Anda di halaman 1dari 9

MASA AKHIR KOLONIALISME BELANDA DI INDONESIA

Disusun oleh:
Akmal Pasha Rasyada
Desinta Dwianda
Ahmad Joelansyah Syahputra
Raidah Zahrah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kerajaan Belanda telah menancapkan kekuasaannya di Hindia Belanda sejak
berakhirnya kongsi dagang Vereenigde Oost Indies Compagnie (VOC) tahun 1799.
Setelah itu, Kerajaan Belanda mengontrol wilayah Hindia sebagai bagian dari negara
kolonial. Belanda pun rela melakukan peperangan dengan negara-negara Barat lain
dan kerajaan-kerajaan di Nusantara untuk menguasai wilayah Hindia secara penuh.

Belanda melihat wilayah Hindia Belanda adalah sumber pemasukan yang cukup besar
bagi negara induk Belanda. Dengan memanfaatkan sumber daya alam dan sumber
daya manusia bumiputra Hindia, negara Belanda mendapatkan keuntungan besar.

Namun, pemerintah Hindia Belanda tidak mampu mempertahankan wilayahnya


ketika Jepang melakukan ekspansi ke Asia sejak tahun 1930-an. Jepang yang telah
menanamkan benih-benih ekspansi di Hindia mendapatkan hasilnya. Sejak terjadinya
krisis ekonomi global pada tahun 1929 , perang dunia II, dan peristiwa Pearl Harbour
tahun 1941, tidak lama kemudian pada tahun 1942 Belanda menyerah kepada Jepang
dapat dengan mudah menguasai Hindia Belanda yang mengyebabkan Indonesia harus
menghadapi invasi jepang yang berada di pihak yang sama, yaitu blok poros.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah proses berakhirnya masa kolonialisme Belanda di Indonesia ?
2. Apa saja faktor penyebab berakhirnya masa kolonialisme Belanda di Indonesia ?

C. Tujuan
1. Menjelaskan proses berakhirnya masa kolonialisme Belanda di Indonesia.
2. Menjelaskan faktor berakhirnya masa kolonialisme Belanda di Indonesia.

D. Manfaat
1. Siswa dapat mengetahui proses berakhirnya masa kolonialisme Belanda di
Indonesia.
2. Siswa dapat mengetahui faktor berakhirnya masa kolonialisme Belanda di
Indonesia.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Kolonialisme
Dilansir dari buku Indonesia: Dari Kolonialisme sampai Nasionalisme (2014),
pengertian kolonialisme adalah pengembangan kekuasaan sebuah negara atas wilayah
dan manusia di luar batas negaranya. Sering kali, kolonialisme bertujuan untuk
mencari dominasi ekonomi dari sumber daya, tenaga kerja, dan pasar wilayah
tersebut.Pada dasarnya, konsep kolonialisme berkaitan dengan imperialisme. Artinya,
keduanya merupakan kebijakan atau etos penggunaan kekuasaan untuk menguasai
bangsa dan rakyat di negara lain, seperti dikutip dari laman National Geographic.
Sementara dari segi etimologi, kolonialisme berasal dari kata colonus yang berarti
menguasai. Sederhananya, kolonialisme merupakan upaya suatu negara yang
bertujuan untuk menguasai suatu wilayah tertentu di luar negaranya sendiri. Secara
spesifik, negara yang melakukan kolonialisme bertujuan untuk mendominasi
kekuasaan dari berbagai sektor, termasuk politik, ekonomi, penduduk, hingga sumber
daya alam. Negara yang melakukan kolonialisme umumnya tidak memiliki kekayaan
bumi yang ada di negara jajahannya. Oleh sebab itu, mereka berupaya untuk
mengambil alih sumber daya tersebut. Terjadinya kolonialisme juga mendapat
dukungan militer yang kuat.
B. Perkembangan Kolonialisme
Masa kolonialisme identik dengan penjajahan dan eksploitasi sumber daya manusia
maupun sumber daya alam. Bangsa Indonesia mengalami masa tersebut berabad-abad
tahun lamanya. Rentang waktu yang lama tersebut diwarnai dengan berbagai
peristiwa dan pergolakan baik dari segi sosial, politik, ekonomi, maupun agama.
Praktik kolonialisme sudah terjadi di zaman kuno yakni oleh kerajaan Yunani Kuno,
Mesir Kuno, dan Fenisia. Mereka berupaya memperluas wilayah perbatasan dan
membangun negara koloni untuk memanfaatkan sumber daya manusia maupun alam
demi keuntungan dan kekuatan sendiri.

