Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ANTROPOLOGI PERIKANAN: PENDAHULUAN

Disusun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Antropologi Perikanan yang diampu oleh

Ibu Wahyu Handayani, S.Pi., MBA., MP.

Oleh

Betafian Erlangga Dynasti

NIM. 215080407111004

PROGRAM STUDI AGROBISNIS PERIKANAN

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERIKANAN DAN KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2024
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Antropologi merupakan cabang ilmu sosial dan humaniora yang mempelajari

manusia secara holistik, termasuk aspek budaya, sosial, dan biologisnya. Memahami

antropologi menjadi penting karena memberikan wawasan mendalam tentang

keragaman manusia, pola-pola budaya, serta interaksi sosial yang membentuk

masyarakat. Dalam konteks antropologi perikanan, kajian ini menyoroti hubungan

antara manusia dan lingkungan perairan, termasuk praktik perikanan tradisional,

manajemen sumber daya, dan dampaknya terhadap keberlangsungan ekosistem

laut.

Pentingnya mempelajari antropologi terletak pada kemampuannya untuk

memberikan perspektif yang luas dan mendalam tentang bagaimana budaya

manusia memengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan serta masyarakatnya.

Dalam konteks perikanan, pemahaman antropologis membantu mengungkapkan

pola-pola kehidupan masyarakat nelayan, sistem pengetahuan lokal tentang sumber

daya perairan, serta dinamika kebijakan yang terkait dengan pengelolaan perikanan.

Lebih lanjut, pembahasan antropologi perikanan juga memiliki implikasi yang

signifikan dalam konteks keberlanjutan. Dengan memahami bagaimana manusia

berinteraksi dengan sumber daya perairan, kita dapat mengidentifikasi praktik-praktik

yang mendukung keberlangsungan ekosistem laut dan masyarakat nelayan.

Pengetahuan ini menjadi dasar untuk mengembangkan kebijakan yang berkelanjutan

dan memastikan bahwa sumber daya perikanan dapat dikelola secara efektif untuk

generasi mendatang.

Dalam demikian, kajian antropologi perikanan bukan hanya sekadar menggali

pengetahuan tentang budaya dan praktik manusia di sekitar sumber daya perairan,

tetapi juga merupakan sarana untuk menggalang upaya pelestarian dan pengelolaan
yang berkelanjutan. Dengan demikian, makalah ini akan mengeksplorasi beragam

aspek antropologi perikanan dengan tujuan untuk mendukung upaya konservasi dan

keberlanjutan lingkungan perairan serta keberlangsungan masyarakat nelayan yang

bergantung padanya.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam makalah ini mencakup beberapa pertanyaan kunci yang

ingin dijawab melalui kajian antropologi perikanan:

1. Mengapa studi mengenai antropologi perikanan menjadi penting dalam

pembangunan masyarakat perikanan?

2. Bagaimana dinamika kebijakan dalam pengelolaan perikanan memengaruhi

kehidupan dan mata pencaharian masyarakat nelayan?

3. Apa peran antropologi dalam mendukung keberlanjutan pembangunan perikanan

dan kesejahteraan masyarakat nelayan di masa depan?

1.3 Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah:

1. Menganalisis peran praktik tradisional, dinamika kebijakan, serta upaya

konservasi dalam mendukung keberlanjutan sumber daya perairan dan

kesejahteraan masyarakat nelayan.

2. Menyelidiki pengaruh dinamika kebijakan dalam pengelolaan perikanan terhadap

kehidupan dan mata pencaharian masyarakat nelayan untuk memahami

bagaimana kebijakan dapat mendukung atau menghambat keberlanjutan sumber

daya perairan.

3. Mengidentifikasi peran antropologi dalam mendukung keberlanjutan

pembangunan perikanan dan kesejahteraan masyarakat nelayan di masa depan

sebagai rekomendasi dalam pelestarian lingkungan perairan.


BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Antropologi Perikanan

Antropologi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari tentang

budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Dalam sejarahnya, antropologi lahir atau

muncul berawal dari ketertarikan orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat,

budaya yang berbeda dengan Eropa. Antropologi lebih memusatkan pada penduduk

yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang

tinggal daerah yang sama, antropologi mirip seperti Sosiologi tetapi Sosiologi lebih

menitik beratkan pada masyarakat dan kehidupan sosialnya (Marzali, 2000).

