Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Ketimpangan ekonomi mengandung makna pada persoalan kemiskinan dan


pemerataan. Kedua masalah ini masih merupakan topik yang hangat untuk dibicarakan
mengingat masih besarnya pengangguran terselubung yang disebabkan masih adanya
yang dilakukan dibawah produktivitas kerja serta rendahnya kualitas tenaga kerja
Indonesia . Ukuran-ukuran yang biasa mereka gunakan dalam menilai ketimpangan
ekonomi antara lain dalam menilai ketimpangan ekonomi antara lain adalah gaji/upah dan
kesempatan berusaha .
Ketimpangan ekonomi juga terkadang membuat kecemburuan sosial dimana
masyarakat kelas menengah bawah merasa tidak adilnya pembangunan ekonomi yang
dilakukan pemerintah yang dianggap hanya menguntungkan sepihak.
Ketimpangan merupakan persoalan klasik dalam desain pembangunan . Hal itu tidak
hanya dialami Indonesia, melainkan juga negara-negara berkembang lain. Ketimpangan
pendapatan ekonomi akan memunculkan sejumlah persoalan seperti kecemburuan sosial,
arus urbanisasi , kejahatan perkotaan , degradasi kualitas hidup desa kota , hingga soal-
soal politik. Oleh karena itu, desain pembangunan ekonomi menjadi penting untuk
diprioritaskan.kita perlu satu desain besar pembagunan ekonomi yang tidak hanya
mengejar pertumbuhan , melainkan juga melihat ukuran pemerataan dan distribusinya.

1.2 Rumusan masalah


1. Bagaimana ketimpangan ekonomi dan kecemburuan sosial ?
2. Apa saja faktor penyebab ketimpangan ekonomi dan kecemburuan sosial ?
3. Apa dampak yang ditimbulkan oleh ketimpangan ekonomi ?
4. Bagaimana upaya mengatasi ketimpangan ekonomi ?
1.3 Tujuan dan manfaat penulisan
1. Mengetahui ketimpangan ekonomi dan kecemburuan sosial
2. Mengetahui faktor penyebab ketimpangan dan kecemburuan sosial
3. Mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh ketimpangan ekonomi
4. Mengetahui upaya mengatasi ketimpangan ekonomi
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Ketimpangan Ekonomi Dan Kecemburuan Sosial


Sejarah berbagai bangsa, termasuk Indonesia memperlihatkan bahwa revolusi sosial
hampir selalu berawal dari adanya kecemburuan sosial antara golongan sebagai dampak dari
kondisi ekonomi dalam masyarakat yang berupa kemiskinan dan kesenjangan baik antara
sektor, golongan maupun antara daerah. Masyarakat yang hidup dalam kemiskinan, ditambah
dengan adanya fenomena kesenjangan yang lebar akan demikian mudah menerima paham-
paham mengatasnamakan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.
Ketimpangan merupakan persoalan klasik dalam desain pembangunan . Hal itu tidak
hanya dialami Indonesia, melainkan juga negara-negara berkembang lain. Ketimpangan
ekonomi akan memunculkan sejumlah persoalan seperti kecemburuan sosial, arus urbanisasi,
kejahatan perkotaan, degradasi kualitas hidup desa kota , hingga soal-soal politik. Oleh
karena itu, desain pembangunan ekonomi menjadi penting untuk diprioritaskan.kita perlu
satu desain besar pembangunan ekonomi yang tidak hanya mengejar pertumbuhan ,
melainkan juga melihat ukuran pemerataan dan distribusinya.
Karena itu, kerangka pembangunan nasional bangsa Indonesia menekankan pada asas
trilogi pembangunan yang meliputi pertumbuhan, pemerataan dan stabilitas. Ketiga aspek
trilogi pembangunan tersebut merupakan kondisi dinamis dan saling bergantian prioritas
penekanannya dalam setiap tahap Repelita. Manakala pertumbuhan ekonomi dirasakan sudah
cukup tinggi namun indikasi melebarnya kesenjangan ekonomi antargolongan dan daerah,
maka pemerintah memberikan prioritas penekanan pada aspek pemerataan dengan tidak
meninggalkan kedua aspek lainnya. Demikian saat stabilitas ekonomi diperlukan, maka
penekanan pada aspek ini menjadi lebih nyata.

2. Faktor penyebab ketimpangan ekonomi dan kecemburuan sosial


Sudah cukup banyak studi yang menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya
ketimpangan ekonomi antar provinsi atau wilayah di Indonesia. Salah satunya menurut
Sjafrizal (2012) beberapa faktor utama yang menyebabkan terjadinya ketimpangan antara
wilayah, yaitu :

1. Perbedaan kandungan Sumber Daya Alam


Perbedaan kandungan SDA akan mempengaruhi kegiatan produksi pada daerah
bersangkutan. Daerah dengan kandungan SDA cukup tinggi akan dapat memproduksi barang-
barang tertentu dengan biaya relatif murah sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi
daerah bersangkutan menjadi lebih cepat dibandingkan dengan daerah lain yang mempunyai
kandungan SDA alam lebih rendah.
2. Perbedaan kondisi demografis
Kondisi demografis akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja masyarakat
setempat. Daerah dengan kondisi demografis yang baik akan cenderung mempunyai
produktivitas kerja yang lebih tinggi sehingga hal ini akan mendorong peningkatan investasi
yag selanjutnya akan meningkatkan penyediaan lapangan pekerjaan dan pertumbuhan
ekonomi daerah tersebut.
3. Kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa
Mobilitas barang dan jasa meliputi kegiatan perdagangan antar daerah dan migrasi
baik yang disponsori pemerintah (transmigrasi) migrasi spontan. Alasannya adalah apabila
mobilitas kurang lancar maka kelebihan produksi suatu daerah tidak dapat dijual ke daerah
lain yang membutuhkan. Akibatnya ketimpangan pembanunan antar wilayah akan cenderung
tinggi, sehingga daerah terbelakang sulit mendorong proses pembangunannya.
4. Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah
Pertumbuhan ekonomi akan cenderung lebih cepat pada suatu daerah dimana
konsentrasi kegiatan ekonominya cukup besar. Kondisi inilah yang selanjutnya akan
mendorong proses pembanggunan daerah melalui peningkatan penyediaan lapangan kerja
dan tingkat pendapatan masyarakat.
5. Alokasi dana pembangunan antar wilayah
Alokasi dana ini bisa berasal dari pemerintah maupun swasta. Pada sistem pemerintah
otonomi maka dana pemerintah akan lebih banyak dialokasikan ke daerah sehingga
ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung lebih rendah. Untuk investasi
swasta lebih banyak ditentukan oleh kekuatan pasar. Dimana keuntungan lokasi yang dimiliki
oleh suatu daerah merupakan kekuatan yang berperan banyak dalam menarik investasi
swasta. Keuntungan lokasi ditentukan oleh biaya transpor baik bahan baku dan hasil produksi
yang harus dikeluarkan pengusaha, perbedaan upah buruh, konsentrasi pasar, tingkat
persaingan usaha dan sewa tanah. Oleh karena itu investasi akan cenderung lebih banyak di
daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan.

2.3 Dampak yang Ditimbulkan oleh Ketimpangan Ekonomi


Karena ketimpangan merupakan salah satu dari tiga masalah (kemiskinan dan
pengangguran) dan sangat sulit diatasi, pastilah memiliki dampak terhadap perekonomian itu
sendiri, baik secara langsung maupun tidak langsung. Ketimpangan dapat mempengaruhi
perekonomian, terutama perubahan ekonomi seperti perubahan pola permintaan dan
perubahan ukuran pasar domestik.
Ketimpangan ini dalam praktiknya sering memicu kecemburuan sosial dan kekerasan
yang sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia (Mudrajad, 2013), yang pada ujungnya
masyarakat akan rentan terhadap konflik. Konflik juga mempengaruhi perekonomian bila
menganggu distribusi barang dan jasa, menghentikan jalannya produksi, hingga penurunan
dan penundaan investasi saat ini. Selain itu, ketimpangan yang tidak segera diatasi dapat
menumbuhkan kelompok miskin kronis sehingga malah memperlebar ketimpangan dan
melemahkan pertumbuhan ekonomi.

2.4 Upaya Mengatasi Ketimpangan Ekonomi


Bank Dunia memberikan beberapa rekomendasi untuk menyelesaikan masalah
ketimpangan, antara lain :
a. Mengubah pola pelatihan untuk memperkuat tenaga kerja di sektor formal
Masalah pertama dalam hal ini adalah kesempatan kerja, karena ada sektor formal dan
informal. Rekomendasinya bagaimana memperkuat tenaga kerja untuk masuk ke sektor
formal dengan cara mengubah beberapa pola pendidikan serta pelatihan. Ke depannya
pelatihan dan pendidikan tenaga kerja akan diarahkan dan difokuskan untuk profesional.
Dengan begitu, diharapkan dapat meningkatkan kesempatan kerja seluruh masyarakat untuk
meningkatkan kesejahteraannya.
b. Negara juga tidak boleh bergantung kepada sektor komoditas dan harus mulai melakukan
pergeseran ke sektor industri.
c. Peningkatan penerimaan pajak
Pentingnya peningkatan penerimaan pajak, agar negara dapat memiliki keleluasaan
dalam pendanaan berbagai program untuk menekan persoalan ketimpangan antara orang
miskin dan orang kaya (gini ratio). Peningkatan penerimaan pajak tersebut harus dilakukan
dengan cara memperluas basis pajak, agar tidak membebani masyarakat. Kalau penerimaan
pajak dapat ditingkatkan seperti negara tetangga yang mencapai 16 % dari PDB, maka akan
lebih banyak dana untuk membantu program penyelesaian ketimpangan.
Masalah ketimpangan memang bukan isu yang dapat diselesaikan dalam waktu
singkat. Kemauan yang kuat serta kesatuan dari semua komponen pemerintahan sangat
diperlukan. Tak terkecuali juga masyarakat Indonesia sendiri agar membangun kesadaran
pentingnya mengurangi ketimpangan pendapatan misalnya, dengan tidak menawar harga
lebih murah jika membeli produk dari pedagang kecil di pasar tradisional. Tidak ada lagi
kebijakan yang hanya berkonsentrasi pada satu wilayah seperti kereta cepat Jakarta-Bandung,
sedangkan di Lebak, Banten masih banyak anak yang ingin pergi ke sekolah harus melalui
jembatan yang cukup rentan terhadap hal-hal yang tidak diinginkan. Belum lagi masyarakat
di wilayah timur Indonesia yang sangat butuh perhatian pemerintah, khususnya di bidang
infrastruktur pendidikan, kesehatan dan transportasi. Mengingat pentingnya sektor
pendidikan dan kesehatan dalam menanggulangi ketimpangan lebih dini, anggaran untuk
kedua bidang tersebut diharapkan dapat dialokasikan lebih banyak serta penyerapan anggaran
yang lebih optimal.
BAB 3
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Masalah ketimpangan sosial ekonomi di Indonesia sangat sulit dipecahkan. Bukan hanya di
Indonesia, tetapi negara-negara berkembang pun menghadapi masalah serupa. Masalah ini
ada yang berdampak positif dan negatif. Dampak positif ketimpangan sosial ekonomi adalah
mendorong adanya persaingan antar individu, sedangkan dampak negatifnya adalah dapat
membuat kemiskinan serta kriminalitas.
Upaya mengurangi ketimpangan sosial di bidang ekonomi dapat dilakukan dengan beberapa
cara yang efektif seperti memberikan bantuan/ subsidi pada masyarakat kurang mampu,
membuka lapangan kerja dan memberantas korupsi. Upaya tersebut dilakukan untuk
meningkatkan taraf kehidupan masyarakat di Indonesia.
Selain itu, upaya mengurangi ketimpangan sosial ekonomi di Indonesia dapat terealisasi
dengan adanya pendidikan yang baik dan teknologi yang memadai. Oleh karena itu,
pemerintah perlu memberi sosialisasi dan pendidikan untuk masyarakat Indonesia agar
mereka dapat mengubah pola pikir ( mindset) mereka menjadi lebih kritis lagi

