Anda di halaman 1dari 8

Kelompok 1

Anggota : Astry Selfyana (03)


Echa Aulya Utami (06)
Fitriyani (09)
Nur Ayu Asyifa (21)
Nurul Farhah Faadiyah (22)
Syifa Sabila Madiyah (28)
PERJUANGAN BANGSA INDONESIA MEREBUT IRIAN BARAT/PAPUA

1. Latar belakang pengembalian Irian Barat

Apakah Irian Barat termasuk wilayah Indonesia ?

Jawabannya adalah ya!

Karena apabila ditinjau dari segi politis, bahwa berdasarkan perjanjian international


1896 yang diperjuangkan oleh Prof. Van Vollen Houven (pakar hukum adat
Indonesia) di sepakati bahwa ”Indonesia” adalah bekas Hindia Belanda. Sedangkan
Irian Barat walaupun dikatakan oleh Belanda secara kesukuan berbeda dengan
bangsa Indonesia, tetapi secara sah merupakan wilayah Hindia Belanda.

Apabila ditinjau dari segi antropologi, bahwa bangsa Indonesia yang asli


adalah Homo Wajakensis dan Homo Soloensis yang mempunyai ciri-ciri: kulit hitam,
rambut keriting (ras austromelanesoid) yang merupakan ciri ciri suku bangsa
Aborigin (Australia) dan ras negroid (Papua).

Apabila ditinjau dari segi sejarah , bahwa Konferensi Meja Bundar yang dilakukan
untuk mengatur penyerahan kedaulatan Indonesia diwarnai dengan usaha licik Belanda
yang ingin terus mempertahankan Irian Barat (New Guinea) dengan alasan kesukuan.
Akhirnya KMB memutuskan penyelesaian Irian Barat akan ditentukan dalam masa satu
tahun setelah penyerahan kedaulatan melalui perundingan antara RIS dengan Kerajaan
Belanda.

Benarkah alasan Belanda mempertahankan Irian Barat karena masalah


kesukuan ?Ternyata bukan !

Alasan sebenarnya adalah bahwa pada saat itu Belanda sedang


mengadakan eksplorasi / penelitian sumber daya alam di Irian dan berhasil
menemukan fakta bahwa di Irian Barat terdapat tambang emas dan
uranium terbesar di dunia (sekarang dinamakan Freeport yang merupakan
perusahaan asing milik Belanda ) yang tidak akan habis di gali selama
100 tahun.

Belanda tetap mempertahankan Irian Barat sebagai jajahannya, dan memasukan


wilayah Irian Barat ke dalam Konstitusi nya pada tanggal 19 Pebruari 1952. Dengan
demikian Belanda sendiri telah melanggar isi Round Table Conference yang telah
disepakati dengan RIS.

2. Perjuangan diplomasi;pendekatan diplomasi

a. Perundingan Bilateral Indonesia Belanda


Pada tanggal 24 Maret 1950 diselenggarakan Konferensi Tingkat Menteri Uni
Belanda - Indonesia. Konferensi memutuskan untuk membentuk suatu komisi
yang anggotanya wakil-wakil Indonesia dan Belanda untuk menyelidiki masalah
Irian Barat. Hasil kerja Komisi ini harus dilaporkan dalam Konferensi Tingkat
Menteri II di Den Haag pada bulan Desember 1950. Ternyata pembicaraan
dalam tingkat ini tidak menghasilkan penyelesaian masalah Irian Barat.

Pertemuan Bilateral Indonesia Belanda berturut-turut diadakan pada tahun 1952


dan 1954, namun hasilnya tetap sama, yaitu Belanda enggan mengembalikan
Irian Barat kepada Indonesia sesuai hasil KMB.

b. Melalui Forum PBB

Setelah perundingan bilateral yang dilaksanakan pada tahun 1950, 1952 dan
1954 mengalami kegagalan, Indonesia berupaya mengajukan masalah Irian
Barat dalam forum PBB. Sidang Umum PBB yang pertama kali membahas
masalah Irian Barat dilaksanakan tanggal 10 Desember 1954. Sidang ini gagal
untuk mendapatkan 2/3 suara dukungan yang diperlukan untuk mendesak
Belanda.

Indonesia secara bertrurut turut mengajukan lagi sengketa Irian Barat dalam
Majelis Umum X tahun 1955, Majelis Umum XI tahun 1956, dan Majelis Umum
XII tahun 1957. Tetapi hasil pemungutan suara yang diperoleh tidak dapat
memperoleh 2/3 suara yang diperlukan.

c. Dukungan Negara Negara Asia Afrika (KAA)

Gagal melalui cara bilateral, Indonesia juga menempuh jalur diplomasi secara
regional dengan mencari dukungan dari negara-negara Asia Afrika. Konferensi
Asia Afrika yang diadakan di Indonesia tahun 1955 dan dihadiri oleh 29 negara-
negara di kawasan Asia Afrika, secara bulat mendukung upaya bangsa
Indonesia untuk memperoleh kembali Irian sebagai wilayah yang sah dari RI.

Namun suara bangsa-bangsa Asia Afrika di dalam forum PBB tetap tidak dapat
menarik dukungan internasional dalam sidang Majelis Umum PBB.

3. Perjuangan dengan konfrontasi politik dan ekonomi

Kegagalan pemerintah Indonesia untuk mengembalikan Irian Barat baik secara


bilateral, Forum PBB dan dukungan Asia Afrika, membuat pemerintah RI menempuh
jalan lain pengembalian Irian Barat, yaitu jalur konfrontasi. Berikut ini adalah upaya
Indonesia mengembalikan Irian melalui jalur konfrontasi, yang dilakukan secara
bertahap.

a. Pembatalan Uni Indonesia Belanda

Setelah menempuh jalur diplomasi sejak tahun 1950, 1952 dan 1954, serta
melalui forum PBB tahun 1954 gagal untuk mengembalikan Irian Barat kedalam
pangkuan RI, pemerintah RI mulai bertindak tegas dengan tidak lagi mengakui
Uni Belanda Indonesia yang dibentuk berdasarkan KMB. Ini berarti bahwa
pembatalan Uni Belanda Indonesia secara sepihak oleh pemerintah RI berarti
juga merupakan bentuk pembatalan terhadap isi KMB. Tindakan pemerintah RI
ini juga didukung oleh kalangan masyarakat luas, partai-partai dan berbagai
organisasi politik, yang menganggap bahwa kemerdekaan RI belum lengkap /
sempurna selama Indonesia masih menjadi anggota UNI yang dikepalai oleh
Ratu Belanda.

Pada tanggal 3 Mei 1956 Indonesia membatalkan hubungan Indonesia


Belanda, berdasarkan perjanjian KMB. Pembatalan ini dilakukan dengan Undang
Undang No. 13 tahun 1956 yang menyatakan, bahwa untuk selanjutnya
hubungan Indonesia Belanda adalah hubungan yang lazim antara negara yang
berdaulat penuh, berdasarkan hukum internasional. Sementara itu hubungan
antara kedua negara semakin memburuk, karena :

1. terlibatnya orang-orang Belanda dalam berbagai pergolakan di Indonesia


(APRA, Andi Azis, RMS)

2. Belanda tetap tidak mau menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia.

b. Pembentukan Pemerintahan Sementara Propinsi Irian Barat di Soasiu


(Maluku Utara)

Sesuai dengan Program Kerja Kabinet, Ali Sastroamidjojo membentuk


Propinsi Irian Barat dengan ibu kota Soasiu (Tidore). Pembentukan propinsi itu
diresmikan tanggal 17 Agustus 1956. Propinsi ini meliputi wilayah Irian Barat
yang masih diduduki Belanda dan daerah Tidore, Oba, Weda, Patrani, serta
Wasile di Maluku Utara.

c. Pemogokan Total Buruh Indonesia

Sepuluh tahun menempuh jalan damai, tidak menghasilkan apapun. Karena


itu, pada tanggal 18 Nopember 1957 dilancarkan aksi-aksi pembebasan Irian
Barat di seluruh tanah air. Dalam rapat umum yang diadakan hari itu, segera
diikuti pemogokan total oleh buruh-buruh yang bekerja pada perusahaan-
perusahaan milik Belanda pada tanggal 2 Desember 1957. Pada hari itu juga
pemerintah RI mengeluarkan larangan bagi beredarnya semua terbitan dan film
yang menggunakan bahasa Belanda. Kemudian KLM dilarang mendarat dan
terbang di seluruh wilayah Indonesia.

