Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH SEJARAH

INDONESIA MASA DEMOKRASI LIBERAL

KELOMPOK II :
➢ Fatimah ➢ Rahma Khairunnisa
➢ Iftitah Rizki Adinda ➢ Siti Nurul Hidayah
➢ M. Dwi Ramadan ➢ Topyan Hadi
➢ M. Eka Alfayar ➢ Toni Kuswoyo
➢ Riska Eli Purwanti

MA NURUL UMMAH LAMBELU


TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah Swt. Yang


Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Berkat rahmat, hidayah, dan inayah Allah
Swt., kami dapat menyelesaikan makalah “INDONESIA MASA DEMOKRASI
LIBERAL” ini sebagaimana tugas yang telah diberikan.
Pada kesempatan ini tidak lupa kami sampaikan ucapan terima kasih
kepada guru mata pelajaran sejarah, yang senantiasa membimbing dan
menyumbangkan ilmunya kepada kami. Tak lupa juga kami ucapkan terima kasih
kepada teman-teman dan juga semua pihak yang telah membantu menyelesaikan
tugas ini.
Penyusun juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan, kekeliruan,
dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan
kritik dan saran atas penulisan makalah ini selanjutnya. Semoga karya tulis ilmiah
ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
A. Latar Belakang.......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................................... 1
C. Tujuan....................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 2
A. Kondisi Politik Masa Demokrasi Liberal................................................ 2
B. Kondisi Ekonomi Masa Demokrasi Liberal............................................. 6
BAB III PENUTUP.......................................................................................... 10
A. Kesimpulan.............................................................................................. 10
B. Saran........................................................................................................ 10
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Setelah dibubarkannya RIS, sejak tahun 1950 RI Melaksanakan demokrasi


parlementer yang Liberal dengan mencontoh sistem parlementer barat, dan masa ini
disebut Masa demokrasi Liberal. Indonesia dibagi menjadi 10 Provinsi yang
mempunyai otonomi dan berdasarkan Undang – undang Dasar Sementara tahun
1950 yang juga bernafaskan liberal. Akibat pelaksanaan konstitusi tersebut,
pemerintahan RI dijalankan oleh suatu dewan menteri (kabinet) yang dipimpin oleh
seorang perdana menteri dan bertanggung jawab kepada parlemen (DPR). Sistem
politik pada masa demokrasi liberal telah mendorong untuk lahirnya partai – partai
politik, karena dalam sistem kepartaian menganut sistem multi partai. Konsekuensi
logis dari pelaksanaan sistem politik demokrasi liberal parlementer gaya barat
dengan sistem multi partai yang dianut, maka partai –partai inilah yang
menjalankan pemerintahan melalui perimbangan kekuasaan dalam parlemen dalam
tahun 1950 – 1959.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka diperoleh permasalahan antara lain:


1) Bagaimana kondisi politik masa demokrasi liberal?
2) Bagaimana kondisi ekonomi masa demokrasi liberal?

3. Tujuan

Tujuan pembuatan makalah ini adalah agar kita mengetahui Pelaksanaan


Demokrasi Liberal di Indonesia. Perkembangan Politik Masa Demokrasi Liberal,
Perkembangan Ekonomi Masa Demokrasi Liberal, serta untuk wawasan dan ilmu
kami tentang demokrasi liberal di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kondisi Politik Masa Demokrasi Liberal

Seperti yang kita ketahui dalam perkembangan sejarah Indonesia bahwa negara
Indonesia telah beberapa kali mengalami perubahan sistem demokrasi. Diharapkan hal
ini bisa mewujudkan demokrasi berbau Indonesia meski konsep dasar mengadopsi teori
demokrasi luar. Berikut ini adalah salah satu analisis dialektik-historis pada penerapan
demokrasi di Indonesia.
Setelah dibubarkannya RIS, sejak tahun 1950 RI Melaksanakan demokrasi
parlementer yang Liberal dengan mencontoh sistem parlementer barat, dan masa ini
disebut Masa demokrasi Liberal. Indonesia dibagi menjadi 10 Provinsi yang
mempunyai otonomi dan berdasarkan Undang – undang Dasar Sementara tahun 1950
yang juga bernafaskan liberal. Akibat pelaksanaan konstitusi tersebut, pemerintahan RI
dijalankan oleh suatu dewan menteri (kabinet) yang dipimpin oleh seorang perdana
menteri dan bertanggung jawab kepada parlemen (DPR). Sistem politik pada masa
demokrasi liberal telah mendorong untuk lahirnya partai – partai politik, karena dalam
sistem kepartaian menganut sistem multi partai.
Demokrasi Liberal berlangsung selama hampir 9 tahun, dalam kenyataannya
rakyat Indonesia sadar bahwa UUDS 1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak
cocok dan tidak sesuai dengan. Pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno
mengumumkan dekrit mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali
UUD 1945 serta tidak berlakunya UUDS 1950 karena dianggap tidak cocok dengan
keadaan ketatanegaraan Indonesia.
I. Sistem Pemerintahan
Tahun 1950 sampai dengan tahun 1959 merupakan masa berjayanya partai-
partai politik pada pemerintahan Indonesia. Pada masa ini terjadi pergantian kabinet,
partai-partai politik terkuat mengambil alih kekuasaan. PNI dan Masyumi merupakan
partai yang terkuat dalam DPR, dan dalam waktu lima tahun (1950 -1955) PNI dan
Masyumi silih berganti memegang kekuasaan dalam empat kabinet. Adapun susunan
kabinetnya sebagai berikut;
a. Kabinet Natsir (6 September 1950 - 21 Maret 1951)
Kabinet ini dilantik pada tanggal 7 September 1950 dengan Mohammad
Natsir (Masyumi) sebagai perdana menteri. Merupakan kabinet koalisi yang
dipimpin oleh partai Masyumi. Kabinet ini merupakan kabinet koalisi di mana
PNI sebagai partai kedua terbesar dalam parlemen tidak turut serta, karena tidak
diberi kedudukan yang sesuai. Kabinet ini kuat formasinya di mana tokoh-tokoh
terkenal duduk di dalamnya, seperti Sri Sultan Hamengkubuwono
IX,Mr.Asaat,Ir.Djuanda, dan Prof Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo.
Program pokok dari Kabinet Natsir adalah:
1) Menggiatkan usaha keamanan dan ketenteraman.
2) Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan susunan pemerintahan.
3) Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang.
4) Mengembangkan dan memperkuat ekonomi rakyat.
5) Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat.
b. Kabinet Sukiman (27 April 1951 – 3 April 1952)
Setelah Kabinet Natsir mengembalikan mandatnya pada presiden,
presiden menunjuk Sartono (Ketua PNI) menjadi formatur, namun gagal,
sehingga ia mengembalikan mandatnya kepada presiden setelah bertugas
selama 28 hari (28 Maret-18 April 1951). Presiden Soekarno kemudian
menunjukkan Sidik Djojosukatro (PNI) dan Soekiman Wijosandjojo
(Masyumi) sebagai formatur dan berhasil membentuk kabinet koalisi dari
Masyumi dan PNI. Kabinet ini terkenal dengan nama Kabinet Soekiman
(Masyumi)- Soewirjo (PNI) yang dipimpin oleh Soekiman.
Program pokok dari Kabinet Soekiman adalah:
1) Menjamin keamanan dan ketenteraman.
2) Mengusahakan kemakmuran rakyat dan memperbaharui hukum agraria
agar sesuai dengan kepentingan petani.
3) Mempercepat persiapan pemilihan umum.
4) Menjalankan politik luar negeri secara bebas aktif serta memasukkan
Irian Barat ke dalam wilayah RI secepatnya.
5) Di bidang hukum, menyiapkan undang – undang tentang pengakuan
serikat buruh, perjanjian kerja sama, penetapan upah minimum, dan
penyelesaian pertikaian buruh.
c. Kabinet Wilopo (3 April 1952 – 3 Juni 1953)
Pada tanggal 1 Maret 1952, Presiden Soekarno menunjukkan Sidik
Djojosukarto (PNI) dan Prawoto Mangkusasmito (Masyumi) menjadi formatur,
namun gagal. Kemudian menunjuk Wilopo dari PNI sebagai formatur. Setelah
bekerja selama dua minggu berhasil dibentuk kabinet baru di bawah pimpinan
Perdana Mentari Wilopo, sehingga bernama kabinet Wilopo. Kabinet ini
mendapat dukungan dari PNI, Masyumi, dan PSI.
Program pokok dari Kabinet Wilopo adalah:
1) Program dalam negeri : Menyelenggarakan pemilihan umum
(konstituante, DPR, dan DPRD), meningkatkan kemakmuran rakyat,
meningkatkan pendidikan rakyat, dan pemulihan keamanan.
2) Program luar negeri : Penyelesaian masalah hubungan Indonesia-
Belanda, Pengembalian Irian Barat ke pangkuan Indonesia, serta
menjalankan politik luar negeri yang bebas- aktif.
d. Kabinet Ali Sastroamijoyo I (31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955)
Kabinet keempat adalah kabinet Ali Sastroamidjojo,yang terbentuk
pada tanggal 31 juli 1953. Kabinet Ali ini mendapat dukungan yang cukup
banyak dari berbagai partai yang diikutsertakan dalam kabinet, termasuk partai
baru NU. Kabinet Ali ini dengan Wakil perdana Menteri Mr. Wongsonegoro
(partai Indonesia Raya PIR).
Program pokok dari Kabinet Ali Sastroamijoyo I adalah:
1) Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera
menyelenggarakan pemilu.
2) Pembebasan Irian Barat secepatnya.
3) Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan
KMB.
4) Penyelesaian Pertikaian politik.
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Ali Sastroamijoyo
I yaitu; Persiapan Pemilihan Umum untuk memilih anggota parlemen yang akan
diselenggarakan pada 29 September 1955, menyelenggarakan Konferensi Asia-
Afrika tahun 1955 dan memiliki pengaruh dan arti penting dagi solidaritas dan
perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa Asia – Afrika dan juga membawa
akibat yang lain, seperti :
a) Berkurangnya ketegangan dunia.
b) Australia dan Amerika mulai berusaha menghapuskan politik
rasdiskriminasi di negaranya.
c) Belanda mulai repot menghadapi blok afro- asia di PBB, karena
belanda masih bertahan di Irian Barat.
e. Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)
Kabinet Ali selanjutnya digantikan oleh Kabinet Burhanuddin Harahap.
Burhanuddin Harahap berasal dari Masyumi., sedangkan PNI membentuk
oposisi.
Program pokok dari Kabinet Burhanuddin Harahap adalah:
1) Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan
kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat kepada pemerintah.
2) Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan
dan mempercepat terbentuknya parlemen baru.
3) Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi.
4) Perjuangan pengembalian Irian Barat.
5) Politik Kerja sama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas
aktif.
f. Kabinet Ali Sastroamijoyo Ii (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957)
Ali Sastroamijoyo kembali diserahi mandate untuk membentuk kabinet
baru pada tanggal 20 Maret 1956. Kabinet ini merupakan hasil koalisi 3 partai
yaitu PNI, Masyumi, dan NU.
Program pokok dari Kabinet Ali Sastroamijoyo II adalah Program
kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang memuat program
jangka panjang, sebagai berikut:
1) Perjuangan pengembalian Irian Barat.
2) Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-
anggota DPRD.
3) Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
4) Menyehatkan perimbangan keuangan negara.
5) Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional
berdasarkan kepentingan rakyat.
Selain itu program pokoknya adalah,
• Pembatalan KMB.
• Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun,
menjalankan politik luar negeri bebas aktif.
• Melaksanakan keputusan KAA.
g. kabinet Djuanda ( 9 April 1957- 5 Juli 1959)
Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar
yang ahli dalam bidangnya. Dipimpin oleh Ir.Juanda. Program pokok dari Kabinet
Djuanda adalah Programnya disebut Panca Karya yaitu:
1) Membentuk Dewan Nasional.
2) Normalisasi keadaan RI.
3) Melancarkan pelaksanaan Pembatalan KMB.
4) Perjuangan pengembalian Irian Jaya.
5) Mempergiat/mempercepat proses Pembangunan.
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Djuanda yaitu. Mengatur
kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi Djuanda, Mengadakan
Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan di berbagai daerah.
II. Sistem Kepartaian
Sistem kepartaian masa demokrasi liberal di Indonesia sudah ada sejak jaman dulu.
Berdasarkan sejarah sistem kepartaian yang digunakan saat pemilihan umum pertama kali
sampai pemilihan umum tahun 2009 menganut sistem multi partai. Tetapi pada masa
pemerintahan Soeharto terdapat sistem kepartaian multi partai yang terbatas. Jadi hanya
terdapat tiga partai saja yaitu PPP, PDI dan Golkar. Kemudian muncullah sistem politik masa
demokrasi liberal yang menciptakan partai partai baru. Misalnya PIR atau Partai Indonesia
Raya, NU dan lain-lain. Partai itulah yang kemudian berlomba mendapatkan kursi parlemen.
Namun terdapat dua partai yaitu Masyumi dan PNI yang tergolong kuat dalam parlemen. Kedua
partai inilah yang saling bergantian dalam memegang kekuasaan empat kabinet. Misalnya
kabinet Wilopo dipegang oleh partai PNI, kabinet Natsir dipegang oleh partai Masyumi, dan
kabinet Soekirman dipegang oleh partai PNI.
Partai politik ialah suatu organisasi yang dibentuk oleh beberapa anggota dengan
kesamaan cita cita, orientasi dan nilai-nilai politik. Partai politik tersebut bertujuan untuk
mendapatkan, mempertahankan, dan merebut kekuasaan yang bersifat konstitusional. Dengan
begitu sistem kepartaian masa demokrasi liberal berkaitan dengan kekuasaan. Adanya parlemen
seperti MPR dan DPR termasuk dalam memenuhi kebutuhan perangkat organisasi dalam partai
politik.
Presiden Soekarno pada tanggal 23 Agustus 1945 telah mengumumkan partai tunggal
bernama Partai Nasional Indonesia. Namun partai yang diinginkan oleh Presiden Soekarno
tidak dapat terwujud. Pada tanggal 3 November 1945, pemerintah mengeluarkan maklumat
sebagai wujud inspirasi pembentukan partai yang baru. Sistem kepartaian masa demokrasi
liberal pernah mengeluarkan Maklumat Politik pada tanggal 3 November 1945. Maklumat
tersebut dikeluarkan Moh. Hatta sebagai peraturan pemerintah dalam memfasilitasi suara
rakyat yang bineka. Maklumat Pemerintah pada 3 November 1945 berisi :
• Adanya sekelompok partai yang disukai pemerintah yang membantu memimpin
seluruh aliran partai dalam masyarakat teratur.
• Partai tersebut diharapkan pemerintah telah tersusun sebelum pemilihan badan anggota
perwakilan rakyat yang berlangsung pada Januari 1946.
Berdasarkan maklumat pemerintah pada sistem kepartaian masa demokrasi liberal
diatas, terdapat beberapa partai politik yang didirikan yaitu :
1) Pada tanggal 7 November 1945 mendirikan Masyumi atau Majelis Syuro Muslimin
yang diketuai oleh Dr. Sukirman Wiryosanjoyo.
2) Pada tanggal 29 Januari 1945 mendirikan PNI atau Partai Nasional Indonesia yang
diketuai oleh Sidik Joyosukarto.
3) Pada tanggal 20 November 1945 mendirikan PSI atau Partai Sosialis Indonesia yang
diketuai oleh Amir Syarifuddin.
4) Pada tanggal 7 November 1945 mendirikan PKI atau Partai Komunis Indonesia yang
diketuai oleh Mr. Moh. Yusuf.
5) Pada tanggal 8 November 1945 mendirikan PBI atau Partai Buruh Indonesia yang
diketuai oleh Nyono.
6) Pada tanggal 8 November 1945 mendirikan PRJ atau Partai Rakyat Jelata yang diketuai
oleh Sutan Dewanis.
7) Pada tanggal 10 November 1945 mendirikan Parkindo atau Partai Kristen Indonesia
yang diketuai oleh Ds. Probowinoto.
8) Pada tanggal 20 November 1945 mendirikan PRS atau Partai Rakyat Sosialis yang
diketuai oleh Sutan Syahrir.
9) Pada tanggal 17 Desember 1945 mendirikan Permai atau Partai Marhaen Indonesia
yang diketuai oleh JB Assa.
10) Pada tanggal 8 Desember 1945 mendirikan PKRI atau Partai Katholik Republik
Indonesia yang diketuai oleh IJ Kassimo.
Dalam sistem kepartaian masa demokrasi liberal terdapat ciri ciri yang
membedakannya dengan sistem lainnya. Berikut ciri-ciri partai politik pada masa demokrasi
liberal :
• Terjadinya konflik dalam bidang politik tidak bersifat ideologis kepartaian, namun
telah diganti menjadi kepentingan.
• Adanya kubu partai pada jalur ideologi maupun jalur partai.
• Kepartaian berorientasi pada susuan partai seperti priyayi, santri maupun abangan.
• Konflik yang terdapat pada internal partai politik dipengaruhi oleh konflik internal
pada TNI AD.
• Sosok figur Soekarno diperkuat dalam berbagai partai politik.
• Sistem kepartaian masa demokrasi liberal menganut sistem multi partai yang memiliki
tujuan untuk mempermudah pengontrolan lebih lanjut mengenai perjuangan. Menurut
pendapat Moh. Hatta, sistem ini dibentuk untuk mengukur tingkat kekuatan perjuangan
negara kita serta meminta pertanggungjawaban dari pemimpin barisan perjuangan.

B. Kondisi Ekonomi Masa Demokrasi Liberal

Faktor yang menyebabkan keadaan ekonomi tersendat adalah sebagai berikut :


1) Setelah pengakuan kedaulatan dari Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, bangsa
Indonesia menanggung beban ekonomi dan keuangan seperti yang telah ditetapkan
dalam KMB. Beban tersebut berupa hutang luar negeri sebesar 1,5 Triliun rupiah dan
utang dalam negeri sejumlah 2,8 Triliun rupiah.
2) Defisit yang harus ditanggung oleh Pemerintah pada waktu itu sebesar 5,1 miliar.
3) Indonesia hanya mengandalkan satu jenis ekspor terutama hasil bumi yaitu pertanian
dan perkebunan.
4) Politik keuangan Pemerintah Indonesia tidak di buat di Indonesia melainkan dirancang
oleh Belanda.
5) Pemerintah Belanda tidak mewarisi nilai-nilai yang cukup untuk mengubah sistem
ekonomi kolonial menjadi sistem ekonomi nasional.
6) Belum memiliki pengalaman untuk menata ekonomi secara baik, belum memiliki
tenaga ahli dan dana yang diperlukan secara memadai.
7) Situasi keamanan dalam negeri yang tidak menguntungkan berhubung banyaknya
pemberontakan dan gerakan sparatisisme di berbagai daerah di wilayah Indonesia.
8) Tidak stabilnya situasi politik dalam negeri mengakibatkan pengeluaran pemerintah
untuk operasi-operasi keamanan semakin meningkat.
9) Kabinet terlalu sering berganti menyebabkan program- program kabinet yang telah
direncanakan tidak dapat dilaksanakan, sementara program baru mulai dirancang.
10) Angka pertumbuhan jumlah penduduk yang besar.

Kebijakan pemerintah untuk mengatasi kondisi perekonomian masa demokrasi liberal:


❖ Gunting Syafruddin
Kebijakan ini adalah pemotongan nilai uang (sanering). Caranya memotong
semua uang yang bernilai Rp2,50 ke atas hingga nilainya tinggal setengahnya.
Kebijakan ini dilakukan oleh Menteri Keuangan Syafrudin Prawiranegara pada masa
pemerintahan RIS. Tindakan ini dilakukan pada tanggal 20 Maret 1950 berdasarkan
SK Menteri Nomor 1 PU Tanggal 19 Maret 1950. Tujuannya untuk menanggulangi
defisit anggaran sebesar Rp5,1 Miliar. Dampaknya rakyat kecil tidak dirugikan karena
yang memiliki uang Rp2,50 ke atas hanya orang-orang kelas menengah dan kelas atas.
Kebijakan ini dapat mengurangi jumlah uang yang beredar sehingga pemerintah
mendapat 10 kepercayaan dari pemerintah Belanda dengan mendapati pinjaman
sebesar Rp200 juta.
❖ Sistem Ekonomi Gerakan Benteng
Sistem ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah Republik
Indonesia untuk mengubah struktur ekonomi yang berat sebelah yang dikakukan pada
masa Kabinet Natsir yang direncanakan oleh Sumitro Joyohadikusumo (Menteri
Perdagangan). Program ini bertujuan untuk mengubah struktur ekonomi kolonial
menjadi struktur ekonomi nasional (pembangunan ekonomi indonesia). Programnya
yaitu sebagai berikut.
• Menumbuhkan kelas pengusaha dikalangan bangsa Indonesia.
• Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu diberi kesempatan untuk
berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.
• Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan diberikan
bantuan kredit. Para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan
berkembang menjadi maju.
❖ Nasionalisasi de javasche bank
Adalah salah satu upaya (Program perbaikan ekonomi) yang dilakukan oleh
pemerintah negara republik Indonesia pada masa demokrasi liberal untuk mengatasi
permasalahan permasalahan yang terjadi di bab keuangan khususnya keuangan negara
jawaban krisisnya ekonomi dengan impian supaya keuangan baik dinegara maupun
masyarakat menjadi baik lantaran memang dikala itu kondisi ekonomi negara
Indonesia dikala itu dapat dikatakan sangat jelek. Program Perbaikan ekonomi ini
dibuat oleh seorang kabinet nomor urut dua sehabis Mohammad Natsir yang berjulukan
soekiman (27 April 1951 - 3 April 1952), Setelah terbentuknya agenda ini kemudian
pemerintah mengangkat Syarifudin Prawiranegara sebagai presiden agenda ini, dan ini
tercantum dalam keputusan presiden RI No. 123 Tanggal 12 Juli 1951. 11
❖ Sistem Ekonomi Ali Baba
Adapun tujuan dari sistem ekonomi adalah untuk memperbaiki perekonomian,
dan juga melakukan peningkatan ekonomi kaum pribumi. Di masa itu kaum pribumi
belum bisa mengikuti perkembangan dari kaum non pribumi, keturunan Eropa, Arab
dan China. Sebab itu pemerintah melakukan usaha dalam menyelesaikan keadaan
dengan mengharuskan pengusaha non pribumi agar melakukan kerja sama dalam
perusahaannya dengan pengusaha pribumi. Sebab itu pemerintah melakukan usaha
dalam menyelesaikan keadaan dengan mengharuskan pengusaha non pribumi agar
melakukan kerja sama dalam perusahaannya dengan pengusaha pribumi.
Tujuan sistem ekonomi Ali baba:
1) Untuk memajukan pengusaha pribumi.
2) Agar para pengusaha pribumi bekerja sama memajukan ekonomi
pribumi nasional.
3) Pertumbuhan dan perkembangan pengusaha swasta nasional dalam
rangka merombak ekonomi kolonial menjadi ekonomi.
4) Memajukan ekonomi Indonesia perlu adanya kerja sama antara
pengusaha pribumi dan non pribumi.
Pelaksanaan sistem ekonomi Ali baba:
1) Pengusahaan pribumi diwajibkan untuk memberi latihan dan tanggung
jawab kepada tenaga rakyat Indonesia agar menduduk jabatan staf.
2) Pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha swasta.
3) Pemerintah melindungi agar dapat bersaing dengan perusahaan asing.
Kegagalan sistem ekonomi Ali baba:
1) Pengusaha pribumi kurang pengalaman dalam memperoleh bantuan
kredit dari pemerintah.
2) Indonesia menerapkan sistem liberal, mengutamakan persaingan
bebas.
3) Pengusaha pribumi belum sanggup bersaing di pasar bebas.
❖ Persaingan Financial Ekonomi (Finek)
Pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap dikirim delegasi ke Jenewa untuk
merundingkan masalah finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan pihak
Belanda. Misi ini dipimpin oleh Anak Agung Gde Agung. Pada tanggal 7 Januari 1956
dicapai kesepakatan rencana persetujuan Finek, yang berisi:
• Persetujuan Finek hasil KMB dibubarkan.
• Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral.
• Hubungan Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional, tidak boleh diikat
oleh perjanjian lain antara kedua belah pihak.
Hasilnya pemerintah Belanda tidak mau menandatangani, sehingga Indonesia
mengambil langkah secara sepihak. Tanggal 13 Februari 1956 Kabinet Burhanuddin
Harahap melakukan pembubaran Uni Indonesia- Belanda secara sepihak. Tanggapan :
Dampaknya adalah banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya,
sedangkan pengusaha pribumi belum mampu mengambil alih perusahaan Belanda
tersebut.
❖ Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT)
Pada masa pemerintahan Kabinet Ali Sastroamijoyo II, dibentuk Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional, atau yang pada saat itu disebut Biro Perancang
Negara dipimpin oleh Ir. Djuanda sebagai Menteri Perancang Negara. Biro ini berhasil
menyelesaikan penyusunan Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) yang akan
dilaksanakan antara tahun 1956 - 1961, dengan perkiraan biaya mencapai 12,5 milyar
Rupiah. DPR menyetujui Rencana Undang-Undang RPLT ini pada tanggal 11
November 1958. RPLT ini pada akhirnya tidak dapat dilaksanakan dengan baik
disebabkan antara lain:
a) Ekspor dan pendapatan Indonesia merosot drastis akibat dari depresi ekonomi
Amerika Serikat dan Eropa sejak akhir 1957 sampai awal 1958.
b) Nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia sebagai salah satu
strategi dalam perjuangan pembebasan Irian Barat menimbulkan gejolak
ekonomi.
c) Ketegangan antara pusat dan daerah yang sering berkembang menjadi
pemberontakan sehingga banyak daerah yang memilih melaksanakan
kebijakannya masing-masing.
Kesimpulan: Rencana pembangunan lima tahun (RPLT) 1956 -1961 tidak
dijalankan karena ada beberapa masalah baik dari eksternal maupun internal.
❖ Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap)
Pada masa Kabinet Ali Sastrowidyoningrat 2 terjadi ketegangan antara pusat
dan daerah. Masalah tersebut untuk sementara waktu dapat teratasi dengan
Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap). Tujuan diadakan Munap adalah untuk
mengubah rencana pembangunan agar dapat dihasilkan rencana pembangunan yang
menyeluruh untuk jangka panjang. Rencana tersebut dapat dilaksanakan dengan baik
karena:
1) Adanya kesulitan dalam menentukan prioritas.
2) Terjadi ketegangan politik.
3) Timbul pemberontakan PRRI/ Permesta.

Kelebihan dari pelaksanaan Demokrasi Liberal sebagai berikut;


1) Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955.
2) Penyelenggaraan pemilu untuk yang pertama kalinya dalam sejarah Republik
Indonesia secara demokratis pada 29 September 1955 (memilih anggota DPR)
dan 15 Desember 1955 (memilih konstituante).
3) Pembatalan seluruh perjanjian KMB. KMB.
4) Indonesia dapat mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui
Deklarasi Djuanda.
5) Pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi
Bank Indonesia.
6) Masa ini bisa dikatakan sebagai masa paling demokratis selama republik ini
berdiri.

Kegagalan dari pelaksanaan Demokrasi Liberal yaitu;


• Instabilitas Negara karena terlalu sering terjadi pergantian kabinet. Hal
ini menjadikan pemerintah tidak berjalan secara efisien sehingga
perekonomian Indonesia sering jatuh dan terinflasi.
• Timbul berbagai masalah keamanan.
• Sering terjadi konflik dengan pihak militer seperti pada peristwa 17
Oktober 1952.
• Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah akibat
lemahnya sistem pemerintahan.
• Sering terjadi konflik antar partai politik dalam pemerintahan untuk
mendapatkan kekuasaan.
• Praktik korupsi meluas.
• Kesejahteraan rakyat terbengkalai karena pemerintah hanya terfokus
pada pengembangan bidang politik bukan pada ekonomi.

Akhir Masa Demokrasi Liberal di Indonesia. Kekacauan politik ini membuat


keadaan negara menjadi dalam keadaan darurat. Hal ini diperparah dengan Dewan
Konstituante yang mengalami kebuntuan dalam menyusun konstitusi baru, sehingga
Negara Indonesia tidak memiliki pijakan hukum yang mantap. Kegagalan konstituante
disebabkan karena masing-masing partai hanya mengejar kepentingan partainya saja
tanpa mengutamakan kepentingan negara dan Bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Masalah utama yang dihadapi konstituante adalah tentang penetapan dasar negara.
Terjadi tarik-ulur di antara golongan-golongan dalam konstituante. Sekelompok partai
menghendaki agar Pancasila menjadi dasar negara, namun sekelompok partai lainnya
menghendaki agama Islam sebagai dasar negara. Pemungutan suara dilakukan 3 kali
dan hasilnya yaitu suara yang setuju selalu lebih banyak dari suara yang menolak
kembali ke UUD 1945, tetapi anggota yang hadir selalu kurang dari dua pertiga. Dalam
situasi dan kondisi seperti itu, beberapa partai politik mengajukan usul kepada Presiden
Soekarno agar mendekritkan berlakunya kembali UUD 1945 dan pembubaran
Konstituante. Oleh karena itu pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno
mengeluarkan dekrit yang berisi sebagai berikut; o Tidak berlakunya UUDS 1950
Setelah keluarnya dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan tidak diberlakukannya lagi UUDS
1950, maka secara otomatis sistem pemerintahan Demokrasi Liberal tidak berlaku lagi
di Indonesia.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam perkembangan Demokrasi Indonesia, Indonesia sudah mengalami beberapa kali
pergantian sistem politik dan pemimpin. Namun dengan sejalannya demokrasi itu Indonesia
sampai saat ini masih saja belum menemukan sistem Demokrasi yang tepat. Banyak
permasalahan yang datang dalam pencarian sistem Indonesia maupun jiwa para pemimpinnya.

B. Saran
Entah mengapa sampai saat ini Indonesia masih tertinggal oleh negara lain, tapi patut
kita ketahui bahwa perubahan itu tidak ada dengan sendirinya. Kita sebagai rakyat Indonesia
lah yang harus memulai perubahan itu. Dimulai dari penetapan sistem politik yang benar-benar
tepat dan juga para anak bangsa yang harus memperbaharuinya dengan perubahan yang
membawa Indonesia maju.

Anda mungkin juga menyukai