Pada abad ke-15, kolonialisme modern berkembang ketika Portugal mulai mencari
jalur perdagangan dan mencari peradaban di luar Eropa. Portugal berhasil
menaklukkan Ceuta pada 1415, sebuah kota di Afrika Utara. Kemudian di tahun 1492,
Christopher Columbus mencari rute barat ke India dan Cina. Namun ia mendarat di
Bahama dan menggusur Kekaisaran Spanyol.Spanyol dan Portugal terkunci dalam
persaingan untuk wilayah baru, kemudian mengambil alih tanah adat di Amerika,
India, Afrika, dan Asia. Negara-negara seperti Inggris, Belanda, Prancis, dan Jerman
bangkit dan mulai merebut wilayah yang sudah ditaklukkan Spanyol dan Portugis. Di
tahun 1914, sebagian besar dunia telah dijajah oleh orang-orang Eropa.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode yang akan digunakan dari penelitian ini adalah “kualitatif deskriptif”. Metode
ini dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang didapatkan dari berbagai sumber
berupa kata-kata, kalimat yang memiliki arti yang lebih bermakna dan mampu
mengacu timbulnya pemahaman yang lebih nyata dari sekedar sajian angka atau
frekuensi.

B. Instrumen Pengumpulan Data


Instrumen pengumpulan yang akan digunakan penulis dalam Karya Tulis Ilmiah ini
adalah observasi non partisipan. Arti observasi non partisipan adalah tindakan
mengobservasi yang dilakukan si penelitian dengan hanya melakukan satu fungsi,
yakni mengadakan pengamatan saja, (Lexy J. Moleong, 2002).

C. Sumber Data
Sumber data yang terdapat dalam penelitian ini berupa data sekunder serta referensi
yang didapat dari website resmi. Tujuannya agar penulis mendapatkan informasi
tentang masa berakhirnya kolonialisme belanda di Indonesia
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Proses Berakhirnya Masa Kolonialisme Belanda di Indonesia
1. Krisis Ekonomi Global
Krisis ekonomi global 1929 terjadi akibat saham Amerikat jatuh. Kondisi ini pun
berdampak pada negara-negara Eropa. Negara jajahan Eropa pun ikut terdampak.
Dutch Commerce and Chinese Merchants in Java: Colonial Relationships in Trade
and Finance, 1800-1942 menyebut ekspor di Hindia mengalami penurunan,
sementara impor semakin tinggi. Hal ini berujung pada malapetaka di masyarakat,
yakni pemotongan gaji, pengangguran, kenaikan pangkat yang cenderung lambat,
dan penurunan biaya hidup. Saat itu, banyak tenaga kerja sulit mencari pekerjaan.

Keadaan masyarakat bumiputra yang semakin tertekan oleh kemiskinan membuat


mereka melakukan aksi protes. Situasi inilah yang kemudian membuat Gubernur
Jenderal De Jonge lebih banyak menangkap masyarakat bumiputra yang dianggap
berbahaya bagi ketentraman dan kedamaian negeri Hindia.

Anggaran pemerintahan Hindia Belanda pun kemudian mengalami defisit karena


ekspor yang semakin lesu. Maka untuk menyiasati keadaan ini, pemerintah
kemudian menerapkan kebijakan impor dari Jepang karena barang dari Eropa
biayanya cukup mahal. J.S. Furnivall dalam bukunya Hindia Belanda Studi
tentang Ekonomi Majemuk memperlihatkan pada dekade ketiga abad ke-20 impor
Jepang ke Hindia meningkat signifikan setiap tahunnya.