d. Nasionalisasi Perusahaan Milik Belanda

Pada tanggal 3 Desember 1957 semua kegiatan perwakilan konsuler


Belanda di Indonesia diminta untuk dihentikan. Kemudian terjadi serentetan aksi
pengambil alihan modal perusahaan-perusahaan milik Belanda di Indonesia,
yang semula dilakukan secara spontan oleh rakyat dan buruh yang bekerja pada
perusahaan-perusahaan Belanda ini. Namun kemudian ditampung dan dilakukan
secara teratur oleh pemerintah. Pengambilalihan modal perusahaan perusahaan
milik Belanda tersebut oleh pemerintah kemudian diatur dengan Peraturan
Pemerintah No. 23 tahun 1958.

e. Pemutusan Hubungan Diplomatik

Hubungan diplomatik Indonesia – Belanda bertambah tegang dan mencapai


puncaknya ketika pemerintah Indonesia memutuskan hubungan diplomatik
dengan Belanda. Dalam pidato Presiden yang berjudul ”Jalan Revolusi Kita
Bagaikan Malaikat Turun Dari Langit (Jarek)” pada peringatan HUT
Proklamasi Kemerdekaan RI ke 15, tanggal 17 Agustus 1960, presiden
memaklumkanpemutusan hubungan diplomatik dengan Belanda.

Tindakan ini merupakan reaksi atas sikap Belanda yang dianggap tidak
menghendaki penyelesaian secara damai pengembalian Irian Barat kepada
Indonesia. Bahkan, menjelang bulan Agustus 1960, Belanda mengirimkan kapal
induk ” Karel Doorman ke Irian melalui Jepang. Disamping meningkatkan armada
lautnya, Belanda juga memperkuat armada udaranya dan angkutan darat nya di
Irian Barat.

Karena itulah pemerintah RI mulai menyusun kekuatan bersenjatanya untuk


mempersiapkan segala sesuatu kemungkinan. Konfrontasi militer pun dimulai.

4. Tri Komando Rakyat (TRIKORA)

a. Tri Komando Rakyat

Dalam pidatonya ”Membangun Dunia Kembali” di forum PBB tanggal 30


September 1960, Presiden Soekarno berujar, ”......Kami telah mengadakan
perundingan-perundingan bilateral......harapan lenyap, kesadaran hilang,
bahkan toleransi pu n mencapai batasnya. Semuanya itu telah habis dan
Belanda tidak memberikan alternatif lainnya, kecuali memperkeras sikap
kami.”

Tindakan konfrontasi politik dan ekonomi yang dilancarkan Indonesia ternyata


belum mampu memaksa Belanda untuk menyerahkan Irian Barat. Pada bulan
April 1961 Belanda membentuk Dewan Papua, bahkan dalam Sidang umum PBB
September 1961, Belanda mengumumkan berdirinya Negara Papua. Untuk
mempertegas keberadaan Negara Papua, Belanda mendatangkan kapal induk
”Karel Doorman” ke Irian Barat.

Terdesak oleh persiapan perang Indonesia itu, Belanda dalam sidang Majelis
Umum PBB XVI tahun 1961 mengajukan usulan dekolonisasi di Irian Barat, yang
dikenal dengan ”Rencana Luns”.

menanggapi rencana licik Belanda tersebut, pada tanggal 19 Desember 1961 bertempat di
Yogyakarta, Presiden Soekarno mengumumkan TRIKORA dalam rapat raksasa di alun alun
utara Yogyakarta, yang isinya :

1. Gagalkan berdirinya negara Boneka Papua bentukan Belanda

2. Kibarkan sang Merah Putih di irtian Jaya tanah air Indonesia

3. Bersiap melaksanakan mobilisasi umum

b. Pembentukan Komando Mandala Pembebasan Irian Barat

Sebagai langkah pertama pelaksanaan Trikora adalah pembentukan suatu


komando operasi, yang diberi nama ”Komando Mandala Pembebasan Irian
Barat”. Sebagai panglima komando adalah Brigjend. Soeharto yang kermudian
pangkatnya dinaikkan menjadi Mayor Jenderal.
Panglima Komando : Mayjend. Soeharto

Wakil Panglima I : Kolonel Laut Subono

Wakil Panglima II : Kolonel Udara Leo Wattimena

Kepala Staf Gabungan : Kolonel Ahmad Tahir

Komando Mandala yang bermarkas di Makasar ini mempunyai dua tujuan :

1. merencanakan, menyiapkan dan melaksanakan operasi militer untuk


mengembalikan Irian barat ke dalam kekuasaan Republik Indonesia

2. mengembangkan situasi militer di wilayah Irian barat sesuai dengan


perkembangan perjuangan di bidang diplomasi supaya dalam waktu singkat
diciptakan daerah daerah bebas de facto atau unsur pemerintah RI di wilayah
Irian Barat

Dalam upaya melaksanakan tujuan tersebut, Komando Mandala membuat


strategi dengan membagi operasi pembebasan Irian Barat menjadi tiga fase,
yaitu :

1. Fase infiltrasi

Dimulai pada awal Januari tahun 1962 sampai dengan akhir tahun 1962,
dengan memasukkan 10 kompi ke sekitar sasaaran tertentu untuk
menciptakan daerah bebas de facto.

2. Fase Eksploitasi

Dimulai pada awal Januari 1964 sampai dengan akhir tahun 1963, dengan
mengadakan serangan terbuka terhadap induk militer lawan, menduduki
semua pos pertahanan musuh yang penting.

3. Fase Konsolidasi

Dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 1964, dengan menegakkan kekuasaan


RI secara mutlak di seluruh Irian Barat.

Sebelum Komando mandala bekerja aktif, unsur militer yang tergabung


dalam Motor Boat Torpedo (MTB) telah melakukan penyusupan ke Irian Barat.
Namun kedatangan pasukan ini diketahui oleh Belanda, sehingga pecah
pertempuran di Laut Arafura. Dalam pertempuran yang sangat dahsyat ini, MTB
Macan Tutul berhasil ditenggelamkan oleh Belanda dan mengakibatkan
gugurnya komandan MTB Macan Tutul Yoshafat Sudarso (Pahlawan Trikora)

Sementara itu Presiden Amerika Serikat yang baru saja terpilih John Fitzgerald Kennedy
merasa risau dengan perkembangan yang terjadi di Irian Barat. Dukungan Uni Soviet ( PM.
Nikita Kruschev ) kepada perjuangan RI untuk mengembalikan Irian Barat dari tangan
Belanda, menimbulkan terjadinya ketegangan politik dunia, terutama pada pihak Sekutu
(NATO) pimpinan Amerika Serikat yang semula sangat mendukung Belanda sebagai
anggota sekutunya. Apabila Uni Soviet telah terlibat dan Indonesia terpengaruh kelompok
ini, maka akan sangat membahayakan posisi Amerika Serikat di Asia dan dikhawatirkan
akan menimbulkan masalah Pasifik Barat Daya. Apabila pecah perang Indonesia dengan
Belanda maka Amerika akan berada dalam posisi yang sulit. Amerika Serikat sebagai
sekutu Belanda akan di cap sebagai negara pendukung penjajah dan Indonesia akan jatuh
dalam pengaruh Uni Soviet.

Untuk itu, dengan meminjam tangan Sekjend PBB U Than, Kennedy


mengirimkan diplomatnya yang bernama Elsworth Bunker untuk mengadakan
pendekatan kepada Indonesia – Belanda.

Sesuai dengan tugas dari Sekjend PBB ( U Than ), Elsworth Bunker pun
mengadakan penelitian masalah ini, dan mengajukan usulan yang dikenal
dengan ”Proposal Bunker”. Adapun isi Proposal Bunker tersebut adalah
sebagai berikut :

”Belanda harus menyerahkan kedaulatan atas Irian barat kepada Indonesia


melalui PBB dalam jangka waktu paling lambat dua tahun”

Usulan ini menimbulkan reaksi :

1. Dari Indonesia : meminta supaya waktu penyerahan diperpendek

2. Dari Belanda : setuju melalui PBB, tetapi tetap diserahkan kepada Negara


Papua Merdeka

c. Operasi Jaya Wijaya

Pelaksanaan Operasi

1. Maret - Agustus 1962 dilancarkan operasi pendaratan melalui laut dan udara

2. Rencana serangan terbuka untuk merebut Irian Barat sebagai suatu operasi
penentuan, yang diberi nama Operasi Jaya wijaya”. Pelaksanaan operasi
adalah sebagai berikut :

a. Angkatan Laut Mandala dipimpin oleh Kolonel Soedomo membentuk tugas


amphibi 17, terdiri dari 7 gugus tugas

b. Angkatan Udara Mandala membentuk enam kesatuan tempur baru.

Sementara itu sebelum operasi Jayawijaya dilaksanakan, diadakan


perundingan di Markas Besar PBB pada tanggal 15 Agustus 1962, yang
menghasilkan suatu resolusi penghentian tembak menembak pada tanggal 18
Agustus 1962.

5. Persetujuan New York [ New York Agreement ]

Setelah operasi-operasi infiltrasi mulai mengepung beberapa kota penting di


Irian Barat, sadarlah Belanda dan sekutu-sekutunya, bahwa Indonesia tidak main-
main untuk merebut kembali Irian Barat. Atas desakan Amerika Serikat, Belanda
bersedia menyerahkan irian Barat kepada Indonesia melalui Persetujuan New York /
New York Agreement.
Isi Pokok persetujuan :

1. Paling lambat 1 Oktober 1962 pemerintahan sementara PBB (UNTEA) akan


menerima serah terima pemerintahan dari tangan Belanda dan sejak saat itu
bendera merah putih diperbolehkan berkibar di Irian Barat..

2. Pada tanggal 31 Desember 11962 bendera merah putih berkibar disamping


bendera PBB.

3. Pemulangan anggota anggota sipil dan militer Belanda sudah harus selesai
tanggal 1 Mei 1963

4. Selambat lambatnya tanggal 1 Mei 1963 pemerintah RI secara resmi menerima


penyerahan pemerintahan Irian Barat dari tangan PBB

5. Indonesia harus menerima kewajiban untuk mengadakan Penentuan Pendapat


rakyat di Irian Barat, paling lambat sebelum akhir tahun 1969.

Sesuai dengan perjanjian New York, pada tanggal 1 Mei 1963 berlangsung upacara
serah terima Irian Barat dari UNTEA kepada pemerintah RI. Upacara berlangsung di
Hollandia (Jayapura). Dalam peristiwa itu bendera PBB diturunkan dan berkibarlah
merah putih yang menandai resminya Irian Barat menjadi propinsi ke 26. Nama Irian
Barat diubah menjadi Irian Jaya ( sekarang Papua )

6. Arti penting Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera)

Sebagai salah satu kewajiban pemerintah Republik Indonesia menurut


persetujuan New York, adalah pemerintah RI harus mengadakan penentuan
pendapat rakyat di Irian Barat paling lambat akhir tahun 1969. pepera ini untuk
menentukan apakah rakyat Irian Barat memilih, ikut RI atau merdeka sendiri.
Penentuan pendapat Rakyat akhirnya dilaksanakan pada tanggal 24 Maret sampai
dengan 4 Agustus 1969.Mereka diberi dua opsi, yaitu : bergabung dengan RI atau
merdeka sendiri.

Setelah Pepera dilaksanakan, Dewan Musyawarah Pepera mengumumkan


bahwa rakyat Irian dengan suara bulat memutuskan Irian Jaya tetap merupakan
bagian dari Republik Indoenesia. Hasil ini dibawa Duta Besar Ortiz Sanz untuk
dilaporkan dalam sidang umum PBB ke 24 bulan Nopember 1969. Sejak saat itu
secara de yure Irian Jaya sah menjadi milik RI.

Dengan menganalisa fakta-fakta pembebasan Irian Barat sampai kemudian


dilaksanakan Pepera, dapat diambil kesimpulan bahwa Pepera mempunyai arti yang
sangat penting bagi pemerintah Indonesia, yaitu :

1. bukti bahwa pemerintah Indonesia dengan merebut Irian Barat melalui konfrontasi
bukan merupakan sebuah tindakan aneksasi / penjajahan kepada bangsa lain,
karena secara sah dipandang dari segi de facto dan de jure Irian Barat
merupakan bagian dari wilayah RI

2. upaya keras pemerintah Ri merebut kembali Irian Barat bukan merupakan


tindakan sepihak, tetapi juga mendapat dukungan dari masyarakat Irian Barat.
Terbukti hasil Pepera menyatakan rakyat Irian ingin bergabung dengan Republik
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai