BAB I
GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA
Berdasarkan pendekatan kronologis historis substansi perekonomian
Indonesia digolongkan menjadi :
1. Masa sebelum terjajah (sebelum 1600)
2. Masa penjajahan (1600-1945)
3. Masa sebelum 1966 (sejak merdeka)
4. Masa sesudah 1966 (orde baru)
5. Masa sesudah orde baru (reformasi ekonomi)
Sejak merdeka sampai tahun1966 perekonomian Indonesia kurang
berkembang cabinet selalu berganti-ganti sehingga perekonomian Indonesia
mengikuti kebijakan-kebijakan ekonomi kebinet tsb.
Pertumbuhan ekonomi
Periode 1952-1958 = 6,5%
Periode 1960-1965 = 1,9%
APBN deficit, dibiayai dengan mencetak uang baru sehingga terjadi inflasi dan
pada tahun 1966 terjadi hiperinflasi. Inflasi sudah terjadi sejak tahun 1955
sebesar 33%.
Nasionalisasi perusahaan asing menjadi APBN :
Kekurangan capital
Anti investasi asing (inward looking)
Nasionalisasi perusahaan asing terutama belanda dimulai sejak tahun 1951
Tahun 1958 nasionalisasi secara besar-besaran terjadi berdasarkan UU No.
78/1958 tentang investasi asing. Isinya adalah akibat terjadi pelarian modal
peran Indonesia dalam perdagangan internasional sebagai Negara
pengekspor bahan mentah seperti kapra, the, kelapa sawit, lada tembakau.
Dalam system moneter
a. Nasionalisasi bank-bank asing tahun 1953
b. Tahun 1945 didirikan BNI
c. De Javache Bank (belanda) diambil alih menjadi BI (bank central) tahun 1953
Tugasnya :
1. Menstabilkan nilai rupiah
2. Mengatur sirkulasi uang (peredaran)
3. Supaya tidak hanya beredar di kota tertentu tapi menyebar secara
menyeluruh
4. Mengawasi serta mengembangkan perbankan dan kredit. Mengawasi agar
sirkulasi itu bisa teratur penyebarannya.
5. Memonopoli perdaran uang kartal cadangan minimum 20% dalam bentuk
emas dan valuta asing.
d. Instrument kebijakan moneter
Dalam negeri = penetapan premi inpor sebagai persyaratan minimum modal
sendiri bagi pemohon kredit.
Luar negeri = pengawasan devisa secara ketat untuk mencegah devaluasi
dan deficit neraca pembayaran.
e. Tahun 1965 materi urusan bank central (gubernur BI)mengabungkan semuan
bank pemerintah menjadi satu wadah yaitu bank berjuang. Tugasnya agar
otoritas moneter berada dalam satu tangan dalam rangka melaksanakan
ekonomi terpmpin.
Ada empat masa sesudah tahun 1966 (orba)
a. Masa peralihan (1966-1968)
Keadaan ekonomi porak poranda lalu bank central mengambil kebijakan
seperti:
1. Memerangi inflasi
2. Mencukupi stok pangan (beras)
3. Rehabilitas perasarana ekonomi, semua sarana dperbaiki dan mengurus
pengganti
4. Meningkatkan eksport, potensi besar tapi tidak bisa menjual
5. Menyediakan/menciptakan kesempatan kerja UU PMA (outward looking)
1966-1968 masa rehabilitas ekonomi dilakukan program jangka pendek :
1. Tahap penyelamatan juli-desember 1966
2. Tahap rehabilitasin januari-juli 1967
3. Tahap konsolidasi juli-desember 1967
4. Tahap stabilitasi januari-juli 1968
Program jangka panjang terdiri atas rangkuman pembangunan lima tahun
(repelita) yang dimjulai april 1969
Dalam rangka mendukung kebijakan jangka pendek
Kebijakan anggaran berimbang (balance budget policy) politik anggaran
bersifat berimbang.
Inter-Govermental group on Indonesia (IGGI) sebuah konsorsiom negara-negara
donatur
Consultative group Indonesia (CGI) sebagai pengganti IGGI
International monetary fund (IMF) sebagai organisasi keuanagn internasional
Peranan bank-bank dan lembaga keuangan lain sebagai agen pembanguna
diperbesar
Tahapan pelita tahun 1969 merupakan perekmbangan ekonomi
Pelita I : 1969-1974
Pelita II : 1974-1979
Peliat II : 1979-1984
Pelita IV : 1984-1989
Pelita V : 1989-1994
Pelita VI : 1994-1999
Khusus untuk kurun waktu lima tahun REPELITA VI ditargetkan:
Pertumbuyan ekonomi secara keseeluruhan 6,2%
Sector pertanian, perikanan, dan kehutanan 3,5%
Sector industry 9%
Sector manufaktur diluar migas 10%
Sector jasa 6,5%
Laju inflasi 5%
Eksport non migas 16,5%
Eksport manufaktur 17,5%
Debt service ratio 20%
Bukan kapitalis dan bukan sosialis. Indoensia mengakui kepemilikan individu terhadap sumber
ekonomi, kecuali sumber ekonomi yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara
sesuai dengan UUD 45.
Pengakuan terhadap kompetisi antar individu dalam meningkatkan taraf hidup dan antar badan
usaha untuk mencari keuntungan, tapi pemerintah juga mengatur bidang pendidikan,
ketenagakerjaan, persaingan, dan membuka prioritas usaha.
Pengakuan terhadap penerimaan imbalan oleh individu atas prestasi kerja dan badan usaha dalam
mencari keuntungan. Pemerintah mengatur upah kerja minimum dan hukum perburuhan.
Pengelolaan ekonomi tidak sepenuhnya percaya kepada pasar. Pemerintah juga bermain dalam
perekonomian melalui BUMN dan BUMD serta departemen teknis untuk membantu
meningkatkan kemampuan wirausahawan (UKM) dan membantu permodalan.
Pendekatan untuk mengukur kadar campur tangan pemerintah menggunakan kesamaan Agregat
Keynesian.
Y = C + I + G + (X-M)
Y adalah pendatan nasional.
Berdasarkan humus tersebut dapat dilihat peranan pemerintah melalui variable G (pengeluaran
pemerintah) dan I (investasi yang dilakukan oleh pemerintah) serta (X-M) yang dilakukan oleh
pemerintah.
Pengukuran kadar pemerintah juga dapat dilihat dari peranan pemerintah secara sektoral terutama
dalam pengaturan bisnis dan penentuan harga. Pemerintah hampir mengatur bisnis dan harga untuk
setiap sector usaha.
b) Pendekatan sejarah yakni menelusuri pengorganisasian perekonomian Indoensia dari waktu ke
waktu.
Berdasarkan sejarah, Indonesia dalam pengeloaan ekonomi tidak pernah terlalu berat kepada
kapitalisme atau sosialisme.
Percobaan untuk mengikuti sistem kapitalis yang dilakukan oleh berbagai kabinet menghasilkan
keterpurukan ekonomi hingg akhir tahun 1959.
Percobaan untuk mengikuti sistem sosialis yang dilakukan oleh Presiden I menghasilkan
keterpurukan ekonomi hiingg akhir tahun 1965.
BAB IV
PENDAPATAN NASIONAL, PERTUMBUHAN, DAN STRUKTUR
EKONOMI
Pendapatan Nasional
Prestasi ekonomi suatu bangsa atau Negara dapat dinilai dengan berbagai ukuran agregat.
Secara umum, prestasi tersebut diukur dengan Pendapatan Nasional . Pendapatan Nasional
adalah suatu kerangka perhitungan yang digunakan untuk mengukur aktivitas ekonomi yang
terjadi atau yang berlangsung didalam perekonomian . Pendapatan Nasional adalah alat ukur
yang digunakan untuk menilai perkembangan ekonomi suatu Negara dari waktu ke waktu . Dapat
juga digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita .
1. Metode Produksi
Pendapatan nasional merupakan penjumlahan dari seluruh nilai barang dan jasa yang dihasilkan
oleh seluruh sector ekonomi masyarakat dalam periode tertentu
Rumus : Y = [(Q1 X P1) + (Q2 X P2) + (Qn X Pn) ]
2. Metode Pendapatan
Pendapatan nasional merupakan hasil penjumlahan dari seluruh penerimaan (rent, wage, interest,
profit) yang diterima oleh pemilik factor produksi adalam suatu negara selama satu periode.
Rumus : Y = r + w + i + p
3. Metode Pengeluaran
Pendapatan nasional merupakan penjumlahan dari seluruh pengeluaran yang dilakukan oleh
seluruh rumah tangga ekonomi (RTK,RTP,RTG,RT Luar Negeri) dalam suatu Negara selama satu
tahun.
Rumus : Y = C + I + G + (X M)
Pendapatan perkapita
Pendapatan perkapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara.
Pendapatan perkapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan
jumlah penduduk negara tersebut. Pendapatan perkapita juga merefleksikan PDB per kapita.
Pendapatan perkapita sering digunakan sebagai tolak ukur kemakmuran dan tingkat
pembangunan sebuah negara; semakin besar pendapatan perkapitanya, semakin makmur Negara
tersebut.
Rumus Pendapatan perkapita = Jumlah pendapatan Nasional / Jumlah Penduduk
Beberapa tolok ukur kesejahteraan non pendapatan Indonesia dalam perbandingan internasional:
1. Harapan Hidup
2. kematian bayi per 1000 kelahiran
3. Jumlah dokter per 1000 penduduk
4. Penduduk dewasa buta aksara
5. Porsi pengeluaran untuk pangan
Tolok ukur kemakmuran apapun pendekatannya serta dari manapun tinjauannya pada
umumnya akan konsisiten. Oleh karena itu meskipun tolok ukur dengan tinjauan pendapatan
bukan satu-satunya tolok ukur ia tetap saja relevan dan paling lazim diterapkan.
Ketimpangan pembangunan
Ketimpangan pembangunan yang terjadi di Indonesia secara makro
dipengaruhi oleh adanyakesenjangan dalam alokasi sumber daya;
sumberdaya manusia,, fisik, teknologi dan capital.Setiap daerah memiliki
karakteristik yang berbeda didalam menghadapi isu
ketimpanganpembangunan. Indonesia bagian barat menjadi primadona
pembangunan ekonomi Indonesiasejak pemerintahan orde baru dimulai,
terlebih sebelum era desentralisasi diterapkan diIndonesia. Sementara
sebaliknya, untuk wilayah Indonesia Timur, banyak mengalamiketertinggalan
diberbagai sector pembangunan.Salah satu dampak sosial yang terjadi akibat
kesenjangan atau ketimpangan pembangunanekonomi dalah adanya
kemiskinan diberbagai sektor. Kemiskinan menjadi problem kolektif bangsa
Indonesia. Berbagai program dan strategi mengentaskan kemiskinan juga
telah banyakdilakukan oleh pemerintah; mulai dari penguatan kualitas
sumberdaya manusia, pembukaanlapangan pekerjaan, eksplorasi sumberdaya
alam dan penyediaan program padat karya. Tulisanini secara global akan
memotret dua persoalan besar yang melanda dan menjadi problembersama
semua daerah.Dalam sebuah negara pasti tidak akan terlepas dari aktivitas-
aktivitas perekonomian. Aktivitasperekonomian ini terjadi dalam setiap bentuk
aktivitas kehidupan dan terjadi pada semuakalangan masyarakat, baik
masyarakat menengah ke bawah maupun pada masyarakat kalanganatas.
Dalam pelaksanaannya, perekonomian selalu menimbulkan permasalahan.
Terlebih lagidalam pelaksanaannya di sebuah negara yang sedang
berkembang. Begitu juga denganIndonesia yang merupakan negara
kepulauan terbesar di dunia. Permasalahan perekonomianyang dihadapi
bangsa ini sangat kompleks karena letak antara pulau satu dengan pulau
yanglainnya sangat berjauhan.
Kesenjangan social
Dalam subbab 5.2.2 didepan telah dipaparkan bahwa ketimpangan social
dalam distribusi pendapatan. Ketimpangan antar daerah ditanah air dapat
pula diungkapkan melalui berbagai variable selain pendaatan, bahkan variable
nonekonomi.
Dilihat berdasarkan berbagai indicator, terlihat masih terjadi
kesenjangan kesejahteraan antara masyarkat desa dan kota. Bahkan untuk
beberapa variable, sekalipun skor kesejahteraannya mengisyaratkan adanya
perbaikan itu cukup mencolok. Persentase penduduk berusia 10 tahun keatas
yang melek huruf lebih besar dikota daripada di desa. Keadaan bayi dan anak-
anak dikota lebih baik daripada temen-teman mereka yang tinggal didesa.
Kelayakan orang di kota jauh lebih baik dari pada mereka yang tinggal di desa
begitu seterusnya.
Mengapa timpang ?
Ada dua factor yang diungkapkan untuk menerangkan mengapa
ketimpangan pembangunan dan ahsil-hasilnya dapat terjadi. Pertama adalah
ketidak sejahteraan anugerah awal antara pelaku-pelaku ekonomi, dan yang
kedua adalah strategi pembangunan dalam era PJP I lebih bertumpu pada
aspek pertumbuhan.
BAB VI
PENDUDUK DAN KETENAGAKERJAAN
Variabel-variabel kependudukan Indonesia
Menurut penaksiran yang pertama kali tentang jumlah penduduk
Indonesia pada tahun 1815. Itu pun sebatas penduduk yang ada di pulau
jawa, yang kala itu ditaksir berjumlah 4,5 juta jiwa. Akan hal jumlah penduduk
seluruh Indonesia, perkiraan yang cukup layak dipercaya barulah diadakan
sensus penduduk tahun 1930. Saat itu jumlah penduduk Indonesia ditaksir
berjumlah 60,73 juta jiwa, 41,82 juta jiwa atau sekitar 68,86% merupakan
jumlah penduduk pulau jawa. Penduduk Indonesia terus tumbuh dengan laju
sekitar 2% rata-rata pertahun. Pada pertengahan tahun 1993 penduduk
Indonesia sudah berjumlah sekitar 187 juta jiwa. Dengan jumlah ini Indonesia
sudah menempati urutan keempat Negara berpenduduk terbesar di dunia
sesudah RRC, india, dan amerika serikat. Pada tahun 2000 penduduk
Indonesia diperkirakan 205-206 juta jiwa.
Sebaliknya bangsa dengan ciri penduduk tua akan mengalami beban yang
cukup besar dalam pembayaran pensiun, perawatan kesehatan fisik dan
kejiwaan lanjut usia (lansia), pengaturan tempat tinggal dan lain lain.
Penduduk Indonesia belum dianggap sebagai penduduk tua karena persen
penduduk diatas 65 tahun masih kecil, namun karena jumlah penduduk yang
besar, maka jumlah orang tua juga cukup besar untuk memperoleh perhatian
dari pemerintah pusat maupun lokal.
Ketenagakerjaan
Tenaga kerja dipilih pula dalam dua kelompok yaitu angkatan kerja dan
bukan angkatan kerja. Yang termasuk angkatan kerja adalah tanaga kerja atau
penduduk dalam usia kerja yang bekerja atau mempunyai pekerjaan untuk
sementara sedang tidak bekerja, dan mencari pekerjaan. Sedangkan yang
bukan termasuk angkatan kerja adalah tenaga kerja atau penduduk dalam
usia kerja yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan sedang tidak
mencari pekerjaan; yakni orang-orang yang kegiatannya bersekolah.
Rasio antara angkatan kerja dengan jumlah penduduk usia kerja dikenal dengan istilah Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), yang notabene merupakan besarnya jumlah penduduk masuk
dalam pasar kerja. TPAK pada tahun 2009 sebesar 68,86 persen, dimana laki-laki mempunyai
TPAK yang lebih besar daripada perempuan yaitu 85,93 dibandingkan 50,68.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT) Tahun 2009
Pada tahun 2009, tingkat pengangguran terbuka menunjukkan angka 4,20 persen.
Berdasarkan jenis kelamin, TPT laki-laki (4,45 persen) lebih tinggi dibandingkan dengan TPT
perempuan yakni sebesar 3,76 persen.
Lapangan dan tingkat upah
Jam kerja
BAB VII
Melalui
a. Penurunan tarif
b. Subsidi eksport
c. Proteksi baru anti dumping dsbgnya.
Tanggal 15 desember 1993 di Genewa-Swis dicapai kesepakatan
Tanggal 15 april 1994 di merakesh (maroko) 125 negara menandatangani
kesepakatan resmi berdiri WTO.
Kebijakan-kebijakan
Kebjakan neraca pembayaran dalam negeri :
1. Kebijakan fiscal tax (pajak)
a. Progresif = semakin naik pendapatan maka pajak juga naik
b. Proportional (sebanding) = jika pendapatan naaik 10%, pajak naik 10%
c. Degresif = jika pajak naik, pajak turun
2. Kebijakan Moneter
a. Jumlah uang beredar (JUB)inflasi S > D, deflasi S < D
b. Open market operation
Politik pasar terbuka panen dolog / membeli gabah
Fungsi dolog = mengendalikan harga
c. Rate of interest (R) : mengatur demand an supply berupa investasi dan
mempunyai instrument dalam sector riil.
Asumsi dasar
a. Laju inflasi
b. Tingkat suku bunga
c. Nilai paritas antara valuta negara industry maju
Kebijakan perdagangan luar negeri
1. Peningkatan daya saing
2. Perluasan pasar efesiensi, perbaikan mutu produksi dsb
3. Difersifikasi produk penyempurnaan sarana dan prasarana (promosi,
jejaring informasi, dsb)
Kebijakan investasi asing
1. Deregulasi
2. Debirokratisasi
3. Desentralisasi paket 23 oktober 1993
Pinjaman luar negeri .sebagai suplemen dengan persyaratan
1. Pinjman lunak
2. Tidak terkait dengan unsure politik
3. Bersifat jangka panjang
DSR (debt service ratio) = jumlah pelunasan utang / nilai eksport
Otonomi daerah
UU No. 27/1999
UU No. 33/2004
BAB VIII
PENGELUARAN KONSUMSI MASYARAKAT
Prilaku konsumsi masyarakat
Pertumbuhan konsumsi masyaraka Indonesia rata-rata 6,5% petahun
selam masa dasawarsa 1970 an. Angka ini sama 1% lebih rendah dari
pertumbuhan rata-rata pengeluaran konsumsi masyarakat Malaysia untuk
kurun waktu yang sama. Akan tetapi lebih tinggi dari india dan RRC, masing-
masing 2,9 dan 4,9%; bahaka juga dibandingkan pertumbuhan konsumsi
masyarakat AS (3,1%) dan jepang 4,7%. Dalam periode 1980-1993
pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia 4,4%pertahun lebih rendah dari
cina dan Malaysia namun lebih tinggi dari AS dan jepang. Angka-angka ini
beralasan untuk menjelaskan bahwa sebagai negara berkembang, Indonesia
memiliki kemandirian yang cukup untuk menumbuhkan perekonomiannya.
Pola konsumsi masyarakat
Pola konsumsi dapat dikenali berdasarkan alokasi penggunaanya.
Pengeluaran rata-rata perkapita orang Indonesia sebesar Rp.43.565,00 setiap
bulan pada tahun 1993, menurut harga yang berlaku. Diantaranya sebesar
Rp.24.772,00 atau 56,86% merupakan pengeluaran konsumsi makanan.
Bersrti lebih dari separuh habis untuk makan, termasuk minum dan merokok.
Pengeluarahn rata-rata masyarakat kota dua kali lebih besar dari masyarakat
desa. Alokasi penggunaannya juga sangat berbeda, pengeluaran rata-rata
penduduk desa tiap bulan hanya Rp.33.385,00 perkapita, sebesar
Rp.21.228,00 atau 63,,585 untuk makanan. Sedangkan masyarakat kota Rp
64.063,00, yang digunakan untuk makan rata-rata hanya Rp 31.908,00 atau
49,81%. Orang desa dan orang kota tidak hanya berbeda dalah hal besar
pengeluaran, tap juga dalam pola konsumsi. Angka-angka perbandingan ini,
sekali lagi, mengesahkan adanya ketimpanagan tingkat kemakmuran antara
penduduk desa dan kota.
Dimensi ketimpangan pengeluaran konsumsi
Melalui perbandingan-perandingan perilaku dan pola konsumsi masyarakat, telah disingkap
adanya kesenjangan antara masyarakat perdesaan dan masyarakat perkotaan. Pengeluaran
konsumsi masyarakat dapat pula difungsikan untuk mendeteksi ketimpangan kemakmuran antar
lapisan masyarakat, sebab sebagaimana diketahui kesenjangan kemakmuran dapat diukur baik
dengan pendekatan pendapatan maupun pendekatan pengeluaran.
Dengan mengelompokan distribusi pengeluaran masyarakat ke dalam persepuluhan atau desil
(decile) dapat diketahui ketimpangan pengeluaran penduduk. Selanjutnya, bisa pula dihitung
indeks atau rasio gini masyarakat yang bersangkutan secara keseluruhan sebagai satu totalitas.
Disamping, berdimensi spasial atau antar daerah yakni antara daerah perdesaan dan daerah
perkotaan, perbedaan atau ketimpangan pengeluaran konsumsi masyarakat juga terjadi dalam
dimensi antar lapisan pengeluaran itu sendiri. Terdapat pula diskrepansi pengeluaran konsumsi
yang berdimensi regional atau antar wilayah, yakni antara propinsi yang satu dan propinsi lain di
tanah air
Pola konsumsi masyarakat berbeda antarlapisan pengeluaran. Terdapat kecenderungan umum
bahwa semakin rendah kelas pengeluaran masyarakat semakin dominan alokasi belanjanya untuk
pangan. Di lain pihak, kian tinggi kelas pengeluarannya kian tinggi besar pula proporsi belanjanya
untuk konsumsi bukan makanan. Jenis makanan yang dikonsumsi juga berbeda. Semakin rendah
kelas pengeluaran, cenderung semakin dominan jenis padi-padian umbi-umbian yang dikonsumsi.
Dalam kelompok pengeluaran untuk non-makanan, terjadi gejala sebaliknya. Semakin tinggi
pengeluarannya semakin besar proporsinya secara umum, dan secara spesifik untuk berbagai Janis
pengeluaran non-makanan tertentu.
- banyaknya intensitas/kebutuhan konsumen
masyarakat kota cenderung memiliki lebih banyak keinginan untuk dipenuhi dibanding masy. desa
Tabungan Masyarakat
Tabungan adalah bagian dari pendapatan dapat dibelanjakan
(disposable income) yang tidak dikeluarkan untuk konsumsi. Ini merupakan
tabungan masyarakat. Tabungan pemerintah adalah selisih positif antara
penerimaan dalam negeri dan pengeluaran rutin. Kedua macam tabungan ini
membentuk tabungan nasional, merupakan sumber dana investasi.
Kendati pada dasarnya semua sisa pendapatan yang tidak dikonsumsi adalah
tabungan, namun tidak seluruhnya merupakan tabungan sebagaimana yang
dikonsepsikan dalam makro ekonomi. Hanya bagian yang dititipkan pada
lembaga perbankan sajalah yang dapat dinyatakan sebagai tabungan, karena
secara makro dapat disalurkan sebagai dana investasi. Sisa pendapatan tidak
dikonsumsi yang disimpan sendiri (istilah umumnya celengan) tidak tergolong
sebagai tabungan.
Perkiraan jumlah tabungan masyarakat Indonesia memang tidak ditaksir
melalui cara sebagaimana diusulkan tadi. Biro Pusat Statistik menaksirnya
melalui selisih antara tabungan nasional dan tabungan pemerintah. Yang
terakhir ini relative lebih gampang dihitung mengingat catatan
administratifnya cukup tersedia. Angka tabungan nasional sendiri merupakan
hasil penaksiran pula, yaitu PDB dikurangi Nilai Konsumsi Akhir Sektor Rumah
Tangga dan Sektor Pemerintah, ditambah Pendapatan Netto Faktor Produksi
terhadap Luar Negeri. Jadi, karena kesulitan teknis penafsiran, metodologi
perhitungannya dibalik. Bukannya tabungan masyarakat ditambah tabungan
pemerintah menghasilkan tabungan nasional, melainkan tabungan nasional
dikurangi tabungan pemerintah menghasilkan tabungan masyarakat.
Kepraktisan metodologis semacam ini tentu saja merupakan kelemahannya.
Tabungan masyarakat bersama-sama tabungan pemerintah dan dana dari luar
negeri merupakan sumber pembiayaan investasi. Dalam rangka
menggalakkan peran serta masyarakat dalam pembangunan, tabungan
masyarakat senantiasa diupayakan untuk terus meningkat.
Fungsi Konsumsi Dan Fungsi Tabungan
Dalam teori makro ekonomidikenal berbagai variasi model fungsi konsumsi.
