2021
Oleh:
JUNIAR IRIANI LA SINTA
18.24.037
DAFTAR ISI
BAB I.............................................................................................................................3
PENDAHULUAN.........................................................................................................3
1.1 Latar Belakang....................................................................................................3
1.2 Tujuan dan Sasaran.............................................................................................4
1.2.1 Tujuan..........................................................................................................4
1.2.2 Sasaran........................................................................................................4
1.3 Lingkup Studi.....................................................................................................5
a. Lingkup Materi...............................................................................................5
b. Lingkup Area..................................................................................................5
1.4 Sistematika Pembahasan.................................................................................7
BAB II...........................................................................................................................9
Kajian Teori...................................................................................................................9
2.1 Budaya Bermukim..............................................................................................9
2.1.1 Sejarah Dusun Ngadas................................................................................9
2.1.2 Sistem Kekerabatan...................................................................................11
A. Kondisi Kerukunan Beragama di Desa Ngadas............................................11
2.1.3 Asal Usul Suku Tengger...........................................................................13
2.2 Pembentukan Ruang.........................................................................................14
2.2.1 Ruang Bermukim......................................................................................14
2.3 Studi Kasus Pembentukan Ruang.....................................................................15
2.3.1 Mitos..........................................................................................................15
2.3.2 Kepercayaan..............................................................................................16
A. Pengaruh Kepercayaan terhadap Karakter Masyarakat Desa Ngadas adalah
sebagai berikut......................................................................................................16
B. Aspek kepercayaan yang mempengaruhi ruang...........................................17
2.3.3 Adat Istiadat..............................................................................................20
BAB III........................................................................................................................25
Pembentukan Ruang Permukiman Penetapan Variabel..............................................25
3.1 Pembentukan Ruang Permukiman/perkotaan pada studi kasus 1....................25
3.2 Pembentukan Ruang Permukiman/perkotaan pada studi kasus 2....................27
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Istilah budaya kini dipakai dalam mendeskripsikan suatu kegiatan atau hal
yang telah dipakai dalam berbagai jenjang waktu, budaya berjangka waktu dan
diwariskan serta menyebar dan mempengaruhi tingkah laku dan kegiatan sehari-
hari masyarakat. Indonesia sendiri merupakan negara yang kaya akan
keberagaman sehingga budaya yang dimiliki oleh Indonesia juga cukup
bervariasi. Budaya dikaitkan dengan bagian dari budi dan akal manusia. Budaya
merupakan pola atau cara hidup yang terus berkembang oleh sekelompok orang
dan diturunkan pada generasi berikutnya.
Budaya juga hadir pada kepercayaan bermukim suatu masyarakat yang biasa
dikenal dengan Budaya bermukim. Budaya bermukim yang dianut masyarakat di
suatu tempat merupakan bagian dari budaya masyarakat keseluruhan seperti
halnya adat istiadat. Kelompok masyarakat tradisional memiliki tata cara turun
temurun yang diwarisi sebagai bagian yang tak terlepaskan seperti halnya sebuah
nama yang melekat pada diri seseorang.
Budaya bersifat unik, sehingga antar satu tempat dengan tempat lainnya bisa
sangat berbeda maknanya. Sedangkan manusia akan mengekspresikan dirinya
pada lingkungan tempat tinggalnya akan diwujudkan dalam berbagai simbolisme
sesuai dengan budaya mereka. Bagaimana manusia memilih tempat tertentu dan
menggunakan berbagai kelengkapan, ataupun berbagai cara untuk berkomunikasi
pada dasarnya merupakan “bahasa” manusia. Pola ini tidaklah semata dilihat
dalam kaitan dengan lingkungan semata, akan tetapi pada waktu yang bersamaan
juga merupakan perwujudan budaya mereka. Masyarakat Sasak di Pulau Lombok
dikenal sebagai masyarakat agamis sekaligus memegang adat yang yang cukup
teguh. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Sasak umumnya hidup
berkelompok berdasarkan ikatan keluarga baik sebagai keluarga inti maupun
keluarga majemuk. Berbagai peristiwa budaya baik terkait dengan daur hidup dan
Terlihat ketinggian desa Ngadas dari daratan sedang yaitu sekitar 2300m di
atas permukaan laut. Desa Ngadas terletak di Kecamatan Poncokusumo,
Kabupaten Malang, berbatasan dengan Desa Tetangga yang meliputi:
Sebelah Utara : Desa Moro Rejo Kecamatan Tosari Pasuruan
Sebelah Barat : Desa Gubugklakah Kecamatan Poncokusumo Malang
Sebelah Selatan : Desa Ranu Pani Kecamatan Senduro Lumajang
Sebelah Timur : Desa Ngadisari Kecamatan Suka Pura Probolinggo
Menurut data Badan Pengelola Desa Ngadas, Desa Ngadas memiliki luas
sekitar 395 hektar, dan luas lahan terbagi dalam beberapa Peruntukkan. Seperti
fasilitas umum, pemukiman penduduk, lahan pertanian, perkebunan, kegiatan
ekonomi, dll.
BAB II
Kajian Teori
2.1 Budaya Bermukim
Dalam buku "Theories of Culture," Annual Review of Anthropology (1974).
Yang diterjemahankan oleh Amri Marzali didapatkan kesimpulan konsep budaya
yang telah disepakati oleh beberapa "cultural adaptionist" yaitu Budaya adalah
sistem (dari pola-pola tingkah laku yang diturunkan secara sosial) yang bekerja
menghubungkan komunitas manusia dengan lingkungan ekologi mereka. Dalam
"cara-hidup-komuniti" ini termasuk teknologi dan bentuk organisasi ekonomi,
pola-pola menetap, bentuk pengelompokan sosial dan organisasi politik,
kepercayaan dan praktek keagamaan, dan seterusnya.
Budaya bermukim yang dianut masyarakat di suatu tempat merupakan bagian
dari budaya masyarakat keseluruhan seperti halnya adat istiadat. Kelompok
masyarakat tradisional memiliki tata cara turun temurun yang diwarisi sebagai
bagian yang tak terlepaskan seperti halnya sebuah nama yang melekat pada diri
seseorang. Lain tempat akan lain pula situasinya, sehingga pola-pola perilaku
masyarakatnya berbeda-beda.
Rapoport dalam Wikantiyoso (1997:26), mengemukakan bahwa Permukiman
tradisional diyakini sebagai perwujudan dari nilai-nilai sosial budaya masyarakat,
dan sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai sosial budaya warganya yang berpijak
pada norma adat dalam proses penyusunannya. Kemudian Pola pemukiman dapat
dianggap sebagai ekspresi dari konsepsi manusia mengenai ruang serta
merupakan hasil dari upaya manusia untuk mengubah dan memanfaatkan
lingkungan fisiknya berdasarkan atas pandangan-pandangan dan pengetahuan
yang dimilikinya mengenai lingkungan tersebut (Ahimsa-Putra, 1995: 14). Bagi
Rouse (1972: 96) pola permukiman adalah kajian tentang cara-cara distribusi
aktivitas-aktivitas budaya manusia dan pranata-pranata sosialnya keseluruh
kawasan. Pola semacam itu, dapat mencerminkan sistem budaya, sistem sosial,
atau sistem ekologi, bahkan juga merupakan cerminan kaitan-kaitan antara ketiga
sistem tersebut.
Dalam budaya bermukim masyarakat ngadas beberapa yang perlu
diperhatikan adalah sebagai berikut.
2.1.1 Sejarah Dusun Ngadas
Penyebaran komunitas Tengger ke empat arah mata angin yang
mengelilingi Gunung Bromo seolah menyimpan misteri mistik. Semacam konsep
kearifan kejawen yang berbunyi, Suku Tengger seolah mengidentifikasi diri
sebagai kiblat papat dan gunung Bromo sebagai pancer-nya. Artinya, keseluruhan
aktivitas ritual suku Tengger terpusat di Gunung Bromo.
Dalam Jurnal penelitian ini disebutkan bahwa ada beberapa hal yang
mempengaruhi ruang bermukim masyarakat Suku Tengger Desa Ngadas,
Kabupaten Malang, yang di uraikan sebagai berikut:
2.3.1 Mitos
Mitos merupakan adalah suatu system komunikasi yang memberikan
pesan yang berkenaan dengan aturan-aturan masa lalu, ide, ingatan dan
kenangan atau keputusan-keputusan yang diyakini (Barthes, 1981:193)
Mitos merupakan jenis cerita masyarakat yang mengisahkan tentang
manusia atau mahkluk dan peristiwa luar biasa yang di luar logika manusia.
Mitos terbagi kedlam dua jenis yaitu mitos pembukaan sesuatu tempat dan
mitos asal usul. Misalnya mitos penciptaan suatu negeri dan mitos Tokoh
masyarakat, Misalnya Raja- Raja. Cerita-cerita mitos biasanya tidak dapat
dikesan pengarangnya, dan ia diwarisi dari generasi ke generasi, secara lisan
atau tulisan (Hasihim Awang, 1986, Hal, 61)
Cerita mistik ini rupanya berpengaruh pada Karakter masyarakat di Desa
Ngadas saat ini. Yaitu sebagai berikut
- Masyarakat percaya bahwa kesuburan tanah disekitarnya adalah
karena tanahnya suci, ini dapat dilihat dari masih mayoritas mata
pencaharian utama di Desa Ngadas adalah di sector pertanian
- Peranan tokoh Rara Anteng dan Joko Seger sangat melekat di hati
masyarakat Tengger sehingga dianggap sebagai cikal bakal
masyarakat. Karena hal ini masyarakat Tengger merasa sauadara
walaupun sudah berlainan desa, karena merasa satu kekerabatan
- Peranan tokoh Adat yaitu Mbah Dukun untuk menyampaikan cerita
mistik tentang kawasan Tengger terhadapmasyarakat di Desa Ngadas
ini secara turun temurun agar adat istiadat asli dan kepercayaan asli
dapat terus dipertahankan
- Cerita mistik tentang Kawasan Tengger saat ini masih diyakini oleh
masyarakat di Desa Ngadas. Ini dapat dilihat dengan mayoritasnya
agama yang dianut masih agama Budho Tengger.
2.3.2 Kepercayaan
A. Pengaruh Kepercayaan terhadap Karakter Masyarakat Desa Ngadas
adalah sebagai berikut
- Tanah tempat merek hidup dan mecari makan adalah suci, mereka
percaya tanah merupakan trandensi dari tangan Bopo Kuoso dan Ibu
Pertiwi yang diyakini sebagai wujud penciptaan, dan juga
pedanhyangan dapat menolong hasil panen mereka, Begitu juga
dengan bertenak yang dimana masyarakt percaya adanya roh-roh halus
yang dapat membawa bencana bagi hewan ternak.
- Hubungan sosial terjalin didasari pada aturan –aturan menurut
kepercayaan asli Suku Tengger di Desa Ngadas.
- Peranan Toko Adat yaitu Mbah Dukun yang menjadi pemimpin
masyarakat ini diyakini bahwa doa-doa yang dipanjatkan mbah dukun
yang akan dikabulkan dan semua matra dari mbah dukun merupakan
doa keselamatan bagi seluruh umat manusia dana lam semesta.
- Kepercayaan masayarakat Suku Tenger esa Ngadas menganut tiga
agama yaitu:
Budho Tengger/ kepercayaan asli dari seluruh masyarakat suku
Tengger yang ada disekitasr pegunungan semeru dan Bromo
yang berorientasi pada empat unsur dan empat kiblat arah mata
angina dalm setiap ujon dan persembahan yang dilakukan yang
dipengaruhi oleh mitos,
Hindu, Keyakinan Hidu ini tidak seperti yang ada di Bali
namun lebih cenderng pada budha Tengger dalam hal ritual
Islam, telah menjadi kepercayaan yang dianut oelh sebagian
besar Dusun Jara IJo dan dipengaruhi oelh Cerita mitos egenda
Ajisaka yang mempengarui orientasi pada penguburan mayat
umat muslim di Desa Ngadas.
B. Aspek kepercayaan yang mempengaruhi ruang
manusia Jawa sebagai tempat semedi untuk mendengar suara gaib. Konteks
ini secara nyata terekam di Ngadas.
Masyarakat Desa Ngadas mengaplikasikan kepercayaan yang dipunyai
dalam daur hidupnya, mulai dari lahir, sampai meninggal. Kondisi ini
membuat ruang yang tercipta di sekelilingnya sangat dipengaruhi, sehingga
membentuk pola permukiman yang berbasiskan kepercayaan. Salah satu
contoh nyata adalah dalam memperingati hari kelahiran, masyarakat Ngadas
akan meletakkan sesaji di beberapa tempat di dalam rumah, salah satunya
diletakkan di depan tungku. Aturan Aturan lain yang ada tentang tungku
adalah kayu yang dipakai untuk membakar tidak boleh menghadap ke arah
Barat.
Dalam kepercayaan masyarakat Ngadas, anggota keluarga maupun
siapapun tidak diperbolehkan untuk melewati depan tungku, selain itu arah
kayu yang digunakan sebagai bahan bakar tungku tidak boleh menghadap ke
arah Barat (menghadap aliran air) karena dipercaya akan mempengaruhi
sumber mata air yang melewati permukiman Ngadas. Tabel 2.1
memperlihatkan sebaran masyarakat dan sesaji yang terjadi pada berbagai
upacara adat/ kepercayaan di Ngadas.
Tabel 2. 1 Matrik Lokasi Kunjungan Sesaji dan Mayarakat
a. Pola permukiman
Gambar 2. 4 Pola Peletakkan dan Penempatan ruang untuk pendirian rumah di Ngadas
Sumber: Hasil Observasi, Sari (2013)
Pada kasus di Ngadas, tanpa disadari masyarakat telah membentuk
sebuah kelompok masyarakat yang membatasi kegiatan-kegiatan mereka
dengan ruang-ruang keramat yang ada. Hal ini dilihat dari pembatasan
kegiatan di sekitar tempat-tempat keramat, sehingga bisa disimpulkan bahwa
masyarakat Ngadas bila dilihat dari kultur masyarakatnya, cenderung hidup
secara mengelompok.
Tidak ada permukiman di sebelah Utara Danyang dikarenakan
Danyang dan kawasan sekitar Danyang merupakan tempat keramat atau tidak
boleh digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat manusiawi selain itu
juga karena terdapat aliran sumber air Banyu Wedok. Berdasarkan hal ini
lokasi tersebut tidak diperbolehkan untuk kegiatan apapun, karena takut
merusak kualitas air Banyu Wedok (cadangan air jika sumber air dari lereng
Gunung Semeru tercemar). Ngadas juga diapit oleh 2 (dua) buah aliran
sumber air, yaitu aliran sumber air lereng Gunung Semeru yang terletak di
Sebelah Selatan dan aliran sumber air Banyu Wedok yang terletak di sebelah
Utara.