Kata benda abstrak antropologi pertama kali disebutkan dalam konteks

sejarah. Penggunaannya yang sekarang pertama kali muncul di Jerman Renaisans

dalam karya-karya Magnus Hundt dan Otto Casmann. Kata Neo-Latin mereka,

anthropologia, berasal dari bentuk gabungan kata-kata Yunani ánthrōpos

(ἄνθρωπος, "manusia") dan lógos (λόγος, "kajian"). Bentuk sifatnya muncul dalam

karya-karya Aristoteles. Penggunaannya mulai muncul dalam bahasa Inggris,

mungkin melalui bahasa Prancis Anthropologie, pada awal abad ke-18 (Koroth,

1952).

Berdasarkan Kamus Oxford, antropologi adalah studi tentang masyarakat

dan budaya manusia serta perkembangannya. Bisa diartikan bahwa antropologi

menjadi studi tentang karakteristik biologis dan fisiologis manusia serta evolusinya.

Sementara berdasarkan Encyclopaedia Britannica, pengertian antropologi adalah

ilmu kemanusiaan yang mempelajari manusia dalam berbagai aspek mulai dari

biologi dan sejarah evolusi homo sapiens hingga ciri-ciri masyarakat dan budaya

yang membedakan manusia dari spesies hewan lain (Kompas, 2019).

Antropologi perikanan merupakan cabang kajian antropologi yang fokus pada

interaksi manusia dengan lingkungan perairan, terutama dalam konteks aktivitas


perikanan. Seperti yang diungkapkan dalam uraian di atas, antropologi perikanan

memeriksa bagaimana manusia, sebagai agen budaya, berinteraksi dengan sumber

daya perairan dan bagaimana hal ini mempengaruhi pola-pola budaya serta sistem

pengetahuan lokal yang berkembang di komunitas nelayan.

Dengan memperhatikan pengaruh globalisasi dan modernisasi yang

mencakup perubahan teknologi, kebijakan, dan gaya hidup, antropologi perikanan

juga memeriksa bagaimana dinamika ini memengaruhi keberlanjutan ekosistem

perairan dan kehidupan masyarakat nelayan. Melalui pendekatan ini, antropologi

perikanan memberikan wawasan yang mendalam tentang kompleksitas hubungan

antara manusia, budaya, dan lingkungan perairan, serta relevansinya dalam konteks

pembangunan masyarakat perikanan yang berkelanjutan.

2.2 Sejarah Perkembangan

Sejarah antropologi mencerminkan perjalanan panjang dalam pemahaman

manusia dan budaya manusia. Melalui berbagai paradigma dan metodologi,

antropologi terus memberikan kontribusi yang berharga dalam memahami

kompleksitas manusia dan keberagaman budaya di seluruh dunia. Pemikiran awal

tentang manusia muncul dalam tulisan-tulisan filsuf kuno seperti Herodotus, Plato,

dan Aristoteles. Mereka membahas tentang asal-usul manusia, perbedaan antara

budaya, dan sifat manusia secara umum. Selama Abad Pertengahan, pemikiran

tentang manusia cenderung dipengaruhi oleh pandangan agama dan mitologi.

Meskipun demikian, beberapa cendekiawan seperti Ibn Khaldun dari dunia Islam

mengembangkan pemikiran tentang sejarah dan sosial manusia.

Pada abad ke-17 dan ke-18, yaitu pada zaman pencerahan, pemikiran

tentang manusia mulai diperluas dengan penjelajahan geografis dan kontak budaya

yang lebih luas. Ini memicu minat dalam penelitian ilmiah tentang perbedaan budaya

dan biologis di antara manusia. Kemudian pada abad ke-19, perkembangan ilmu

antropologi ditandai dengan pembentukannya sebagai disiplin ilmiah yang berdiri

sendiri. Tokoh-tokoh seperti Franz Boas, Bronislaw Malinowski, dan Émile Durkheim
memainkan peran penting dalam mengembangkan metodologi dan teori antropologi

(Syafrizal & Calam, 2019).

Di Indonesia, perkembangan antropologi sebagai disiplin ilmu yang dipelajari

para mahasiswa di perguruan tinggi masih tergolong baru. Salah satu tokoh penting

dalam perkembangan antropologi di Indonesia adalah Koentjaraningrat, sehingga

dapat dikatakan bahwa ia merupakan bapak antropologi di Indonesia. Sebagai tokoh

sentral di Indonesia, Koentjaraningrat telah meletakkan dasar-dasar antropologi

Indonesia. Beberapa tugas yang berhasil diembannya adalah 1) mengembangkan

prasarana akademis ilmu antropologi; 2) mempersiapkan dan membina tenaga-

tenaga pengajar dan tenaga ahli di bidang antropologi; dan 3) mengembangkan

bahan pendidikan untuk pembelajaran bidang antropologi (Ruswanto, 1997).

Sebagai disiplin ilmu, antropologi merupakan kajian yang multidisipliner yang

berupaya mengkaji aspek manusia secara menyeluruh (holistik). Secara historis,

antropologi berkembang dari suatu deskripsi hasil-hasil laporan perjalanan para

penjelajah dan penjajah tentang kehidupan manusia di daerah yang disinggahi para

penjelajah, atau kehidupan salah satu suku bangsa yang tinggal di daerah jajahan.

Deskripsi tersebut dikenal dengan nama etnografi. Dalam perjalanannya kemudian,

antropologi berkembang sebagaimana keberadaannya sekarang baik di negara-

negara Eropa Barat, Amerika maupun di Asia. Beberapa cabang antropologi yang

dikenal secara luas saat ini adalah antropologi fisik atau biologi, antropologi sosial,

dan antropologi budaya. Di sisi yang lain, antropologi juga merupakan bidang ilmu

terapan sehingga hasil kajiannya dapat dimanfaatkan sebagai masukan dalam

pengambilan keputusan untuk keperluan pembangunan, terutama dalam

pembangunan sosial budaya, seperti antropologi pembangunan, antropologi

kesehatan, antropologi ekonomi, dan sebagainya.

2.3 Sumber Pengetahuan

Antropologi sebagai salah satu cabang ilmu sosial mempunyai bidang kajian

sendiri yang dapat dibedakan dengan ilmu sosial lainnya, seperti sosiologi, ilmu
ekonomi, ilmu politik, kriminologi dan lain-lainnya. Antropologi juga dapat

dikelompokkan ke dalam cabang ilmu humaniora karena kajiannya yang terfokus

kepada manusia dan kebudayaannya. Seperti yang pernah diungkapkan

Koentjaraningrat bahwa ruang lingkup dan dasar antropologi belum mencapai

kemantapan dan bentuk umum yang seragam di semua pusat ilmiah di dunia.

Menurutnya, cara terbaik untuk mencapai pengertian akan hal itu adalah dengan

mempelajari ilmu-ilmu yang menjadi pangkal dari antropologi, dan bagaimana garis

besar proses perkembangan yang mengintegrasikan ilmu-ilmu pangkal tadi, serta

mempelajari bagaimana penerapannya di beberapa negara yang berbeda

(Hadikusuma, 2004).

Sumber pengetahuan kajian antropologi, sesuai dengan namanya, berasal

dari manusia itu sendiri. Hanya saja jika terdapat berbagai metode ilmiah yang

mengharuskan sumber dari luar manusia, itu hanya metodenya sebagai suatu

proses ilmiah. Namun, pada hakikatny semua ilmu tentang antropologi berasal dari

manusia itu sendiri. Ruang lingkup kajian antropologi sangat luas, terdapat berbagai

cabang yang menyusun antro dan sebagai sebuah kajian yang holistik. Maka dari itu,

pendekatan sumber pengetahuan antropologi berasal dari cabang-cabang yang

banyak tersebut, kemudian menyusunnya seperti sebuah puzzle dan dapat

memberikan pengetahuan yang utuh.

Secara umum, antropologi dibedakan ke dalam dua bidang kajian besar,

pertama adalah kajian yang mengarah pada unsur fisik dari manusia disebut

antropologi fisik atau antropologi ragawi. Kedua adalah kajian yang mengarah pada

unsur sosial budaya yang disebut antropologi sosial budaya. Dalam uraian

selanjutnya akan dikemukakan pembagian antropologi yang disampaikan oleh

beberapa ahli. Selain itu, juga akan dijelaskan hubungan Antropologi dengan ilmu

sosial lainnya, seperti dengan sosiologi, ilmu politik, dan ilmu ekonomi.

Cabang dari Antropologi adalah Antropologi Budaya dan Antropologi Fisik.

