METODE PERENCANAAN
Metode merupakan cara menganalisa dan mengolah perencanaan yang disertai berbagai
acuan sebagai referensi dalam pengolahan data data perencanaan IPAL Komunal
2.1 Landasan Teori
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 16 Tahun 2008 mengenai Kebijakan dan strategi
Nasional Pengembanagan Sistem Pengolahan Air Limbah, Peraturan Daerah Kabupaten Malang
Nomor 3 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Malang, dan
Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Limbah Komunal Pada Kompleks Perumahan Di Desa
Kapur Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya. Menjadi acuan dalam Perencanaan
Instalasi Pengelolaan air Limbah di Desa Gunung Rejo Kecamatan Singosari ini.
2.1.1 Jaringan Air Limbah
Menurut Peraturan Menteri Lingkuhan Hidup Republik Indonesia No.5 Tahun 2014 tentang
Baku Mutu Air Limbah, air limbah adalah sisa dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang berwujud
cair. Sedangkan, menurut Ehlers and Steel dalam Asmadi (2012), air limbah yaitu: The liquid
conveyed by sewer (cairan yang dibawa oleh saluran air buangan). Air Limbah merupakan air
buangan yang berasal dari rumah tangga termasuk black water dan grey water dari lingkungan
permukiman. Untuk melindungi kualitas air baku, menjaga kesehatan masyarakat, serta menjaga
lingkungan permukiman perlu dilakukan pengelolaan dan perencanaan terkait air buangan ini.
Untuk itu dalam merencanakan Sistem Jaringan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) ini
juga di perlukan beberapa parameter untuk dijadikan pertimbangan antara lain:
a. Kepadatan Penduduk
Tujuan dari perencanaan IPAL sendiri adalah untuk menciptakan kenyamanan pada
lingkungan penduduk agar terhindar dari segala macama dampak negative yang timbul dari
air limbah. Sehingga sejalan dengan tujuan itu Parameter kepadatan penduduk menjadi salah
satu aspek penting yang perlu di perhatikan. Karena dengan bertambahanya angka kepadatan
penduduk pada Desa Perencanaan semakin besar pula timbulan air limbah yang dhasilkan.
Dari situ perlu pengembangan system IPAL yang mampu menanggulangi lonjakan kenaikan
penduduk.
b. Sumber Air Bersih Masyarakat
Sumber air bersih yang digunakan penduduk desa Gunungrejo seharai-hari sangat
perpengaruh juga terhadap system pembuangan air limbah yang akan direncanakan, sebab
Pemakaian air bersih nantinya pada akhirnya juga menjadi air limbah.
c. Permeabilitas Tanah
Permeabilitas merupakan salah satu sifat lapisan tanah yang sangat berpengaruh terhadap
kepekaan tanah terhadap erosi. Secara kuantitatif permeabilitas tanah diartikan sebagai
kecepatan bergeraknya suatu cairan pada suatu media berpori dalam keadaan jenuh. Dalam
hal ini sebagai cairan adalah cairan air limbah domestic. Sehingga dapat mempengaruhi
kondisi air tanah terutama dari aspek kualitas.
d. Kedalaman Air tanah
Kedalaman air tanah < 1,5 meter dari permukaan, diarahkan menggunakan sistem sewerage
untuk menghindari pencemaran air tanah atau menggunakan tangki septik yang kedap air.
Kedalaman air tanah > 1,5 meter dari permukaan dapat menggunakan sistem onsite dengan
pengembangan teknologi untuk melindungi kualitas air tanah.
e. Kemiringan Tanah
Sistem sewerage/ system perpipaan pengolahan air limbah sebaiknya diterapkan pada
kemiringan tanah > 2%
f. Ketersediaan lahan
Ketersediaan lahan merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pembangunan IPAL,
karena perlu adanya beberapa penilaian lahan untuk merencanakan IPAL.
System Pengolahan Air Limbah yang direncanakan di Desa Gunungrejo adalah system Terpusat
atau Komunal. Sistem terpusat merupakan sistem pengolahan air limbah secara kolektif melalui
jaringan pengumpul dan diolah serta dibuang secara terpusat dengan menggunakan IPAL. Dalam
perencanaan IPAL ini kami melakukan proyeksiyaitu proyeksi bearnya timbulan air limbah yang
dihasilkan di Desa Gunungrejo agar lebih mempermudah dan agar diketahui kebutuhan Jaringan
IPAL yang di perlukan.
Besarnya produksi air limbah dapat dihitung melalui besarnya konsumsi air bersih dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Air limbah yang dilayani IPAL berasal dari permukiman saja, aktivitas fasilitas umum
tidak diperhitungkan.
b. Besarnya konsumsi air bersih pada daerah layanan diasumsikan dan sesuai dengan
kriteria perencanaan Ditjen Cipta Karya PU tahun 1996, seperti pada tabel 2.1
c. Besarnya air limbah yang dihasilkan berkisar 50% - 80% dari pemakaian air bersih
(Metcalf & Eddy, 1991).
Tabel 2. 1 Besarnya Konsumsi air bersih berdasrkan jumlah penduduk
Kategori Kota Berdasarkan Jumlah Penduduk
500.000- 100.000- 20.000-
>1.000.000 <20.000
1.000.000 500.000 100.000
No. Uraian Kota
Kota Kota
Metropolita Kota Besar Desa
Sedang Kecil
n
Konsumsi Unit sambungan
1 >150 250-200 90-120 80-120 60-80
Rumah (Liter/orang/hari)
Konsumsi Unit Hidran
2 20-40 20-40 20-40 20-40 20-40
(HU) (Liter/Orang/Hari)
Konsumsi Unit Non-Domestik
a. Niaga Kecil
600-900 600-900 600
(Liter/Orang/Hari)
b. Niaga Besar
1000-5000 1000-5000 1500
3 (Liter/Orang/Hari)
c. Industri Besar
0,2-0,8 0,2-0,8 0,2-0,8
(Liter/detik/Ha)
d. Pariwisata
0,1-0,3 0,1-0,3 0,1-0,3
(Liter/detik/Ha)
Sumber: Ditjen Cipta Karya,2020
2.2 Sistem Penyaluran Limbah Domestik
Sistem penyaluran limbah yang direncanakan merupakan sistem air limbah secara terpusat,
adapun jenis sistem penyaluran air limbah terpusat yaitu sistem conventional sewerage, sistem
shallow sewerage dan sistem small bore sewerage.
2.2.1 Sistem Conventional Sewerage
Conventional sewerage adalah jaringan pipa bawah tanah yang menyalurkan pipa dari
masing - masing rumah menuju pengolahan terpusat dengan aliran gravitasi dan pompa jika
diperlukan. conventional sewer membutuhkan pre - treatment di sumber terlebih dahulu (on site
treatment). Dalam mendesain sistem ini perlu dipastikan telah memenuhi kecepatan minimum
untuk self - cleansing (0,3 – 0,6 m/s).
Faktor Kelebian/Kekurangan
Low energi (listrik), tanpa alat mekanikal
Penggunaan energi atau elektrikal
Produksi Lumpur Lumpur relatif lebih stabil
Kebutuhan lahan ± 442 m2, dapat
Penggunaan ahan dijadikan sebagai fasilitas bermain atapun
taman bermain
Efisiensi BOD tinggi
Efisiensi Pengolahan ABR = 70 – 95 % ; Wetland = 65 – 95 %
Gagguan Lain Efluen sedikit berbau