Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan nikmat dan karunianya,
kami dapat menyelesaikan tugas Sejarah Indonesia tentang “Makalah Sistem Pemerintahan
& Ekonomi Pada Masa Demokrasi LIberal” ini.
Di dalam laporan ini kami menyajikan beberapa uraian tentang sistem pemerintahan
& sistem ekonomi yang terjadi pada masa “Demokrasi Liberal” di Indonesia antara tahun 1950
hingga 1959. Uraian yang akan disajikan mencangkup masalah-masalah yang terjadi hingga
upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengatasi permasalahan di era tersebut
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami, sehingga
makalah ini dapat diselesaikan pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
oleh karena itu, kami menerima kritik dan saran agar makalah ini dapat menjadi sebuah
contoh bagi adik-adik kelas.
Semoga makalah ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat bagi kita semua di masa
kini dan masa kedepannya.
Tim Penyusun
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Setelah dibubarkannya RIS, sejak tahun 1950 RI Melaksanakan demokrasi parlementer
yang Liberal dengan mencontoh sistem parlementer barat, dan masa ini disebut Masa
demokrasi Liberal. Masa Demokrasi Liberal di Indonesia terjadi antara tahun 1950 hingga
tahun 1959. Pada masa demokrasi liberal, banyak hal-hal yang terjadi, diantaranya adalah
sistem pemerintahan yang berbentuk parlementer hingga sistem ekonomi yang memasuki
era pengembangan dari sintem ekonomi kolonial dalam rangka mencari kerangka struktur
ekonomi negara Indonesia.
Maka dari banyaknya perubahan yang terjadi dengan waktu yang singkat, kita perlu
mempelajari apa saja yang dapat kita petik dari pengalaman nenek moyang kita agar di
masa depan kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat ditanggulangi dalam rangka mencapai
masa “Emas” Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana keadaan sistem pemerintahan Indonesia pada masa “Demokrasi Liberal”?
2. Bagaimana keadaan sistem ekonomi Indonesia pada masa “Demokrasi Liberal”?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui keadaan sistem pemerintahan Indonesia pada masa “Demokrasi Liberal”
2. Mengetahui keadaan sistem ekonomi Indonesia pada masa “Demokrasi Liberal”
BAB II
Pembahasan
A. Sistem Pemerintahan
Pemilu 1955
Sistem politik pada masa demokrasi liberal telah mendorong untuk lahirnya partai –
partai politik, karena dalam sistem kepartaian menganut sistem multi partai. Konsekuensi
logis dari pelaksanaan sistem politik demokrasi liberal parlementer gaya barat dengan
sistem multi partai yang dianut, maka partai-partai inilah yang menjalankan pemerintahan
melalui perimbangan kekuasaan dalam parlemen dalam tahun 1950 – 1959.
Salah satu ciri sistem pemerintahan pada masa ini adalah sering terjadinya
pergantian kabinet. Faktor Yang Menyebabkan Seringnya Terjadi Pergantian Kabinet Pada
Masa Demokrasi Liberal adalah Indonesia menganut sistem Demokrasi Liberal, dimana
dalam sistem ini pemerintahan negara Indonesia berbentuk parlementer, sehingga
perdana menteri langsung bertanggung jawab kepada parlemen, yang terdiri dari
kekuatan-kekuatan dari partai.
Selama kurun waktu 1950-1959 karena beberapa kali pergantian kabinet, menyebabkan
instabilitas politik. Parlemen mudah mengeluarkan mosi tidak percaya terhadap kabinet,
sehingga koalisi partai yang ada di kabinet menarik diri dan kabinet pun jatuh. Sementara
Sukarno sebagai Presiden tidak memiliki kekuasaan dan kekuatan secara riil, kecuali
menunjuk para formatur untuk menyusun kabinet baru, sebuah tugas yang sering kali
melibatkan negosiasi-negosiasi yang rumit.
Kabinet-kabinet yang pernah menjabat pada masa “Demokrasi Liberal” adalah:
Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini adalah Upaya memperjuangkan
masalah Irian Barat dengan Belanda mengalami jalan buntu (kegagalan).Timbul
masalah keamanan dalam negeri yaitu terjadi pemberontakan hampir di seluruh
wilayah Indonesia, seperti Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan APRA, Gerakan
RMS.
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Natsir yaitu berhasil
melangsungkan perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama kalinya
mengenai masalah Irian Barat.
Berakhirnya kekuasaan kabinet disebabkan oleh adanya mosi tidak percaya dari PNI
menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. PNI
menganggap peraturan pemerintah No. 39 th 1950 mengenai DPRD terlalu
menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut disampaikan kepada parlemen tanggal 22
Januari 1951 dan memperoleh kemenangan, sehingga pada tanggal 21 Maret 1951
Natsir harus mengembalikan mandatnya kepada Presiden.
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Soekiman yaitu tidak terlalu
berarti sebab programnya melanjutkan program Natsir hanya saja terjadi perubahan
skala prioritas dalam pelaksanaan programnya, seperti awalnya program menggiatkan
usaha keamanan dan ketentraman selanjutnya diprioritaskan untuk menjamin
keamanan dan ketentraman.
Adanya krisis moral yang ditandai dengan munculnya korupsi yang terjadi pada setiap
lembaga pemerintahan dan kegemaran akan barang-barang mewah.
Masalah Irian barat belum juga teratasi.
Hubungan Sukiman dengan militer kurang baik tampak dengan kurang tegasnya
tindakan pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah,
Sulawesi Selatan.
Berakhirnya kekuasaan kabinet disebabkan oleh pertentangan dari Masyumi dan PNI
atas tindakan Sukiman sehingga mereka menarik dukungannya pada kabinet tersebut.
DPR akhirnya menggugat Sukiman dan terpaksa Sukiman harus mengembalikan
mandatnya kepada presiden.
Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya dari Serikat Tani
Indonesia terhadap kabinet Wilopo. Sehingga Wilopo harus mengembalikan mandatnya
pada presiden pada tanggal 2 Juni 1953.
Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini diantaranya menghadapi masalah
keamanan di daerah yang belum juga dapat terselesaikan, seperti DI/TII di Jawa Barat,
Sulawesi Selatan, dan Aceh.
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Burhanuddin Harahap yaitu.
Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955 (memilih
anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih konstituante). Perjuangan Diplomasi
Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
Pemberantasan korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan oleh
polisi militer, Terbinanya hubungan antara Angkatan Darat dengan Kabinet
Burhanuddin, Menyelesaikan masalah peristiwa 27 Juni 1955, yang mana menjadi
penyebab kegagalan dari kabinet Ali dengan mengangkat Kolonel AH Nasution sebagai
Staf Angkatan Darat pada 28 Oktober 1955.
Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini adalah banyaknya mutasi dalam
lingkungan pemerintahan dianggap menimbulkan ketidaktenangan. Dengan
berakhirnya pemilu maka tugas kabinet Burhanuddin dianggap selesai. Pemilu tidak
menghasilkan dukungan yang cukup terhadap kabinet sehingga kabinetpun jatuh. Akan
dibentuk kabinet baru yang harus bertanggungjawab pada parlemen yang baru pula.
Selain itu program pokoknya adalah, Pembatalan KMB, Pemulihan keamanan dan
ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan politik luar negeri bebas aktif,
Melaksanakan keputusan KAA.
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Ali Sastroamijoyo II adalah kabinet
ini mendapat dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik tolak dari
periode planning and investment, hasilnya adalah Pembatalan seluruh perjanjian KMB.
Program pokok dari Kabinet Djuanda disebut Panca Karya sehingga sering disebut
sebagai Kabinet Karya, programnya yaitu :
Semua itu dilakukan untuk menghadapi pergolakan yang terjadi di daerah, perjuangan
pengembalian Irian Barat, menghadapi masalah ekonomi serta keuangan yang sangat
buruk.
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Djuanda yaitu.
Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi Djuanda, yang
mengatur mengenai laut pedalaman dan laut teritorial. Melalui deklarasi ini
menunjukkan telah terciptanya Kesatuan Wilayah Indonesia dimana lautan dan daratan
merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat.
Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga program pemerintah
sulit dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya.
Terjadi peristiwa Cikini, yaitu peristiwa percobaan pembunuhan terhadap Presiden
Sukarno di depan Perguruan Cikini saat sedang menghadir pesta sekolah tempat putra-
purinya bersekolah pada tanggal 30 November 1957. Peristiwa ini menyebabkan
keadaan negara semakin memburuk karena mengancam kesatuan negara.
Kabinet Djuanda berakhir saat presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli
1959 dan mulailah babak baru sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.
B. Sistem Ekonomi
Meskipun Indonesia telah merdeka tetapi kondisi ekonomi Indonesia masih sangat buruk.
Upaya untuk mengubah stuktur ekonomi kolonial ke ekonomi nasional yang sesuai dengan
jiwa bangsa Indonesia berjalan tersendat-sendat. Faktor yang menyebabkan keadaan ekonomi
tersendat adalah sebagai berikut :
1. Indonesia hanya mengandalkan satu jenis ekspor terutama hasil bumi, yaitu pertanian
dan perkebunan sehingga apabila permintaan ekspor dari sektor itu berkurang akan
memukul perekonomian Indonesia.
2. Setelah pengakuan kedaulatan dari Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, bangsa
Indonesia menanggung beban ekonomi dan keuangan seperti yang telah ditetapkan
dalam KMB. Beban tersebut berupa utang luar negeri sebesar 1,5 triliun Rupiah dan
utang dalam negeri sejumlah 2,8 rriliun Rupiah.
3. Defisit yang harus ditanggung oleh Pemerintah pada waktu itu sebesar 5,1 miliar
rupiah.
4. Politik keuangan Pemerintah Indonesia tidak di buat di Indonesia melainkan dirancang
oleh Belanda.
5. Pemerintah Belanda tidak mewarisi nilai-nilai yang cukup untuk mengubah sistem
ekonomi kolonial menjadi sistem ekonomi nasional.
6. Belum memiliki pengalaman untuk menata ekonomi secara baik, belum memiliki
tenaga ahli dan dana yang diperlukan secara memadai.
7. Situasi keamanan dalam negeri yang tidak menguntungkan berhubung banyaknya
pemberontakan dan gerakan separatisme di berbagai daerah di wilayah Indonesia.
8. Tidak stabilnya situasi politik dalam negeri mengakibatkan pengeluaran pemerintah
untuk operasi-operasi keamanan semakin meningkat.
9. Kabinet terlalu sering berganti menyebabakan program-program kabinet yang telah
direncanakan tidak dapat dilaksanakan, sementara program baru mulai dirancang.
10. Angka pertumbuhan jumlah penduduk yang besar.
Dari masalah-masalah tersebut masalah jangka pendek yang harus dihadapi pemerintah antara
lain adalah mengurangi jumlah uang yang beradar di masyarakat dan mengatasi kenaikan biaya
hidup. Sementara masalah jangka panjang yang harus dihadapi adalah pertambahan penduduk
dan tingkat kesejahteraan penduduk yang rendah.
Kehidupan ekonomi Indonesia hingga tahun 1959 belum berhasil dengan baik dan
tantangan yang menghadang cukup berat. Upaya pemerintah untuk memperbaiki kondisi
ekonomi adalah sebagai berikut :
1. Gunting Syafruddin
Kebijakan ini adalah Pemotongan nilai uang
(sanering) dengan cara memotong semua uang
yang bernilai Rp2,50 ke atas hingga nilainya
hanya tinggal setengahnya. Kebijakan ini
dilakukan oleh Menteri Keuangan Syafruddin
Prawiranegara pada masa pemerintahan RIS.
Tindakan ini dilakukan pada tanggal 20 Maret
1950 berdasarkan SK Menteri Nomor 1 PU
tanggal 19 Maret 1950. Tujuannya untuk
menanggulangi defisit anggaran sebesar Rp5,1 miliar dan dampaknya rakyat kecil tidak
dirugikan karena yang memiliki uang Rp2,50 ke atas hanya orang-orang kelas
menengah dan kelas atas. Dengan kebijakan ini dapat mengurangi jumlah uang yang
beredar dan pemerintah mendapat kepercayaan dari pemerintah Belanda dengan
mendapat pinjaman sebesar Rp200 juta.
Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu diberi kesempatan untuk
berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.
Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan diberikan
bantuan kredit.
Para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan berkembang menjadi
maju.
Gagasan Sumitro ini dituangkan dalam program Kabinet Natsir. Program Gerakan
Benteng dimulai pada bulan April tahun 1950. Hasilnya selama tiga tahun (1950 –
1953) lebih kurang 700 perusahaan Indonesia menerima bantuan kredit dari program
ini. Namun, tujuan program ini tidak dapat tercapai dengan baik meskipun beban
keuangan pemerintah semakin besar. Kegagalan program ini disebabkan karena :
Para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha non pribumi dalam
kerangka sistem ekonomi liberal.
Para pengusaha pribumi memiliki mentalitas yang cenderung konsumtif.
Para pengusaha pribumi sangat tergantung pada pemerintah.
Para pengusaha kurang mandiri untuk mengembangkan usahanya.
Para pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan besar dan menikmati cara
hidup mewah.
Para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan mencari keuntungan secara
cepat dari kredit yang mereka peroleh.
Dampaknya program ini menjadi salah satu sumber defisit keuangan negara. Beban
defisit anggaran belanja pada tahun 1952 sebanyak 3 miliar Rupiah ditambah sisa
defisit anggaran tahun sebelumnya sebesar 1,7 miliar Rupiah. Akhirnya Menteri
Keuangan Jusuf Wibisono memberikan bantuan kredit khususnya pada pengusaha dan
pedagang nasional dari golongan ekonomi lemah sehingga masih terdapat para
pengusaha pribumi sebagai produsen yang dapat menghemat devisa dengan
mengurangi volume impor.
Adanya depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir tahun 1957
dan awal tahun 1958 yang mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara merosot.
Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi perusahaan-
perusahaan Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi.
Adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang
melaksanakan kebijakan ekonominya masing-masing.
7. Musyawarah Nasional Pembangunan
Masa Kabinet Djuanda terjadi ketegangan hubungan antara pusat dan daerah. Masalah
tersebut untuk sementara waktu dapat teratasi dengan Musayawaraah Nasional
Pembangunan (Munap). Tujuan diadakannya Munap adalah untuk mengubah rencana
pembangunan agar dapat dihasilkan rencana pembangunan yang menyeluruh untuk
jangka panjang, tetapi tetap saja rencana pembangunan tersebut tidak dapat
dilaksanakan dengan baik karena :