Antropologi Fisik terbagi lagi ke dalam Paleoantropologi dan Antropologi Fisik.


Sedangkan Antropologi Budaya terbagi lagi ke dalam 3 cabang ilmu lainnya yaitu

Prasejarah, Etnolinguistik, dan Etnologi. Berdasarkan penggolongan tersebut,

Koentjaraningrat memerinci lagi ke dalam beberapa cabang ilmu. Etnologi memiliki

dua cabang ilmu yaitu Antropologi Diakronik atau Etnologi (Etnhonology) dan

Antropologi Sinkronik atau Antropologi Sosial (Social Anthropologi).

Antropologi Spesialisasi berkembang terus menerus sesuai dengan

perkembangan ilmu dan kebutuhan untuk saling mengisi di antara beberapa ilmu lain

dengan Antropologi, seperti Antropologi Ekonomi, Antropologi Politik, Antropologi

Kependudukan, Antropologi Kesehatan, Antropologi Psikiatri (kesehatan jiwa),

Antropologi Pendidikan, Antropologi Perkotaan, dan Antropologi Hukum

(Koentjaraningrat, 1996). Sementara itu beberapa cabang Antropologi yang

kemudian dikenal saat ini adalah Antropologi Kesenian, Antropologi Maritim, dan

Antropologi Agama (Harsojo, 1984).

2.4 Mazhab Antropologi

Dalam antropologi, istilah "mazhab" tidak digunakan dengan cara yang sama

seperti dalam ilmu sosial lainnya seperti dalam filsafat atau ekonomi. Namun, ada

berbagai pendekatan teoretis atau "suku aliran" yang dapat dikenali dalam

perkembangan ilmu antropologi. Beberapa di antaranya meliputi (Rahmanda, 2023):

1. Fungsionalisme: Mazhab fungsionalisme, yang dipelopori oleh tokoh seperti

Bronislaw Malinowski, menganggap budaya sebagai sistem yang berfungsi untuk

memenuhi kebutuhan dan mempertahankan keseimbangan dalam masyarakat.

Pendekatan ini menekankan pada fungsi-fungsi kebudayaan dalam

mempertahankan kestabilan sosial.

2. Strukturalisme: Mazhab strukturalisme, yang dipelopori oleh Claude Lévi-

Strauss, memandang budaya sebagai sistem simbolis yang kompleks.

Strukturalis mencari pola-pola atau struktur di balik variasi budaya dan

mengidentifikasi konsep-konsep seperti struktur mitos yang mendasarinya.


3. Konstruktivisme Sosial: Pendekatan ini menekankan konstruksi sosial dari

realitas dan menganggap bahwa budaya dan identitas tidak inheren atau tetap,

melainkan dibentuk oleh proses sosial dan sejarah. Tokoh seperti Clifford Geertz

dan Victor Turner terlibat dalam pengembangan konstruktivisme sosial.

4. Post-Strukturalisme: Mazhab ini mengkritisi pendekatan strukturalis yang

menekankan pada pola-pola tetap dan melihat kekuasaan dan konflik sebagai

unsur penting dalam konstruksi budaya. Tokoh seperti Michel Foucault sering

dikaitkan dengan pendekatan ini.

5. Evolusiisme: Dulu mendominasi antropologi pada abad ke-19, evolusiisme

memandang budaya sebagai evolusi dari keadaan primitif menuju yang lebih

maju. Namun, pendekatan ini telah banyak dikritik karena pandangan

ethnocentric dan deterministiknya.

6. Antropologi Interpretatif: Pendekatan ini menekankan pada interpretasi

subjektif budaya oleh individu, dan menganggap bahwa tugas antropolog adalah

memahami sudut pandang dan pengalaman subjektif kelompok yang ditelitinya.

Geertz adalah salah satu tokoh yang berperan penting dalam perkembangan

pendekatan ini.

Pendefinisikan tersebut rata-rata dilandasi oleh pendekatan struktural fungsional

dalam menelaah hukum. Menurut Radcliffe- Brown, masyarakat itu taat hukum

karena adanya sanksi yang ditegakkan oleh lembaga resmi yang berwenang untuk

itu. Lalu, ketika ada pertanyaan bagaimana dengan ketaatan yang terjadi pada

masyarakat tradisional yang tidak memiliki lembaga-lembaga penegakan hukum

khusus. Menurutnya, pada mereka ada potensi “kecenderungan misterius untuk

taat”. Namun, Malinowski menyatakan, hukum ditaati karena prinsip “give and take”

(principal of reciprocity) yang berlaku dalam masyarakat.

2.5 Manfaat dan Implementasi: Kajian Antropologi Perikanan

Gejala pembangunan masyarakat sejak Perang Dunia II membutuhkan

bantuan berbagai disiplin ilmu termasuk antropologi di dalamnya. Dalam antropologi,


antropologi pembangunan merupakan salah satu bidang ilmu yang tergolong ke

dalam antropologi terapan, bersama-sama dengan spesialisasi lain yang lebih

khusus, seperti misalnya antropologi ekonomi, antropologi kesehatan, dan

antropologi pendidikan. Sebagai ilmu terapan, maka penggunaan metode-metode,

konsep-konsep, dan teori-teori antropologi, misalnya, diterapkan untuk lebih

memahami masalah-masalah pedesaan, masalah pendidikan, adopsi teknologi oleh

para petani, masalah kehidupan para buruh pabrik dan sebagainya. Hasilnya adalah

berupa datadata yang dapat digunakan sebagai masukan dalam pembuatan

kebijakan pemerintah (Ruswanto, 1997).

Dalam akarnya, yaitu antropologi budaya sebagai ilmu murni yang hendak

dicapai dan dipelajari, adalah bagaimana dapat memahami gejala-gejala budaya,

bagaimana menemukan penjelasan mengenai variasi-variasi yang ada dalam pola

budaya manusia. Di samping menjadi ilmu murni, hasil-hasil dari ilmu ini juga hendak

diterapkan, yaitu untuk digunakan dalam pemecahan masalah-masalah yang

dihadapi oleh manusia. Antropologi dapat berperan serta banyak dalam mengkaji

masalah-masalah ekonomi pembangunan, lebih-lebih kalau pembangunan nasional

tidak hanya dikonsepsikan sebagai pembangunan ekonomi saja, tetapi juga sebagai

pembangunan semesta yang menyangkut semua sektor kehidupan nasional,

termasuk sektor kehidupan sosial, politik, agama, dan budaya. Walaupun demikian,

pada awal perjalanan kariernya, antropologi terapan cenderung lebih menangani

pada perubahan-perubahan di bidang pertanian, pendidikan dan kesehatan

(Kasniyah, 2005).

Antropologi perikanan, atau dalam istilah sebelumnya disebut antropologi

maritim, memainkan peran penting dalam memahami hubungan antara manusia dan

lingkungan perairan, serta dampaknya terhadap keberlanjutan pembangunan.

Melalui pendekatan multidisipliner, antropologi perikanan menggabungkan aspek

budaya, sosial, ekonomi, dan lingkungan untuk menganalisis sistem perikanan dan

masyarakat nelayan. Dalam konteks kebijakan, pemahaman yang mendalam tentang


dinamika budaya dan sosial masyarakat nelayan yang didapatkan melalui

antropologi perikanan memungkinkan pembuatan kebijakan yang lebih efektif dan

berkelanjutan. Antropologi perikanan memberikan pandangan yang holistik tentang

kebutuhan masyarakat nelayan, praktik-praktik tradisional, dan pengetahuan lokal

yang dapat diintegrasikan dalam kebijakan pengelolaan perikanan yang

berkelanjutan. Dengan memahami nilai-nilai budaya dan perspektif masyarakat

nelayan, kebijakan dapat dirancang untuk mempromosikan partisipasi aktif,

penguatan kapasitas lokal, dan pengelolaan sumber daya perairan yang

berkelanjutan. Dengan demikian, antropologi perikanan memberikan landasan yang

kuat untuk pembangunan kebijakan yang memperhatikan aspek budaya, sosial, dan

lingkungan dalam upaya menjaga keberlanjutan sumber daya perairan dan

kesejahteraan masyarakat nelayan.


BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam penelitian ini, saya telah mengidentifikasi peran praktik tradisional,

dinamika kebijakan, dan upaya konservasi sebagai faktor kunci dalam mendukung

keberlanjutan sumber daya perairan dan kesejahteraan masyarakat nelayan. Analisis

tersebut menyoroti pentingnya mempertimbangkan praktik tradisional dalam

pengelolaan perikanan, karena mereka sering kali mencerminkan pengetahuan lokal

yang berharga tentang lingkungan perairan dan cara-cara berkelanjutan dalam

memanfaatkan sumber daya tersebut. Namun, terdapat penemuan bahwa dinamika

kebijakan yang tidak tepat dapat menghambat upaya konservasi dan pengelolaan

yang berkelanjutan, terutama ketika kebijakan tersebut tidak memperhitungkan

kebutuhan dan perspektif masyarakat nelayan secara memadai.

Dalam konteks ini, peran antropologi sangat penting. Sejarah antropologi

menunjukkan bahwa disiplin ini telah lama memperjuangkan pemahaman mendalam

tentang budaya manusia dan interaksi mereka dengan lingkungan. Mazhab-mazhab

dalam antropologi, seperti fungsionalisme, strukturalisme, dan konstruktivisme sosial,

telah memperkaya wawasan kita tentang bagaimana budaya dan kebijakan saling

terkait dalam konteks perikanan. Antropologi, dengan pendekatannya yang holistik

dan berpusat pada manusia, dapat menyediakan wawasan yang mendalam tentang

budaya, nilai, dan praktik masyarakat nelayan. Dengan memahami perspektif lokal,

kebijakan pengelolaan perikanan dapat menjadi lebih efektif dalam mempromosikan

kesejahteraan masyarakat nelayan sambil menjaga keberlanjutan sumber daya

perairan.

Dengan demikian, melalui pendekatan antropologi yang terinformasi secara

historis dan terinspirasi oleh berbagai mazhab dalam disiplin ini, kita dapat
mengarahkan upaya menuju pembangunan perikanan yang lebih berkelanjutan dan

inklusif bagi masyarakat nelayan.

3.2 Saran

Sebagai rekomendasi, saya menyarankan agar para pembuat kebijakan

mengintegrasikan pengetahuan antropologi dalam proses pengambilan keputusan

terkait pengelolaan perikanan. Langkah-langkah konkret dapat mencakup

meningkatkan partisipasi masyarakat nelayan dalam pembuatan kebijakan,

memperhitungkan pengetahuan lokal dalam perencanaan dan implementasi

kebijakan, serta mempromosikan pendekatan konservasi berbasis masyarakat yang

memanfaatkan pengetahuan dan keterlibatan langsung masyarakat lokal dalam

upaya pelestarian lingkungan perairan.

Dengan demikian, dengan memperkuat peran antropologi dalam

pengambilan keputusan dan implementasi kebijakan perikanan, kita dapat

meningkatkan peluang untuk mencapai keberlanjutan sumber daya perairan dan

kesejahteraan masyarakat nelayan di masa depan.


DAFTAR PUSTAKA

Hadikusuma, H. (2004). Pengantar Antropologi Hukum.

Harsojo. (1984). Pengantar Antropologi. Cetakan kelima. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta

Kasniyah, N. (2005). Antropologi Pasca “Pembangunan”: Dimensi Antropologi

Terapan. Humaniora, 17(3), 293-300.

Koentjaraningrat. (1996). Pengantar Antropologi I. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Kompas. (2019). Antropologi: Pengertian Ahli, Obyek, Fungsi, Tujuan, dan Manfaatnya.

Diambil dari https://www.kompas.com/skola/read/2019/12/15/133613469/antropologi-

pengertian-ahli-obyek-fungsi-tujuan-dan-manfaatnya?page=all. Diakses 12 Feb. 24.

Koroth. (1952). Israel Institute of the History of Medicine. Brill. p. 19.

GGKEY:34XGYHLZ7XY. Archived from the original on 10 June 2016. Retrieved 5

November 2015.

Marzali, A. (2000). Pendidikan Antropologi dan Pembangunan Indonesia. Antropologi

Indonesia, (62).

Rahmanda, V. M. (2023). Mazhab-Mazhab Antropologi Hukum.

Ruswanto, W. (1997). Ruang Lingkup Ilmu Antropologi. Ruang Lingkup Antropologi.

Syafrizal, S., & Calam, A. (2019). Local Wisdom: Eksistensi Dan Degradasi Tinjauan

Antropologi Sosial (Ekplorasi Kearifan Lokal Etnik Ocu Di Kampar Riau). EduTech:

Jurnal Ilmu Pendidikan dan Ilmu Sosial, 5(2).

Anda mungkin juga menyukai