Anda di halaman 1dari 28

Masa Orde Baru di Indonesia (1966-1998)

Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde
Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde
Baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan oleh
Soekarno pada masa Orde Lama.
Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut,
ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik
korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya
dan miskin juga semakin melebar.
Masa Jabatan Presiden Suharto
Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai
presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978,
1983, 1988, 1993, dan 1998.
Politik Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara
dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh
Soekarno pada akhir masa jabatannya.
Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi
anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa
Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan
partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada
tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde Lama atau Orde Baru.
Pengucilan politik - di Eropa Timur sering disebut lustrasi - dilakukan terhadap orang-
orang yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi kriminal dilakukan dengan
menggelar Mahkamah Militer Luar Biasa untuk mengadili pihak yang dikonstruksikan
Soeharto sebagai pemberontak. Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang terlibat
"dibuang" ke Pulau Buru.
Sanksi nonkriminal diberlakukan dengan pengucilan politik melalui pembuatan aturan
administratif. Instrumen penelitian khusus diterapkan untuk menyeleksi kekuatan lama
ikut dalam gerbong Orde Baru. KTP ditandai ET (eks tapol).
Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan
menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun
dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. DPR dan MPR tidak berfungsi secara
efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka
yang dekat dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang
didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap
provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang
pembangunan antara pusat dan daerah.
Soeharto siap dengan konsep pembangunan yang diadopsi dari seminar Seskoad II 1966
dan konsep akselerasi pembangunan II yang diusung Ali Moertopo. Soeharto
merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwitujuan, bisa tercapainya stabilitas
politik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak lain. Dengan ditopang kekuatan
Golkar, TNI, dan lembaga pemikir serta dukungan kapital internasional, Soeharto mampu
menciptakan sistem politik dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi.
Eksploitasi sumber daya Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan
pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan
ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang
kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an.
Warga Tionghoa Warga keturunan Tionghoa juga dilarang berekspresi. Sejak tahun 1967,
warga keturunan dianggap sebagai warga negara asing di Indonesia dan kedudukannya
berada di bawah warga pribumi, yang secara tidak langsung juga menghapus hak-hak
asasi mereka. Kesenian barongsai secara terbuka, perayaan hari raya Imlek, dan
pemakaian Bahasa Mandarin dilarang, meski kemudian hal ini diperjuangkan oleh
komunitas Tionghoa Indonesia terutama dari komunitas pengobatan Tionghoa tradisional
karena pelarangan sama sekali akan berdampak pada resep obat yang mereka buat yang
hanya bisa ditulis dengan bahasa Mandarin. Mereka pergi hingga ke Mahkamah Agung
dan akhirnya Jaksa Agung Indonesia waktu itu memberi izin dengan catatan bahwa
Tionghoa Indonesia berjanji tidak menghimpun kekuatan untuk memberontak dan
menggulingkan pemerintahan Indonesia.
Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarin yang diizinkan terbit adalah Harian
Indonesia yang sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Harian ini dikelola
dan diawasi oleh militer Indonesia dalam hal ini adalah ABRI meski beberapa orang
Tionghoa Indonesia bekerja juga di sana. Agama tradisional Tionghoa dilarang.
Akibatnya agama Konghucu kehilangan pengakuan pemerintah.
Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya ketika itu
mencapai kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat Indonesia dikhawatirkan akan
menyebarkan pengaruh komunisme di Tanah Air. Padahal, kenyataan berkata bahwa
kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai pedagang, yang tentu bertolak belakang
dengan apa yang diajarkan oleh komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan
dilakukan
Orang Tionghoa dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian lagi memilih untuk
menghindari dunia politik karena khawatir akan keselamatan dirinya.
Konflik Perpecahan Pasca Orde Baru Di masa Orde Baru pemerintah sangat
mengutamakan persatuan bangsa Indonesia. Setiap hari media massa seperti radio dan
televisi mendengungkan slogan "persatuan dan kesatuan bangsa". Salah satu cara yang
dilakukan oleh pemerintah adalah meningkatkan transmigrasi dari daerah yang padat
penduduknya seperti Jawa, Bali dan Madura ke luar Jawa, terutama ke Kalimantan,
Sulawesi, Timor Timur, dan Irian Jaya. Namun dampak negatif yang tidak
diperhitungkan dari program ini adalah terjadinya marjinalisasi terhadap penduduk
setempat dan kecemburuan terhadap penduduk pendatang yang banyak mendapatkan
bantuan pemerintah. Muncul tuduhan bahwa program transmigrasi sama dengan
jawanisasi yang sentimen anti-Jawa di berbagai daerah, meskipun tidak semua
transmigran itu orang Jawa.
Pada awal Era Reformasi konflik laten ini meledak menjadi terbuka antara lain dalam
bentuk konflik Ambon dan konflik Madura-Dayak di Kalimantan.
[1]
Sementara itu
gejolak di Papua yang dipicu oleh rasa diperlakukan tidak adil dalam pembagian
keuntungan pengelolaan sumber alamnya, juga diperkuat oleh ketidaksukaan terhadap
para transmigran.

Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru
Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan
pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000
Sukses transmigrasi
Sukses KB
Sukses memerangi buta huruf
Sukses swasembada pangan
Pengangguran minimum
Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
Sukses Gerakan Wajib Belajar
Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
Sukses keamanan dalam negeri
Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri
Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru
Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan
pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan
daerah sebagian besar disedot ke pusat
Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan
pembangunan, terutama di Aceh dan Papua
Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang
memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun
pertamanya
Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi
si kaya dan si miskin)
Pelanggaran HAM kepada masyarakat non pribumi (terutama masyarakat
Tionghoa)
Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang
dibredel
Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program
"Penembakan Misterius"
Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden
selanjutnya)
Menurunnya kualitas birokrasi Indonesia yang terjangkit penyakit Asal Bapak
Senang, hal ini kesalahan paling fatal Orde Baru karena tanpa birokrasi yang
efektif negara pasti hancur.
Menurunnya kualitas tentara karena level elit terlalu sibuk berpolitik sehingga
kurang memperhatikan kesejahteraan anak buah.

Krisis finansial Asia
Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia (untuk
lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia), disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir
dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh,
inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang
awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto. Di tengah
gejolak kemarahan massa yang meluas, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998,
tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian
memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.
Pasca-Orde Baru
Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagai tanda
akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan "Era Reformasi". Masih adanya tokoh-
tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada masa Reformasi ini
sering membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru masih belum berakhir.
Oleh karena itu Era Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut sebagai "Era Pasca
Orde Baru".
Meski diliputi oleh kerusuhan etnis dan lepasnya Timor Timur, transformasi dari Orde
Baru ke Era Reformasi berjalan relatif lancar dibandingkan negara lain seperti Uni Soviet
dan Yugoslavia. Hal ini tak lepas dari peran Habibie yang berhasil meletakkan pondasi
baru yang terbukti lebih kokoh dan kuat menghadapi perubahan jaman.


INDONESIA MASA ORDE BARU
I. LATAR BELAKANG LAHIRNYA ORDE BARU
Orde baru merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk memisahkan antara
kekuasaan masa Sukarno(Orde Lama) dengan masa Suharto. Sebagai masa yang
menandai sebuah masa baru setelah pemberontakan PKI tahun 1965.
Orde baru lahir sebagai upaya untuk :
Mengoreksi total penyimpangan yang dilakukan pada masa Orde Lama.


Menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna
mempercepat proses pembangunan bangsa.
Latar belakang lahirnya Orde Baru :
1. Terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965.
2. Keadaan politik dan keamanan negara menjadi kacau karena peristiwa Gerakan
30 September 1965 ditambah adanya konflik di angkatan darat yang sudah
berlangsung lama.
3. Keadaan perekonomian semakin memburuk dimana inflasi mencapai 600%
sedangkan upaya pemerintah melakukan devaluasi rupiah dan kenaikan harga
bahan bakar menyebabkan timbulnya keresahan masyarakat.
4. Reaksi keras dan meluas dari masyarakat yang mengutuk peristiwa pembunuhan
besar-besaran yang dilakukan oleh PKI. Rakyat melakukan demonstrasi menuntut
agar PKI berserta Organisasi Masanya dibubarkan serta tokoh-tokohnya diadili.
5. Kesatuan aksi (KAMI,KAPI,KAPPI,KASI,dsb) yang ada di masyarakat
bergabung membentuk Kesatuan Aksi berupa Front Pancasila yang
selanjutnya lebih dikenal dengan Angkatan 66 untuk menghacurkan tokoh
yang terlibat dalam Gerakan 30 September 1965.
6. Kesatuan Aksi Front Pancasila pada 10 Januari 1966 di depan gedung DPR-
GR mengajukan tuntutanTRITURA(Tri Tuntutan Rakyat) yang berisi :


Penurunan Harga-harga barang.
7. Upaya reshuffle kabinet Dwikora pada 21 Februari 1966 dan Pembentukan
Kabinet Seratus Menteri tidak juga memuaskan rakyat sebab rakyat menganggap
di kabinet tersebut duduk tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30
September 1965.
8. Wibawa dan kekuasaan presiden Sukarno semakin menurun setelah upaya untuk
mengadili tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965
tidak berhasil dilakukan meskipun telah dibentuk Mahkamah Militer Luar
Biasa(Mahmilub).
9. Sidang Paripurna kabinet dalam rangka mencari solusi dari masalah yang
sedang bergejolak tak juga berhasil. Maka Presiden mengeluarkan Surat Perintah
Sebelas Maret 1966 (SUPERSEMAR) yang ditujukan bagi Letjen Suharto guna
mengambil langkah yang dianggap perlu untuk mengatasi keadaan negara yang
semakin kacau dan sulit dikendalikan.

Upaya menuju pemerintahan Orde Baru :
Setelah dikelurkan Supersemar maka mulailah dilakukan penataan pada kehidupan
berbangsa dan bernegara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Penataan
dilakukan di dalam lingkungan lembaga tertinggi negara dan pemerintahan.
Dikeluarkannya Supersemar berdampak semakin besarnya kepercayaan rakyat
kepada pemerintah karena Suharto berhasil memulihkan keamanan dan
membubarkan PKI.
Munculnya konflik dualisme kepemimpinan nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan
karena saat itu Soekarno masih berkuasa sebagai presiden sementara Soeharto
menjadi pelaksana pemerintahan.
Konflik Dualisme inilah yang membawa Suharto mencapai puncak kekuasaannya
karena akhirnya Sukarno mengundurkan diri dan menyerahkan kekuasaan
pemerintahan kepada Suharto.
Pada tanggal 23 Februari 1967, MPRS menyelenggarakan sidang istimewa untuk
mengukuhkan pengunduran diri Presiden Sukarno dan mengangkat Suharto
sebagai pejabat Presiden RI. Dengan Tap MPRS No. XXXIII/1967 MPRS
mencabut kekuasaan pemerintahan negara dan menarik kembali mandat MPRS
dari Presiden Sukarno .
12 Maret 1967 Jendral Suharto dilantik sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia.
Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Lama dan dimulainya
kekuasaan Orde Baru.
Pada Sidang Umum bulan Maret 1968 MPRS mengangkat Jendral Suharto sebagai
Presiden Republik Indonesia.
II. KEHIDUPAN POLITIK MASA ORDE BARU
Upaya untuk melaksanakan Orde Baru :
masyarakat berbangsa dan bernegara.
mempercepat proses pembangunan menuju masyarakat adil dan makmur.
Menetapkan Demokrasi Pancasila guna melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen.
Melaksanakan Pemilu secara teratur serta penataan pada lembaga-lembaga negara.
Pelaksanaan Orde Baru :

tidak berbeda dengan
masa Demokrasi Terpimpin.
Untuk menjalankan Demokrasi Pancasila maka Indonesia memutuskan untuk
menganut sistem pemerintahan berdasarkan Trias Politika(dimana terdapat tiga
pemisahan kekuasaan di pemerintahan yaitu Eksekutif,Yudikatif, Legislatif)
tetapi itupun tidak diperhatikan/diabaikan.

Langkah yang diambil pemerintah untuk penataan kehidupan Politik :
A. PENATAAN POLITI K DALAM NEGERI
1. Pembentukan Kabinet Pembangunan
Kabinet awal pada masa peralihan kekuasaan (28 Juli 1966) adalah Kabinet
AMPERA dengan tugas yang dikenal dengan nama Dwi Darma Kabinet
Ampera yaitu untuk menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai
persyaratan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Program Kabinet
AMPERA yang disebut Catur Karya Kabinet AMPERA adalah sebagai
berikut.
pangan.

nasional.
Melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam
segala bentuk dan manifestasinya.

Selanjutnya setelah sidang MPRS tahun 1968 menetapkan Suharto sebagai
presiden untuk masa jabatan 5 tahun maka dibentuklah kabinet yang baru
dengan nama Kabinet Pembangunan dengan tugasnya yang disebut dengan
Pancakrida, yang meliputi :

Tahap pertama

habis sisa-sisa Gerakan 3o September
pengaruh PKI.

2. Pembubaran PKI dan Organisasi masanya
Suharto sebagai pengemban Supersemar guna menjamin keamanan, ketenangan,
serta kestabilan jalannya pemerintahan maka melakukan :
dengan dikukuhkannya Ketetapan MPRS No. IX Tahun 1966..
organisasi terlarang di Indonesia.
yang dianggap terlibat Gerakan 30 September 1965. Hal ini disebabkan
muncul keraguan bahwa mereka tidak hendak membantu presiden untuk
memulihkan keamanan dan ketertiban.

3. Penyederhanaan dan Pengelompokan Partai Politik
Setelah pemilu 1971 maka dilakukan penyederhanakan jumlah partai tetapi
bukan berarti menghapuskan partai tertentu sehingga dilakukan penggabungan
(fusi) sejumlah partai. Sehingga pelaksanaannya kepartaian tidak lagi
didasarkan pada ideologi tetapi atas persamaan program. Penggabungan
tersebut menghasilkan tiga kekuatan sosial-politik, yaitu :
Parmusi, PSII, dan Partai Islam Perti yang dilakukan pada tanggal 5 Januari
1973 (kelompok partai politik Islam)
Katolik, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo (kelompok partai politik yang
bersifat nasionalis).
ar)



4. Pemilihan Umum
Selama masa Orde Baru telah berhasil melaksanakan pemilihan umum sebanyak
enam kali yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali, yaitu: tahun 1971,
1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
1) Pemilu 1971
harus bersikap netral berbeda dengan pemilu 1955
dimana para pejabat negara termasuk perdana menteri yang berasal dari
partai peserta pemilu dapat ikut menjadi calon partai secara formal.
g
pada saat pemilu sudah ada dan diakui mempunyai wakil di DPR/DPRD.
orang anggota DPR dimana 360 orang anggota dipilih dan 100 orang
diangkat.
milu yaitu Partai Golongan
Karya (236 kursi), Partai Nahdlatul Ulama (58 kursi), Partai Muslimin
Indonesia (24 kusi), Partai Nasional Indonesia (20 kursi), Partai Kristen
Indonesia (7 kursi), Partai Katolik (3 kursi), Partai Islam Perti (2 kursi),
Partai Murba dan Partai IPKI (tak satu kursipun).
2) Pemilu 1977
Sebelum dilaksanakan Pemilu 1977 pemerintah bersama DPR mengeluarkan
UU No.3 tahun 1975 yang mengatur mengenai penyederhanaan jumlah
partai sehingga ditetapkan bahwa terdapat 2 partai politik (PPP dan PDI)
serta Golkar. Hasil dari Pemilu 1977 yang diikuti oleh 3 kontestan
menghasilkan 232 kursi untuk Golkar, 99 kursi untuk PPP dan 29 kursi
untuk PDI.
3) Pemilu 1982
Pelaksanaan Pemilu ketiga pada tanggal 4 Mei 1982. Hasilnya perolehan
suara Golkar secara nasional meningkat. Golkar gagal memperoleh
kemenangan di Aceh tetapi di Jakarta dan Kalimantan Selatan Golkar
berhasil merebut kemenangan dari PPP. Golkar berhasil memperoleh
tambahan 10 kursi sementara PPP dan PDI kehilangan 5 kursi.
4) Pemilu 1987
Pemilu tahun 1987 dilaksanakan pada tanggal 23 April 1987. Hasil dari
Pemilu 1987 adalah:
dibanding dengan pemilu 1982 hal ini dikarenakan adanya larangan
penggunaan asas Islam (pemerintah mewajibkan hanya ada satu asas
tunggal yaitu Pancasila) dan diubahnya lambang partai dari kabah
menjadi bintang.
menjadi 299 kursi.
n 40 kursi karena PDI berhasil
membentuk DPP PDI sebagai hasil kongres tahun 1986 oleh Menteri
Dalam Negeri Soepardjo Rustam.
5) Pemilu 1992
Pemilu tahun 1992 diselenggarakan pada tanggal 9 Juni 1992 menunjukkan
perubahan yang cukup mengagetkan. Hasilnya perolehan Golkar menurun
dari 299 kursi menjadi 282 kursi, sedangkan PPP memperoleh 62 kursi dan
PDI meningkat menjadi 56 kursi.
6) Pemilu 1997
Pemilu keenam dilaksanakan pada 29 Mei 1997. Hasilnya:
ara mencapai
74,51 % dengan perolehan kursi 325 kursi.
dengan perolehan kursi 27 kursi.
mendapat 11 kursi di DPR. Hal ini disebabkan karena adanya konflik
internal dan terpecah antara PDI Soerjadi dan PDI Megawati Soekarno
Putri.

Penyelenggaraan Pemilu yang teratur selama Orde Baru menimbulkan kesan
bahwa demokrasi di Indonesia sudah tercipta. Apalagi pemilu itu berlangsung
secara tertib dan dijiwai oleh asas LUBER(Langsung, Umum, Bebas, dan
Rahasia).
Kenyataannya pemilu diarahkan pada kemenangan peserta tertentu yaitu
Golongan Karya (Golkar) yang selalu mencolok sejak pemilu 1971-1997.
Kemenangan Golkar yang selalu mendominasi tersebut sangat menguntungkan
pemerintah dimana terjadi perimbangan suara di MPR dan DPR. Perimbangan
tersebut memungkinkan Suharto menjadi Presiden Republik Indonesia selama
enam periode pemilihan. Selain itu, setiap Pertangungjawaban, Rancangan
Undang-undang, dan usulan lainnya dari pemerintah selalu mendapat
persetujuan dari MPR dan DPR tanpa catatan.

5. Peran Ganda ABRI
Guna menciptakan stabilitas politik maka pemerintah menempatkan peran
ganda bagi ABRI yaitu sebagai peran hankam dan sosial. Sehingga peran
ABRI dikenal dengan Dwifungsi ABRI. Peran ini dilandasi dengan adanya
pemikiran bahwa TNI adalah tentara pejuang dan pejuang tentara. Kedudukan
TNI dan Polri dalam pemerintahan adalah sama di lembaga MPR/DPR dan
DPRD mereka mendapat jatah kursi dengan pengangkatan. Pertimbangan
pengangkatannya didasarkan pada fungsi stabilisator dan dinamisator.

6. Pemasyarakatan P4
Pada tanggal 12 April 1976, Presiden Suharto mengemukakan gagasan
mengenai pedoman untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila yaitu
gagasan Ekaprasetia Pancakarsa. Gagasan tersebut selanjutnya ditetapkan
sebagai Ketetapan MPR dalam sidang umum tahun 1978 mengenai Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau biasa dikenal sebagai P4.
Guna mendukung program Orde baru yaitu Pelaksanaan Pancasila dan UUD
1945 secara murni dan konsekuen maka sejak tahun 1978 diselenggarakan
penataran P4 secara menyeluruh pada semua lapisan masyarakat.
Tujuan dari penataran P4 adalah membentuk pemahaman yang sama
mengenai demokrasi Pancasila sehingga dengan pemahaman yang sama
diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara.
Melalui penegasan tersebut maka opini rakyat akan mengarah pada dukungan
yang kuat terhadap pemerintah Orde Baru.
Pelaksanaan Penataran P4 tersebut menunjukkan bahwa Pancasila telah
dimanfaatkan oleh pemerintahan Orde Baru. Hal ini tampak dengan adanya
himbauan pemerintah pada tahun 1985 kepada semua organisasi untuk
menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal. Penataran P4 merupakan suatu
bentuk indoktrinasi ideologi sehingga Pancasila menjadi bagian dari sistem
kepribadian, sistem budaya, dan sistem sosial masyarakat Indonesia.

7. Mengadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Perpera) di Irian Barat dengan
disaksikan oleh wakil PBB pada tanggal 2 Agustus 1969.

B. PENATAAN POLI TIK LUAR NEGERI
Pada masa Orde Baru, politik luar negeri Indonesia diupayakan kembali kepada
jalurnya yaitu politik luar negeri yang bebas aktif. Untuk itu maka MPR
mengeluarkan sejumlah ketetapan yang menjadi landasan politik luar negeri
Indonesia. Dimana politik luar negeri Indonesia harus berdasarkan kepentingan
nasional, seperti permbangunan nasional, kemakmuran rakyat, kebenaran, serta
keadilan.
1) Kembali menjadi anggota PBB
Indonesia kembali menjadi anggota PBB dikarenakan adanya desakan dari
komisi bidang pertahanan keamanan dan luar negeri DPR GR terhadap
pemerintah Indonesia. Pada tanggal 3 Juni 1966 akhirnya disepakati bahwa
Indonesia harus kembali menjadi anggota PBB dan badan-badan
internasional lainnya dalam rangka menjawab kepentingan nasional yang
semakin mendesak. Keputusan untuk kembali ini dikarenakan Indonesia
sadar bahwa ada banyak manfaat yang diperoleh Indonesia selama menjadi
anggota PBB pada tahun 1950-1964. Indonesia secara resmi akhirnya
kembali menjadi anggota PBB sejak tanggal 28 Desember 1966.
Kembalinya Indonesia mendapat sambutan baik dari sejumlah negara Asia
bahkan dari pihak PBB sendiri hal ini ditunjukkan dengan ditunjuknya
Adam Malik sebagai Ketua Majelis Umum PBB untuk masa sidang tahun
1974. Kembalinya Indonesia menjadi anggota PBB dilanjutkan dengan
tindakan pemulihan hubungan dengan sejumlah negara seperti India,
Filipina, Thailand, Australia, dan sejumlah negara lainnya yang sempat
remggang akibat politik konfrontasi Orde Lama.

2) Normalisasi hubungan dengan beberapa negara
(1) Pemulihan hubungan dengan Singapura
Sebelum pemulihan hubungan dengan Malaysia Indonesia telah
memulihkan hubungan dengan Singapura dengan perantaraan Habibur
Rachman (Dubes Pakistan untuk Myanmar). Pemerintah Indonesia
menyampikan nota pengakuan terhadap Republik Singapura pada
tanggal 2 Juni 1966 yang disampikan pada Perdana Menteri Lee Kuan
Yew. Akhirnya pemerintah Singapurapun menyampikan nota jawaban
kesediaan untuk mengadakan hubungan diplomatik.
(2) Pemulihan hubungan dengan Malaysia
Normalisasi hubungan Indonesia dan Malaysia dimulai dengan diadakan
perundingan di Bangkok pada 29 Mei-1 Juni 1966 yang menghasilkan
perjanjian Bangkok, yang berisi:
keputusan yang telah mereka ambil mengenai kedudukan mereka
dalam Federasi Malaysia.
hubungan diplomatik.
dihentikan.
Peresmian persetujuan pemulihan hubungan Indonesia-Malaysia oleh
Adam Malik dan Tun Abdul Razak dilakukan di Jakarta tanggal 11
agustus 1966 dan ditandatangani persetujuan Jakarta (Jakarta
Accord). Hal ini dilanjutkan dengan penempatan perwakilan
pemerintahan di masing-masing negara..

3) Pendirian ASEAN(Association of South-East Asian Nations)
Indonesia menjadi pemrakarsa didirikannya organisasi ASEAN pada
tanggal 8 Agustus 1967. Latar belakang didirikan Organisasi ASEAN
adalah adanya kebutuhan untuk menjalin hubungan kerja sama dengan
negara-negara secara regional dengan negara-negara yang ada di
kawasan Asia Tenggara.
Tujuan awal didirikan ASEAN adalah untuk membendung perluasan
paham komunisme setelah negara komunis Vietnam menyerang
Kamboja.
Hubungan kerjasama yang terjalin adalah dalam bidang politik,
ekonomi, sosial, dan budaya. Adapun negara yang tergabung dalam
ASEAN adalah Indonesia, Thailand, Malysia, Singapura, dan Filipina.

4) I ntegrasi Timor-Timur ke Wilayah I ndonesia
Timor- Timur merupakan wilayah koloni Portugis sejak abad ke-16 tapi
kurang diperhatikan oleh pemerintah pusat di Portugis sebab jarak yang
cukup jauh. Tahun 1975 terjadi kekacauan politik di Timor-Timur antar
partai politik yang tak terselesaikan sementara itu pemerintah Portugis
memilih untuk meninggalkan Timor-Timur. Kekacauan tersebut
membuat sebagian masyarakat Timor-Timur yang diwakili para
pemimpin partai politik memilih untuk menjadi bagian Republik
Indonesia yang disambut baik oleh pemerintah Indonesia. Secara resmi
akhirnya Timor-Timur menjadi bagian Indonesia pada bulan Juli 1976
dan dijadikan provinsi ke-27. Tetapi ada juga partai politik yang tidak
setuju menjadi bagian Indonesia ialah partai Fretilin. Hingga akhirnya
tahun 1999 masa pemerintahan Presiden Habibie melakukan jajak
pendapat untuk menentukan status Timor-Timur. Berdasarkan jajak
pendapat tersebut maka Timor-Timur secara resmi keluar dari Negara
Kesatuan republik Indonesia dan membentuk negara tersendiri dengan
nama Republik Demokrasi Timor Lorosae atau Timur Leste.


III. KEHIDUPAN EKONOMI MASA ORDE BARU
Pada masa Demokrasi Terpimpin, negara bersama aparat ekonominya mendominasi
seluruh kegiatan ekonomi sehingga mematikan potensi dan kreasi unit-unit ekonomi
swasta. Sehingga, pada permulaan Orde Baru program pemerintah berorientasi pada
usaha penyelamatan ekonomi nasional terutama pada usaha mengendalikan tingkat
inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat.
Tindakan pemerintah ini dilakukan karena adanya kenaikan harga pada awal tahun
1966 yang menunjukkan tingkat inflasi kurang lebih 650 % setahun. Hal itu
menjadi penyebab kurang lancarnya program pembangunan yang telah
direncanakan pemerintah. Oleh karena itu pemerintah menempuh cara sebagai
berikut.
1. Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi
Keadaan ekonomi yang kacau sebagai peninggalan masa Demokrasi
Terpimpin,pemerintah menempuh cara :
Pembaruan Kebijakan ekonomi, keuangan dan pembangunan.
penyelamatan, program stabilitas dan rehabilitasi, serta program
pembangunan.
Program pemerintah diarahkan pada upaya penyelamatan ekonomi nasional
terutama stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Stabilisasi berarti mengendalikan
inflasi agar harga barang-barang tidak melonjak terus. Sedangkan rehabilitasi
adalah perbaikan secara fisik sarana dan prasarana ekonomi. Hakikat dari
kebijakan ini adalah pembinaan sistem ekonomi berencana yang menjamin
berlangsungnya demokrasi ekonomi ke arah terwujudnya masyarakat adil dan
makmur berdasarkan Pancasila.
Langkah-langkah yang diambil Kabinet AMPERA mengacu pada Tap
MPRS tersebut adalah sebagai berikut.
1) Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang
menyebabkan kemacetan, seperti :
penerimaan negara

bank


berorientasi pada kebutuhan prasarana.
2) Debirokratisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian.
3) Berorientasi pada kepentingan produsen kecil.
Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut maka
ditempuh cara:
operasi pajak
kekayaan dengan menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang.
rutin), serta menghapuskan subsidi bagi perusahaan negara.


Program Stabilisasi dilakukan dengan cara membendung laju inflasi.
Hasilnya bertolak belakang dengan perbaikan inflasi sebab harga bahan
kebutuhan pokok melonjak namun inflasi berhasil dibendung (pada tahun akhir
1967- awal 1968)
Sesudah kabinet Pembangunan dibentuk pada bulan Juli 1968 berdasarkan Tap
MPRS No.XLI/MPRS/1968, kebijakan ekonomi pemerintah dialihkan pada
pengendalian yang ketat terhadap gerak harga barang khususnya sandang,
pangan, dan kurs valuta asing. Sejak saat itu kestabilan ekonomi nasional relatif
tercapai sebab sejak 1969 kenaikan harga bahan-bahan pokok dan valuta asing
dapat diatasi.
Program Rehabilitasi dilakukan dengan berusaha memulihkan kemampuan
berproduksi.
Selama 10 tahun mengalami kelumpuhan dan kerusakan pada prasarana
ekonomi dan sosial. Lembaga perkreditan desa, gerakan koprasi, perbankan
disalah gunakan dan dijadikan alat kekuasaan oleh golongan dan kepentingan
tertentu. Dampaknya lembaga tidak dapat melaksanakan fungsinya sebagai
penyusun dan perbaikan tata hidup masyarakat.

2. Kerja Sama Luar Negeri
Keadaan ekonomi Indonesia pasca Orde Lama sangat parah, hutangnya
mencapai 2,3-2,7 miliar sehingga pemerintah Indonesia meminta negara-negara
kreditor untuk dapat menunda pembayaran kembali utang Indonesia.
Pemerintah mengikuti perundingan dengan negara-negara kreditor di Tokyo
Jepang pada 19-20 September 1966 yang menanggapi baik usaha pemerintah
Indonesia bahwa devisa ekspornya akan digunakan untuk pembayaran utang
yang selanjutnya akan dipakai untuk mengimpor bahan-bahan baku.
Perundingan dilanjutkan di Paris, Perancis dan dicapai kesepakatan sebagai
berikut.
-utang Indonesia yang seharusnya dibayar tahun 1968 ditunda
pembayarannya hingga tahun 1972-1979.
-utang Indonesia yang seharusnya dibayar tahun 1969 dan
1970 dipertimbangkan untuk ditunda juga pembayarannya.
Perundingan dilanjutkan di Amsterdam, Belanda pada tanggal 23-24 Februari
1967. Perundingan itu bertujuan membicarakan kebutuhan Indonesia akan
bantuan luar negeri serta kemungkinan pemberian bantuan dengan syarat lunak
yang selanjutnya dikenal dengan IGGI (Inter Governmental Group for
Indonesia). Melalui pertemuan itu pemerintah Indonesia berhasil mengusahakan
bantuan luar negeri. Indonesia mendapatkan penangguhan dan keringanan
syarat-syarat pembayaran utangnya.

3. Pembangunan Nasional
Dilakukan pembagunan nasional pada masa Orde Baru dengan tujuan
terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD
1945. Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala
bidang. Pedoman pembangunan nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan
Delapan Jalur Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut adalah
kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan
ekonomi yang stabil. I si Trilogi Pembagunan adalah sebagai berikut.
1. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
3. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Pelaksanaannya pembangunan nasional dilakukan secara bertahap yaitu,
Jangka panjang mencakup periode 25 sampai 30 tahun
Jangka pendek mencakup periode 5 tahun (Pelita/Pembangunan
Lima Tahun), merupakan jabaran lebih rinci dari pembangunan jangka
panjang sehingga tiap pelita akan selalu saling berkaitan/berkesinambungan.

Selama masa Orde Baru terdapat 6 Pelita, yaitu :
1. Pelita I
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi
landasan awal pembangunan Orde Baru.
Tujuan Pelita I : Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus
meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam
tahap berikutnya.
Sasaran Pelita I : Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan
rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan
rohani.
Titik Berat Pelita I : Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan
untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui
proses pembaharuan bidang pertanian, karena
mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil
pertanian.
Muncul peristiwa Marali (Malapetaka Limabelas Januari) terjadi pada
tanggal 15-16 Januari 1947 bertepatan dengan kedatangan PM Jepang
Tanaka ke Indonesia. Peristiwa ini merupakan kelanjutan demonstrasi para
mahasiswa yang menuntut Jepang agar tidak melakukan dominasi ekonomi
di Indonesia sebab produk barang Jepang terlalu banyak beredar di
Indonesia. Terjadilah pengrusakan dan pembakaran barang-barang buatan
Jepang.
2. Pelita I I
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1974 hingga 31 Maret 1979. Sasaran
utamanya adalah tersedianya pangan, sandang,perumahan, sarana dan
prasarana, mensejahterakan rakyat dan memperluas kesempatan kerja.
Pelaksanaan Pelita II cukup berhasil pertumbuhan ekonomi rata-rata
mencapai 7% per tahun. Pada awal pemerintahan Orde Baru laju inflasi
mencapai 60% dan pada akhir Pelita I laju inflasi turun menjadi 47%.
Selanjutnya pada tahun keempat Pelita II, inflasi turun menjadi 9,5%.
3. Pelita I I I
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 hingga 31 Maret 1984. Pelita III
pembangunan masih berdasarkan pada Trilogi Pembangunan dengan
penekanan lebih menonjol pada segi pemerataan yang dikenal dengan
Delapan Jalur Pemerataan, yaitu:
emenuhan kebutuhan pokok rakyat,
khususnya sandang, pangan, dan perumahan.
pelayanan kesehatan.


kesempatan berusaha
pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum perempuan
tanah air
keadilan.
4. Pelita I V
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1984 hingga 31 Maret 1989. Titik
beratnya adalah sektor pertanian menuju swasembada pangan dan
meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin industri sendiri.
Terjadi resesi pada awal tahun 1980 yang berpengaruh terhadap
perekonomian Indonesia. Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan
moneter dan fiskal sehingga kelangsungan pembangunan ekonomi dapat
dipertahankan.
5. Pelita V
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994. Titik
beratnya pada sektor pertanian dan industri. Indonesia memiki kondisi
ekonomi yang cukup baik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,8 % per
tahun. Posisi perdagangan luar negeri memperlihatkan gambaran yang
menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik dibanding sebelumnya.
6. Pelita VI
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1994 hingga 31 Maret 1999. Titik
beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan
dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas
sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang
sebagai penggerak utama pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis
moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu
perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.

IV. Dampak Kebijakan Politik dan Ekonomi masa Orde Baru
Dampak positif dari kebijakan politik pemerintah Orba :
lembaga kepresidenan yang membuat semakin kuatnya peran negara dalam
masyarakat.
baik karena pemerintah mampu mengatasi semua tindakan dan sikap yang
dianggap bertentangan dengan Pancasila.
mengontrol parpol.
Dampak negatif dari kebijakan politik pemerintah Orba:
sentralistis.
rianisme merambah segenap aspek kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara termasuk kehidupan politik yang sangat merugikan
rakyat.
baik dan benar kepada rakyat Indonesia. Golkar menjadi alat politik untuk
mencapai stabilitas yang diinginkan, sementara 2 partai lainnya hanya sebagai
boneka agar tercipta citra sebagai negara demokrasi.
melanggengkan sebuah kekuasaan secara sepihak. Dalam setiap pemilhan
presiden melalui MPR Suharto selalu terpilih.
dan Nepotisme)sehingga banyak wakil rakyat yang duduk di MPR/DPR yang
tidak mengenal rakyat dan daerah yang diwakilinya.
KKN.
-sendi kehidupan
berbangsa dan bernegara bahkan pada bidang-bidang yang seharusnya
masyarakat yang berperan besar terisi oleh personel TNI dan Polri. Dunia bisnis
tidak luput dari intervensi TNI/Polri.
yang sangat lemah. Dimana hukum hanya diciptakan untuk keuntungan
pemerintah yang berkuasa sehingga tidak mampu mengadili para konglomerat
yang telah menghabisi uang rakyat.

Dampak Positif Kebijakan ekonomi Orde Baru :
pemerintah terencana dengan baik dan hasilnyapun dapat terlihat secara konkrit.
menjadi bangsa yang memenuhi kebutuhan beras sendiri (swasembada beras).
kesejahteraan rakyat.
yang semakin meningkat.

Dampak Negatif Kebijakan ekonomi Orde Baru :

ntardaerah, antargolongan pekerjaan,
antarkelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam.
Marginalisasi sosial)
(Korupsi, Kolusi dan Nepotisme)
sebagian kecil kalangan masyarakat, pembangunan cenderung terpusat dan tidak
merata.
diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan
berkeadilan.
pembangunan ekonomi sangat rapuh.
sejumlah wilayah yang justru menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau,
Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor inilahh yang selantunya ikut menjadi
penyebab terpuruknya perekonomian nasional Indonesia menjelang akhir tahun
1997.


V. PERKEMBANGAN REVOLUSI HIJAU, TEKNOLOGI dan
INDUSTRIALISASI
Kebijakan modernisasi pertanian pada masa Orde baru dikenal dengan sebutan
Revolusi Hijau.
Revolusi Hijau merupakan perubahan cara bercocok tanam dari cara tradisional ke
cara modern.
Revolusi Hijau (Green Revolution) merupakan suatu revolusi produksi biji-bijian
dari hasil penemuan-penemuan ilmiah berupa benih unggul baru dari berbagai
varietas, gandum, padi, dan jagung yang mengakibatkan tingginya hasil panen
komoditas tersebut.
Tujuan Revolusi hijau adalah mengubah petani-petani gaya lama (peasant)
menjadi petani-petani gaya baru (farmers), memodernisasikan pertanian gaya lama
guna memenuhi industrialisasi ekonomi nasional. Revolusi hijau ditandai dengan
semakin berkurangnya ketergantungan para petani pada cuaca dan alam karena
peningkatan peran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam peningkatan produksi
bahan makanan.
Latar belakang munculnya revolusi Hijau adalah karena munculnya masalah
kemiskinan yang disebabkan karena pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat
pesat tidak sebanding dengan peningkatan produksi pangan. Sehingga dilakukan
pengontrolan jumlah kelahiran dan meningkatkan usaha pencarian dan penelitian
binit unggul dalam bidang Pertanian. Upaya ini terjadi didasarkan pada penelitian
yang dilakukan oleh Thomas Robert Malthus.
Upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk menggalakan revolusi hijau
ditempuh dengan cara :
1. Intensifikasi Pertanian
Intensifikasi Pertanian di Indonesia dikenal dengan nama Panca Usaha Tani
yang meliputi :
a. Pemilihan Bibit Unggul
b. Pengolahan Tanah yang baik
c. Pemupukan
d. Irigasi
e. Pemberantasan Hama
2. Ekstensifikasi Pertanian
Ekstensifikasi pertanian, yaitu Memperluas lahan tanah yang dapat ditanami
dengan pembukaan lahan-lahan baru (misal mengubah lahan tandus menjadi
lahan yang dapat ditanami, membuka hutan, dsb).
3. Diversifikasi Pertanian
Usaha penganekaragaman jenis tanaman pada suatu lahan pertanian melalui
sistem tumpang sari. Usaha ini menguntungkan karena dapat mencegah
kegagalan panen pokok, memperluas sumber devisa, mencegah penurunan
pendapatan para petani.
4. Rehabilitasi Pertanian
Merupakan usaha pemulihan produktivitas sumber daya pertanian yang kritis,
yang membahayakan kondisi lingkungan, serta daerah rawan dengan maksud
untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di daerah tersebut. Usaha pertanian
tersebut akan menghasilkan bahan makanan dan sekaligus sebagai stabilisator
lingkungan.

Pelaksanaan Penerapan Revolusi Hijau:
a petani.
perkembangan teknologi dan komunikasi.
monokultur, yaitu menanami lahan dengan satu jenis tumbuhan saja.
yang diharapkan yang tahan terhadap serangan penyakit dan hanya cocok
ditanam di lahan tertentu.
Padi Internasional (IRRI=International Rice Research Institute) yang
bekerjasama dengan pemerintah, bibit padi unggul tersebut lebih dikenal dengan
bibit IR.
komersialisasi.
a membuka investasi melalui pembangunan irigasi modern dan
pembagunan industri pupuk nasional.
-koperasi yang dikenal dengan KUD
(Koperasi Unit Desa).

Dampak Positif Revolusi Hijau :
i para petani maupun buruh pertanian.
untuk memenuhi kebutuhan minimal masyarakatnya dapat menikmati hasil
yang lebih baik karena revolusi hijau.
teratasi.
Indonesia terutama terlihat ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi sehingga
orang beralih usaha ke sektor agrobisnis.
Dampak Negatif Revolusi Hijau :
i produksi pertanian

antarlapisan petani di desa dimana hubungan antar lapisan terpisah dan menjadi
satuan sosial yang berlawanan kepentingan.
menjadi pengikat hubungan antar lapisan.
melalui jual beli.
oleh kemampuan ekonomi
petani lapisan bawah sehingga petani kaya mempunyai peluang sangat besar
untuk menambah luas tanah.
menyebabkan tingkat pendapatanpun akan berbeda.
enjangan yang terlihat dari perbedaan gaya bangunan maupun
gaya berpakaian penduduk yang menjadi lambang identitas suatu lapisan sosial.
seiring perkembagan teknologi.

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI
Perkembangan teknologi memberikan pengaruh positif bagi Indonesia
khususnya bagi peningkatan industri pangan:
-zat kimia untuk
memberantas hama penyakit sehingga produksi pertanianpun meningkat.
traktor
penggiling padi

Adapun dampak negatif dari perkembangan teknologi tersebut adalah
da air maupun tanah akibat
penggunaan pestisida (pupuk kimia) yang berlebih. Sebab jika unsur nitrat
maupun fosfat yang terkandung dalam pupuk dalam jumlah banyak masuk ke
sungai akan menyebabkan pertumbuhan ganggang biru serta tanaman air
lainnya yang menyebabkan pengeringan sungai karena banyaknya tumbuhan air
(eutrofikasi).
pemakan hama, burung, ikan dan hewan lainnya. Bahkan dari unsur-unsur yang
terkandung dalam pestisida dapat berubah menjadi senyawa yang
membahayakan kehidupan.
seimbang antara tanah, hewan, dan tumbuh-tumbuhan sehingga kesimbangan
alam akan terganggu yang menyebabkan berjangkitnya hama dan penyakit.
dalam jumlah besar yang dilakukan oleh pihak pemegang Hak Pengusahaan
Hutan (HPH) guna dibuat pemukiman baru menyebabkan kerusakan lingkungan
kususnya pada ekosistem tanah.
empit lahan pertanian karena diubah menjadi wilayah
pemukiman dan industri.
liar yang kurang memperhatikan kondisi lingkungan.
at dalam
proses produksi karena telah tergantikan oleh mesin-mesin sehingga bersifat
padat modal dan hemat tenaga kerja. Berdampak pada munculnya
pengangguran.

INDUSTRIALISASI DI INDONESIA
Revolusi Hijau ini menyebabkan upaya untuk melakukan modernisasi yang
berdampak pada perkembangan industrialisasi yang ditandai dengan adanya
pemikiran ekonomi rasional. Pemikiran tersebut akan mengarah pada kapitalisme.
Dengan industrialisasi juga merupakan proses budaya dimana dibagun masyarakat
dari suatu pola hidup atau berbudaya agraris tradisional menuju masyarakat berpola
hidup dan berbudaya masyarakat industri. Perkembangan industri tidak lepas dari
proses perjalanan panjang penemuan di bidang teknologi yang mendorong berbagai
perubahan dalam masyarakat.
Upaya pemerintah untuk meningkatkan industrialisasi adalah :
- Meningkatkan perkembangan jaringan informasi, komunikasi, transportasi
untuk memperlancar arus komunikasi antarwilayah di Nusantara.
- Mengembangkan industri pertanian
- Mengembangkan industri non pertanian terutama minyak dan gas bumi yang
mengalami kemajuan pesat.
- Perkembangan industri perkapalan dengan dibangun galangan kapal di
Surabaya yang dikelola olrh PT.PAL Indonesia.
- Pembangunan Industri Pesawat Terbang Nusantara(IPTN) yang kemudian
berubah menjadi PT. Dirgantara Indonesia.
- Pembangunan kawasan industri di daerah Jakarta, Cilacap, Surabaya, Medan,
dan Batam.
- Sejak tahun 1985 pemerintah mengeluarkan kebijakan deregulasi di bidang
industri dan investasi.

Industrialisasi di Indonesia ditandai oleh :

-sektor industri.
-pola perilaku yang lama menuju pola-pola
perilaku yang baru yang bercirikan masyarakat industri modern diantaranya
rasionalisasi.
khususnya di kawasan industri.
n hasil-hasil
industri baik pangan, sandang, maupun alat-alat untuk mendukung pertanian
dan sebagainya.

Dampak positif industrialisasi adalah tercapainya efisiensi dan efektifitas kerja.
Dampak negatif dari industrialisasi adalah Munculnya kesenjangan sosial dan
ekonomi yang ditandai oleh kemiskinan serta Munculnya patologi sosial (penyakit
sosial) seperti kenakalan remaja dan kriminalitas.













Pemilihan Umum Orde Baru (1977-1997)
September 29, 2008 by pemiluindonesia.com
Pemilu-Pemilu berikutnya dilangsungkan pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
Pemilu-Pemilu ini diselenggarakan dibawah pemerintahan Presiden Soeharto. Pemilu-
Pemilu ini seringkali disebut dengan Pemilu Orde Baru. Sesuai peraturan Fusi Partai
Politik tahun 1975, Pemilu-Pemilu tersebut hanya diikuti dua partai politik dan satu
Golongan Karya. Pemilu-Pemilu tersebut kesemuanya dimenangkan oleh Golongan
Karya.

Berikut adalah tanggal-tanggal diadakannya pemungutan suara pada Pemilu periode ini.
1. 2 Mei 1977
Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 1977
diselenggarakan secara serentak pada tanggal 2 Mei 1977 untuk memilih anggota Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD
Tingkat I Propinsi maupun DPRD Tingkat II Kabupaten/Kotamadya) se-Indonesia
periode 1977-1982.
Pemilihan Umum ini diikuti 2 partai politik dan 1 Golongan Karya, yaitu:
1. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
2. Golongan Karya (Golkar)
3. Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
Sebagai pemenang mayoritas hasil pemilihan umum ini adalah Golongan Karya.
2. 4 Mei 1982
Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 1982
diselenggarakan secara serentak pada tanggal 4 Mei 1982 untuk memilih anggota Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD
Tingkat I Propinsi maupun DPRD Tingkat II Kabupaten/Kotamadya) se-Indonesia
periode 1982-1987.
Pemilihan Umum ini diikuti 2 partai politik dan 1 Golongan Karya, yaitu:
1. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
2. Golongan Karya (Golkar)
3. Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
Sebagai pemenang mayoritas hasil pemilihan umum ini adalah Golongan Karya.
3. 23 April 1987
Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 1987
diselenggarakan secara serentak pada tanggal 23 April 1987 untuk memilih anggota
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD Tingkat I Propinsi maupun DPRD Tingkat II Kabupaten/Kotamadya) se-
Indonesia periode 1987-1992.
Pemilihan Umum ini diikuti 2 partai politik dan 1 Golongan Karya, yaitu:
1. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
2. Golongan Karya (Golkar)
3. Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
Sebagai pemenang mayoritas hasil pemilihan umum ini adalah Golongan Karya.
4. 9 Juni 1992
Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 1992
diselenggarakan secara serentak pada tanggal 9 Juni 1992 untuk memilih anggota Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD
Tingkat I Propinsi maupun DPRD Tingkat II Kabupaten/Kotamadya) se-Indonesia
periode 1992-1997.
Pemilihan Umum ini diikuti 2 partai politik dan 1 Golongan Karya, yaitu:
1. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
2. Golongan Karya (Golkar)
3. Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
Sebagai pemenang mayoritas hasil pemilihan umum ini adalah Golongan Karya.
5. 29 Mei 1997
Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 1997
diselenggarakan secara serentak pada tanggal 29 Mei 1997 untuk memilih anggota
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD Tingkat I Propinsi maupun DPRD Tingkat II Kabupaten/Kotamadya) se-
Indonesia periode 1997-2002. Pemilihan Umum ini merupakan yang terakhir kali
diselenggarakan pada masa Orde Baru.
Pemilihan Umum ini diikuti 2 partai politik dan 1 Golongan Karya, yaitu:
1. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
2. Golongan Karya (Golkar)
3. Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
Sebagai pemenang mayoritas hasil pemilihan umum ini adalah Golongan Karya. Pemilu
ini diwarnai oleh aksi golput oleh Megawati Soekarnoputri, yang tersingkir sebagai Ketua
Umum PDI yang tidak diakui rezim pemerintah waktu itu.






KONDISI EKONOMI INDONESIA PADA AWAL MASA
ORDE BARU
Di awal Orde Baru, Suharto berusaha keras membenahi ekonomi Indonesia yang
terpuruk, dan berhasil untuk beberapa lama. Kondisi ekonomi Indonesia ketika Pak Harto
pertama memerintah adalah keadaan ekonomi dengan inflasi sangat tinggi, 650%
setahun, kata Emil Salim, mantan menteri pada pemerintahan Suharto.
Orang yang dulu dikenal sebagai salah seorang Emil Salim penasehat ekonomi presiden
menambahkan langkah pertama yang diambil Suharto, yang bisa dikatakan berhasil,
adalah mengendalikan inflasi dari 650% menjadi di bawah 15% dalam waktu hanya dua
tahun. Untuk menekan inflasi yang begitu tinggi, Suharto membuat kebijakan yang
berbeda jauh dengan kebijakan Sukarno, pendahulunya. Ini dia lakukan dengan
menertibkan anggaran, menertibkan sektor perbankan, mengembalikan ekonomi pasar,
memperhatikan sektor ekonomi, dan merangkul negara-negara barat untuk menarik
modal.
Setelah itu di keluarkan ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaruan
Kebijakan ekonomi, keuangan dan pembangunan. Lalu Kabinet AMPERA membuat
kebijakan mengacu pada Tap MPRS tersebut adalah sebagai berikut.
1. Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang
menyebabkan kemacetan, seperti :
a. Rendahnya penerimaan Negara
b. Tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran Negara
c. Terlalu banyak dan tidak produktifnya ekspansi kredit bank
d. Terlalu banyak tunggakan hutang luar negeri penggunaan devisa bagi impor yang
sering kurang berorientasi pada kebutuhan prasarana.
1. Debirokratisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian.
2. Berorientasi pada kepentingan produsen kecil.
Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut maka ditempuh cara:
1. Mengadakan operasi pajak
2. Cara pemungutan pajak baru bagi pendapatan perorangan dan kekayaan dengan
menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang.
Menurut Emil Salim, Suharto menerapkan cara militer dalam menangani masalah
ekonomi yang dihadapi Indonesia, yaitu dengan mencanangkan sasaran yang tegas.
Pemerintah lalu melakukan Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang (25-30 tahun)
dilakukan secara periodik lima tahunan yang disebut Pelita(Pembangunan Lima Tahun)
yang dengan melibatkan para teknokrat dari Universitas Indonesia, dia berhasil
memperoleh pinjaman dari negara-negara Barat dan lembaga keuangan seperti IMF dan
Bank Dunia.
Liberalisasi perdagangan dan investasi kemudian dibuka selebarnya. Inilah yang sejak
awal dipertanyakan oleh Kwik Kian Gie, yang menilai kebijakan ekonomi Suharto
membuat Indonesia terikat pada kekuatan modal asing.
Pelita berlangsung dari Pelita I-Pelita VI.
1. 1. Pelita I (1 April 1969 31 Maret 1974)
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi landasan awal
pembangunan Orde Baru.
Tujuan Pelita I :
Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi
pembangunan dalam tahap berikutnya.
Sasaran Pelita I :
Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan
kesejahteraan rohani.
Titik Berat Pelita I :
Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan
ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk
Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
Muncul peristiwa Marali (Malapetaka Limabelas Januari) terjadi pada tanggal 15-16
Januari 1947 bertepatan dengan kedatangan PM Jepang Tanaka ke Indonesia. Peristiwa
ini merupakan kelanjutan demonstrasi para mahasiswa yang menuntut Jepang agar tidak
melakukan dominasi ekonomi di Indonesia sebab produk barang Jepang terlalu banyak
beredar di Indonesia. Terjadilah pengrusakan dan pembakaran barang-barang buatan
Jepang.
1. 2. Pelita II (1 April 1974 31 Maret 1979)
Sasaran yang hendak di capai pada masa ini adalah pangan, sandang, perumahan, sarana
dan prasarana, mensejahterakan rakyat, dan memperluas lapangan kerja . Pelita II
berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata penduduk 7% setahun. Perbaikan
dalam hal irigasi. Di bidang industri juga terjadi kenaikna produksi. Lalu banyak jalan
dan jembatan yang di rehabilitasi dan di bangun.
1. 3. Pelita III (1 April 1979 31 Maret 1984)
Pelita III lebih menekankan pada Trilogi Pembangunan yang bertujuan terciptanya
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Arah dan
kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala bidang. Pedoman
pembangunan nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan.
Inti dari kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat
dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil.
I si Trilogi Pembagunan adalah sebagai berikut.
1. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
3. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
1. 4. Pelita IV (1 April 1984 31 Maret 1989)
Pada Pelita IV lebih dititik beratkan pada sektor pertanian menuju swasembada pangan
dan meningkatkan ondustri yang dapat menghasilkan mesin industri itu sendiri. Hasil
yang dicapai pada Pelita IV antara lain swasembada pangan. Pada tahun 1984 Indonesia
berhasil memproduksi beras sebanyak 25,8 ton. Hasil-nya Indonesia berhasil
swasembada beras. kesuksesan ini mendapatkan penghargaan dari FAO(Organisasi
Pangan dan Pertanian Dunia) pada tahun 1985. hal ini merupakan prestasi besar bagi
Indonesia. Selain swasembada pangan, pada Pelita IV juga dilakukan Program KB dan
Rumah untuk keluarga.
1. 5. Pelita V (1 April 1989 31 Maret 1994)
Pada Pelita V ini, lebih menitik beratkan pada sektor pertanian dan industri untuk
memantapakan swasembada pangan dan meningkatkan produksi pertanian lainnya serta
menghasilkan barang ekspor.
Pelita V adalah akhir dari pola pembangunan jangka panjang tahap pertama. Lalu
dilanjutkan pembangunan jangka panjang ke dua, yaitu dengan mengadakan Pelita VI
yang di harapkan akan mulai memasuki proses tinggal landas Indonesia untuk memacu
pembangunan dengan kekuatan sendiri demi menuju terwujudnya masyarakat yang adil
dan makmur berdasarkan Pancasila.
1. 6. Pelita VI (1 April 1994 31 Maret 1999)
Titik beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan
industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia
sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama
pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia
Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri
yang mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.
Disamping itu Suharto sejak tahun 1970-an juga menggenjot penambangan minyak dan
pertambangan, sehingga pemasukan negara dari migas meningkat dari $0,6 miliar pada
tahun 1973 menjadi $10,6 miliar pada tahun 1980. Puncaknya adalah penghasilan dari
migas yang memiliki nilai sama dengan 80% ekspor Indonesia. Dengan kebijakan itu,
Indonesia di bawah Orde Baru, bisa dihitung sebagai kasus sukses pembangunan
ekonomi.
Keberhasilan Pak Harto membenahi bidang ekonomi sehingga Indonesia mampu
berswasembada pangan pada tahun 1980-an diawali dengan pembenahan di bidang
politik. Kebijakan perampingan partai dan penerapan azas tunggal ditempuh pemerintah
Orde Baru, dilatari pengalaman masa Orde Lama ketika politik multi partai menyebabkan
energi terkuras untuk bertikai. Gaya kepemimpinan tegas seperti yang dijalankan Suharto
pada masa Orde Baru oleh Kwik Kian Gie diakui memang dibutuhkan untuk membenahi
perekonomian Indonesia yang berantakan di akhir tahun 1960.
Namun, dengan menstabilkan politik demi pertumbuhan ekonomi, yang sempat dapat
dipertahankan antara 6%-7% per tahun, semua kekuatan yang berseberangan dengan
Orde Baru kemudian tidak diberi tempat.
Kondisi Ekonomi Indonesia Pada Akhir Masa Orde Baru
Pelita VI (1 April 1994 31 Maret 1999)
Pada masa ini pemerintah lebih menitikberatkan pada sektor bidang ekonomi.
Pembangunan ekonomi ini berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan
dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya.
Namun Pelita VI yang diharapkan menjadi proses lepas landas Indonesia ke yang lebih
baik lagi, malah menjadi gagal landas dan kapal pun rusak.
Indonesia dilanda krisis ekonomi yang sulit di atasi pada akhir tahun 1997. Semula
berawal dari krisis moneter lalu berlanjut menjadi krisis ekonomi dan akhirnya menjadi
krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Pelita VI pun kandas di tengah jalan.
Kondisi ekonomi yang kian terpuruk ditambah dengan KKN yang merajalela,
Pembagunan yang dilakukan, hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan
masyarakat. Karena pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata. Meskipun
perekonomian Indonesia meningkat, tapi secara fundamental pembangunan ekonomi
sangat rapuh.. Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam.
Perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan, antar kelompok dalam
masyarakat terasa semakin tajam.. Terciptalah kelompok yang terpinggirkan
(Marginalisasi sosial). Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa
diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.
Pembagunan tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang
menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor
inilah yang selantunya ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian nasional
Indonesia menjelang akhir tahun 1997.membuat perekonomian Indonesia gagal
menunjukan taringnya.
Namun pembangunan ekonomi pada masa Orde Baru merupakan pondasi bagi
pembangunan ekonomi selanjutnya.
Dampak Positif Kebijakan ekonomi Orde Baru :
1. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena setiap program pembangunan
pemerintah terencana dengan baik dan hasilnyapun dapat terlihat secara konkrit.
2. Indonesia mengubah status dari negara pengimpor beras terbesar menjadi bangsa
yang memenuhi kebutuhan beras sendiri (swasembada beras).
3. Penurunan angka kemiskinan yang diikuti dengan perbaikan kesejahteraan rakyat.
4. Penurunan angka kematian bayi dan angka partisipasi pendidikan dasar yang
semakin meningkat.
Dampak Negatif Kebijakan ekonomi Orde Baru :
1. Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam
2. Perbedaan ekonomi antardaerah, antargolongan pekerjaan, antarkelompok dalam
masyarakat terasa semakin tajam.
3. Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial)
4. Menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang erat dengan KKN (Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme)
5. Pembagunan yang dilakukan hasilnya hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil
kalangan masyarakat, pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata.
6. Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi
kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.
7. Meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat tapi secara fundamental
pembangunan ekonomi sangat rapuh.
8. Pembagunan tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah
yang justru menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur,
dan Irian. Faktor inilahh yang selantunya ikut menjadi penyebab terpuruknya
perekonomian nasional Indonesia menjelang akhir tahun 1997.

Anda mungkin juga menyukai