3.2. Saran
Dalam menghadapi ketimpangan sosial ekonomi di Indonesia pada zaman globalisasi,
diperlukan usaha yang lebih kreatif, inovatif dan eksploratif.
Selain itu, diperlukan kesadaran masyarakat unuk berubah dan dukungan atau bantuan
pemerintah kepada masyarakat yang kurang mampu melalui pendidikan dan progam padat
karya. Dengan adanya program padat karya, pemerintah bisa memberikan pelatihan dan
pengajaran serta pekerjaan untuk masyarakat yang kurang mampu, ini merupakan salah satu
cara yang dapat mengurangi angka pengangguran di Indonesia dan meningkatkan kualitas
sumber daya masyarakat (SDM) dalam pengetahuan, wawasan, skill, dan moralitas
DAFTAR PUSTAKA

Sjafrizal.2012.Ekonomi Wilayah dan Perkootaan. Jakarta:PT Rajagrafindo Persada


http://ahmadgintaroo.blogspot.co.id/2012/02/ekonomi-indonesia-ketimpangan-ekonomi.html
http://m.solopos.com/2015/12/14/ekonomi-indonesia-ketimpangan-di-indonesia-tinggi-ini-
analisis-bank-dunia.html
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Makalah ini kami tujukan khususnya untuk kalangan remaja, pelajar dan generasi muda
yang tidak lain adalah sebagai generasi penerus bangsa agar kita semua mengenal akan
ketimpangan yang terjadi di Indonesia dan dampaknya bagi kehidupan dan kemakmuran
masyarakat Indonesia. Kami membuat makalah ini karena prihatin akan kondisi ketimpangan
yang sangat mencolok dan berdampak buruk bagi kehidupan bangsa dan negara. Oleh karena
itu, kami berharap agar para generasi muda Indonesia termotivasi untuk membangun negri ini
dengan baik agar dapat mengurangi ketimpangan yang terjadi di bidang apapun setelah
membaca makalah ini.

1.2. Rumusan Masalah


1) Apa yang dimaksud ketimpangan sosial ?
2) Apa saja factor yang mempengaruhi ketimpangan sosial ekonomi ?
3) Apa dampak yang akan ditimbulkan oleh ketimpangan sosial ekonomi ?
4) Bagaimana upaya pemerintah dalam mengatasi ketimpangan sosial ekonomi ?

1.3. Tujuan Penulisan


1) Sebagai sarana penambah ilmu pengetahuan.
2) Sebagai informasi untuk mengetahui akibat dan dampak ketimpangan sosial di bidang
ekonomi serta mengetahui langkah yang perlu diambil untuk mengatasi masalah tersebut.

1.4. Metode Penulisan


Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah dengan menggunakan tinjauan
dari beberapa sumber yang berkompeten dalam permasalahan ketimpangan sosial.

1.5. Manfaat penulisan


Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pengetahuan serta pemahaman
tentang ketimpangan sosial di bidang ekonomi dan mencari pemecahan masalah atau solusi
untuk mengurangi ketimpangan sosial tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Ketimpangan Sosial


Ketimpangan sosial adalah bentuk-bentuk ketidak-adilan yang terjadi pada proses
pembangunan. Ketimpangan sosial sering dipandang sebagai dampak residual dari proses
pertumbuhan ekonomi, sedangkan ketimpangan sosial ekonomi adalah ketidakseimbangan
diantara masyarakat dalam sektor ekonomi. Ketimpangan atau kesenjangan mengacu pada
persebaran ukuran ekonomi antar individu masyarakat, antar kelompok masyarakat, dan bisa
juga antarnegara. kekayaan, pendapatan, dan konsumsi adalah indikator untuk mengukur
ketimpangan sosial ekonomi. Sementara itu, masalah ketimpangan sosial ekonomi
biasanya berkutat pada masalah kesetaraan ekonomi, kesetaraan pengeluaran, dan kesetaraan
kesempatan, seperti ketimpangan sosial lainnya, ketimpangan sosial ekonomi juga termasuk
ke dalam masalah sosial. Sebab, ketimpangan ini mengakibatkan kerugian kepada setiap
lapisan masyarakat yang ada di suatu negara, termasuk Indonesia.
Menurut Andrian of Chaniago, ketimpangan sosial adalah buah dari pembangunan yang
dilakukan oleh pemerintah, dimana pemerintah cenderung mementingkan aspek ekonomi
dalam pembangunan dibanding dengan aspek sosial. Ketimpangan sosial dianggap sebagai
masalah sosial masalah ini dialami dan dirasakan seluruh aspek masyarakat, dimana
ketimpangan sosial ini terbentuk oleh ketidakadilan.

2.2. Faktor penyebab Ketimpangan Sosial Ekonomi


Secara umum, ketimpangan sosial, khususnya ekonomi dipengarhi oleh dua faktor, yaitu:
1. Faktor Internal: faktor ketimpangan sosial ini ada di dalam diri masyarakat, tertama
menyangkut kualitas yang ada di dalam diri, seperti tingkat pendidikan, kecerdasan,
kesehatan, dan lain sebagainya.

2. Faktor Eksternal: faktor ketimpangan sosial ini berada di luar diri seseorang. Faktor ini
muncul dari kebijakan atau birokrasi pemerintah yang mengekang atau mengucilkan satu
pihak tertentu. Faktor eksternal bisa menimbulkan kemiskinan struktural.

Ketimpangan sosial ekonomi dapat terjadi karena beberapa faktor. Berikut ini beberapa
faktor penyebab terjadinya ketimpangan sosial ekonomi yang ada di Indonesia:
1. Kebijakan Pemerintah yang Tidak Adil
Kebijakan pemerintah yang tidak adil menyebabkan sejumlah ketimpangan sosial ekonomi.
Salah satu bentuk kebijakan pemerintah yang menyebabkan ketimpangan sosial ekonomi
adalah kebijakan pembangunan negara. Dalam masalah pembangunan, pemerintah seringkali
terlalu fokus membangun daerah perkotaan atau beberapa pulau besar seperti Jawa dan
Sumatera. Hal ini dikarenakan pemerintah masih menganggap daerah-daerah tersebut
berpotensi sangat tinggi dan dapat menghasilkan pemasukan yang tinggi bagi negara. Selain
itu, ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola pulau-pulau Indonesia yang banyak
membuat mereka lebih fokus mengurus perkotaan atau pulau-pulau besar di Indonesia.
Ini mengakibatkan ketimpangan sosial ekonomi antara daerah perkotaan dengan daerah
terpencil. Daerah perkotaan atau pulau besar yang mengalami pembangunan pesat akan
memperoleh fasilitas memadai, pendapatan yang tinggi, serta kesejahteraan penduduk yang
lebih baik. Ini berbeda dengan daerah terpencil yang kondisinya tertinggal dan membuat
fasilitas yang didapat tidak memadai, pendapatan daerah yang rendah, serta kesejahteraan
penduduk yang memprihatinkan. Kemiskinan akan dapat dijumpai di daerah terpencil. Bila
dibiarkan, maka akan terjadi kecemburuan sosial antara daerah terpencil dengan daerah yang
lebih maju.
2. Persebaran Penduduk
Faktor-faktor yang mempengaruhi persebaran penduduk juga mempengaruhi ketimpangan
sosial ekonomi. Di Indonesia, persebaran penduduk masih tidak begitu merata. Hal ini bisa
dilihat dari banyaknya penduduk yang menghuni Pulau Jawa dibanding pulau-pulau lainnya.
Anggapan bahwa Pulau Jawa sebagai pusat pemerintahan berpotensi tinggi membuat
sejumlah penduduk bermigrasi ke pulau ini.
Selain itu, faktor pembangunan yang tidak merata juga mengakibatkan penduduk daerah
terpencil pindah ke Pulau Jawa karena pulau tersebut dianggap lebih maju dibanding daerah
asal mereka.. Akibatnya, terjadi ketimpangan pertumbuhan ekonomi antara Pulau Jawa
dengan pulau-pulau terpencil. Pulau Jawa akan mengalami pertumbuhan ekonomi lebih
tinggi dibanding pulau lainnya.

3. Kualitas Diri Masyarakat


Pembangunan yang tidak merata membuat fasilitas pendidikan dan kesehatan yang memadai
tidak dapat dinikmati sejumlah daerah. Akibatnya, tidak semua masyarakat mempunyai
kualitas diri yang baik. Kualitas diri ini berpengaruh terhadap kualitas kerja mereka. Semakin
tinggi kualitas diri mereka, maka semakin tinggi pula peluang kerja dan kesejahteraan hidup
yang didapat.
Selain itu, sifat malas penduduk tertentu juga berpengaruh terhadap kualitas diri masyarakat.
Sifat malas akan mengakibatkan masyarakat enggan menerima perubahan dan enggan untuk
belajar meningkatkan kualitas dirinya. Bila dibiarkan, maka masyarakat akan semakin
tertinggal kualitas dirinya. Masalah kualitas diri ini juga menjadi salah satu masalah negara
berkembang, termasuk Indonesia.

4. Lapangan Pekerjaan
Lapangan pekerjaan yang sedikit hanya mampu menampung angkatan kerja dengan jumlah
yang sedikit. Hal ini akan mengakibatkan ketimpangan sosial ekonomi antara angkatan kerja
yang telah bekerja dengan angkatan kerja yang belum bekerja.
Secara ekonomi, angkatan kerja akan berpotensi meraih pendapatan dan kesejahteraan hidup
yang lebih baik dibanding angkatan kerja yang masih menganggur. Jika tidak diatasi,
angkatan kerja yang menganggur akan semakin sedikit dan membuat perekonomian negara
semakin rapuh. Meningkatkan lapangan pekerjaan bisa menjadi solusi untuk mengatasi
ketimpangan ini.
Selain itu, cara mengatasi masalah pengangguran juga harus dilakukan dalam menangani
ketimpangan sosial ekonomi ini.

5. Kemiskinan
Kemiskinan membuat masyarakat sulit mendapatkan kesejahteraan hidup yang layak,
sehingga masyarakat yang mengalami kemiskinan akan mengalami ketimpangan sosial
ekonomi dengan masyarakat yang lebih kaya. Kemiskinan bisa disebabkan oleh kualitas
pribadi yang rendah serta sikap malas yang diidap masyarakat. Kemiskinan juga dapat terjadi
karena pengaruh struktur sosial yang juga disebut sebagai kemiskinan struktural.
Secara umum, kemiskinan mempunyai bermacam-macam ciri, yaitu:
• Angka kematian yang diri.
• Tingkat kesehatan yang rendah.
• Tingkat pendidikan yang rendah.
• Memiliki mata pencaharian yang berpenghasilan rendah.
• Mempunyai sikap tidak menerima perubahan.
Kemiskinan struktural mempunyai macam-macam golongan, yaitu:
• Kaum petani yang tidak mempunyai lahan sendiri.
• Petani yang mempunyai lahan sendiri namun lahannya begitu kecil.
• Para buruh yang tidak mempunyai latar belakang pendidikan yang baik serta tidak terlatih.
• Pengusaha yang tidak mempunyai modal dan fasilitas dari pemerintah.

6. Globalisasi
Ketimpangan sosial ekonomi akibat globalisasi bisa disebabkan oleh sikap masyarakat
terhadap globalisasi. Jika masyarakat mampu beradaptasi terhadap globlisasi, maka mereka
mampu bertahan hidup lebih lama serta kesejahteraan ekonomi mereka relatif lebih tinggi.
Sebaliknya, jika tidak mampu beradaptasi terhadap globalisasi, masyarakat akan makin
tertinggal dan kesejahteraan eknominya akan jauh lebih rendah.

7. Teknologi
Sama seperti globalisasi, pemanfaatan teknologi juga berpengaruh terhadap ketimpangan
sosial ekonomi. Jika mampu memanfaatkan teknologi secara optimal, maka masyarakat akan
mampu bertahan hidup dan kesejahteraan ekonominya pun akan membaik. Sebaliknya,
kegagalan memanfaatkan teknologi akan merugikan masyarakat dan kesejahteraan
ekonominya pun akan menurun.

8. Letak Geografis
Pengaruh letak geografis juga dapat mempengaruhi ketimpangan sosial ekonomi. Hal ini
bisa dilihat dari kemajuan ekonomis masyarakat di daerah dataran tinggi dengan dataran
rendah.
Secara ekonomi, daerah dataran tinggi akan meraih pertumbuhan ekonomi yang tinggi
karena pembangunan di daerah tersebut cukup pesat dan fasilitas pendidikan dan
kesehatannya pun terbilang memadai.

9. Pendapatan
Sebenarnya, pendapatan bukanlah suatu hal yang dapat menimbulkan ketimpangan sosial
ekonomi. Itu pun dengan catatan bahwa pendapatan yang diterima harus sesuai dengan
bidang pekerjaan, tingkat kesulitan, kualitas, serta kinerja dari tenaga kerja. Jika tidak sesuai
dengan hal tersebut, maka ketimpangan sosial ekonomi pasti akan terjadi. Gaji buruh dan
guru yang kecil adalah contoh ketimpangan yang disebabkan oleh faktor ini. Bila dilihat dari
tingkat kesulitan dan kualitas dari tenaga kerja, gaji yang diterima dari dua profesi itu bisa
lebih layak lagi.

10. Tingkat Kekayaan


Faktor ini merupakan akumulasi dari faktor-faktor sebelumnya, seperti lapangan kerja,
kemiskinan, kualitas diri, dan pendapatan. Tingkat kekayaan di Indonesia begitu timpang
antara orang kaya dan orang miskin, baik dari segi pendapatan maupun perlakuan dari
masyarakat. Khusus segi pengakuan, orang yang meraup pendapatan tinggi akan
diperlakukan lebih layak ketimbang orang berpendapatan rendah. Hal tersebut tentu
merupakan suatu tindakan diskriminasi terhadap orang berpendapatan rendah. Kecemburuan
sosial juga akan timbul di dalam diri orang yang berpendapatan rendah. Lebih parahnya,
kecemburuan tersebut bisa memicu tindak kejahatan yang merugikan orang berpendapatan
tinggi dan tidak jarang juga merugikan negara.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan
Masalah ketimpangan sosial ekonomi di Indonesia sangat sulit dipecahkan. Bukan hanya di
Indonesia, tetapi negara-negara berkembang pun menghadapi masalah serupa. Masalah ini
ada yang berdampak positif dan negatif. Dampak positif ketimpangan sosial ekonomi adalah
mendorong adanya persaingan antar individu, sedangkan dampak negatifnya adalah dapat
membuat kemiskinan serta kriminalitas.
Upaya mengurangi ketimpangan sosial di bidang ekonomi dapat dilakukan dengan beberapa
cara yang efektif seperti memberikan bantuan/ subsidi pada masyarakat kurang mampu,
membuka lapangan kerja dan memberantas korupsi. Upaya tersebut dilakukan untuk
meningkatkan taraf kehidupan masyarakat di Indonesia.
Selain itu, upaya mengurangi ketimpangan sosial ekonomi di Indonesia dapat terealisasi
dengan adanya pendidikan yang baik dan teknologi yang memadai. Oleh karena itu,
pemerintah perlu memberi sosialisasi dan pendidikan untuk masyarakat Indonesia agar
mereka dapat mengubah pola pikir ( mindset) mereka menjadi lebih kritis lagi

3.2. Saran
Dalam menghadapi ketimpangan sosial ekonomi di Indonesia pada zaman globalisasi,
diperlukan usaha yang lebih kreatif, inovatif dan eksploratif.
Selain itu, diperlukan kesadaran masyarakat unuk berubah dan dukungan atau bantuan
pemerintah kepada masyarakat yang kurang mampu melalui pendidikan dan progam padat
karya. Dengan adanya program padat karya, pemerintah bisa memberikan pelatihan dan
pengajaran serta pekerjaan untuk masyarakat yang kurang mampu, ini merupakan salah satu
cara yang dapat mengurangi angka pengangguran di Indonesia dan meningkatkan kualitas
sumber daya masyarakat (SDM) dalam pengetahuan, wawasan, skill, dan moralitas
DAFTAR PUSTAKA

• http://catatankuliahfethamrin.blogspot.co.id/2013/01/makalah-tentang-kemiskinan-dan.html

• https://materiips.com/faktor-ketimpangan-sosial

• https://id.wikipedia.org/wiki/Kemiskinan

• https://fisipsosiologi.wordpress.com/mata-kuliah/sosiologi-kriminalitas/

• http://giovanishandika05.blogspot.com/

• https://yustinasusi.wordpress.com/2015/09/25/ketimpangan-sosial/

• Soetomo.2008.Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan hal yang pertama dilakukan untuk meningkatkan


kualitas sumber daya manusia. Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan
perilakuseseorang atau kelompok dalam upaya mendewasakan manusia melalui pengajaran
dan pelatihan, proses, cara mendidik. Kondisinya pendidikan menjadi hal yang paling sering
dibahas, karena lewat pendidikanlah sesuatu perubahan dimulai. Penciptaan generasi muda
yang memiliki kemampuan ilmu pengetahuan yang dengan ilmu pengetahuan itu dapat
melakukan pembangunan di segala bidang merupakan alasan umum mengapa pendidikan
menjadi begitu penting.
Namun pada kenyataannya, pendidikan Indonesia sekarang ini menunjukkan kualitas
yang rendah. Kenyataan yang justru terjadi dengan pendidikan di negara yang begitu luas ini
adalah pendidikan tidak meluas merata ke seluruh penjuru nusantara. Di era pembangunan
yang sedang gencar-gencarnya ini, kesenjangan masih dirasakan oleh wilayah-wilayah
Indonesia yang berada jauh dari jangkauan pemerintah pusat. Wilayah Indonesia yang secara
garis besar dapat dibagi menjadi 2 kawasan yaitu kawasan barat dan kawasan timur, dimana
letak pemerintahan pusat berada di kawasan barat membuat kesenjangan dalam banyak
bidang antara kawasan barat yang dianggap sebagai pusat pemerintahan dan pusat
pembangunan dengan kawasan timur Indonesia yang cenderung sulit dijangkau dari pusat
pemerintahan. Berdasarkan data terakhir Kementrian Daerah Tertinggal, dari 183 daerah
tertinggal di Indonesia, 70% berada di kawasan timur Indonesia.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengetahui lebih jauh masalah ini,
sehingga penulis tertarik untuk mengambil judul :“Analisis Faktor Penyebab Terjadinya
Kesenjangan Kualitas Pendidikan di Indonesia”

1.2Rumusan dan Ruang Lingkup Masalah


Berdasaarkan uraian pada latar belakang di atas, ada beberapa masalah yang tridentifikasi,
maka dapat dibuat rumusan masalah yaitu Apakah yang menjadi faktor penyebab terjadinya
kesenjangan kualitas pendidikan di Indonesia?.
Ruang lingkup dari pembahasan masalah makalah ini dibatasi hanya meliputi :
1.3.1 Apa yang menjadi Faktor Internal penyebab terjadinya kesenjangan kualitas
pendidikan di Indonesia?.
1.3.2 Apa yang menjadi Faktor Eksternal penyebab terjadinya kesenjangan kualitas
pendidikan di Indonesia?.
Tujuan penulisan makalah ini untuk menganalisis faktor penyebab terjadinya kesenjangan
kualitas pendidikan di Indonesia. Faktor – faktor tersebut meliputi;
1. Faktor Internal penyebab terjadinya kesenjangan kualitas pendidikan di Indonesia.
2. Faktor Eksternal penyebab terjadinya kesenjangan kualitas pendidikan di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