BAB III
Pembentukan Ruang Permukiman Penetapan Variabel
3.1 Pembentukan Ruang Permukiman/perkotaan pada studi kasus 1
Konsep Pola Spasial Permukiman Di Kasepuhan Ciptagelar
Susilo Kusdiwanggo
Prodi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Jl. MT. Haryono 167, Malang
Leluhur Ciptagelar yang dikenal sebagai komunitas Pancer Pangawinan
adalah masyarakat adat berdasarkan pada budaya padi, yaitu masyarakat yang
masih memiliki keyakinan, kepercayaan, dan religi pada padi. Mentalitas asli
leluhur Ciptagelar adalah berbudaya padi huma dengan paparakoan sebagai
atribut, karakternya, dan jejak spasial masyarakat peladang. Ngalalakon
adalah satu bentuk sistem kepercayaan budaya padi yang wajib dijalankan.
Ngalalakon merupakan aktivitas memindahkan permukiman ke titik nadir.
Budaya bermukim dipengaruhi oleh ritual ngalalakon ini. Bagaimanakah
konsep pola spasial permukiman dari leluhur Ciptagelar yang berbasis budaya
padi dan selalu berpindah? Jurnal Penelitian ini bertujuan menggali konsep
dasar yang melandasi pola spasial permukiman pada masyarakat budaya padi
di Kasepuhan Ciptagelar. Melalui metode etnografi, unit-unit informasi
dianalisis secara thick description dan domain analysis hingga
membangkitkan konsep spasial sebagai salah satu tema kulturalnya. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa paparakoan huma menjadi rujukan dasar atas
konsep pola spasial permukiman di Kasepuhan Ciptagelar. Pola spasial
permukiman Kasepuhan Ciptagelar tidak semata berorientasi pada
pembangunan fisik saja, melainkan juga sebagai usaha membangun keyakinan
untuk peningkatan dan penyempurnaan diri. Peran dan kehadiran Leuit Jimat
berhadapan dan sejajar dengan panteq yang terdiri dari Lumbung dan
berugaq yang telah menerapkan konsep Islam yaitu konsep tawazun
dan fungsional. Konsep tawazun (keseimbangan) dapat dilihat posisi
berugaq sebagai bangunan publik dan merupakan communal space
saling berhadapan denganbale (bangunan privat). Konsep
fungsionaltercermin dalam posisi lumbung yang mewakili satu bale
selain berfungsi sebagai ruang bersama sekaligus digunakan
untukmengawasi dan memberi kemudahan melayanai bangunan bale.
pada konsep tata letaknya. Wilayah yang memiliki topografi lebih tinggi
memiliki tingkat kesakralan/kesucian lebih tinggi dari wilayah yang
bertopografi rendah. Pola tata ruang permukiman terbentuk akibat pengaruh
sistem kepercayaan masyarakatnya sebagai pemeluk Agama Hindu Sekte
Dewa Sambu. Terdapat perubahan pola permukiman rumah antara lain
material bangunan serta lokasi dapur yang bergeser dari dalam bangunan
utama (sakaroras) kini berada diluar sakaroras.
Pola permukiman Desa Tigawasa memiliki pola permukiman memusat.
Permukiman masyarakat mengelompok di tengah–tengah desa yang
dikelilingi oleh kawasan perkebunan dan tegalan dan perkembangannya
menyebar pada lokasi pertanian yang berada pada luar wilayah Banjar Dauh
Pura. Banjar Dauh Pura berada di pusat atau di tengah–tengah desa dan
terdapat rumah dadia sebanyak 37 buah dan tempat suci, yaitu Pura Desa dan
Pura Dalem yang menjadi satu dengan Pura Desa,
sedangkan Banjar lainnya berada mengelilingi Banjar dauh pura dengan
wilayahnya berada di luar wilayah utama Desa Tigawasa, biasanya
masyarakat mengatakan wilayah tersebut dengan istilah “kubu”. Kubu
merupakan rumah tinggal di luar pusat permukiman di ladang, di perkebunan
atau tempat tempat kehidupan lainya. Lokasi kubu tersebar tanpa dipolakan
sebagai suatu lingkungan permukiman, menempati unit-unit perkebunan atau
ladang-ladang yang berjauhan tanpa penyediaan sarana utilitas. Pola ruang
kubu sebagai rumah tempat tinggal serupa pola dengan rumah/umah (Gelebet,
et al. 1985 :39)
BAB IV
ANALISA
4.1 Pola Ruang/Pembentukan Ruang Pada Topik – Lokasi Terpilih
4.1.1 Analisa Ruang bermukim Berdasarkan Mitos
Berdasarkan kebudayaan dan mitos Suku Tengger yang ada di Desa
Ngadas. Ruang yang dipengaruhi oleh mitos masyarakat Suku Tengger di Desa
Ngadas berdasarkan:
Sanggar Pamuja/Vihara
tempat yang biasa digunaan
masyarakat setempat yang
beragama budho tengger dan
tempat mbah dukun melakukan
pemujaan kepada Bopo Koso.
Sanggar persembahan ini juga
tempat pembakaran
persembahan yang
diperuntukkan bagi ke empat
unsur yang diyaini oleh
masyarakat.
Dhanyang
tempat kumpulnya roh para
leleuhur di Desa Ngadas dan ini
adalah tempat yang selalu
digunakan mbah dukun untuk
melakukan ritual dan juga
sanggar Pamujaan/Vihara
Bangunan
Pura
Sakral
Dahnyang
Hutan yang diaggap Keramat yang
tidak boleh di tebang pohonya
adalah yang berada disebelah
Timur menuju jemlang dan yang
Hutan memisahan Dusun Ngadas dan Jrak
Ijo dan Seputaran Sumber Mata air
pada bagian Barat
Penempatannya dibagian timur tepat arah matahari terbit karena menurut keyakinan Budho Tengger matahari adalah wujud penciptaan Bopo
Kuoso yang memberikan sumber kehidupan bagi mereka dan juga adalnya pagar menandakan batasan bahwa tempat ini sakral
Untuk bangunan pemujaan pada Bopo Kuoso yaitu sanggar Pamuja/Vihara berorientasi pada gunung tertinggi yaitu Gunung Semeru sebagi
Sanggar Pamujaan / Vihara
kediaman sang Hyang Widi Wasa dan Roh-Roh halus tingkatan tinggi
Tempat biasayanya masyaraat setempat yang
bergama Budjo Tengger dan Mbah Dukun Sanggar persembahan ini adalah tempat pembakaran persembhaan yang diperuntukkan bagi ke empat unsur dan merupakan tempat pusatnya
melakukan pemujaan kepada sang Hyang Widi dilakukan ritual pembakaran persembahan bagi masyarakat Suku Tengger di Desa Ngadas pada upacara Unang-unang dan hanya boleh dimasuki
Wasa/Bopo Kuoso. oleh dukun. Bnagunan ini tidak boleh dibangun di sembarangan tempat sayaratnya yaitu:
Tidak boleh ditempat yang penuh keramaian oleh sebab itu dalam peletakannya ditaruh dekat Pamujaan/Vihara dan dipagari
Harus diletakkan dibawah pohon besar dan ditandai pohon tersebut
Orientasi menghadap Gunung Tertinggi yaitu Semeru
Pura
Bangunan peribadatan bagi masyarakat Hindu Penempatannya di bagian Timur tepat arah matahari terbit, alasannya sama dengan Budho Tengger hanya perbedaanya bangunan pemujaan pad
Tengger di Desa Ngadas. Tempat ini adalah Sang Hyang Widi dan menempatan sanggah pada rumah tiap umat agama Hindu seperti di Bali dan untuk bangunan Pura berorientasi pada
tempat masyarakat melakukan pemujaan kepada Gunung tertinggi yaitu Gunung Semeru Sebagai tempat kediaman Sang Hyang Widi/Dewa-Dewa dan Roh-Roh halus Tingkatan Tinggi
sang pencipta/ Sang Hyang Widi (Dewa-dewa).
Dahnyang
Penempatan banguannnya dikarenakan disinilah tempat Raden Panji Wulung berdiam dan roh-roh para leluhur berkumpul/Pusat kosmologi
Tempat kumpulnya roh para leluhur di Desa
mahkluk halus. Oleh sebab itu adanya larangan untu memetik apapun dilokasi tersebut. Dahnyang bentuknya menyerupai gunung dan didalamnya
Ngadas. Tempat ini selalu digunakan dukun untuk
terdapat batu yang dikeramatkan dan juga berorientasi pada gunung tertinggi
melakukan ritual dan juga tempat bersemedi.
Punde
tempat yang menurut mbah dukun adalah tempat
yang biasnya digunakan oleh mabh dukun untuk Punde dibatasi oleh pagar dari semak-semak
bersemedi dan tidak sembarangan orang boleh
masuk ke tempat ini
Untuk penempatan makam tidak ada aturan hanya orientasi makam yang dipengaruhi oleh mitos yaitu orienasi pada tiga arah, yaitu:
Gunung Semeru: bagi sesepuh Desa/Para Dukun. Orientasi makam sesepuh Desa berorientasi pada Gunung Semeru
Makam
Gunung Bromo: bagi masyarakat yang beragama Budho Tengger dan Hindu
Utara : bagi masyarakat yang beragama Islam
Tabel 4. 2 Analisa Ruang Sakral Desa Ngadas
Sumber: Hasil Analisa Jurnal 2021
4.2 Pola Ruang/Pembentukan Ruang Pada Topik – Pada Studi Kasus
Mitos di Desa Ngadas sangat mempengaruhi masayarakat Desa Ngadas, bukan
hanya mempengaruhi dari sisi sosial masyarakatnya namun Mitos juga
mempengaruhi Pola Ruang, masih ada ruang-ruang yang terbentuk berdasarkanmitos
yang dijaga oleh masyarakat walau terkadang ada perubahan penempatan namun
tidak menghilangkan keterkaitan terbentuknya ruang dengan mitos. Bentukan Ruang
itu kemudian dikategorikan menjadi dua yaitu ruang sakral (Suci) tempat melakukan
pemujaan, tempat berkumpulnya roh para leluhur dll dan ruang profane, yaitu ruang
hunian masyarakat.
Mitos yang ada mempengaruhi:
1. Adanya aturan dalam orientasi Banguan sakral yang harus mengarah pada
Gunung Tertinggi
2. Adanya aturan dalm penempatan Banguan sakral dan tidak boleh adanya
bangunan lain di dekatnya
3. Adanya batasan pagar/semak-semak sebagai batasan bahwa tempat ini sakral
keramat
4. Adanya aturan untuk tokoh adat saja yang boleh masuk pada bangunan sanggar
persembahan
5. Tidak boleh menebang pohon /memetic tanaman apapun disekitar tempat sakral
6. Adanya tauran dalam orientasi rumah yang tidak boleh melawasn arah sunduk
7. Adanya aturan dalam penempatan bangunan rumah disebelah kiri rumah induk/
belakang sesuai urutan umur
8. Tidak adanya batasan pagar antar rumah yang satu dengan yang laininya karena
pagar adalah penandaan untuk batasan fusuk bangunan sakral dan yang tidak
9. Pada setiap rumah tidak boleh meletakkan Tungku perapian sembarangan
4.3 Perbandingan antara lokasi terpilih dengan studi kasus
Pembanding Lokasi Terpilih Studi Kasus 1 Studi Kasus 2 Studi Kasus 3
Pengaruh Mitos Pada Bentukan Konsep Pola Spasial Pelestarian Pola Permukiman Pola Ruang Permukiman Dan
Ruang Bermukim di Desa Permukiman Di Kasepuhan Tradisional Suku Sasak Dusun Rumah
Ngadas Kecamatan Ciptagelar Limbungan Kabupaten Tradisional Bali Aga Banjar
Poncokusumo (Susilo Kusdiwanggo-Prodi Lombok Timur Dauh Pura Tigawasa
Judul (Maria Christina Endarwati- Arsitektur Fakultas Teknik (Rina Sabrina, Antariksa, (Wayan Ganesha, Antariksa,
Jurusan Teknik Perencanaan Universitas Brawijaya) Gunawan Prayitno-Jurusan Dian Kusuma Wardhani-
Wilayah dan Kota ITN Perencanaan Wilayah dan Jurusan Perencanaan
Malang) Kota Fakultas Teknik Wilayah dan Kota Fakultas
Universitas Brawijaya) Teknik Universitas Brawijaya)
Pembahasan Penelitian ini mengambil studi Jurnal ini bertujuan menggali Tujuan dari Jurnal adalah Mengindentifikasi karakteristik
kasus pada warga Suku Tengger konsep dasar yang melandasi mengidentifikasi karakteristik sosial budaya masyarakat Desa
di Desa Ngadas, Kabupaten pola spasial permukiman pada non fisik sosial budaya Adat Tigawasa dan pola tata
Malang. Masyarakat desa masyarakat budaya padi di masyarakat Dusun ruang permukiman rumah yang
Ngadas masih memegang teguh Kasepuhan Ciptagelar. Melalui Limbungan, dan terbentuk. Kemudian
kepercayaan asli (Budho metode etnografi, unit-unit mengidentifikasi karakteristik menganalisis pola tata ruang
Tengger) yang meyakini bahwa informasi dianalisis secara thick fisik pola tata ruang permukiman rumah tradisional
tanah di sekitarnya sacral, description dan domain analysis permukiman yang terbentuk, yang terbentuk akibat pengaruh
Sehingga mempengaruhi hingga membangkitkan konsep menganalisis pola tata ruang dari sosial budaya
masyarakat untuk spasial sebagai salah satu tema permukiman tradisional yang masyarakatnya serta
melindunginya dengan tidak kulturalnya. Hasil penelitian terbentuk akibat pengaruh perubahan-perubahan pola
menebang pohon untuk menunjukkan bahwa fisik dan non fisiknya, dan ruangnya. Metode yang
melindungi lingkungan paparakoan huma menjadi kearifan lokalnya, serta digunakan adalah metode
sekitarnya, karena diyakini akan rujukan dasar atas konsep pola menentukan arahan pelestarian deskriptif-evaluatif. Data–data
berakibat fatal bagi yang spasial permukiman di bagi permukiman tradisional diperoleh melalui observasi
melakukannya. Inti pembahasan Kasepuhan Ciptagelar. Pola Limbungan. lapangan, kuisioner, serta
dari penelitian ini adalah spasial permukiman Kasepuhan Hasil Jurnal ini menunjukkan wawancara. Hasil studi
mengkaji hubungan Mitos, Ciptagelar tidak semata bahwa konsep keruangan diketahui bahwa pola
Kepercayaan dan adat istiadat berorientasi pada pembangunan makro yang terbentuk dari permukiman makro desa
desa Ngadas yang sangat fisik saja, melainkan juga tatanan fisik lingkungan Tigawasa dilandasi oleh konsep
berpengaruhi terhadap sebagai usaha membangun hunian memperlihatkan Tri Hita Karana dan Tri
Bentukan Ruang Bermukim keyakinan untuk peningkatan adanya pembagian ruang Mandala, tata ruang makronya
Masyarakat Desa Ngadas dan penyempurnaan diri. Peran permukiman berdasarkan guna dibagi menjadi tiga zona.
Pembanding Lokasi Terpilih Studi Kasus 1 Studi Kasus 2 Studi Kasus 3
dan kehadiran Leuit Jimat lahan, yaitu tempat hunian di Tingkat hunian rumah (mikro)
menjelaskan bahwa bagian tengah, dan lahan dilandasi oleh konsep hulu–
permukiman Ciptagelar pertanian di bagian luar area teben pada konsep tata
merupakan refleksi dan bentuk permukiman. Dari hasil letaknya. Wilayah yang
penyempurnaan atau akumulasi struktur ruang permukiman memiliki topografi lebih tinggi
terkini dari pencapaian puncak- tradisional Suku Sasak memiliki tingkat
puncak kebudayaan padi dari Limbungan terbentuk kesakralan/kesucian lebih
generasi Ciptagelar sebelumnya. berdasarkan konsep filosofi, tinggi dari wilayah yang
yaitu konsep arah sinar bertopografi rendah. Pola tata
matahari, konsep terhadap ruang permukiman terbentuk
gunung rinjani, konsep akibat pengaruh sistem
pembangunan rumah dan kepercayaan masyarakatnya
elemennya secara berderet dan sebagai pemeluk Agama Hindu
tanah berundak-undak, dan Sekte Dewa Sambu. Terdapat
konsep bentuk rumah yang perubahan pola permukiman
seragam terdiri dari rumah rumah antara lain material
yang berjajar (suteran). bangunan serta lokasi dapur
Penempatan elemen rumah yang bergeser dari dalam
(bale) berupa panteq memiliki bangunan utama (sakaroras)
posisi saling berhadapan kini berada diluar sakaroras
dengan bale. Pola
pengembangan tata ruang
masyarakat Sasak di Dusun
Limbungan berorientasi pada
nilai kosmologi berdasarkan
sistem kepercayaan dan
tradisi-tradisi masyarakat yang
berbasis budaya sehingga
menghasilkan ruang-ruang
khusus.
G Ruang (Robinson, Penelitian ini menggunakan Menurut Tanudirjo (2003), Secara teoritis yang
G 2004) Ruang metode etnografi. Tema-tema pelestarian justru harus dilihat didefinisikanoleh Rapoport
G bermukim adalah kultural yang muncul dalam sebagai suatu upaya untuk (1977), place merupakan suatu
G suatu peta yang penelitian tidak dimaknai dalam mengaktualkan kembali lingkungan, sebagai suatu
Pembanding Lokasi Terpilih Studi Kasus 1 Studi Kasus 2 Studi Kasus 3
G dibatasi dinding dan kerangka strukturalisme, warisan budaya dalam konteks perpaduan yang bersifat
G atap, baik oleh elemen melainkan dideskripsikan secara sistem yang ada sekarang. struktural, bukan merupakan
G permanen maupun berlapis (thick description) Pelestarian juga harus dapat hasil acak. Lingkungan
G tidak permanen, dan berdasarkan pemahaman mengakomodasikan merupakan hubungan saling
Teori secara operasional komunitas (emik). kemungkinan perubahan ketergantungan yangmenerus
G ruang diartikan semua Geertz (1973) menyatakan karena pelestarian harus antara elemen-elemen fisik dan
G tempat yang mampu bahwa bagian yang kritis dari dianggap sebagai upaya untuk
G mewadahi atau etnografi adalah thick memberikan makna
G dihasilkan dari description, yaitu
G kegiatan masyarakat sebuah deskripsi detail yang baru bagi warisan budaya itu manusia yang ada didalamnya,
G yang bersifat ekstrim dari seluruh detail data sendiri Widayati (2002). hubungan ini berjalan rapi dan
G temporal/nondimensio kualitatif yang coba ditangkap memiliki pola
G nal maupun oleh peneliti pada sebuah rona Menurut Koentjaraningrat
Ggggg permanen/dimensional sosial dengan kehidupan orang- (1984), kebudayaan adalah
Sistem Ruang: orang di dalamnya. sistem tata nilai dan segala
G (Samandhi T. Niarta, Thick description merupakan manifestasinya akan tercermin
G 2004) Sistem Ruang penjelasan mendalam di mana melalui gaya hidup
G didefinisikan secara data yang diamati berada pada masyarakatnya melalui
G operasional sebagai tiga paras (level), yaitu pertama, kehidupankeseharian.
G perwujudan ruang apa yang sebenarnya terjadi; Sedangkan lingkungan
G berdasarkan waktu kedua, apa yang dianggap orang merupakan perwujudan fisik
Gg (ruang permanen dan terjadi; ketiga apa yang mereka dari kebudayaan masyarakat.
G temporer), anggap seharusnya terjadi Sehingga, untuk mengetahui
G berdasarkan fungsi (Pranowo, 1991). kebudayaan dalam suatu
G dan perannya (ruang wilayah, dapat dilihat melalui
G cultural core dan lingkungan yang terbentuk.
cultural secondary),
G berdasarkan
G ketradisionalannya
Gg yaitu ruang asli/
tradisional, semi
G tradisional/ campuran,
dan non
G tradisional/tidak
Pembanding Lokasi Terpilih Studi Kasus 1 Studi Kasus 2 Studi Kasus 3
G mengandung unsur
G tradisional
Mitos: (Hashim
G Awang, 1986, hal 61)
G Mitos merupakan
G jenis cerita
G masyarakat yang
G mengisahkan tentang
G manusia atau mahkluk
G dan peristiwa luar
G biasa yang di luar
G logika manusia. Mitos
terbagi kedlam dua
G jenis yaitu mitos
G pembukaan sesuatu
tempat dan mitos asal
usul. Misalnya mitos
penciptaan suatu
negeri dan mitos
Tokoh masyarakat,
Misalnya Raja- Raja.
Cerita-cerita mitos
biasanya tidak dapat
dikesan
pengarangnya, dan ia
diwarisi dari generasi
ke generasi, secara
lisan atau tulisan
Adat Istiadat:
(Mohammad Daud
Ali, 1999: 196) adat
istiaat adalah bagian
yang ideal dari
budaya. Adat istiadat
Pembanding Lokasi Terpilih Studi Kasus 1 Studi Kasus 2 Studi Kasus 3
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada pembahasan Bab-bab sebelumnya telah dijelaskan secara rinci mengenai
Permukiman Tradisonal di Desa Ngadas, Begitupula studi kasus pembandingnya
yaitu Permukiman Tradisional Desa Limbungan, Desa Ciptagelar dan Desa
Tigawasa. Baik aspek budaya bermukim, Faktor Pembentukkan ruang dan
hubungan Antar aspek budaya dengan Pembentukkan kehidupan masyarakat serta
ruang Desa.
Pada Bagian Kesimpulan akan ditarik kesimpulan mengenai jurnal terkait
desa Ngadas yang berdasaran perbandingan oleh beberapa Jurnal yang diambil
sebagai tolak ukur.
Kesimpulan yang dapat diambil, baik itu Permukiman Tradisional di Desa
Ngadas, Desa Limbungan, Desa Ciptagelar maupun Desa Tigawasa, Keempat
kasus Desa Tradisional ini memiliki pola ruang dan struktur ruang yang
dipengaruhi oleh “Budaya” baik perilaku masyarakat turun temurun, Adat
istiadat, Kepercayaan yang dijaga, system mata pencaharian, pembagian ruang,
estetika ruang maupun Mitos yang ada dan berpengaruh langsung pada kehidupan
didalam permukiman tradisional ini.
Sehingga dapat dikatakan bahwa “Budaya” atau “Kultural” sangat
mempengaruhi pola yang terbentuk pada suatu ruang permukiman tradisional
Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Rapoport dalam Wikantiyoso
(1997:26), mengemukakan bahwa Permukiman tradisional diyakini sebagai
perwujudan dari nilai-nilai sosial budaya masyarakat, dan sangat erat kaitannya
dengan nilai-nilai sosial budaya warganya yang berpijak pada norma adat dalam
proses penyusunannya.
5.2 Saran
Saran atau rekomendasi ini ditujukan khusus pada studi kasus yang ada di Desa
Ngadas namun juga bisa menjadi saran yang diberikan untuk studi kasus
pembandingnya yaitu sebagai berikut:
- Perlunya penentan Program pembangunan yang memperhatikan dan
menyesuaikan dengan karakter mayarakat setempat sehingga program
pembangunan yang direncanakan dapat berjalan dengan baik dan dapat
memberikan manfaat khususnya dalam hal pendidikan. Pembangunan yang
dilakaukan harus benar-benar mencirikhaskan yang ada dalam masyarakat
- Pembangunan fisik desa harus memperhatikan dan menggunakan unsur-
unsur ruang yang telah berkembang di masyarakat terutama yang
menyangkut bentukan-bentukan ruang tradisional
- Dalam perencanaan permukiman masyarakat Suku Tengger di Desa Ngadas
harus dipertimbangkan untuk tetap berlakunya mitos yang mengandung
nilai-nilai positif yang ada sehingga nilai-nilai positif yang terkandung
didalam mitos tidak aan hilang, melainkan akan tetap terus terpelihara yang
pada akhirnya dapat diwarisan kepada anak cucu.