Kondisi Hindia Belanda yang semakin tertekan dengan krisis ekonomi dan gejolak
politik membuat Kerajaan Belanda berniat untuk mengganti De Jonge. Oleh
karena itu, pada tahun 1936 ditunjuklah seorang diplomat yang cocok untuk
mengisi jabatan sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang baru, yakni Jhr.
Mr. A.W.L. Tjarda van Starkenborgh-Stachouwer.
Tentara Jepang yang dilucuti oleh TKR siap di angkut ke Pelabuhan Pasuruan
pada tanggal 28/04/1946.

2. Jepang dan Penetrasi ke Hindia


Kebijakan pemerintah Hindia Belanda yang mengganti negara asal impor dari negara-
negara Eropa menjadi Jepang justru membawa malapetaka. Sepanjang tahun 1930-an
barang-barang impor dari Jepang masuk dalam volume yang tinggi ke Hindia Belanda.
Apalagi barang-barang Jepang tersebut memiliki nilai jual yang sangat murah sehingga
digemari oleh masyarakat bumiputra.

Pada awal abad ke-20 Jepang memiliki ambisi untuk menjadi negara yang dapat
menguasai wilayah Asia Timur secara luas. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari Restorasi
Meiji yang dilakukan Jepang pada abad ke-19. Sejak saat itu, Jepang menjadi negara yang
belajar kepada Barat untuk membangun sebuah negara yang makmur.
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, muncul gerakan Pan Asia yang dimotori oleh
Jepang. Mereka beranggapan bahwa bangsa Asia memiliki kesetaraan yang sama dengan
bangsa-bangsa dari Barat. Hasilnya pun tidak terduga, di mana Jepang menjadi satu-
satunya bangsa Asia yang mampu mengalahkan Rusia dalam perang Jepang-Rusia tahun
1904–1905.

Atas dasar inilah Jepang kemudian melebarkan imperialismenya ke negara-negara


tetangganya, seperti Tiongkok dan Korea. Jepang juga berkeinginan menyebarkan
pengaruhnya ke seluruh wilayah Asia yang saat itu banyak dikuasai negara-negara Barat.

Namun, penyebaran pengaruh Jepang ke wilayah Asia khususnya di Hindia Belanda tidak
dilakukan secara terbuka. Mereka melakukan aksi-aksi spionase dan propaganda melalui
simbol-simbol yang tidak banyak diketahui oleh pemerintah Hindia Belanda. Apalagi
sejak tahun 1930-an secara diam-diam Jepang mulai mengintai tanah Hindia Belanda
pasca-dibukanya keran impor.

Sebelum tahun 1930-an, orang Jepang sendiri sudah ada yang tinggal dan menetap di
Hindia Belanda. Dalam jurnal yang berjudul Aksi dan Propaganda Jepang Sepanjang
Tahun 1930–1942 Sebelum Pendudukannya di Hindia Belanda tercatat bahwa tidak ada
mengetahui orang Jepang pertama kali datang ke Hindia pada tahun berapa. Namun, arsip
sejarah diplomatik yang dikeluarkan oleh Kementerian Luar Negeri Jepang menyebutkan
bahwa orang Jepang sudah ada di Hindia sejak tahun 1912.

Keberadaan orang Jepang di Hindia pada tahun itu bertujuan untuk melakukan
perdagangan. Selain itu, ada juga orang Jepang yang berprofesi di bidang pertanian,
perikanan, pertambangan, manufaktur, transportasi, dan lain sebagainya. Melihat ini
semua dapat dipastikan bahwa hubungan orang Jepang dengan Hindia Belanda sudah
terjalin cukup lama dan hanya sebatas pada profesi saja.

Kedatangan imigran Jepang ke Hindia semakin meningkat sejak tahun 1930-an


berbarengan dengan membanjirnya barang-barang Jepang ke Hindia juga. Saat
bersamaan, di negeri Jepang muncul paham bahwa Jepang merupakan bangsa pemimpin
dan bangsa penyelamat bagi bangsa-bangsa di Asia. Paham ini menganggap Jepang
adalah negara yang akan melepaskan Asia dari cengkeraman kolonialisme bangsa Barat.
Atas dasar inilah orang Jepang melakukan perjalanan ke selatan baik melalui jalur resmi
maupun tidak resmi.

Membanjirnya barang-barang Jepang di Hindia juga dimanfaatkan sebagai bentuk


propaganda Jepang kepada masyarakat bumiputra. Harga produk yang terjangkau saat
masyarakat mengalami krisis membuat bumiputera jatuh hati.

Sistem perdagangan Jepang di Hindia pun terlihat eksklusif di mana barang-barang


mereka hanya dijual di toko-toko milik orang Jepang saja. Secara finansial, dana mereka
diatur oleh bank-bank Jepang di Hindia Belanda. Hasilnya barang-barang Jepang ini
mampu menggeser produk-produk dari dalam negeri maupun Eropa.

Namun, para imigran Jepang ini tidak hanya bekerja sebagai pedagang, tetapi juga
melakukan kontak dengan pemerintah Jepang terkait kondisi di Hindia Belanda. Mereka
inilah yang dikenal sebagai agen-agen spionase Jepang. Spion-spion Jepang banyak yang
melakukan penyamaran seperti menjadi wartawan, nelayan, tukang potret, kuli, penunggu
toko kelontong, orang yang mengoperasikan rumah pelacuran, hingga menjadi bintang
film.

Selain itu, mereka juga melakukan indoktrinasi kepada penduduk bumiputra bahwa
Jepang datang sebagai penyelamat bangsa Asia. Orang Jepang melakukan propaganda
tentang anti-Barat dan menyerukan kepada penduduk bumiputera untuk anti-imperialisme
Barat.

Akibatnya, banyak dari masyarakat bumiputra mulai tertarik dengan Jepang terlebih
pergerakan nasional melawan Belanda terus dibelenggu oleh pemerintah. Keadaan di
Hindia Belanda pun semakin runyam yang kemudian membuat Gubernur Jenderal Tjarda
van Starkenborgh-Stachouwer turun tangan.
3. Jepang Mulai Bergerak
Jepang semakin menunjukkan kekuatannya kepada dunia sebagai salah satu negara di
Asia yang setara dengan negara-negara di Barat. Pada Januari 1941 Laksamana
Yamamoto memberitakan kepada Washington rencana untuk menyerang Pearl Harbour.
Namun, rencana tersebut tidak ditanggapi oleh Amerika Serikat.

Pada 8 November 1941, Washington mengetahui isi telegram dari Perdana Menteri
Jepang Tojo kepada Nomura, wakil Jepang dalam perundingan dengan Amerika Serikat.
Isi dari telegram tersebut menyatakan bahwa hasil perundingan perang antara Jepang
dengan Amerika Serikat harus dicapai selambatnya tanggal 23 November 1941. Gubernur
Jenderal Tjarda van Starkenborgh-Stachouwer mengeluarkan pernyataan perang dengan
Jepang.

Tanggal 27 November 1941, Amerika Serikat mengeluarkan perintah untuk berjaga-jaga


apabila Jepang mulai menyerang. Namun, secara tidak terduga, tanggal 7 Desember 1941
Jepang membombardir Pearl Harbour yang saat itu belum siap menerima penyerangan
dari Jepang. Dalam hitungan jam, Pearl Harbour luluh lantak dan pangkalan Amerika
Serikat pun lumpuh.

Sesaat setelah peristiwa Pearl Harbour tersebut, pemerintah Belanda mulai melakukan
perundingan atas sikap Jepang. Apalagi Jepang semakin kuat di wilayah Asia dan
mengancam keberadaan Hindia Belanda. Pada 8 Desember 1941, Gubernur Jenderal
Tjarda van Starkenborgh-Stachouwer mengeluarkan pernyataan untuk memulai perang
dengan Jepang.

Pernyataan gubernur jenderal tersebut kemudian ditanggapi oleh Jepang pada 1 Januari
1942 untuk melakukan perjanjian damai dengan Hindia Belanda. Namun, pihak Hindia
Belanda menolak karena mengikuti negara sekutunya yakni Amerika Serikat, Inggris, dan
Belanda yang terlebih dahulu menyatakan perang kepada Jepang.

Sejak saat itu, Jepang mulai melakukan penyerangan ke beberapa wilayah di Hindia
Belanda mulai 10 Januari 1942 dengan menyerang Tarakan. Pada tanggal yang sama
Jepang juga menyerang Manado dan Palembang. Wilayah-wilayah Hindia Belanda
kemudian dengan mudah ditaklukkan oleh Jepang, terlebih orang-orang Jepang sudah
lama bercokol di Hindia.

Pemerintah Hindia Belanda yang mulai kerepotan dengan aksi-aksi penyerangan Jepang
di wilayah-wilayah Hindia mulai mengajak warga bumiputra untuk ikut serta berperang.
Gubernur Jenderal Tjarda berpendapat bahwa Hindia Belanda harus diberikan
kemandirian demi menarik rakyat Hindia memerangi Jepang. Namun, keputusan ini
diragukan Kerajaan Belanda. Hindia Belanda merupakan satu-satunya wilayah politis
Belanda.

Ide dari Gubernur Jenderal Tjarda ternyata tidaklah sesuai dengan harapannya. Rakyat
Hindia Belanda juga menolak untuk membantu pemerintah Hindia Belanda melawan
Jepang. Warga Hindia Belanda sudah terlanjur dikecewakan oleh sikap pemerintah yang
telah memberangus para tokoh nasional. Mereka juga termakan oleh propaganda Jepang
yang menyebutnya sebagai negara yang akan membebaskan Asia dari kolonialisme Barat.

Gubernur Jenderal Tjarda kemudian memerintahkan Letnan Gubernur Jenderal Van Mook
untuk mempersiapkan jalur pelarian melalui Lapangan Terbang Andir. Beberapa petinggi
dan pejabat Hindia Belanda juga bersiap untuk mengungsi menuju Australia dan negara-
negara jajahan terdekat.

Kejatuhan armada laut Amerika Serikat di Filipina oleh Jepang semakin membuat Hindia
Belanda tertekan. Pusat pemerintahan pun dipindahkan dari Batavia ke Bandung. Tentara
Hindia Belanda dan Sekutu pun melihat pertahanan Hindia Belanda sudah tidak mungkin
dipertahankan. Situasi tersebut membuat Kerajaan Belanda memerintahkan gubernur
jenderal menyerahkan pimpinan perang ke tangan Jenderal Hein ter Poorten.

Tak lama berselang, pada 1 Maret 1942, Jawa dikepung oleh pasukan Jepang yang
dipimpin Jenderal Hitoshi Imamura. Mereka mendaratkan pasukan-pasukannya di pantai
utara Jawa. Kehadiran Jepang di Jawa membuat Hindia Belanda menyerah di Kalijati
pada 8 Maret 1942. Titik inilah yang menjadi akhir negara Hindia Belanda.
DAFTAR PUSTAKA

Danang, Martinus. 2022. Sejarah Berakhirnya Kolonialisme Hindia Belanda


https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/sejarah-berakhirnya-kolonialisme-hindia-
belanda?track_source=kompaspedia-paywall%3Ftrack_medium%3Dlogin-
paywall&track_content=https%3A%2F%2Fkompaspedia.kompas.id%2Fbaca%2Fpaparan-
topik%2Fsejarah-berakhirnya-kolonialisme-hindia-belanda
%2F&status=sukses_login&status_login=login

Anda mungkin juga menyukai