Keseriusan pemerintah meningkatkan kualitas pendidikan nasional tampak


cukup menjanjikan ketika ditetapkan alokasi anggaran sebesar 20,2 % setelah menteri
pendidikan Muhammad Nuh menaikkan anggaran sebesar 0,2 % di awal tahun 2011.
Berbagai program telah dilaksanakan, seperti dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
dan beasiswa dengan beragam klasifikasi. Namun, apa yang kita lihat, mulai dari
tingginya biaya pendidikan sampai banyaknya anak jalanan yang sama sekali “tidak
memiliki harapan untuk mendapatkan pendidikan. Justru yang terjadi sekarang ini,kualitas
pendidikan di Indonesia semakin terpuruk, pendidikan menjadi angan-angan yang tinggi bagi
mereka yang tidak mampu.
Hingga saat ini memang belum terjadi pemerataan pendidikan, baik dari segi
tenaga pengajar, fasilitas sarana prasarana, sampai siswa-siwanya yag kelak menjadi generasi
penerus bangsa. Sekolah yang kualitasnya bagus karena memiliki pengajar yang kompeten,
fasilitas lengkap, dan siswa-siswanya cerdas akan semakin bagus. Sedangkan sekolah yang
kualitasnya sedang justru sebaliknya. Sekolah yang kualitasnya sedang atau kurang bagus
akan menjadi bertambah buruk. Sudah tenaga pengajarnya kurang kompeten, fasilitasnya
kurang, siswa-siswanya juga kurang secara akademis menurut Prof. Eko Budihardjo
(dalam www.mediaindonesia.com).
“Sekolah yang kualitasnya sedang atau kurang bagus akan menjadi bertambah
buruk. Sudah tenaga pengajarnya kurang kompeten, fasilitasnya kurang, siswa-siswanya juga
kurang secara akademis,” katanya.
Dalam bab ini penulis akan membahas mengenai analisis faktor penyebab
terjadinya kesenjangan kualitas pendidikan di Indonesia. Dimana bangsa Indonesia saat ini
mengalami rendahnya kualitas pendidikan di banding dengan negara-negara berkembang
lainnya. Dan pastinya mempunyai banyak faktor penyebab terjadinya kesenjangan itu, baik
faktor internal maupun internal dunia pendidikan
Adapun faktor penyebab terjadinya kesenjangan kualitas pendidikan di Indonesia sebagai
berikut ;
I. Faktor internal penyebab terjadinya kesenjangan kualitas pendidikan di Indonesia

1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik

Dilihat dari gambar di atas, sangat nampak sekali kesenjangan pendidikan di Indonesia ini.
Kualitas pendidikan di desa Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan
perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar
rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian
teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak
memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan
bahkan belajar di tempat yang tidak layak dan sebagainya.
Sarana pembelajaran juga turut menjadi faktor semakin terpuruknya pendidikan di
Indonesia, terutama bagi penduduk di daerah terbelakang. Namun, bagi penduduk di daerah
terbelakang tersebut, yang terpenting adalah ilmu terapan yang benar-benar dipakai buat
hidup dan kerja. Ada banyak masalah yang menyebabkan mereka tidak belajar secara normal
seperti kebanyakan siswa pada umumnya, antara lain guru dan sekolah.
Dibandingkan dengan kualitas sarana fisik yang ada di kota-kota besar, mereka
memiliki fasilitas-fasilitas yang memadai, mulai dari bangunan yang mewah, penggunaan
media belajar yang lengkap, laboratorium, perpustakaan,dan sebagainya.
Bagaimana siswa bisa meningkatkan prestasi belajar mereka, sedangkan kondisi
secara fisik tidak mendukung. Data Balitbang Depdiknas (2003) menyebutkan untuk satuan
SD terdapat 146.052 lembaga yang menampung 25.918.898 siswa serta memiliki 865.258
ruang kelas. Dari seluruh ruang kelas tersebut sebanyak 364.440 atau 42,12% berkondisi
baik, 299.581 atau 34,62% mengalami kerusakan ringan dan sebanyak 201.237 atau 23,26%
mengalami kerusakan berat. Kalau kondisi MI diperhitungkan angka kerusakannya lebih
tinggi karena kondisi MI lebih buruk daripada SD pada umumnya. Keadaan ini juga terjadi di
SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK meskipun dengan persentase yang tidak sama.

2. Rendahnya Kualitas Guru

Seperti yang telah kita ketahui, kualitas pendidikan di Indonesia semakin memburuk.
Hal ini terbukti dari kualitas guru, sarana belajar, dan murid-muridnya. Guru-guru tentuya
punya harapan terpendam yang tidak dapat mereka sampaikan kepada siswanya. Memang,
guru-guru saat ini kurang kompeten. Banyak orang yang menjadi guru karena tidak diterima
di jurusan lain atau kekurangan dana. Kecuali guru-guru lama yang sudah lama
mendedikasikan dirinya menjadi guru. Selain berpengalaman mengajar murid, mereka
memiliki pengalaman yang dalam mengenai pelajaran yang mereka ajarkan. Belum lagi
masalah gaji guru. Jika fenomena ini dibiarkan berlanjut, tidak lama lagi pendidikan di
Indonesia akan hancur mengingat banyak guru-guru berpengalaman yang pensiun.
Selain rendahnya kualitas sarana fisik, Keadaan guru di Indonesia juga amat
memprihatinkan. Khususnya di daerah-daerah terpencil. Kebanyakan guru belum memiliki
profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam
pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan
penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat. Dibandingkan pengajar di kota-kota
besar, mayoritas pengajar di kota sudah mendapatkan sertifikasi dan lulusan dari luar negeri.
3. Faktor Infrastruktur
Sarana dan prasarana pendidikan merupakan salah satu faktor utama yang
mempengaruhi keberhasilan penyelenggaraan pendidikan. Dengan adanya kerusakan sarana
dan prasarana ruang kelas dalam jumlah yang banyak, maka proses pendidikan tidak dapat
berlangsung secara efektif.
Aspek sarana dan prasarana yang berkaitan dengan tercapainya pendidikan
tidak hanya jumlah dan kondisi gedung sekolah atau tempat-tempat pendidikan, tetapi juga
akses menuju tempat pendidikan tersebut yang dalam hal ini berupa kondisi jalan sehingga
menghambat penyaluran bantuan dari pemerintah seperti buku-buku pelajaran ke daerah yang
sulit dijangkau.
4. Jumlah dan Kualitas Buku Yang Belum Memadai
Ketersediaan buku yang berkualitas merupakan salah satu prasarana pendidikan yang
sangat penting dibutuhkan dalam menunjang keberhasilan proses pendidikan. Sebagaimana
dalam PP No 19/2005 tentang SNP dalam pasal 42 tentang Standar Sarana dan Prasarana
disebutkan bahwa setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot,
peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai,
serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur
dan berkelanjutan (ayat 1).
Secara teknis, pengadaan buku pelajaran di sekolah tidak lagi boleh dilakukan oleh
sekolah dengan menjual buku-buku kepada siswa secara bebas, melainkan harus sesuai
dengan buku sumber yag direkomendasikan oleh pemerintah
5. Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi
mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan.
Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT)
membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang
miskin tidak boleh sekolah.
Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan
pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada
realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu,
Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya
unsur pengusaha. Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas.
Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, “sesuai
keputusan Komite Sekolah”. Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan,
karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat
dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan
Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab
negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.selain itu, mahalnya biaya pendidikan
menyebabkan banyaknya anak putus sekolah karena tidak mampu menjangkau biaya yang
tinggi,.
BAB III
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN DAN SARAN


5.1.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis pada bab pembahasan, penulis dapat menarik kesimpulan,
bahwa Faktor Penyebab Terjadinya Kesenjangan Kualitas Pendidikan di Indonesia tidak
hanya dari faktor internal namun juga dari faktor eksternal yang berdampak secara signifikan
terhadap peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Banyak sekali faktor yang
menjadikan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Faktor-faktor yang bersifat teknis
diantaranya adalah rendahnya kualitas guru, rendahnya sarana fisik, mahalnya biaya
pendidikan, rendahnya prestasi siswa, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya relevansi
pendidikan dengan kebutuhan, kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan. Namun
sebenarnya yang menjadi masalah mendasar dari pendidikan di Indonesia adalah sistem
pendidikan di Indonesia itu sendiri yang menjadikan siswa sebagai objek, sehingga manusia
yang dihasilkan dari sistem ini adalah manusia yang hanya siap untuk memenuhi kebutuhan
zaman dan bukannya bersikap kritis terhadap zamannya. Maka disinilah dibutuhkan kerja
sama antara pemerintah dan mesyarakat untuk mengatasi segala permasalahan pendidikan di
Indonesia.

5.1.2 Saran
Permasalahan aktual berupa kesenjangan-kesenjangan yang pada saat ini kita hadapi dan
terasa mendesak untuk ditanggulangi beberapa masalah aktual pendidikan yang akan
dikemukakan aktual pendidikan ada yang mengenai konsep dan ada yang mengenai
pelaksanaannya.
Masalah aktual tersebut antara lain :
a. Masala keutuhan pencapaian sasaran
b. Masalah kurikulum
c. Masalah
d. Peranan guru
e. Masalah pendidikan 9 tahun
f. Hambatan lainnya berasal dari sambutan masyarakat.
Utamanya dari orang tua/kalangan orang yang kurang mampu, mereka mungkin cenderung
untuk tidak menyekolahkan anaknya karena harus membiayai anaknya lebih lama.
Berdasarkan kesimpulan, maka saran yang dapat penulis berikan untuk
memberikan sumbangsi terhadap kebijakan pemerintah selanjutnya adalah sebagai berikut :
DAFTAR PUSTAKA

Indah, Rahmawati. 2012. “ Problematika Kesenjangan Pedidikan Akibat Dampak


Globalisasi”, Universitas Sriwijaya. Palembang.

Rama, Rizky dkk. 2011. “ Kesenjangan Pendidikan Antar Daerah”.Universitas Sebelas


Maret. Solo

Kasim, Meilani. 2010. “ Faktor Penyebab Kesenjangan Pendidikan”. Tidak diterbitkan.


Jakarta.

Semiawan, Conny R,. Dan Soedijarto, 1991. Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan
Nasional Menjelang Abad XXI, PT. Grasindo, Jakarta

Anonim, 1998, Upaya Perintisan Peningakatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah (paper
kerja), Depdikbud, Jakarta

Danim, Sudarwan. 2008. Media komunikasi Pendidikan. Bumi Aksara : Jakarta.


Mudyahardjo, Redja. 2001. Pengantar Pendidikan. Raja Grafindo Persada : Jakarta.
Tirtarahardja, Umar dan La Sula. 2000. Pengantar Pendidikan. Rhineka Cipta : Jakarta.
http://tappkipmkng.wordpress.com./2007/05/03.Pemerataan Pendidikan.
http://roron.wordpress.com./2007/11/14.Pemerataan Pendidikan.
Soekidjo Notoatmodjo. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT Rineka
Cipta.

Anda mungkin juga menyukai