Anda di halaman 1dari 10

KRISIS EKONOMI PADA MASA

PEMERINTAHAN SBY DAN JOKOWI


11/06/2015pujifajriani

Latar belakang

Kondisi perekonomian Indonesia pada masa pemerintahan SBY mengalami perkembangan


yang sangat baik. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh pesat di tahun 2010 seiring
pemulihan ekonomi dunia pasca krisis global yang terjadi sepanjang 2008 hingga
2009.Terbukti, perekonomian Indonesia mampu bertahan dari ancaman pengaruh krisis
ekonomi dan finansial yang terjadi di zona Eropa. Kinerja perekonomian Indonesia akan
terus bertambah baik, tapi harus disesuaikan dengan kondisi global yang sedang bergejolak.
Ekonomi Indonesia akan terus berkembang, apalagi pasar finansial, walaupun sempat
terpengaruh krisis, tetapi telah membuktikan mampu bertahan. Sementara itu, pemulihan
ekonomi global berdampak positif terhadap perkembangan sektor eksternal perekonomian
Indonesia.Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berhasil mendobrak
dan menjadi katarsis terhadap kebuntuan tersebut. Korupsi dan kemiskinan tetap menjadi
masalah di Indonesia. Namun setelah beberapa tahun berada dalam kepemimpinan nasional
yang tidak menentu, SBY telah berhasil menciptakan kestabilan politik dan ekonomi di
Indonesia.

Salah satu penyebab utama kesuksesan perekonomian Indonesia adalah efektifnya kebijakan
pemerintah yang berfokus pada disiplin fiskal yang tinggi dan pengurangan utang
Negara.Perkembangan yang terjadi dalam lima tahun terakhir membawa perubahan yang
signifikan terhadap persepsi dunia mengenai Indonesia. Namun masalah-masalah besar lain
masih tetap ada. Pertama, pertumbuhan makroekonomi yang pesat belum menyentuh seluruh
lapisan masyarakat secara menyeluruh. Walaupun Jakarta identik dengan vitalitas
ekonominya yang tinggi dan kota-kota besar lain di Indonesia memiliki pertumbuhan
ekonomi yang pesat, masih banyak warga Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa Indonesia masih memerlukan banyak
perbaikan. Namun apa yang telah dicapai selama ini merupakan hasil dari visi dan
perencanaan pemerintahan SBY. Dapat dibayangkan hal-hal lain yang akan terjadi dalam
pemerintahan yang akan berjalan untuk beberapa tahun ke depan lagi.

1. Kondisi Perekonomian Semasa Pemerintahan SBY

Kondisi perekonomian Indonesia pada masa pemerintahan SBY mengalami perkembangan


yang sangat baik. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh pesat di tahun 2010, seiring
pemulihan ekonomi dunia pasca krisis global yang terjadi sepanjang 2008 hingga 2009.
Terbukti, perekonomian Indonesia mampu bertahan dari ancaman pengaruh krisis ekonomi
dan finansial yang terjadi di zona Eropa. Kinerja perekonomian Indonesia akan terus
bertambah baik, tapi harus disesuaikan dengan kondisi global yang sedang bergejolak.
Ekonomi Indonesia akan terus berkembang, apalagi pasar finansial, walaupun sempat
terpengaruh krisis, tetapi telah membuktikan mampu bertahan.
Sementara itu, pemulihan ekonomi global berdampak positif terhadap perkembangan sektor
eksternal perekonomian Indonesia. Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) berhasil mendobrak dan menjadi katarsis terhadap kebuntuan tersebut. Korupsi dan
kemiskinan tetap menjadi masalah di Indonesia. Namun setelah beberapa tahun berada dalam
kepemimpinan nasional yang tidak menentu, SBY telah berhasil menciptakan kestabilan
politik dan ekonomi di Indonesia.

Salah satu penyebab utama kesuksesan perekonomian Indonesia adalah efektifnya kebijakan
pemerintah yang berfokus pada disiplin fiskal yang tinggi dan pengurangan utang Negara.
Perkembangan yang terjadi dalam lima tahun terakhir membawa perubahan yang signifikan
terhadap persepsi dunia mengenai Indonesia. Namun masalah-masalah besar lain masih tetap
ada. Pertama, pertumbuhan makro ekonomi yang pesat belum menyentuh seluruh lapisan
masyarakat secara menyeluruh. Walaupun Jakarta identik dengan vitalitas ekonominya yang
tinggi dan kota-kota besar lain di Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat,
masih banyak warga Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Pada pemerintahan SBY kebijakan yang dilakukan adalah mengurangi subsidi Negara
Indonesia, atau menaikkan harga Bahan Bahan Minyak (BBM), kebijakan bantuan langsung
tunai kepada rakyat miskin akan tetapi bantuan tersebut diberhentikan sampai pada tangan
rakyat atau masyarakat yang membutuhkan, kebijakan menyalurkan bantuan dana BOS
kepada sarana pendidikan yang ada di Negara Indonesia. Akan tetapi pada pemerintahan
Susilo Bambang Yudhoyono dalam perekonomian Indonesia terdapat masalah dalam kasus
Bank Century yang sampai saat ini belum terselesaikan bahkan sampai mengeluarkan biaya
93 miliar untuk menyelesaikan kasus Bank Century ini.

Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 5,5-6
persen pada 2010 dan meningkat menjadi 6-6,5 persen pada 2011. Dengan demikian prospek
ekonomi Indonesia akan lebih baik dari perkiraan semula.

Tingkat pertumbuhan ekonomi periode 2005-2007 yang dikelola pemerintahan SBY-JK


relatif lebih baik dibanding pemerintahan selama era reformasi dan rata-rata pemerintahan
Soeharto (1990-1997) yang pertumbuhan ekonominya sekitar 5%. Tetapi, dibanding kinerja
Soeharto selama 32 tahun yang pertumbuhan ekonominya sekitar 7%, kinerja pertumbuhan
ekonomi SBY-JK masih perlu peningkatan. Pertumbuhan ekonomi era Soeharto tertinggi
terjadi pada tahun 1980 dengan angka 9,9%. Rata-rata pertumbuhan ekonomi pemerintahan
SBY-JK selama lima tahun menjadi 6,4%, angka yang mendekati target 6,6%

Kebijakan menaikkan harga BBM 1 Oktober 2005, dan sebelumnya Maret 2005, ternyata
berimbas pada situasi perekonomian tahun-tahun berikutnya. Pemerintahan SBY-JK memang
harus menaikkan harga BBM dalam menghadapi tekanan APBN yang makin berat karena
lonjakan harga minyak dunia. Kenaikan harga BBM tersebut telah mendorong tingkat inflasi
Oktober 2005 mencapai 8,7% (MoM) yang merupakan puncak tingkat inflasi bulanan selama
tahun 2005 dan akhirnya ditutup dengan angka 17,1% per Desember 30, 2005 (YoY).
Penyumbang inflasi terbesar adalah kenaikan biaya transportasi lebih 40% dan harga bahan
makanan 18%.Core inflation pun naik menjadi 9,4%, yang menunjukkan kebijakan Bank
Indonesia (BI) sebagai pemegang otoritas moneter menjadi tidak sepenuhnya efektif. Inflasi
yang mencapai dua digit ini jauh melampaui angka target inflasi APBNP II tahun 2005
sebesar 8,6%. Inflasi sampai bulan Februari 2006 (YoY) masih amat tinggi 17,92%,
bandingkan dengan Februari 2005 (YoY) 7,15% atau Februari 2004 (YoY) yang hanya 4,6%.
Efek inflasi tahun 2005 cukup berpengaruh terhadap tingkat suku bunga Sertifikat Bank
Indonesia (SBI), yang menjadi referensi suku bunga simpanan di dunia perbankan.

Data Harga Bahan Bakar Minyak 2004 vs 2009 (Naik)

Harga 2004 2009 Catatan


Minyak Mentah
~ USD 40 ~ USD 45 Harga hampir sama
Dunia / barel
Premium Rp 1810 Rp 4500 Naik 249%
Minyak Solar Rp 1890 Rp 4500 Naik 238%
Minyak Tanah Rp 700 Rp 2500 Naik 370%

Dengan kondisi harga minyak yang sudah turun dibawah USD 50 per barel, namun harga jual
premium yang masih Rp 4500 per liter (sedangkan harga ekonomis ~Rp 3800 per liter).
Maka sangat ironis bahwa dalam kemiskinan, para supir angkot harus mensubsidi setiap liter
premium yang dibelinya kepada pemerintah. Sungguh ironis ditengah kelangkaan minyak
tanah, para nelayan turut mensubsidi setiap liter solar yang dibelinya kepada pemerintah.
Dalam kesulitan ekonomi global, pemerintah bahkan memperoleh keuntungan Rp 1 triluin
dari penjualan premium dan solar kepada rakyatnya sendiri. Inilah sejarah yang tidak dapat
dilupakan. Selama lebih 60 tahun merdeka, pemerintah selalu membantu rakyat miskin
dengan menjual harga minyak yang lebih ekonomis (dan rendah), namun sekarang sudah
tidak lagi rakyatlah yang mensubsidi pemerintah.

Berdasarkan janji kampanye dan usaha untuk merealisasikan kesejahteraan rakyat,


pemerintah SBY-JK selama 4 tahun belum mampu memenuhi target janjinya yakni
pertumbuhan ekonomi rata-rata di atas 6.6%. Sampai tahun 2008, pemerintah SBY-JK hanya
mampu meningkatkan pertumbuhan rata-rata 5.9% padahal harga barang dan jasa (inflasi)
naik di atas 10.3%. Ini menandakan secara ekonomi makro, pemerintah gagal
mensejahterakan rakyat. Tidak ada prestasi yang patut diiklankan oleh Demokrat di bidang
ekonomi.

Pertumbuhan Janji Target Realisasi Keterangan


2004 ND 5.1%
2005 5.5% 5.6% Tercapai
2006 6.1% 5.5% Tidak tercapai
2007 6.7% 6.3% Tidak tercapai
2008 7.2% 6.2% Tidak tercapai
2009 7.6% ~5.0% Tidak tercapai *

Tingkat Inflasi 2004-2009 (Naik)

Secara umum setiap tahun inflasi akan naik. Namun, pemerintah akan dikatakan berhasil
secara makro ekonomi jika tingkat inflasi dibawah angka pertumbuhan ekonomi. Dan
faktanya adalah inflasi selama 4 tahun 2 kali lebih besar  dari pertumbuhan ekonomi.

Tingkat Inflasi Janji Target Fakta Catatan Pencapaian


2004 6.4%
2005 7.0% 17.1% Gagal
2006 5.5% 6.6% Gagal
2007 5.0% 6.6% Gagal
2008 4.0% 11.0% Gagal

Selama 4 tahun pemerintahan, Demokrat yang terus mendukung SBY tidak mampu
mengendalikan harga barang dan jasa sesuai dengan janji yang tertuang dalam kampanye dan
RPM yakni  rata-rata mengalami inflasi 5.4% (2004-2009) atau 4.9% (2004-2008). Fakta
yang terjadi adalah harga barang dan jasa meroket dengan tingkat inflasi rata-rata 10.3%
selama periode 2004-2008. Kenaikan harga barang dan jasa melebihi 200% dari target
semula.

Jumlah Penduduk Miskin

Sasaran pertama adalah pengurangan kemiskinan dan pengangguran dengan target 


berkurangnya persentase penduduk tergolong miskin dari 16,6 persen pada
tahun 2004 menjadi 8,2 persen pada tahun 2009 dan berkurangnya  pengangguran terbuka
dari 9,5 persen pada tahun 2003 menjadi 5,1 persen pada tahun 2009.

Penduduk Miskin Jumlah Persentase Catatan


2004 36.1 juta 16.6%
2005 35.1 juta 16.0% Februari 2005
2006 39.3 juta 17.8% Maret 2006
2007 37.2 juta 16.6% Maret 2007
2008 35.0 juta 15.4% Maret 2008
2009 8.2% ????

Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil mencatat, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono


dan Jusuf Kalla memperbesar utang dalam jumlah sangat besar. Posisi utang tersebut
merupakan utang terbesar sepanjang sejarah RI.

Berdasarkan catatan koalisi, utang pemerintah sampai Januari 2009 meningkat 31 persen
dalam lima tahun terakhir. Posisi utang pada Desember 2003 sebesar Rp 1.275 triliun.
Adapun posisi utang Januari 2009 sebesar Rp 1.667 triliun atau naik Rp 392 triliun. Apabila
pada tahun 2004, utang per kapita Indonesia Rp 5,8 juta per kepala, pada Februari 2009 utang
per kapita menjadi Rp 7,7 juta per kepala. Memerhatikan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional 2004-2009, koalisi menilai rezim sekarang ini adalah rezim anti-subsidi.
Hal itu dibuktikan dengan turunnya secara drastis subsidi. Pada tahun 2004 jumah subsidi
masih sebesar 6,3 persen dari produk domestik bruto. Namun, sampai 2009, jumlah subsidi
untuk kepentingan rakyat tinggal 0,3 persen dari PDB.

Pendidikan merupakan hal mendasar. Pendidikanlah yang menentukan kualitas sumber daya
manusia. Kebijakan dalam bidang pendidikan diterapkan oleh kepemimpinan SBY. Beberapa
diantaranya adalah meningkatkan anggaran pendidikan menjadi 20% dari keseluruhan
APBN. Meneruskan dan mengefektifkan program rehabilitasi gedung sekolah yang sudah
dimulai pada periode 2004-2009, sehingga terbangun fasilitas pendidikan yang memadai dan
bermutu dengan memperbaiki dan menambah prasarana fisik sekolah, serta penggunaan
teknologi informatika dalam proses pengajaran yang akan menunjang proses belajar dan
mengajar agar lebih efektif dan berkualitas.
Pemanfaatan alokasi anggaran minimal 20 persen dari APBN untuk memastikan pemantapan
pendidikan gratis dan terjangkau untuk pendidikan dasar 9 tahun dan dilanjutkan secara
bertahap pada tingkatan pendidikan lanjutan di tingkat SMA. Perbaikan secara fundamental
kualitas kurikulum dan penyediaan buku-buku yang berkualitas agar makin mencerdaskan
siswa dan membentuk karakter siswa yang beriman, berilmu, kreatif, inovatif, jujur,
dedikatif, bertanggung jawab, dan suka bekerja keras. Meneruskan perbaikan kualitas guru,
dosen serta peneliti agar menjadi pilar pendidikan yang mencerdaskan bangsa, mampu
menciptakan lingkungan yang inovatif, serta mampu menularkan kualitas intelektual yang
tinggi, bermutu, dan terus berkembang kepada anak didiknya.

Selain program sertifikasi guru untuk menjaga mutu, juga akan ditingkatkan program
pendidikan dan pelatihan bagi para guru termasuk program pendidikan bergelar bagi para
guru agar sesuai dengan bidang pelajaran yang diajarkan dan semakin bermutu dalam
memberikan pengajaran pada siswa.

Memperbaiki remunerasi guru dan melanjutkan upaya perbaikan penghasilan kepada guru,
dosen, dan para peneliti.Memperluas penerapan dari kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) untuk mendukung kinerja penyelenggaraan pembangunan di bidang
pendidikan. Mendorong partisipasi masyarakat (terutama orang tua murid) dalam
menciptakan kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan
aspirasi dan tantangan jaman saat ini dan kedepan.

Mengurangi kesenjangan dalam akses pendidikan dan kualitas pendidikan, baik pada
keluarga berpenghasilan rendah maupun daerah yang tertinggal. Pemberiaan program
beasiswa serta pelaksanaan dan perluasan Program Keluarga Harapan (PKH), serta
memberikan bantuan tunai kepada rumah tangga miskin dengan syarat mereka mengirimkan
anaknya ke bangku sekolah.

2. Keberhasilan SBY selama memerintah pada bidang Ekonomi

Saat membuka Rapat Kerja tentang Pelaksanaan Program Pembangunan 2011 di Jakarta
Convention Center, Senin (10/1/2011), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dengan
mantap memaparkan 10 capaian (keberhasilan pemerintah pada tahun 2010 tersebut.

1. Ekonomi terus tumbuh dan berkembang dengan fundamental yang semakin kuat pada
2010. Hal ini, antara lain, tercermin dengan indeks harga saham gabungan Indonesia
yang terus membaik, daya saing Indonesia di tingkat dunia yang tinggi, nilai ekspor,
investasi, dan cadangan devisa yang terus membaik.
2. Sejumlah indikator kesejahteraan rakyat mengalami kemajuan penting. Dunia
memberikan penilaian pada Top Ten Movers, istilahnya prestasi Indonesia dan 9
negara yang lain di bidang pendidikan, kesehatan, dan peningkatan penghasilan
penduduk kita.
3. Stabilitas politik terjaga dan kehidupan demokrasi makin berkembang. Check and
balances antara pemerintah pusat, DPR dan DPRD, berjalan dengan baik. Pelaksanaan
pemilu juga prinsipnya berjalan dengan lancar.
4. Pemberantasan korupsi dan penegakan hukum, mencatat sejumlah prestasi. Begitu
pula dengan pemberantasan terorisme dan narkoba.
5. Terjaga baiknya keamanan dalam negeri walaupun masih terdapat konflik masyarakat
dalam skala kecil.
6. Proses perbaikan iklim investasi dan pelayanan publik di banyak daerah. Hambatan
birokrasi dan iklim investasi serta pelayanan publik di banyak daerah mengalami
kemajuan.
7. Angka kemiskinan dan pengangguran terus ditekan meskipun tetap rawan dengan
gejolak perekonomian Indonesia. Presiden meminta pemerintah tetap cekatan dan
memiliki rencana darurat. “Meskipun, dengarkan kata-kata saya, meskipun bisa kita
turunkan kemiskinan dan pengangguran, tetapi tetap rawan terhadap gejolak
perekonomian dunia. Jangan terlambat kita mengantisipasinya, jangan kita tidak
punya rencana kontigensi, dan jangan pula kita tidak cekatan memecahkan masalah
bilamana dampak dari krisis global itu terjadi,” kata Presiden.
8. Beberapa indikator ekonomi penting Indonesia mencatat rekor baru dalam sejarah,
seperti income perkapita sekarang sudah tembus 3 ribu dolar AS, lima tahun lalu
masih 1.186 dolar AS. Cadangan devisa dulu 36 miliar dolar AS, sekarang 96 miliar
hampir 100 miliar dolar AS. Kenaikan IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) yang
tertinggi di dunia, naik 46 perssen. Pendapatan domestik bruto kita meningkat dan
Indonesia kini peringkat 16 ekonomi di dunia.
9. Makin baiknya upaya pengembangan koperasi usaha kecil dan menengah, termasuk
penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR)Sedangkan Direktur Tenaga Kerja dan
Pengembangan Kesempatan Kerja Bappenas Rahma Iryanti di Jakarta, Kamis
(7/01/2011) mengungkapkan angka pengangguran 2010 diprediksi turun menjadi 7,6
persen dari kisaran 7,87 persen tahun lalu. Penurunan tersebut seiring dengan
membaiknya kondisi perekonomian.
10. Indonesia makin berperan dalam hubungan internasional, makin nyata peran kita, baik
dalam mengatasi krisis ekonomi global, dalam hubungan G20, APEC, East Asia
Summit, ASEAN, G8 plus, dan pemeliharan perdamaian dunia. “Kita aktif sekali
dalam menjaga ketertiban dan perdamaian dunia dan juga kerja sama mengatasi
perubahan iklim,” tegas Presiden, sebagaimana dipublikasikan juga di situs resmi
Presiden SBY (presidensby.info)

Rahma Iryanti mengatakan, kondisi ketenagakerjaan saat ini sudah menunjukkan perbaikan.
Jumlah pengangguran terbuka menurun dari 11,90 juta (11,24 persen) pada 2005 menjadi
8,96 juta (7,87 persen) pada 2009. Sementara kesempatan kerja yang tersedia selama 2005-
2009 tumbuh sebesar rata-rata 2,78 persen per tahun atau bertambah 10,91 juta orang.
Menurutnya, bertambahnya jumlah kesempatan kerja di 2010 tidak dapat dilepaskan dari
kondisi perekonomian yang menunjukkan angka pertumbuhan di atas 6 persen pada periode
2007-2008. Masing-masing sektor ekonomi memiliki tingkat sensitivitas yang berbeda dalam
hal serapan tenaga kerja. Disebutkan, antara periode 2005-2009 sektor jasa kemasyarakatan
memiliki angka elastisitas yang paling tinggi.

Ditegaskan, sektor yang diharapkan dapat menciptakan kesempatan kerja yang besar adalah
dari sektor industri. Karena 60,0 persen tenaga kerja Indonesia berada pada lapangan kerja
formal. Perkembangan sektor pekerja formal dari tahun ke tahun tumbuh dengan baik.
Misalnya, pada 2005 pekerja di bidang pertanian mencapai 2,9 juta, industri 7,9 juta, dan jasa
17,8 juta orang. Sedangkan pada 2009 mengalami perubahan pada sektor pertanian sebesar
3,2 juta, sektor industri 7,5 juta,dan jasa 21,2 juta. “Saya cukup optimistis tahun ini kita bisa
mencapai target pengurangan jumlah pengangguran menjadi 7,6 persen,” katanya.

3.  Penyebab Keberhasilan Presiden SBY


Salah satu penyebab utama kesuksesan perekonomian Indonesia adalah efektifnya kebijakan
pemerintah yang berfokus pada disiplin fiskal yang tinggi dan pengurangan utang
Negara.Perkembangan yang terjadi dalam lima tahun terakhir membawa perubahan yang
signifikan terhadap persepsi dunia mengenai Indonesia. Namun masalah-masalah besar lain
masih tetap ada. Pertama, pertumbuhan makroekonomi yang pesat belum menyentuh seluruh
lapisan masyarakat secara menyeluruh. Walaupun Jakarta identik dengan vitalitas
ekonominya yang tinggi dan kota-kota besar lain di Indonesia memiliki pertumbuhan
ekonomi yang pesat, masih banyak warga Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa Indonesia masih memerlukan banyak
perbaikan. Namun apa yang telah dicapai selama ini merupakan hasil dari visi dan
perencanaan pemerintahan SBY.

4. Krisis Ekonomi Masa Pemerintahan Joko Widodo

Demonstrasi dan protes meruak ke arah Jokowi, sebagian besar pendemo malah
mendesaknya pulang ke Solo karena gagal dan memalukan warga Solo.  Indonesia dibayangi
krisis ekonomi warisan  eras SBY ,dan suasananya mirip menjelang krisis moneter 1997,
utang swasta saat ini kebanyakan berjangka pendek dan tanpa lindung-nilai. Banyak pula dari
utang tersebut dipakai membiayai proyek jangka panjang. Para oligarki kelilingi Jokowi.
Sampai menjelang krismon 1997, kinerja lembaga-lembaga keuangan Indonesia sangat
kinclong. Asetnya melejit sangat cepat, demikian pula keuntungannya. Para konglomerat
pemilik bank pun tampak sangat percaya diri dalam melakukan ekspansi bisnis di segala
sektor.

Ketika itu Indonesia seolah tinggal selangkah menjadi negara makmur. Tapi semua itu mulai
berantakan pada Agustus 1997, ketika rupiah mulai terjun bebas terhadap dollar AS. Kredit
macet dan harga-harga barang langsung melambung. Rakyat pun mengamuk. Demikian
hebatnya amuk rakyat ketika itu, tentara yang biasanya sangat ampuh menghadapi kerusuhan
tak berdaya. Akhirnya, ketika kobaran api dan kematian makin merebak di berbagai kota,
Suharto menyatakan mundur sebagai Presiden RI pada 21 Mei 1998.

Mirip menjelang Krismon 1997, data BI sampai awal 2015 menunjukkan utang luar negeri
swasta lebih besar ketimbang pemerintah, yaitu US$ 192 miliar berbanding US$ 136 miliar.
Sama seperti dulu, kebanyakan utang swasta, menurut data BI sekarang, bersifat jangka
pendek dan tanpa lindung-nilai.Celakanya, tak sedikit dari utang Valas tersebut dipakai untuk
membiayai proyek-proyek berjangka menengah atau panjang. Lebih mengkhawatirkan lagi,
hasil dari proyek-proyek tersebut berbentuk rupiah. Salah satu paling berisiko adalah proyek-
properti yang belakangan ini menjamur dimana-mana. Hal ini tampak kasatmata dari
pembangunan perumahan, mal, superblock, dan sebagainya.Maka, seperti 1997, bila nanti
rupiah jeblok berkelanjutan, kredit macet bakal melesat dan banyak proyek berhenti di tengah
jalan. PHK massal pun tak terelakkan! Bisa dipastikan, lembaga-lembaga akan mengalami
kerugian besar bahkan bisa bangkrut lantaran tak sanggup menanggung kredit macet. Dan
pemerintah pun dihadapkan pada dua pilihan: mengambil langkah penyelamatan dengan
menalangi kredit macet para kreditor, atau membiarkan kebangkrutan terjadi. Sejak kasus
Bank Century, kedua pilihan mengandung resiko berat. Seperti kasus Bank Century,
menyelamatkan bisa membuat para pengambil keputusan menjadi bulan-bulanan para politisi,
bahkan bisa masuk penjara. Bila memilih keputusan kedua, pada titik ekstrim, dunia
keuangan bisa mengalami kebangkrutan massal atau jatuh sepenuhnya ke tangan asing.
Berdasarkan kasus Bank Century itulah, Ketua umum Perhimpunan Bank-bank Umum
Nasional (Perbanas) Sigit Pramono, telah berulang kali mengingatkan bahwa UU Jaring
Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) harus segera dibuat. Tanpa JPSK, menurut Sigit, ketika
terjadi krisis keuangan tak ada pejabat yang berani mengambil keputusan karena takut diadili
secara politis dan pidana.

Sigit berharap agar UU JPSK mengatur tentang definisi krisis, siapa yang berhak menentukan
telah terjadi krisis, dan apa yang bisa dilakukan oleh Kementerian Keuangan, Bank Indonesia
(BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), atau Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Tapi Sigit
tentu juga harus realistis bahwa sekarang ini segala sesuatu bisa dijungkirbalikkan, termasuk
pasal-pasal hukum yang tersurat. Kini secara umum lembaga keuangan, baik bank maupun
yang non-bank, masih dalam kondisi sehat. Hanya saja, sejumlah isyarat bahaya sudah
bermunculan. Salah satunyanya adalah anjloknya laba bank-bank swasta papan atas pada
2014. Laba perbankan swasta dalam Top 10 bank terbesar di Indonesia, tahun lalu turun
7,06% dari Rp 28,12 triliun menjadi Rp 26,13 triliun.

Hanya dua bank swasta yang tahun lalu mengalami kenaikan laba, yaitu BCA dengan
perolehan Rp 16,49 triliun atau naik 15,7% dari Rp 14,25 triliun; dan Bank Panin dengan
pertumbuhan laba 4,42% dari Rp 2,26 triliun menjadi Rp 2,36 triliun. Bank swasta lainnya,
yaitu CIMB Niaga labanya anjlok 59,13% menjadi Rp 2,34 triliun di akhir 2014; Bank
Danamon rontok 36% menjadi Rp 2,6 triliun; BII ambles 65% menjadi Rp 752 miliar; dan
Bank Permata turun 8,77% menjadi Rp 1,59 triliun.

Dalam Top 10 bank terbesar di Indonesia itu, bank-Bank BUMN memang masih mencetak
pertumbuhan laba. Total laba yang dibukukan Mandiri, BRI, BNI dan BTN tahun lalu naik
12,07% menjadi Rp 56 triliun. Dengan rincian, laba BRI naik 14,35% menjadi Rp 24,2
triliun, Mandiri naik 9,34% menjadi Rp 19,9 triliun, BNI naik 19,1% menjadi Rp 10,78
triliun. Satu-satunya bank milik pemerintah yang membukukan penurunan laba adalah BTN ,
yaitu dari 1,56 triliun menjadi 1,12 triliun atau turun 28,59%. Sementara itu merosotnya
harga komoditas seperti minyak sawit, batubara dan minyak telah mendorong OJK untuk
mengingatkan para bankir agar waspada terhadap bahaya kredit macet. Dengan alasan,
rontoknya harga komoditas-komoditas tersebut berdampak luas terhadap perekonomian
nasional. Ini karena minyak kelapa sawit dan batubara adalah komoditas unggulan Indonesia,
dan minyak masih merupakan sumber penghasilan penting bagi pemerintah.

OJK tak menginginkan apa yang terjadi pada Kredit Usaha Rakyat (KUR) merembet ke yang
lain. Kemacetan KUR tahun lalu mencapai 4,2%, padahal batas toleransi kredit macet adalah
5%. Kenyataan ini membuat pemerintah memangkas KUR sebanyak 30% menjadi Rp 20
trilliun pada tahun ini. Agar tak kecolongan lagi, pemerintah juga tak lagi menggunakan BPD
sebagai penyalur KUR. Sekarang hanya BRI, BNI, dan Mandiri yang diberi kepercayaan
menyalurkan KUR .

Selain kerugian yang dialami Bank terjadi juga penurunan nilai mata uang rupiah, nilai tukar
rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sempat menembus Rp 13.000/US$. Ini
merupakan titik terlemah sejak 17 tahun terakhir, alias sejak era krisis ekonomi 1998 (krisis
moneter/krismon).

Mulai dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga sejumlah menteri menyatakan, pelemahan
rupiah disebabkan oleh faktor eksternal. Terutama karena mulai menguatnya perekonomian
Amerika Serikat (AS), setelah dilanda krisis hebat pada 2008 lalu.Kondisi ini membuat dolar
AS yang menyebar di negara-negara berkembang ‘pulang kampung’. Sehingga tak hanya
rupiah, tapi banyak mata uang di duna yang juga melemah terhadap dolar.Namun analis asing
punya pendapat lain soal pelemahan rupiah yang terjadi.

Berikut rangkumannya seperti dikutip:

1.Akibat Pernyataan Gubernur Bank Indonesia (BI)

Khoon Goh, Senior FX Strategy dari ANZ mengatakan, pelemahan rupiah tidak lepas dari
pernyataan Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo beberapa waktu lalu. Agus
sempat menyebut, bahwa tahun ini sepertinya inflasi Indonesia terkendali. Bahkan bukan
tidak mungkin. inflasi sepanjang 2014 hanya berada di kisaran 4%.Pasar mengartikan ini
sebagai sinyal, bahwa BI akan mulai mengendurkan kebijakan moneter. Salah satunya adalah
peluang penurunan suku bunga acuan atau BI Rate.Ketika suku bunga semakin rendah, maka
investasi di Indonesia sudah kurang menggiurkan. Akibatnya terjadi arus modal keluar
(capital outflow) yang membuat rupiah melemah.“Sepertinya bank sentral mengizinkan
rupiah melemah. Ini memicu lebih banyak arus modal keluar,” tutur Goh seperti dikutip dari
CNBC.Pada 17 Februari 2015, kala BI memangkas BI Rate dari 7,75% menjadi 7,5%, rupiah
melemah sampai 0,56%.

2. Pudarnya Jokowi Effect

Ada faktor lain yang menyebabkan rupiah cenderung melemah. Pelaku pasar saat ini sudah
mulai rasional, dan sepertinya euforia terpilihnya Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden,
atau sering disebut Jokowi Effect, sudah memudar. “Euforia atas kemenangan Presiden Joko
Widodo tidak bertahan lama,” ujar Khoon Goh, Senior FX Strategy dari ANZ. Pasca
pemilihan presiden (pilpres) 9 Juli 2014, pasar keuangan Indonesia menikmati ‘guyuran’ arus
modal masuk (capital inflow). Rupiah pun menguat hingga nyaris 5% selama periode 25 Juni
hingga 23 Juli. Setelah itu, rupiah cenderung melemah karena euforia Jokowi Effect sudah
terkikis. Apalagi fundamental ekonomi Indonesia masih perlu dibenahi, misalnya defisit
transaksi berjalan yang berada di kisaran 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB). “Jadi arus
modal masuk itu tidak berkelanjutan,” kata Goh.

3. Dolar Bisa Menyentuh Rp 13.250

Fundamental ekonomi Indonesia masih perlu dibenahi, misalnya defisit transaksi berjalan
yang berada di kisaran 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB). “Jadi arus modal masuk itu
tidak berkelanjutan,” kata Khoon Goh, Senior FX Strategy dari ANZ. Tidak hanya dari dalam
negeri, rupiah juga tertekan faktor eksternal karena dolar AS begitu ‘perkasa’ terhadap mata
uang dunia. Ini ditunjukkan dengan Dollar Index (perbandingan dolar AS dengan mata uang
utama dunia) yang mencapai titik tertinggi dalam 12 tahun terakhir. Oleh karena itu, Goh
memperkirakan rupiah masih bisa melemah lagi. Dia menilai pada akhir tahun rupiah akan
berada di posisi Rp 13.250/US$

Kesimpulan

Pada masa pemerintahan Presiden Susilo BambangYudhoyono, terjadi banyak kemajuan di


berbagai bidang. Hal ini di karenakan kemajuan teknologi dan kebebasan
berpendapat.Namun, terdapat beberapa kemunduran juga. Kita tidak dapat melihat
kesuksesan suatu pemerintahan hanya dengan satu pandangan. Kita harus memandang dari
berbagai sisi. Jika dibandingkan dengan pemerintahan pada masa Orde Baru, memang dalam
beberapa bidang terlihat kemunduran. Tetapi bisa saja hal ini dikarenakan pada masa Orde
Baru kebebasan pers dikekang sehingga bagian buruk pada Orde Baru tidak terlihat. Dimasa
pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, musyawarah mufakat diutamakan. Sehingga
pengambilan kebijakan terkesan lambat. Meski begitu, musyawara hmufaka tini dilakukan
untuk kepentingan bersama. Sehingga dapat dikatakan, pada masa pemerintahan Susilo
Bambang Yudhoyono telah cukup berkembang dibandingkan masa-masa sebelumnya dalam
hal demokrasi.

Referensi

http://linabr3.blogspot.com/2012/07/kondisi-perekonomian-indonesia-pada_09.html

https://patmikumalasari.wordpress.com/2014/01/11/masa-pemerintahan-presiden-susilo-
bambang-yudhoyono/

http://chiikuu.blogspot.com/2011/02/kondisi-perekonomian-indonesia-pada.html

Anda mungkin juga menyukai