesin tulis tua, dan satu mesin
roneo tua, mereka menyuplai berita ke berbagai surat kabar nasional. Sebelumnya, ia sudah sering
menulis antara lain di koran Pelita Andalas dan Majalah Partindo.

Di zaman Jepang, Adam Malik aktif bergerilya dalam gerakan pemuda memperjuangkan
kemerdekaan. Menjelang 17 Agustus 1945, bersama Sukarni, Chaerul Saleh, dan Wikana, Adam
Malik pernah melarikan Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok untuk memaksa mereka
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Demi mendukung kepemimpinan Soekarno-Hatta, ia menggerakkan rakyat berkumpul di lapangan


Ikada, Jakarta. Mewakili kelompok pemuda, Adam Malik sebagai pimpinan Komite Van Aksi, terpilih
sebagai Ketua III Komite Nasional Indonesia Pusat (1945-1947) yang bertugas menyiapkan susunan
pemerintahan. Selain itu, Adam Malik adalah pendiri dan anggota Partai Rakyat, pendiri Partai
Murba, dan anggota parlemen.

Akhir tahun lima puluhan, atas penunjukan Soekarno, Adam Malik masuk ke pemerintahan menjadi
duta besar luar biasa dan berkuasa penuh untuk Uni Soviet dan Polandia. Karena kemampuan
diplomasinya, Adam Malik kemudian menjadi ketua Delegasi RI dalam perundingan Indonesia-
Belanda, untuk penyerahan Irian Barat di tahun 1962. Selesai perjuangan Irian Barat (Irian Jaya),
Adam Malik memegang jabatan Menko Pelaksana Ekonomi Terpimpin (1965). Pada masa semakin
menguatnya pengaruh Partai Komunis Indonesia, Adam bersama Roeslan Abdulgani dan Jenderal
Nasution dianggap sebagai musuh PKI dan dicap sebagai trio sayap kanan yang kontra-revolusi.

Ketika terjadi pergantian rezim pemerintahan Orde Lama, posisi Adam Malik yang berseberangan
dengan kelompok kiri justru malah menguntungkannya. Tahun 1966, Adam disebut-sebut dalam trio
baru Soeharto-Sultan-Malik. Pada tahun yang sama, lewat televisi, ia menyatakan keluar dari Partai
Murba karena pendirian Partai Murba, yang menentang masuknya modal asing. Empat tahun
kemudian, ia bergabung dengan Golkar. Sejak 1966 sampai 1977 ia menjabat sebagai Wakil Perdana
Menteri II / Menlu ad Interim dan Menlu RI.

Sebagai Menlu dalam pemerintahan Orde Baru, Adam Malik berperanan penting dalam berbagai
perundingan dengan negara-negara lain termasuk rescheduling utang Indonesia peninggalan Orde
Lama. Bersama Menlu negara-negara ASEAN, Adam Malik memelopori terbentuknya ASEAN tahun
1967. Ia bahkan dipercaya menjadi Ketua Sidang Majelis Umum PBB ke-26 di New York. Ia orang Asia
kedua yang pernah memimpin sidang lembaga tertinggi badan dunia itu. Tahun 1977, ia terpilih
menjadi Ketua DPR/MPR. Kemudian tiga bulan berikutnya, dalam Sidang Umum MPR Maret 1978
terpilih menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia yang ke-3 menggantikan Sri Sultan Hamengku
Buwono IX yang secara tiba-tiba menyatakan tidak bersedia dicalonkan lagi.

Beberapa tahun setelah menjabat wakil presiden, ia merasa kurang dapat berperan banyak.
Maklum, ia seorang yang terbiasa lincah dan aktif tiba-tiba hanya berperan sesekali meresmikan
proyek dan membuka seminar. Kemudian dalam beberapa kesempatan ia mengungkapkan
kegalauan hatinya tentang feodalisme yang dianut pemimpin nasional. Ia menganalogikannya
seperti tuan-tuan kebon.

Sebagai seorang diplomat, wartawan bahkan birokrat, ia seing mengatakan ‘semua bisa diatur”.
Sebagai diplomat ia memang dikenal selalu mempunyai 1001 jawaban atas segala macam
pertanyaan dan permasalahan yang dihadapkan kepadanya. Tapi perkataan ‘semua bisa diatur’ itu
juga sekaligus sebagai lontaran kritik bahwa di negara ini ‘semua bisa di atur’ dengan uang.

Setelah mengabdikan diri demi bangsa dan negaranya, H. Adam Malik meninggal di Bandung pada 5
September 1984 karena kanker lever. Kemudian, isteri dan anak-anaknya mengabadikan namanya
dengan mendirikan Museum Adam Malik. Pemerintah juga memberikan berbagai tanda
kehormatan.

2. Ali Murtopo
Ada pendapat yang mengatakan bahwa kalau raja Orde Baru adalah Soeharto, maka Ali Moertopo
adalah patihnya. Letnan Jenderal (Purn) kelahiran Blora, Jawa Tengah, tanggal 23 September 1924
ini dikenal sebagai aktivis, ahli strategi, dan politisi terkemuka. Demikian dilansir dari buku 100
Tokoh yang Mengubah Indonesia, Penerbit Narasi. Ali Moertopo memiliki kompetensi di bidang
intelijen, dan berperan signifikan dalam memodernisasi badan intelijen negara pasca 1965. Ali
Moertopo bersama Soedjono Hoemardhani, asisten pribadi Soeharto, mempunyai peran besar
mengukuhkan akar kekuasaan Orde Baru, sehingga bisa bertahan selama 32 tahun. Lembaga think
tank Orde Baru, CSIS (Center of Strategic and International Studies) yang dibentuk pada tahun 1971
adalah hasil karya mereka. Lembaga ini memiliki kredibilitas di kalangan akademisi, dan hasil risetnya
diakui dalam lingkup internasional. Hasil riset CSIS banyak menjadi acuan ketika para akademisi ingin
menganalisis arah kebijakan rezim Orde Baru. Baca juga: Kisah 3 Jenderal Bintang Lima Indonesia:
Nasution, Soedirman dan Soeharto Ali Moertopo adalah think thank di balik pemerintahan Orde
Baru. Orde Baru terkenal dengan program pembangunan lima tahunnya (Pelita), dan juga terkenal
dengan pembungkaman aspirasi politik. Semua itu adalah gagasan Ali Moertopo, seorang tentara
berbasis intelijen yang juga seorang pemikir dan analis. Gagasannya yang tertuang dalam bukunya
yang bertajuk Dasar-dasar Pemikiran tentang Akselerasi Modernisasi Pembangunan 25 Tahun (1972)
diterima MPR sebagai strategi pembangunan nasional jangka panjang. Hingga dekade 90-an,
Soeharto masih konsisten dengan strategi pentahapan pembangunan, dan secara resmi pernah
menyatakan telah melampaui pembangunan jangka panjang tahap I (PJP I)

3. Sudomo
Tak cuma urusan politik dan militer yang membuat Sudomo menjadi sosok yang menarik. Kehidupan
privat pria kelahiran Malang, 20 September 1926 juga sempat jadi berita. Dalam perjalanan
hidupnya, Sudomo pernah menikah dengan tiga perempuan dalam rentang waktu berbeda. Dengan
istri pertamanya, Fransisca Play, Sudomo dikaruniai empat orang anak. Mereka adalah Biakto Trikora
Putra, Prihatina Dwikora Putri, Martini Yuanita Ampera Putri, dan Meidyawati Banjarina Pelita Putri.
Yang unik, keempat anaknya tersebut diberi nama berdasarkan momentum politik yang mengemuka
saat itu.

Selang 10 tahun kemudian Sudomo menikahi Fransiska Diah Widhowaty. Namun pernikahan ini
hanya berlangsung empat tahun. Setelah itu, Sudomo menikah dengan Aty Kesumawati. Namun
kembali kandas.

Perjalanan karier Sudomo dimulai dari dunia pelayaran yang dijajakinya selepas tamat dari
pendidikan SMP pada tahun 1943. Dunia pelayaran mengarahkan ketertarikannya kepada dunia
militer. Sudomo muda lalu mulai menapaki dunia militer dengan mengikuti pendidikan Perwira
Special Operation dan kursus Komandan Destroyer Gdyna, Polandia. Sudomo menamatkan
pendidikannya itu tahun 1958. Di sinilah dimulainya kiprah militer Sudomo.

Prestasinya di dunia militer dan pelayaran membantu kelancaran pendidikannya untuk terus
menempuh pendidikan di luar negeri. Sudomo juga sempat mengikuti pendidikan di Lemhannas,
Sekolah Para Komando KKO, dan SESKOAL. Sejumlah operasi militer di bawah komando presiden
Sukarno juga pernah dijalankannya. Misalnya, pertempuran di Laut Arafuru dan pembebasan Irian
Barat. Dua perang itu menjadi cerita kesuksesannya dalam karier militer Sudomo. Kecemerlangan
Sudomo terus berlanjut di era Soeharto.

Di masa pemerintahan Orde Baru ini, Sudomo tercatat pernah mengemban amanah sebagai Kepala
Staf TNI AL (1969-1973) dan Panglima Komando Pengendalian Keamanan dan Ketertiban
(Pangkopkamtib) tahun 1978-1983 yang bertugas memelihara stabilitas.

Tidak cukup berkarier di militer, sejumlah posisi politik di pemerintahan pernah diembankan
Presiden Soeharto ke pundaknya. Sudomo sempat merasakan kursi Senayan dengan menjadi
anggota MPR RI, menjabat Menteri Tenaga Kerja (1983-1988), Menko Polkam (1988-1993), dan
puncaknya sebagai ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA) periode 1993 hingga 1998. Kariernya
berakhir dengan runtuhnya kekuasaan rezim Orde Baru pada tahun 1998 dengan terjadinya
reformasi. Posisinya yang penting di masa Orba, membuat publik menilainya sebagai salah seorang
kroni Soeharto.

Sejarah kontroversial Sudomo terjadi ketika dirinya menjabat Pangkopkamtib dan Menko Polkam di
era Orde Baru. Era awal tahun 1980-an hingga akhir 1990-an merupakan salah satu penggalan
sejarah berdarah politik Indonesia. Karena pada kurun waktu itu, rezim Orde Baru memberlakukan
UU Subversif. Dunia intelijen Indonesia yang mendapat pembenaran penuh di bawah UU Subversif,
diwarnai oleh tangan dingin Sudomo. Sudomo mampu mengendalikan sejumlah kemelut dan konflik
sosial-politik di sejumlah daerah. Dunia intelijen Indonesia ketika itu ditangani oleh kepiawaian trio
jenderal, yaitu Sudomo, LB Moerdani dan Yoga Soegama.

Sebagai petinggi, wajar bila namanya sering dikaitkan dengan sejumlah kasus. Kasus yang menarik-
narik Sudomo misalnya dugaan pelanggaran HAM kasus Talangsari, Lampung, yang terjadi pada 1989
dan juga katabelece Edi Tansil.

Di usia senja, Sudomo mengisi waktunya dengan kegiatan keagamaan. Dia rajin ke masjid, termasuk
untuk salat subuh. Bahkan dalam suatu kesempatan, dia mengaku hidupnya baru dimulai di usia 75
tahun. Saat ini, Sudomo menginjak usia yang ke-86. Sudomo tengah berjuang melawan sakit keras
yang dialaminya. Dia dirawat intensif akibat pendarahan otak yang tiba-tiba menyeranganya ketika
hendak mengadiri sebuah pernikahan keluarga

4. Sri Sultan Hamengku Buwono IX


Sri Sultan Hamengkubuwono IX adalah anak kesembilan dari Sultan Hamengkubuwono VIII dengan
istri kelimanya RA Kustilah/KRA Adipati Anum Amangku Negara/Kanjeng Alit.

Ia lahir pada masa pemerintahan Belanda di Ngayogyakarta Hadiningrat (sekarang Yogyakarta) pada
12 April 1912 dengan nama Bendoro Raden Mas Dorodjatun di Ngasem.

Sebagai keturunan langsung dari Sultan, ia diangkat menjadi Raja Kesultanan Yogyakarta ke-9 mulai
18 Maret 1940 sampai menghembuskan nafas terakhirnya di usia 76 tahun pada 2 Oktober 1988 di
Amerika.

Saat itu ia diberi gelar Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Sultan Hamengkubuwana
Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah ingkang Jumeneng Kaping
Sanga.

Di bawah pimpinan Hamengkubuwono IX inilah Yogyakarta banyak mengalami perubahan. Ia sangat


berani dan dengan tegas menentang kaum penjajah. Ia bersemangat memperjuangkan nasib rakyat
Yogyakarta agar segera meraih otonomi sendiri.

4 tahun waktunya dihabiskan untuk bernegosiasi dengan Dr Lucien Adam selaku Diplomat Senior
Belanda. Kemudian, di masa penjajahan Jepang, ia berada paling depan dalam menolak pengiriman
romusha yang mengadakan proyek lokal saluran irigasi Selokan Mataram.

Hamengkubuwono IX yang jengah terhadap intimidasi haus akan kemerdekaan. Ia lantas mendorong
pemerintah RI agar bisa merdeka dan memberi status Istimewa bagi Yogyakarta. Perjuangannya
bersama Paku Alam IX menjadi penguasa lokal pertama yang menggabungkan diri ke Republik
Indonesia pun terwujud.

Ia diangkat menjadi Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta pertama oleh Presiden Soekarno tepat di
Hari Proklamasi pada 17 Agustus 1945. Jabatan itu diembannya hingga akhir hayat, yang dibantu
Paku Alam VII selaku Pejabat Gubernur.

Mulai 2 Oktober 1946 sampai 27 Juni 1947, Hamengkubuwono IX dipercaya untuk menjabat sebagai
Menteri Negara pada kabinet Sjahrir III. Ia diangkat lagi dalam Kabinet Amir Sjarifuddin I dan II pada
3 Juli 1947 - 11 November 1947, yang dilanjutkan hingga 28 Januari 1948.

Di masa ini, Jakarta dikuasai Belanda dalam Agresi Militer Belanda I yang dilaksanakan pada 21 Juli
1947 sampai 5 Agustus 1947, Hamengkubuwono IX mengajak Presiden untuk memimpin Indonesia
dari Yogyakarta.

Jabatan di Kementerian terus dipercayakan kepadanya. Dari Menteri Pertahanan/Koordinator


Keamanan Dalam Negeri pada Kabinet Hatta II (4 Agustus 1949 - 20 Desember 1949) dan Menteri
Pertahanan pada masa RIS (20 Desember 1949 - 6 September 1950). Setelah itu dalam Kabinet
Natsir (6 September 1950 - 27 April 1951), ia diangkat menjadi Wakil Perdana Menteri Indonesia
menggantikan Abdul Hakim.

Konsentrasi Hamengkubuwono IX tidak hanya pada kesejahteraan dan ekonomi rakyat. Di bidang
pendidikan, Sultan yang pernah mencicipi bangku Frobel School (setara TK) asuhan Juffrouw Willer di
Bintaran Kidul, Eerste Europese Lagere School (1925), Hogere Burger School (HBS, setingkat SMP dan
SMU) di Semarang dan Bandung (1931), serta Rijkuniversiteit Leiden, jurusan Indologie (ilmu tentang
Indonesia) kemudian ekonomi ini juga sangat menaruh perhatian.

Ia juga disebut-sebut sebagai salah satu founding father Universitas Gadjah Mada sejak mulai
pendirian Balai Perguruan Tinggi UGM pada 17 Februari 1946 sampai pendirian UGM pada 19
Desember 1949, hingga berubah menjadi Universitiet Negeri Gadjah Mada sampai menjadi
Universitas Gadjah Mada di tahun 1954. Atas usahanya, ia dipilih menjadi Ketua Dewan Kurator
UGM tahun 1951.

Di bidang olahraga, mantan Ketua Dewan Pariwisata Indonesia (1956), mantan delegasi Indonesia di
PBB urusan pariwisata (1963 dan 1968) ini dipercaya menjadi Ketua Federasi ASEAN GAMES (1958)
dan Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) pada 1968.

Pengalaman dan kecerdasannya juga dimanfaatkan secara penuh di bidang ekonomi ketika kembali
di Kementerian menjadi Menteri/Ketua Badan Pemeriksa Keuangan pada 5 Juli 1959 dan Wakil
Perdana Menteri Bidang Ekonomi 11 pada Maret 1966.

Jabatan itu kemudian berganti nama pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Ia diangkat
menjadi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI pertama masa jabatan 25 Juli 1966 - 17
Oktober 1967, yang kemudian digantikan oleg Ali Wardhana.

Hamengkubuwono IX yang juga dikenal sebagai Bapak Pramuka Indonesia dan pernah menjabat
sebagai ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka (1968), dipilih untuk mendampingi Presiden
Soeharto sebagai Wakil Presiden RI ke-2 menggantikan Mohammad Hatta pada 24 Maret 1973 - 23
Maret 1978. Jabatan itu dilanjutkan Adam Malik di periode berikutnya.

Dalam kehidupan pribadinya, Hamengkubuwono IX tercatat pernah 5 kali menikah. Istri pertamanya
adalah BRA Pintakapurnama/KRA Pintakapurnama pada tahun 1940. Kemudian RA Siti Kustina/BRA
Windyaningrum/KRA Widyaningrum/Ray Adipati Anum, putri R.W. Purwowinoto pada tahun 1943.
Ketiga, Raden Gledegan Ranasaputra/KRA Astungkara, putri Raden Lurah Ranasaputra dan Sujira
Sutiyati Ymi Salatun di tahun 1948. Keempat, KRA Ciptamurti, dan yang terakhir Norma Musa/KRA
Nindakirana, putri Handaru Widarna di tahun 1976. Dari pernikahan itu, Hamengkubuwono IX
dikaruniai 15 putra dan 7 putri.

Tepat tanggal 2 Oktober 1988 malam, Gubernur terlama yang menjabat di Indonesia (1945-1988)
dan Raja Kesultanan Yogyakarta terlama (1940-1988) ini menghembuskan nafas terakhirnya di
George Washington University Medical Center, Amerika.

Jenazahnya lalu dibawa kembali ke tanah air dan dikebumikan di kawasan pemakaman para–Sultan
Mataram di Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai