Anda di halaman 1dari 9

Tidak banyak yang diketahui orang tentang Pahlawan asal kota Pudak Gresik, Jawa Timur.

Salah satunya yang bernama Moh Oesman atau yang dikenal dengan nama Usman Sadar.

Berbagai litelatur juga sangat sedikit yang menceritakan tentang sejarah Pahlawan Usman
Sadar, yang saat ini sudah diabadikan dalam sebuah jalan di Kabupaten Gresik.

Usman Sadar merupakan anggota laskar Sabilillah pimpinan Maskoen Asjari. Beliau
memiliki sumbangsih terhadap berdirinya NKRI. Usman Sadar gugur di medan perang saat
coba membendung agresi pasukan Belanda di Gresik yang waktu itu hendak kembali
menguasai wilayah Indonesia. 

Meledakan Tank
“Dari cerita sejarah dan literasi yang saya temukan, almarhum Usman
Sadar ini tertembak oleh tentara penjajah saat hendak meledakkan tank
dengan granat,” terang Kris Adji A W, budayawan yang juga pecinta
sejarah dari komunitas MataSeger.
Anak Istri Berang Tentara Belanda tengah melancarkan agresi di wilayah Gresik pada 13
April 1947. Usai berhasil melumpuhkan laskar Hisbullah di sekitaran daerah yang kini
termasuk dalam Kelurahan Indro di Kecamatan Kebomas, Gresik, tentara penjajah kemudian
merangsek menuju ke area pesisir. Namun, di tengah perjalanan, tentara Belanda berhasil
diadang dan dipukul mundur oleh pasukan kompi I pimpinan Kapten Soejoto dan kompi IV
pimpinan Kapten Markahim. 

Termasuk di antaranya dari barisan laskar Sabilillah yang dikomandoi oleh Maskoen Asjari. 

Kisah Usman Sadar Atau


Moh Oesman
“Tentara Belanda melakukan serangan dengan gencar. Hari berikutnya
serangan Belanda banyak memakan korban di pihak pejuang kita.
Satuan regu Laskar Hisbullah yang ada di front sayap kiri sekitar desa
Indro, dapat dilumpuhkan lawan. Musuh baru bisa dipukul ,umdur oleh
pasukan Kompi 1 Kapten Soejoto di sayap tengah dan Kompi IV
KApten Markamim. Sementara seorang Laskar Hisbullah (pimpinan
Maskoen Asjari) bernama Moh. Oesman (Usman Sadar) Menghadang
tang musuh dan menaikinya dengan membawa granat, menjadi korban
pasukan musuh di desa Karangturi pada tanggal 13 April 1947.” Tulisan
pada relief di Stadion Joko Samudro
Polisi Periksa 7 Orang Ketika iring-iringan sedang melintas di daerah yang saat ini termasuk
dalam Kelurahan Karangturi, Kecamatan Gresik kota, terjadilah baku tembak. Usman Sadar
yang waktu itu hanya berbekal granat yang dibawa, coba meledakkan tank penjajah dengan
cara menaikinya. Namun, belum sempat membuat tank penjajah meledak, Usman lebih dulu
tertembak.

“Oleh warga saat itu, jenazah Usman Sadar dibawa lalu kemudian disemayamkan di makam
yang ada saat ini,” tutur Kris. 

Makam Usman Sadar


Makam Usman Sadar ini terletak tidak jauh dari kompleks pemakaman Mbah Kyai
Sindujoyo, sekitar 150 meter. Di pemakaman ini, hanya ada satu kuburan yang itu merupakan
peristirahatan terakhir dari Moh Oesman alias Usman Sadar. 

Makam Usman Sadar di


Gresik
Berada di lahan sekitar 6×3 meter, area makam terlihat sudah tertata, tetapi kurang terurus.
“Biasanya warga sekitar sini yang bergantian membersihkan makam, itung-itung balas jasa
terhadap pejuangan almarhum,” ucap Khoiron (64), salah seorang warga yang tinggal dekat
makam Usman.
Tampak luar, kompleks makam Usman memang terlihat masih cukup bagus. Karena selain
bagian dasar sudah menggunakan paving, juga terdapat gapura pintu masuk lengkap dengan
tulisan “Makam Usman Sadar Pahlawan Revolusi”. 

Hanya saja ketika mendekat, terlihat tikar berserakan, beberapa rumput mulai muncul, hingga
tulisan di bagian nisan makam yang sudah pecah, serta sampah dan beberapa daun kering dari
pohon yang jatuh berserakan di sekitar area makam. Khoiron mengatakan, selama ini dirinya
bersama warga sekitar makam yang lain, bergantian membersihkan dan merawat makam
pahlawan Usman Sadar secara sukarela.

“Tidak ada juru kunci makam. Siapa yang berkenan, ya sudah sukarela saja. Kadang pas
kalau saya lihat rumputnya sudah mulai panjang, saya bersihkan, kadang warga lain,” ucap
dia. Jarang dikunjungi Kondisi makam Usman yang kurang terawat juga karena makam
pahlawan ini jarang dikunjungi. Kalaupun ada, itu mungkin hanya sekali sebulan.

“Sudah jarang atau bahkan tidak ada orang luar yang datang berziarah, apalagi pejabat. Kalau
ramai ya biasa pas malam 17-an (17 Agustus saja), sebab perayaan di sini memang di
tempatkan sekitar makam,” tutur Khoiron. 

Plang nama Jalan Raya Usman Sadar bisa dilihat saat menuju Pasar Gresik, berbatasan
dengan Jalan Samanhudi di sebelah utara, Jalan Akim Kayat di sisi timur, serta perempatan
Sukorame/Petrokimia Gresik di sebelah selatan.
Bulan november selalu menjadi bulan yang dikenang dalam
perjuangan bangsa Indonesia untuk lepas dari cengkeraman
bangsa luar. Pada bulan ini tepatnya pada 10 november 1945,
terjadi perang besar-besaran di Surabaya dalam melawan sekutu
yang kemudian hari tersebut diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Mengingat jarak dari Malang dan Surabaya yang cukup dekat, maka
banyak Arek Malang yang juga turut berjuang dalam perang
tersebut, salah satunya adalah Laskar Sabilillah yang dipimpin oleh
KH Masjkur.

Bahkan di kota Malang sendiri terdapat satu monumen yang


dibangun untuk memperingati dan mengenang perjuangan dari
Laskar Sabilillah ini. Monumen ini sendiri memiliki bentuk sebagai
masjid dan memiliki nama yang sama dengan laskar tersebut yaitu
Sabilillah. Letaknya sendiri cukup strategis karena berada pada
salah satu jalan protokol di Malang yaitu jalan Ahmad Yani.

Pembentukan laskar ini didahului oleh Resolusi Jihad yang


dicetuskan oleh Nahdlatul Ulama (NU) pada 22 oktober 1945.
Selanjutnya dibentuklah berbagai laskar untuk usaha
memperjuangkan kemerdekaan ini. Di Jawa Timur sendiri muncul
laskar Sabilillah dan laskar Hizbullah yang dibentuk untuk
membantu perjuangan.

Malang sendiri menjadi pusat dari laskar Sabilillah karena lokasinya


yang dekat dengan Surabaya sebagai salah satu arena untuk
pertempuran besar. Selain itu, kontur alam yang dimiliki oleh
Malang menjadikan kota ini sangat cocok menjadi sebuah benteng
pertahanan. Hal lain yang melatarbelakangi adalah karena asal dari
KH Masjkur sebagai panglima dari laskar ini.
Laskar Sabilillah
© perpusnas.go.id/perpusnas.go.id

Menjelang pertempuran meletus, ada sejumlah kompi Tentara


Keamanan Rakyat (TKR) yang kelak menjadi TNI berangkat untuk
bertempur. Pada saat itu, berangkat juga laskar Hizbullah dan
Sabilillah dari Malang. Laskar Hizbullah Malang berangkat ke
Surabaya dipimpin oleh K.H. Nawawi Thohir dan Abbas Sato dengan
jumlah 168 pasukan.

Laskar Sabilillah yang berasal dari kalangan santri dan ulama juga
turut berperang ke Surabaya dengan segenap kekuatan yang
mereka miliki. Kehadiran para ulama dalam perjuangan tersebut
terutama dengan turunnya KH Masjkur dalam pertempuran tak ayal
lagi menumbuhkan perasaan yang positif bagi sejumlah tentara
lain.

Walau berpusat di Malang, namun anggota Laskar Sabilillah juga


berasal dari sejumlah ulama dan pesantren lain di seluruh wilayah
Jawa Timur. Di Surabaya mereka berkumpul dan bertempur
bersama di bawah bendera Laskar Sabilillah dalam upaya
memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia yang usianya
masih terhitung bulan.

Secara tekad, Laskar Sabilillah merupakan salah satu barisan


tentara yang paling kuat. Pada dasarnya karena berasal dari
golongan ulama dan santri, tidak banyak anggota laskar ini yang
memiliki pengalaman perang, selain itu mereka juga hanya
menggunakan senjata-senjata tradisional semata. Oleh karena itu,
mereka ditempatkan sebagai salah satu pasukan pembantu yang
membantu menjaga garis pertahanan pasukan Republik Indonesia.

Dengan pengalaman dan persenjataan yang minim, senjata utama


laskar ini adalah semangat dan keberanian yang tinggi. Semangat
ini didasari atas sebuah kredo yang menyebut hidup mulia atau
mati sahid, selanjutnya istilah ini berkembang di kalangan para
pejuang dengan lebih singkat menjadi merdeka atau mati.
Pertempuran Surabaya
© 2016 merdeka.com/Istimewa

Walaupun memiliki modal yang tak banyak, namun pada akhirnya


Laskar Sabilillah ini tetap maju ke garis terdepan pertempuran
untuk meningkatkan semangat perjuangan para prajurit. Hasilnya,
wilayah Surabaya menjadi sangat sulit ditaklukkan oleh pasukan
sekutu dan pertempuran berlangsung berlarut-larut.

Pada akhirnya, pertempuran di Surabaya benar-benar berhenti


ketika digelar gencatan senjata pada 14 oktober 1946. Laskar
Sabilillah menunjukkan bahwa perjuangan dan jihad yang dilakukan
oleh umat islam merupakan salah satu penyokong dari
bertahannya kemerdekaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai