Disusun oleh:
Aidah Zahrah Nurrahmah (K5419003)
Anggun Luthfiani (K5419007)
Elvi Nurbaladina (K5419019)
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
Manusia (SDM)
1. 1. Latar Belakang
Bonus demografi adalah suatu kondisi dimana komposisi jumlah penduduk
yang berusia produktif lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk usia
tidak produktif. Penduduk usia produktif adalah penduduk yang berada pada
rentang umur 15-64 tahun. Bonus demografi memiliki nilai positif dan keuntungan
besar dari segi pembangunan bila dikelola secara baik karena potensi rasio beban
ketergantungan penduduk akan berkurang. Rasio ketergantungan adalah
perbandingan antara jumlah penduduk usia non produktif dengan jumlah penduduk
usia produktif. Era bonus demografi yang ditandai dengan dominasi jumlah
penduduk usia produktif atas jumlah penduduk tidak produktif ini memiliki dampak
pada pertumbuhan ekonomi dan pembangunan jelas yaitu akan terjadi peningkatan
tabungan masyarakat dan tabungan nasional, yang akan bermuara pada tingkat
kesejahteraan masyarakat yang lebih baik.
Dampak positif dengan jumlah usia produktif yang lebih besar juga akan
mengakibatkan beban hidup menjadi lebih ringan, karena hidup penduduk usia non
produktif akan ditanggung oleh penduduk usia produktif. Namun, dampak negatif
juga akan dihadapi jika tidak mempersiapkan diri dengan baik dalam menyongsong
periode bonus demografi tersebut, utamanya dalam kesiapan pembangunan sumber
daya manusia yang akan menentukan sejauh mana keberhasilan memanfaatkan
peluang bonus demografi yang akan datang. Tanpa dibekali dengan kualitas sumber
daya manusia yang memadai, maka proporsi penduduk usia produktif yang
sedemikian besar pada saat itu hanya akan menciptakan dampak buruk pada
pembangunan negara. Salah satu dampak negatif yang bisa diprediksi adalah
jumlah pengangguran yang tidak terkendali karena tidak terserap ke dalam
lapangan kerja yang ada akibat kualifikasi dan kualitas yang tidak memenuhi
standar pekerjaan yang tersedia. Kondisi demikian akan memberikan efek berantai
ke berbagai bidang kehidupan manusia. Berkurangnya tingkat pendapatan akibat
ketimpangan antara standar kualifikasi yang dibutuhkan dan kualitas sumber daya
manusia yang tidak memadai, dapat memicu lonjakan tingkat kemiskinan, yang
memberikan dampak buruk pada kehidupan ekonomi, pendidikan dan kesehatan
masyarakat.
Pada tahun 2020-2030 Indonesia berpeluang untuk mengalami bonus
demografi, di mana negara ini akan memiliki sekitar 180 juta orang berusia
produktif, sementara yang tidak produktif berkurang menjadi 60 juta jiwa. Ini
berarti 10 orang usia produktif hanya akan menanggung 3-4 orang usia tidak
produktif. Berdasarkan grafik Badan Pusat Statistik (BPS), tren rasio
ketergantungan (depency ratio) penduduk Indonesia selama kurun waktu 1971-
2016, semakin menurun hingga sebesar 48.4 % pada tahun 2016. Penafsiran arti
rasio ketergantungan 48,4%, yaitu terdapat 48-49 orang tidak produktif, bisa terdiri
atas anak-anak usia 1-15 tahun maupun para orang tua yang telah berusia diatas 64
tahun. Dimana kehidupan dari 48-49 orang tidak produktif tadi akan ditopang dan
ditanggung kehidupannya oleh 100 orang usia produktif. Rasio ketergantungan
Indonesia pada tahun 2016, sudah jauh berkurang dibandingkan dari hasil rasio
yang sama pada tahun 1971 yang masih sebesar 86%. Tren positif grafik rasio
ketergantungan sebenarnya telah terlihat tingkat penurunannya hingga dibawah
50% sejak tahun 2012.
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Demografi yang diampu oleh Bapak
Seno Budhi Ajar, S. Pd., M. Si.
Persentase akan semakin ideal begitu memasuki masa puncak antara tahun
2028-2030. Setelah itu, komposisi penduduk kemudian mulai kembali menjauh dari
persentase ideal. Pada tahun 2028-2030 tersebut merupakan puncak bonus
demografi, dimana 100 orang produktif menanggung 44 orang non produktif.
Terkait dengan analisa mengenai hal ini, maka penulis merujuk pada rasio
ketergantungan (dependency ratio), dimana rasio ketergantungan Indonesia
diperkirakan mencapai angka terendah pada tahun tersebut.
Saat ini, Negara Indonesia berada dalam masa transisi menjemput bonus
demografi dengan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016 mencapai 5,02%. Di
tahun 2018 Pemerintah Indonesia menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia
dalam angka (5,4-6,1)%. Karena itu, Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (RAPBN) harus disusun dengan realitistis dan kredibel. Selain itu, lembaga
Price Waterhouse Coopers (PWC) memprediksi Negara Indonesia di tahun 2030
akan memiliki pertumbuhan ekonomi mencapai peringkat lima dunia. Sementara
itu, dalam sebuah laporan berjudul “The Long View How Will The Global
Economic Order Change by 2050” yang dirilis pada Februari 2017 memprediksi
perekonomian Indonesia tahun 2030 mencapai US$ 5,42 triliun atau sekitar Rp
72,14 kuantiliun (juta triliun) pada 2030. Oleh karena itu, persiapan generasi usia
produktif sangat diperlukan sehingga menjadi anugerah bagi bangsa Indonesia.
Karena itu, berbagai faktor yang selama ini menggerus daya saing Indonesia
dan menghambat investasi, seperti infrastruktur yang buruk, inefisiensi birokrasi,
korupsi, kesulitan dalam mengakses pinjaman perbankan untuk modal usaha, dan
berbagai hambatan lainnya sedang menjadi prioritas pemerintah untuk dibereskan.