Fungsi konsumsi yang paling dikenal dan sangat lazim digunakan dalam
perhitungan-perhitungan makro ekonomi, yaitu fungsi konsumsi Keynesian.
John Maynard Keynes menyatakan bahwa pengeluaran konsumsi masyarakat
tergantung pada (berbanding lurus dengan) tingkat pendapatannya. James S.
Duesenberry mengusulkan model lain. Berkaitan dengan hipotesisnya
tentangpendapatan relative, ia berpendapat tingkat pendapatan yang
mempengaruhi pengeluaran konsumsi masyarakat bukan tingkat pendapatan
efektif, maksudnya pendapatan rutin yang secara factual diterima, tapi oleh
tingkat pendapatan relative. Milton Friedman mengajukan model pendapatan
yang menentukan besar kecilnya konsumsi adalah tingkat pendapatan
permanen. Tentu saja, selain tingkat pendapatan sebagai variable pengaruh
utama, terdapat kemungkinan beberapa variable lain turut mempengaruhi
besar kecil pengeluaran konsumsi masyarakat.
Dari sudut tinjauan kebaikan suai (goodness of fit) model ini cukup memadai.
Model ini mengandung korelasi serial (otokorelasi) negative.
Fungsi tabungan dipengaruhi oleh empat factor atau variable. Keempat factor
atau variable tersebut yaitu pendapatan, suku bunga, inflasi, dan penerimaan
ekspor. Model ini tidak otokorelatif.
BAB IX
INVESTASI
PERKEMBANGAN DA SASARAN UMUM INVESTASI
Semenjak diberlakukannya Undang-undang No.1/Tahun 1967 .No.11/Tahun 1997 tentang
PMA dan undang-undang no.6/Tahun 1968 no 12/tahu 1970 tentang PMDN,investasi cendrung
terus meningkan dari waktu ke waktu.Walaupun demikian,pada tahun-tahun tertentu sempat juga
terjadi penurunan.Kecendrungan peningkatan bukan hanya berlangsung pada investasi oleh
kalangan masyarakat atau sektro swasta,baik PMDN maupun PMA, namaun juga penanaman
modal oleh pemerintah.Ini berarti pembetukan modal domestik bruto meningkat dari tahun ke
tahun.
Penanaman modal oleh dunia usaha meningkat pesat terutama dalam dasawarsa 1980-an
sesudah pemerintah meluncurkan sebuah paket kebijksanaan deregulasi dan debirokratisasi.Dalam
dasawarsa 1970-an bagian terbesar penanaman modal negri berasal dari sektor
pemerintah.Keadaan tersebut sekarang terbalik.Selama paruh pertawa dasawarsa 1990-an sebagian
besar investasi domestik berasal dari dunia usaha dan masyarakat.Investasi oleh pemerintah sendiri
juga tetap bertambah sejalan dengan meningkatnya kebutuhan akan sarana dan prasarana serta
pelayanan dan dasar lainnya
Disektor investasi swasta,selama periode 1 januari 1967 hingga 15 juli 1994 secara
kumulatif telah disetujui sebanyak 8703 proyek PMDN dengan nilai total Rp275.413,7
Miliar.Dalam kurun waktu yang sama jumlah PMA yang disetujui sebanyak 2.907 proyek dengan
nilai total US$83.945,6 juta.Namun dari jumlah jumlah yg disetujui itu,realisasi kumulatif hanya
5649 proyek PMDN dengan nilai total 82,949 persen.Sedangkan realisasi kumulatif PMA hana
1649 proyek (56,72 persen) dengan nilai total US$26.742 juta (31,86 persen).Mayoritas Investasi
oleh pihak swasta tertanam disekto sekunder atau sektor industri pengolahan (manufacturing),baik
PMDN maupun PMA,baik dilihat berdasarkan jumlah proyek maupun berdasarkan nilai
investasinya
Pada tahun-tahun awal pemerintahannya, rezim orde baru menerbitkan dua undang-undang
berkenaan dengan investasi, yaitu Undang Undang No. 1 /Tahun 1967 tentang penanaman modal
asing (PMA) dan Undang Undang No. 6 /Tahun 1968 tentang penanaman modal dalam negeri
(PMDN). Pemerintah sengaja lebih dahulu membuat UU tentang modal asing dengan persyaratan
yang amat ringan mengingat pada saat itu investasi diperlukan sekali untuk membantu
memulihkan perekonomian dalam negeri yang porak-poranda. Dalam UU No. 1 /Tahun 1967
antara lain ditetapkan:
1. Penanam modal dibebaskan dari pajak deviden serta pajak perusahaan selama lima tahun.
3. Masa operasional PMA adalah 30 tahun dengan perpanjangannya tergantung pada hasil
perundingan ulang.
4. Keleluasaan bagi penanam modal asing untuk membawa serta atau memilih personil
manajemennya dan untuk menggunakan tenaga ahli asing bagi pekerjaan-pekerjaan yang
belum bisa ditangani oleh tenaga-tenaga Indonesia.
6. Sektor-sektor atau bidang usaha yang dinyatakan tertutup bagi modal asing, yaitu
pekerjaan umum (seperti pelabuhan dan pembangkit tenaga listrik), media massa,
pengangkutan, prasarana serta segala industri yang berhubungan dengan kegiatan produksi
untuk keperluan pertahanan negara.
Deregulasi Investasi
1. Investasi asing dapat mendirikan perusahaan patungan dengan ketentuan modal minimal
US$ 1 juta dan 20% sahamnya dimiliki oleh mitra Indonesia. Tapi dalam 20 tahun setelah
berproduksi pangsa modal Indonesia harus ditingkatkan menjadi sekurang-kurangnya 51%.
2. Pembukaan kesempatan penanam modal asing 100% bersyarat. Adapun syaratnya ialah
modal minimal US$ 50 juta dan berlokasi di kawasan timur Indonesia, Bengkulu atau
Jambi, atau berlokasi di kawasan berikat dengan hasil produksi seluruhnya untuk ekspor.
Peraturan pemerintah No. 20/Tahun 1994 memperlunak lagi ketentuan tentang penanaman
modal asing 100%. Empat hal mengenai PMA 100% di atur ulang disitu: perihal permodalan,
lokasi usaha, kegiatan usaha, dan izin usaha.
PMA 100% leluasa untuk menjalankan usaha di mana saja di seluruh Indonesia.
PMA patungan (maksudnya bukan PMA langsung 100%) diizinkan memasuki kegiatan
usaha yang tergolong penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak.
Perusahaan yang didirikan dalam rangka PMA diberi izin usaha selama 30 tahun sejak
produksi komersial.
Demikianlah dinamika kebijaksanaan investasi di Indonesia. Apabila diperhatikan dengan
seksama, terkesan pemerintah berada di persimpangan jalan yang sulit. Peraturan-peraturan begitu
mudah dan cepat berganti. Dapat dipastikan kebijaksanaan-kebijaksanaan baru dalam bidang
penanam modal masih akan berluncuran.
BAB X
PENGELUARAN PEMERINTAH
Pengeluaran Pemerintah
Ketiga, rincian belanja negara/daerah menurut jenis belanja (sifat ekonomi),antara lain
terdiri atas belanja pegawai,belanja barang,belanja modal,bunga,subsidi,hibah,bantuan
sosial,dan belanja lain-lain.
Menurut Badan Pusat Statistik dari sumber Departemen Keuangan RI,jumlah pengeluaran negara
tahun 2011 berjumlah 823,627 jumlah ini merupakan perolehan dari berbagai pengeluaran dari
uraian diatas.dan rinciannya yaitu, (dalam Milyaran Rupiah)
*Belanja Pegawai 180,624
*Belanja Barang 131,533
*Belanja Modal 121,659
*Pembayaran Bunga Utang 116,403
*Subsidi 184,817
*Belanja Hibah 771
*Bantuan Sosial 61,526
*Belanja Lain-Lain 26,294
Setiap tahun tingkat pengeluaran negara semakin tinggi,ini belum sebanding dengan kesejahteraan
rakyat dimana masih banyak sekali rakyat yang mengalami kemiskinan,diharapkan pemerintah
mampu membangun negara yang berkembang ini menjadi negara maju dengan jumlah kemiskinan
yang minim. Karena setiap pengeluaran yang ada bahkan tinggi haruslah diikuti dengan hasil yang
lebih baik.